Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL MODUL 6.

SKENARIO 3

Dosen Pengampu :

dr Fanny Dyah Rahmawati, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :

Nama : Faisal Faiz Azis HS

NIM : 18109011012

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2020
SKENARIO

Demam Tinggi Hingga Tak Sadar

Seorang wanita usia 69 tahun diantar kelurganya ke IGD RS dengan penurunan


kesadaran, pasien memiliki riwayat penyakit stroke sejak 3 tahun terakhir, dokter jaga IGD
melakukan pemeriksaan didapatkan suhu 39°C, Tekanan darah 90 / 60 mmHg, RR 26
X/menit, Nadi 90 X/menit, Pemeriksaan Penunjang didapatkan 16.000 /mm3, urinnya keluar
sedikit-sedikit, dokter segera melakukan tatalaksana awal untuk pasien tersebut.
STEP I

1. Stroke : Kerusakan otak akibat gangguan atau hambatan suplai darah ke otak yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik).
2. Penurunan kesadaran : Kondisi ketika seseorang kurang atau tidak dapat memberikan
respon terhadap rangsang apapun. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelelahan, cedera,
penyakit, atau efek samping dari obat-obatan.

STEP II

1. Apa hubungan demam tinggi dengan penurunan kesadaran?


2. Mengapa urin pasien keluar sedikit-sedikit ?
3. Apa saja komplikasi dari stroke?
4. Apakah ada hubungan antara riwayat stroke penurunan kesadaran pada pasien?

STEP III

1. Demam yang dialami pasien dapat disebabkan oleh sepsis karena infeksi yang dialami,
apabila terjadi demam terus menerus dapat mengakibatkan syok sepsis. Pada penurunan
kesadaran pasien dapat disebabkan karena ada hipotensi pada pasien.
2. Pasien kemungkinan mengalami ISK, dimana infeksi menyebabkan iritasi pada kandung
kemih sehingga memicu rasa ingin buang air kecil dan urin hanya keluar sedikit-sedikit.
3. Komplikasi dari stroke bisa berupa : deep vein thrombosis, hidrosefalus, disfagia, dan
keterbatasan gerak.
4. Terdapat hubungan dengan riwayat stroke 3 tahun yang lalu dengan penurunan
kesadaran pasien. Karena dengan adanya riwayat stroke maka akan ada masalah di otak
pasien baik karena penyumbatan pembuluh darah maupun pendarahan akibat pembuluh
darah pecah yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran pada
pasien juga diperberat dengan adanya kecurigaan terjadi ISK, yang dapat berlanjut
menjadi syok sepsis sehingga berpengaruh terhadap kesadaran pasien.
STEP IV

Wanita 69th diantar keluarga ke IGD RS

Keluhan utama : Penurunan kesadaran


RPD : Riwayat stroke sejak 3 tahun
lalu

PF
-Suhu : 39°C
-TD : 90/60 mmHg
-RR : 26 x/menit
-Nadi : 90 x/menit
Px Penunjang
-Vol. urin : 16.000/mm3, urin keluar sedikit-
sedikit

Suspek : Syok Sepsis


STEP V

1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Definisi dan


Etiologi Syok Sepsis.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Epidemiologi
Syok Sepsis.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Patofisiologi
Syok Sepsis.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Penegakkan
Diagnosis Syok Sepsis.
5. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Penatalaksanaan
Syok Sepsis.
6. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai Komplikasi
Syok Sepsis.
STEP VI

DEFINISI SYOK SEPSIS

Kata sepsis berasal dari kata Yunani untuk "dekomposisi" atau "pembusukan," dan
penggunaan pertama yang didokumentasikan adalah sekitar 2700 tahun yang lalu dalam puisi
Homer. Itu kemudian digunakan dalam karya Hippocrates dan Galen di abad-abad
berikutnya. Sepsis adalah keadaan darurat medis yang menggambarkan respon imunologi
sistemik tubuh terhadap proses infeksi yang dapat menyebabkan disfungsi organ stadium
akhir dan kematian.1 Syok sepsis merupakan abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler.2

Tabel 1.1 Definisi sepsis tahun 1992-20162

Definisi Sepsis 1 (1992) Sepsis 2 (2011) Sepsis 3 (2016)


Sepsis Sindrom respons Tidak ada Gangguan fungsi
inflamasi sistemik perubahan definisi organ akibat respons
(SIRS) yang tubuh terhadap
disebabkan infeksi infeksi yang
mengancam jiwa
Sepsis Berat Sepsis disertai salah Tidak ada Definisi sepsis berat
satu gejala perubahan definisi dihilangkan
gangguan fungsi
organ, hipoperfusi,
hipotensi, asidosis
laktat, oliguria, atau
gangguan status
mental akut
Renjatan/Syok Sepsis disertai Tidak ada Sepsis disertai
Sepsis hipotensi walaupun perubahan definisi gangguan sirkulasi,
telah dilakukan seluler, dan
terapi cairan metabolik yang
adekuat, sepsis mengancam jiwa
dengan terapi obat
inotropik atau
vasopressor
ETIOLOGI SYOK SEPSIS

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70%
kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan
terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan
komponen utama membran terluar dari bakteri gram (-). LPS merangsang peradangan
jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS
bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci,
Streptococci, dan bakteri gram (+) lainnya jarang menyebabkan sepsis dengan angka kejadian
20-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes)
atau protozoa (falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.

Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram (-) dan dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun selular dan
hormonal, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak
mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis
tumor (Tumor necrosis factor/TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6, dan IL-8 yang merupakan
mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC)
yang mengalami sepsis.3

EPIDEMIOLOGI SYOK SEPSIS

Meskipun kemajuan signifikan dalam pemahaman patofisiologi sindrom klinis ini,


kemajuan dalam alat pemantauan hemodinamik, dan tindakan resusitasi, sepsis tetap menjadi
salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien sakit kritis.1 Sepsis
mempengaruhi 750.000 pasien setiap tahun di Amerika Serikat, menewaskan lebih dari
210.000 orang setiap tahun. Sekitar 15% pasien dengan sepsis mengalami syok septik, yang
menyumbang sekitar 10% dari penerimaan ke unit perawatan intensif (ICU) dan memiliki
tingkat kematian lebih dari 50%. Insiden sepsis dua kali lipat di Amerika Serikat antara tahun
2000 dan 2008, kemungkinan karena penyakit yang lebih kronis pada populasi yang menua,
seiring dengan meningkatnya resistensi antibiotik dan meningkatnya penggunaan prosedur
invasif, obat imunosupresif, dan kemoterapi.4

Hampir 50% pasien intensive care unit (ICU) merupakan pasien sepsis. Angka
kematian disebabkan sepsis di ICU RSUP dr Kandou Manado sebesar 65,7%. Di RSUP dr
Soetomo Surabaya, angka syok septik sebesar 14,58%, dan 58,33% sisanya sepsis. Salah satu
penyebab kematian disebabkan karena terlambatnya penanganan awal sepsis terutama saat
masih di Unit Gawat Darurat; keterlambatan ini sering disebabkan menunggu hasil
laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain. Penanganan pasien syok septik harus segera
dilakukan pada 1 jam awal.2

PATOFISIOLOGI SYOK SEPSIS

Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan yang dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit. Patogen tersebut bisa berasalah
masyarakat/lingkungan sekitar ataupun patogen dari rumah sakit. Setelah seseorang terinfeksi
maka akan terjadi inflamasi, sebagai tanggapan imunitas tubuh. Respon tubuh terhadap suatu
patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin
baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi.

Respon imun tubuh dapat berupa demam, kemudian dapat terjadi leukositosis/leukopenia
(meningkat/menurunya kadar leukosit) ataupun juga dapat terjadi bandemia (kondisi dimana
sumsum tulang berlebih dalam merilis leukosit). Selain memberikan respon inflamasi, tubuh
juga melakukan kompensasi untuk memodulasi (merubah), koordinasi ataupun represi
(pertahanan) terhadap respon yang berlebihan, yaitu dengan terjadinya takipnea, perubahan
tingkat kesadaran, dan juga hipotensi. Jika tubuh tidak dapat mengompensasi dengan baik
maka terjadi penurunan perfusi (penyebaran darah yang teroksigenasi) ke organ, dapat
mengakibatkan terjadinya disfungsi organ (kerusakan organ).
Gambar 1.1 Patogenesis dan temuan klinis sepsis, syok sepsis5

Selain itu, faktor komorbid (penyakit lain/penyerta), virulensi patogen, tempat rentan
terkena infeksi, dan juga genetik, merupakan beberapa faktor risiko terjadinya sepsis. Faktor-
faktor tersebut menyebabkan terganggunya respon tubuh terhadap suatu patogen sehingga
keseimbangan kerja antara pro-inflamasi dan anti-inflamasi mediator tidak tercapai dengan
sempurna maka dapat memberikan kerugian bagi tubuh, yaitu terjadinya disfungsi organ.

Hal-hal tersebut yang menyebabkan terjadinya sepsis, yaitu kondisi dimana organ
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat mengancam nyawa yang
disebabkan karena ketidakseimbangan respon imun host terhadap infeksi.

Organ-organ yang mengalami kegagalan fungsi ini, yaitu pada sistem pernapasan
ditandai dengan penurunan tekanan oksigen ataupun fraksi oksigen yang dihirup; pada sistem
saraf terjadi penurunan tingkat kesadaran; pada sistem kardiovaskular dapat terjadi penurunan
tekanan arteri; pada liver terjadi peningkatan bilirubin; pada ginjal terjadi peningkatan
kreatinin dan juga dapat terjadi oliguria (volume urin sedikit) akut; kemudian pada sistem
koagulasi terjadi trombositopenia (penurunan kadar trombosit) berakibat dapat menyebabkan
gangguan pembekuan darah. Tersebut merupakan beberapa tanda terjadinya syok sepsis.3,5
PENEGAKKAN DIAGNOSIS SYOK SEPSIS

RIWAYAT

Skrining awal dan cepat dapat dilakukan di setiap unit gawat darurat.2 Membantu
menentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau nasokomial dan apakah pasien
imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada hewan, perjalanan,
gigitan tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol, seizure, hilang kesadaran,
medikasi dan penyakit dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu.
Beberapa tanda terjaidnya sepsis, meliputi berikut.3

1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi.
2. Hipotensi, oliguria, dan anuria.
3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas.
4. Perdarahan.

KRITERIA SEPSIS

Kriteria baru sepsis menggunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA).


SOFA melakukan evaluasi terhadap fungsi fisiologis, respirasi, koagulasi, hepatik, sistem
saraf pusat, dan ginjal. Makin tinggi skor SOFA akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas sepsis. Kriteria simpel menggunakan qSOFA. qSOFA dinyatakan positif apabila
terdapat 2 dari 3 kriteria. Skoring tersebut cepat dan sederhana serta tidak memerlukan
pemeriksaan laboratorium. Syok septik dapat diidentifikasi dengan adanya klinis sepsis
dengan hipotensi menetap. Kondisi hipotensi membutuhkan tambahan vasopressor untuk
mempertahankan kadar MAP >65 mmHg dan laktat serum >2 mmol/L walaupun telah
dilakukan resusitasi.2

Kriteria SOFA muncul setelah pembaharuan definisi dan kriteria sepsis bertujuan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas sepsis. Kriteria tahun 1992 menggunakan istilah
Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS). SIRS terdiri dari kriteria umum yang meliputi
kondisi vital pasien, terdapat kriteria inflamasi, kriteria hemodinamik, dan kriteria gangguan
fungsi organ.2

Tabel 2.1 Kriteria sepsis2

Tabel 2.2 Skor quick SOFA2

Tabel 2.3 Sequential organ failure assessment (SOFA)2

Tabel 2.4 Keterbatasan dan kelebihan kriteria SIRS dan SOFA2

Sepsis SIRS SOFA


Keterbatasan Kriteria SIRS tidak spesifik Assessment untuk identifikasi
(ditemukan kasus SIRS namun kegagalan organ tidak untuk
tidak ada proses infeksi melalui mendefinisikan sepsis
hasil kultur)
Keunggulan  Lebih dari 75% pasien diduga
infeksi dengan qSOFA score
>2 dan skor SOFA positif
mengindikasikan disfungsi
organ dan suspek sepsis
 Kriteria qSOFA mudah
digunakan dan membantu
klinisi memberikan
tatalaksana awal tanpa
menunggu hasil laboratorium

PENATALAKSANAAN SYOK SEPSIS

MANAJEMEN SEPSIS

Terdapat perubahan bermakna surviving sepsis campaign 2018 dari rangkaian 3 jam,
6 jam, menjadi rangkaian 1 jam awal. Tujuan perubahan ini adalah diharapkan terdapat
perubahan manajemen resusitasi awal, terutama mencakup penanganan hipotensi pada syok
sepsis.2

Pengukuran Kadar Laktat (Rekomendasi lemah, bukti penelitian lemah)

Peningkatan kadar laktat dapat menunjukkan beberapa kondisi di antaranya hipoksia


jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang disebabkan peningkatan stimulasi beta
adrenergik atau pada beberapa kasus lain. Peningkatan kadar laktat >2mmol/L harus diukur
pada kondisi 2-4 jam awal dan dilakukan tindakan resusitasi segera.

Kultur Darah (Pengalaman terbaik peneliti)

Pengambilan kultur darah dilakukan segera, hal tersebut berguna untuk meningkatkan
optimalisasi pemberian antibiotik dan identifikasi patogen. Kultur darah sebaiknya dalam 2
preparat terutama untuk kuman aerobik dan anaerobik. Pengujian kultur juga dapat
menyingkirkan penyebab sepsis, apabila infeksi patogen tidak ditemukan maka pemberian
antibiotik dapat dihentikan.

Antibiotik Spektrum Luas (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Sedang)

Pemberian antibiotik spektrum luas sangat direkomendasikan pada manajemen awal.


Pemilihan antibitiotik disesuaikan dengan bakteri empirik yang ditemukan.

Cairan Intravena (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Lemah)

Pemberian cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau sepsis dengan
hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi adalah 30 mg/kgBB cairan
kristaloid; tidak ada perbedaan manfaat antara koloid dan kristaloid. Pada kondisi tertentu
seperti penyakit ginjal kronis, dekompensasi kordis, harus diberikan lebih hati-hati. Beberapa
teknik untuk menilai respons cairan adalah sebagai berikut.

1. Passive leg raising test


Penilaian ini untuk menilai pasien sepsis kategori responder atau non-responder,
dengan sensitivitas 97% dan spesifisitas 94%. Bila pulse pressure bertambah >10% dari
baseline, dianggap responder. Penilaian ini bertujuan untuk menilai peningkatan cardiac
output dengan penambahan volume.
2. Fluid challenge test
Mengukur kemaknaan perubahan isi sekuncup jantung (stroke volume) atau tekanan
sistolik arterial, atau tekanan nadi (pulse pressure). Pemberian cairan dapat
mengembalikan distribusi oksigen dalam darah dan perfusi ke organ vital untuk
mencegah ganguan kerusakan organ.
3. Stroke Volume Variation (SVV)
Penilaian variasi isi sekuncup jantung akibat perubahan tekanan intra-toraks saat
pasien menggunakan ventilasi mekanik. Syarat penilaian responsivitas cairan dengan
metode ini adalah sebagai berikut.
 Pasien dalam kontrol ventilasi mekanis penuh
 Volume tidal 8-10 mL/kgBB (predicted body weight)
 Tidak ada aritmia. Pasien masuk kategori responder bila SVV ≥12%

Selain SVV, Pulse Pressure Variation (PPV) juga dapat dipergunakan untuk menilai
responsivitas cairan.
Pemberian Vasopressor (Rekomendasi kuat, bukti penelitian cukup)

Manajemen resusitasi awal bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan, terutama


perfusi organ vital. Jika tekanan darah tidak meningkat setelah resusitasi cairan, pemberian
vasopressor tidak boleh ditunda. Vasopressor harus diberikan dalam 1 jam pertama untuk
mempertahankan MAP >65 mmHg. Dalam review beberapa literatur ditemukan pemberian
vasopressor/inotropik sebagai penanganan awal dari sepsis.

Pemilihan Vasopressor

Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama. Penambahan


vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin untuk mencapai target MAP dapat
dilakukan.

Dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya direkomendasikan untuk


pasien tertentu, misalnya pada pasien berisiko rendah takiaritmia dan bradikardi relatif.
Penggunaan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal sudah tidak direkomendasikan lagi.
Dobutamin disarankan diberikan pada hipoperfusi menetap meskipun sudah diberi cairan
adekuat dan vasopresor. Steroid dapat digunakan apabila dengan norepinefrin target MAP
masih belum tercapai.

INDIKATOR KEBERHASILAN RESUSITASI AWAL

Evaluasi Mean Arterial Pressure (MAP)

MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau organ terutama otak dan
ginjal. Batas rekomendasinya adalah 65 mmHg. Penetapan target MAP yang lebih tinggi (85
mmHg dibandingkan 65 mmHg) justru meningkatkan risiko aritmia. Target MAP lebih tinggi
mungkin perlu dipertimbangkan pada riwayat hipertensi kronis.

Laktat

Laktat sebagai penanda perfusi jaringan dianggap lebih objektif dibandingkan


pemeriksaan fisik atau produksi urin. Keberhasilan resusitasi pasien sepsis dapat dinilai
dengan memantau penurunan kadar laktat, terutama jika awalnya mengalami peningkatan
kadar laktat.
Tekanan Vena Sentral (CVP) dan Saturasi Vena Sentral (SvO2)

Tekanan CVP normal adalah 8-12 mmHg. CVP sebagai parameter panduan tunggal
resusitasi cairan tidak direkomendasikan lagi. Jika CVP dalam kisaran normal (8-12 mmHg),
kemampuan CVP untuk menilai responsivitas cairan (setelah pemberian cairan atau fluid
challenge) terbukti tidak akurat. Penggunaan target CVP secara absolut seharusnya dihindari,
karena cenderung mengakibatkan resusitasi cairan berlebihan.

CO2 gap (Perbedaan kadar karbondioksida arteri dan vena (Pv-a CO2))

Peningkatan produksi CO2 merupakan salah satu gambaran metabolisme anaerob.


Jika peningkatan kadar laktat disertai peningkatan Pv-aCO2 atau peningkatan rasio Pv-aCO2
terhadap Ca-vO2, kemungkinan besar penyebabnya adalah hipoperfusi.2

Diagram. Rekomendasi oemberian vasopresor dan steroid pada manajemen syok


sepsis2

Catatan :

(1) Pertimbangkan dopamin vasopressor alternatif jika terdapat sinus bradikardia; (2)
Pertimbangkan pemberian fenilefrin apabila timbul takiaritmia berbahaya akibat
pemberian norepinefrin atau epinefrin; (3) Berdasarkan penilitian seusai dengan
EBM tidak ditemukan batasan pemberian norepinefrin , epinefrin dan fenilefrin.
Rentang dosis yang dicantumkan pada alogritma ini berdasarkan pengalaman
peneliti. Dosis maksimal dievaluasi berdasarkan respons fisiologis.

KOMPLIKASI SYOK SEPSIS

 Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS, adult respiratory disease syndrome)


 Koagulasi intravaskular diseminata (DIC, disseminated intravascular coagulation)
 Gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure)
 Perdarahan usus
 Gagal hati
 Disfungsi sistem saraf pusat
 Gagal jantung
 Kematian

Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian
berbeda adalah 19% untung disfungsi CNS 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal hati, 9-23%
untuk ARF, dan 8-18% untuk DIC. Pada syok septik, ARDS dijumpai pada sekitar 18%, DIC
pada 38%, dan gagal ginjal 50%.2
STEP VII

Kesimpulan

Pada skenario ini dapat disimpulkan bahwa wanita 69 tahun tersebut kemungkinan
mengalami syok sepsis yang disebabkan karena ISK. Penegakkan diagnosis sepsis diawali
dengan skrining awal terhadap temuan gejala kemudian menggunakan kriteria baru, yatiu
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA). Tatalaksana yang dapat diberikan pada 1 jam
pertama adalah resusitasi awal yang diantaranya pengukuran kadar laktat, kultur darah,
antibiotic spectrum luas, cairan intravena dan pemberian vasopressor misalnya norepinefrin
sebagai lini pertama. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menjaga hygienitas. Untuk
prognosis dubia ad malam karena infeksi yang tidak terkontrol dan komplikasi sistemik.

DALIL

Al-Israa/17 : 82

Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya
akan menambah kerugian.”
DAFTAR PUSTAKA

1. Gyawali, B, Ramakrishna K, Dhamoon AS. Sepsis: The Evolution In Definition,


Pathophysiology, and Management. SAGE Open Med. 2019; 7: 2050312119835043.
2. Putra, IAS. Update Tatalaksana Sepsis. Cermin Dunia Kedokteran (CDK)-280. 2019;
46(11): 681-685.
3. H, A Guntur. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI.
Jakarta : Interna Publishing. 2017.
4. Dugar, S, Chirag C, Abhijit D. Sepsis and Septic Shock: Guideline-based Management.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2020; 87(1): 53-64.
5. Lane, DJ, Simonne H. Sepsis, and Septic Shock: Pathogenesis and Clinical Findings.
Calgary Guide. 2019.

Anda mungkin juga menyukai