DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING :
Oleh:
PENDAHULUAN
Sepsis merupakan kondisi yang sering ditemui pada fasilitas emergensi dan
sering menjadi penyebab kematian pada bagian Intensive Care Unit. Triase yang
tepat, pengenalan yang cepat, resusitasi awal, pemberian antibiotic, dan eradikasi
dari penyebab infeksi merupakan komponen kunci yang terdapat pada perawatan
pasien dengan sepsis.
Kondisi sepsis yang tidak tertangani dengan baik dapat mengarah ke syok
septik. Syok septik adalah bagian dari sepsis dimana terdapat kelainan sirkulasi dan
seluler/metabolik yang cukup dalam untuk secara substansial dapat meningkatkan
mortalitas. Kondisi ini memerlukan adanya agen vasopressor untuk
mempertahankan tekanan dan perfusi ke organ.
TINJAUAN PUSTAKA
A. SYOK SEPTIK
a. Definisi
Syok adalah kondisi dimana tekanan darah turun sangat drastis
sehingga terjadi gangguan aliran darah pada tubuh. Tanda dan gejala
syok terdiri dari hipotensi, hiperventilasi, sianotik, oliguria, dan
ansietas. Syok muncul setelah cedera berat (Shiel Jr., 2018).
Syok septik merupakan kondisi sepsis bersamaan dengan hipotensi
meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau
memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan dan perfusi
organ (Sudoyo et al., 2014). Definisi ini diperjelas oleh Worapratya dan
Wuthisuthimethawee (2019) bahwa syok septik adalah kondisi dimana
diperlukan agen vasopressor untuk mempertahankan MAP (Mean
Arterial Pressure) pada angka 65 mmHg dan level serum laktat lebih
dari 2 mmol/L (>18 mg/dL) tanpa adanya hipovolemia. Pada Konsensus
Definisi untuk Sepsis dan Syok Septik yang diadakan pada tahun 2016,
definisi syok septik adalah bagian dari sepsis dimana terdapat kelainan
sirkulasi dan seluler/metabolik yang cukup dalam untuk secara
substansial dapat meningkatkan mortalitas (Howell & Davis, 2017).
Definisi sepsis sendiri awalnya adalah keadaan klinis yang berkaitan
dengan infeksi dengan manifestasi SIRS (Systemic inflammatory
response syndrome). SIRS adalah respon tubuh terhadap inflamasi
sistemik yang mencakup 2 atau lebih keadaan sebagai berikut: Suhu
lebih dari 38oC atau kurang dari 36oC, frekuensi jantung lebih dari 90,
frekuensi nafas lebih dari 20x/menit atau PaCO3 kurang dari 32 mmHg,
leukosit darah lebih dari 12.000/mm3 atau kurang dari 4.000 mm3 atau
terdapat neutrophil imatur lebih dari 10% (Sudoyo, 2014). Namun kini,
definisi sepsis memberi perhatian lebih pada disfungsi organ dan
hipoperfusi dibandingkan dengan inflamasi itu sendiri. Selanjutnya,
definisi sepsis menjadi kondisi dimana terdapat disfungsi organ yang
mengancam nyawa yang disebabkan oleh disregulasi respon pejamu
terhadap infeksi (Howell & Dawis, 2017). Hal ini dapat ditentukan oleh
nilai SOFA (Sequential Organ Failure Assessment) ≥ 2 (Seymour, et al.,
2016).
Definisi baru ini menekankan keunggulan respon nonhomeostatik
pejamu terhadap infeksi, potensi kematian yang jauh melebihi infeksi
langsung, dan perlunya pengenalan segera atau lebih awal. Seperti yang
dijelaskan kemudian, bahkan tingkat disfungsi organ sederhana ketika
infeksi pertama kali dicurigai berkaitan dengan kematian di rumah sakit
lebih dari 10%. Oleh karena itu, pengenalan kondisi ini layak mendapat
respons yang cepat dan tepat (Singer, et al., 2016).
SOFA adalah sistem skoring yang dikembangkan oleh European
Society of Intensive Care Medicine dan ditetapkan pada tahun 1994.
Skoring ini digunakan untuk mengukur disfungsi organ dengan 5 skala
(Tabel 1.) Untuk mempercapat penentuan awal apakah pasien
mengalami syok sepsis atau syok lainnya, direkomendasikan
penggunaan qSOFA (quick SOFA). Penilaian menggunakan qSOFA
dapat diterapkan ketika berada di luar rumah sakit, bagian emergensi,
atau ketika di bangsal. Pasein dewasa dengan curiga infeksi lebih
cenderung memiliki hasil buruk khas sepsis jika memiliki setidaknya
dua kriteria berikut: pernafasan lebih dari 22x/menit, penurunan
kesahatan, atau tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan
100mmHg (Al-Khafaji & Pinsky, 2019). Namun, qSOFA tidak dapat
digunakan dalam penentuan sepsis dan tidak dapat dimasukkan dalam
definisi. qSOFA hanya merupakan alat bantu untuk mempermudah
penentuan terapi dan langkah selanjutnya pada saat keadaan emergensi
(Worapatya & Wuthisuthimethawee, 2019).
