Anda di halaman 1dari 13

SEPSIS DAN TATALAKSANA BERDASAR

GUIDELINE TERBARU
Irvan*, Febyan*, Suparto*
*Departemen Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

PEMBIMBING
Dr.Diah Sp. An. KIC
Dibacakan oleh :
Anggi I. Aronggear
ABSTRAK

Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang
disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan kriteria SIRS untuk
mengidentifikasi sepsis dianggap tidak membantu lagi.

• Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa. Disfungsi
organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak
digunakan.

Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan metabolik yang
terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan.

• Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT dihilangkan, dan
merekomendasikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang.
Sepsis

KATA
KUNCI
Septik
SIRS syok
 Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization) pada
tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif
pada negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan.

 Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat.


PENDAHULUAN
 Hal seperti ini juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi
dunia bermukim.

 Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman
akan meningkatkan angka kejadian sepsis.

 Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien
dengan kondisi kritis.
 Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global, dan didapatkan bahwa
penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah.

 Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes, penyakit infeksi utama yang
ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi
saluran pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5 besar penyebab kematian di Indonesia.

 Kondisi serupa juga terjadi di negara Mongolia, dimana penyakit infeksi merupakan 10 penyebab
kematian tertinggi di negara tersebut.

 Dan pada suatu penelitian yang diadakan pada tahun 2008, angka kejadian sepsis pada pasien yang
masuk ke ICU di RS Mongolia didapatkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan angka di negara
maju.
 Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan pertama kali
dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM).

 Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan “septicaemia”
sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah.

ISI  Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut, istilah seperti “septicaemia:, sepsis,
toksemia dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih.

 Oleh karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991,
American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM)
mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS), sepsis, dan sepsis berat .
 Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis,
sepsis berat dan septik syok.

 Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care Medicine mengeluarkan suatu
konsensus yang dinamakan sepsis- related organ failure assessment (SOFA) score untuk menggambarkan
secara kuantitatif dan seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ.

 2 hal penting dari aplikasi dari skor SOFA ini adalah: Meningkatkan pengertian mengenai perjalanan alamiah
disfungsi organ dan hubungan antara kegagalan berbagai organ.

 Mengevaluasi efek terapi baru pada perkembangan disfungsi organ.

 Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi sepsis
berat dan syok septik.
 Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan
orang setiap tahunnya.

 Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi
sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi.

 Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik <90
mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah
sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).

 Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American
College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine Consensus (Tabel 1).
 Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care Medicine (ESICM)
merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim PIRO
(Predisposition, Infection, Response to the infectious challenge, and Organ dysfunction).

 Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsensus internasional yang
ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu perawatan di ICU dan
risiko kematian yang meningkat.

 Konsensus ini menggunakan skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment) dengan
peningkatan angka sebesar 2, dan menambahkan kriteria baru seperti adanya peningkatan
kadar laktat walaupun telah diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor pada
keadaan hipotensi.

 Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.

 Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak membantu lagi.
Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur, dan laju nadi
menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh terhadap infeksi atau hal lainnya).
 Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan
adanya infeksi.

 Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat
sudah tidak digunakan kembali.

 Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan dari respon tubuh yang berlebihan dalam
patogenesis dari sepsis dan syok septik, peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi
keadaan sepsis dan penggunaan quick SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis
di luar ICU.

 Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU,
qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat
dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali
kondisi disfungsi organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi.

 Dan septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan
selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan.
 Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang
membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar
laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.

 Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA
tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat dan berulang.
Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan
dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi.

Anda mungkin juga menyukai