Tabel 1. Skor SOFA
SOFA score 0 1 2 3 4
Respirasi >400 <400 <300 <200 <100
PaO2/FiO2 atau 221 – 301 142 – 220 67 – 141 <67
SaO2/FiO2 mmHg
Koagulasi >150 <150 <100 <50 <20
Platelet 103/mm3
Liver <1.2 1.2 – 1.9 2.0 – 5.9 6.0 – 11.9 >12.0
Bilirubin (mg/dL)
Kardiovaskuler Tidak MAP < 70 Dopamin ≤5 Dopamine ≥ 5 Dopamine >
Hipotensi terdapat atau 15 atau
hipotensi norepinephrine norepinephrine
≤0.1 > 0.1
SSP 15 13 – 14 10 – 12 6–9 <6
Glasgow Coma Scale
(GCS)
Ginjal < 1.2 1.2 – 1.9 2.0 – 3.4 3.5 – 4.9 atau > 5.0 atau
Kreatinin (mg/dL) <500 <200
atau urin output
(mL/d)
Skor qSOFA:
- Penurunan kesadaran
- Frekuensi laju nafas ≥ 22x/menit
- Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg
b. Patofisiologi
Sepsis digambarkan sebagai proses autodestruktif yang
memungkinkan perluasan respons patofisiologis normal terhadap
infeksi untuk melibatkan jaringan normal dan menghasilkan MODS
(Multiple Organ Dysfunction Syndrome). Disfungsi organ atau
kegagalan organ dapat merupakan tanda klinis pertama dari sepsis, dan
tidak ada sistem organ yang kebal dari konsekuensi inflamasi berlebih
dari sepsis. Mortalitas meningkat dengan meningkatnya kegagalan
organ. (Al-Khafaji & Pinsky, 2019)
Proses infeksi yang menyebabkan SIRS yang parah atau berlarut-
larut dapat berlanjut menjadi syok septik. Syok septik pada pasien rawat
inap biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif pada
genitourinary atau paru-paru. Pada 50% kasus sepsis berat, organisme
tidak dapat dibiakkan dari kultur darah. Hipotensi yang terjadi pada
pasien syok septik disebabkan oleh menurunnya volume intavaskuler
yang terjadi akibat bocornya pembuluh kapiler. (Butterworth, et al.,
2013).
Depresi myokard juga terjadi pada pasien syok septik. Aktivasi dari
platelet dan kaskade koagulasi dapat mengarah pada pembentukan
agregasi fibrin-platelet, yang kemudian dapat mengganggu aliran darah
ke jaringan. Hipoksemia yang disebabkan oleh ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome) menonjolkan adanya hipoksia jaringan.
Pelepasan zat vasoactive dan pembentukan mikrotrombus pada sirkulasi
pulmoner meningkatkan resisten pembuluh darah pulmoner
(Butterworth, et al., 2013).
SIMPULAN
Syok septik adalah bagian dari sepsis dimana terdapat kelainan sirkulasi dan
seluler/metabolik yang cukup dalam dapat meningkatkan mortalitas. Syok septik
memerlukan agen vasopressor untuk mempertahankan MAP dan level serum laktat.
Sepsis merupakan kondisi dimana terdapat disfungsi organ yang mengancam
nyawa, disebabkan oleh disregulasi respon pejamu terhadap infeksi. Penilaian
kegagalan organ dapat dilakukan menggunakan skoring SOFA≥2. Untuk
mempercepat penentuan awal, dapat digunakan skoring qSOFA. Penilaian qSOFA
terdiri dari penurunan kesadaran, laju nafas ≥22x/menit dan tekanan darah sistolik
≤100 mmHg.
Pada pasien dengan syok septik, cairan memainkan peranan yang penting
untuk stabilisasi hemodinamik dan resusitasi. Manajemen cairan pada sepsis dapat
berbeda tergantung dari fase pada syok septik, pemilihan cairan, dan volume
resusitasi yang berpengaruh pada hasil akhir pasien. Terdapat 4 hal yang harus
dipertimbangkan dalam terapi cairan pada syok septik yaitu drug, dosing, duration,
dan de-escalation.
Butterworth, John F., Mackey, David C., Wasnick, John D. 2013. Morgan &
Mikhail’s Clinical Anesthesiology. United States: McGrawHill
Howell, Michael D., Davis, Andrew M. 2017. Management of Sepsis and Septic
Shock. JAMA. 2017(2). 847 – 848.
Levy MM, Evans LE, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018
update. Crit Care Med. 2018;46(6):997–1000.
doi:10.1097/CCM.0000000000003119
Malbrain, Manu L. N. G., Regenmortel, Niels Van, Sauge, Bernd. 2018. Principles
of fluid management and stewardship in septic shock: it is time to consider the four
D’s and the four phases of fluid therapy. Annals of Intensive Care. 2018(8).
Rhodes A., Levy MM, et al. 2017. Guideline for sepsis and septic shock. Crit Care
Med. 2017(3). 503-506.
Seymour CW, Liu VX, Iwashyna TJ, et al. Assessment of clinical criteria for sepsis:
for the third international consensus definitions for sepsis and septic shock (Sepsis-
3). JAMA. 2016;315 (8):762–774. doi:10.1001/jama.2016.0288
Sudoyo, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing