Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ANESTESIOLOGI REFERAT 2023

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER OKTOBER 2023

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SEPTIC SHOCK

OLEH :

Nur Saskiah

11120202132

PEMBIMBING :

dr. H. Muh. Nur Abadi,M.Kes,Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Saskiah

Stambuk : 11120202132

Judul : Septic Shock

Telah menyelesaikan referat yang berjudul “Septic Shock” dan telah

disetujui serta telah dibacakan dihadapan dokter pendidik klinik dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Muslim Indonesia.

Menyetujui, Bone, Oktober 2023

Dokter Pendidik Klinik Penulis

dr. H. Muh. Nur Abadi,M.Kes, Sp.An Nur Saskiah


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

Rahmat dan Hidayah-Nya maka referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam

dan shalawat tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para

keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti ajarannya hingga akhir jaman.

Referat ini dengan judul “Septic Shock” disusun sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan yang diberikan dalam

penulisan referat ini. Banyak terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. H.

Muh. Nur Abadi, M.Kes, Sp.An sebagai pembimbing dalam penulisan referat

ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini terdapat banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat ini. Terakhir

penulis berharap referat ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan

pembaca.

Bone, Oktober 2023

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis adalah penyebab utama rawat inap di unit perawatan

intensif (ICU) dan penyebab utama kematian di negara-negara dengan

pendapatan tinggi, sehingga menimbulkan beban kesehatan

masyarakat yang signifikan. Pada tahun 2009, sepsis merupakan

kondisi perawatan kesehatan termahal di Amerika Serikat (AS), yaitu

sebesar 5% dari total biaya rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh fakta

bahwa pengobatan sepsis dapat memakan biaya sekitar $50.000 per

pasien. Selain itu, penelitian yang dilakukan di Inggris memperkirakan

bahwa pengobatan sepsis yang parah akan merugikan sistem layanan

kesehatan sekitar 2,5 miliar per tahun. 1

Sepsis merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi

respons tubuh terhadap terjadinya infeksi.Kondisi sepsis merupakan

gangguan yang menyebabkan kematian. Syok sepsis merupakan

abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler.2

Meskipun statistik epidemiologi masih kurang, terutama di negara-

negara berpenghasilan rendah dan menengah, penilaian terbaru

untuk menentukan kejadian sepsis global menemukan bahwa tingkat

kejadian sepsis dan sepsis berat atau syok septis secara keseluruhan

adalah 288 dan 148 per 100.000 orang/tahun. Tinjauan ini bertujuan

untuk menyajikan data literatur mengenai syok septis untuk membantu


memberikan informasi kepada petugas kesehatan tentang praktik dan

pendekatan terbaik terkini terhadap syok septis.1

Salah satu penyebab kematian disebabkan karena terlambatnya

penanganan awal sepsis terutama saat masih di Unit Gawat Darurat,

keterlambatan ini sering disebabkan menunggu hasil laboratorium

atau pemeriksaan penunjang lain. Penanganan pasien syok septik

harus segera dilakukan pada 1 jam awal.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok Sepsis

Sepsis merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi respons

tubuh terhadap terjadinya infeksi. Kondisi sepsis merupakan gangguan

yang menyebabkan kematian. Syok sepsis merupakan abnormalitas

sirkulasi dan metabolisme seluler.2

Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh

melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa

menyebabkan organ-organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada

kematian.4

Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik

terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang

melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh

adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh karena itu

kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan oleh infeksinya,

tetapi juga respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang

mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sindrom sepsis tersebut. Pada

keadaan normal, respon ini dapat diadaptasi, tapi pada sepsis respon

tersebut menjadi berbahaya.4

2.2 Epidemiologi
Sepsis masih menjadi penyebab kematian utama di beberapa negara

Eropa setelah infark miokard akut, stroke, dan trauma. Hampir 50%

pasien intensive care unit (ICU) merupakan pasien sepsis.5

Sepsis dan sepsis berat merupakan penyebab utama kematian pada

pasien kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif (intensive care

units/ICU) di Amerika Serikat. Insidens sepsis dalam populasi berkisar 22-

240 kasus per 100.000 orang, sepsis berat 13-300 kasus per 100.000

orang, dan syok septik 11 kasus per 100.000 orang, dengan angka

kematian mencapai 30% untuk sepsis, 50% untuk sepsis berat, dan 80%

untuk syok septik. 6

Sampai saat ini sepsis dan syok septik masih merupakan tantangan

besar bagi dunia kedokteran. Seiring penjalanan sepsis menjadi syok

septik, risiko kematian meningkat secara signifikan. Setiap jam

keterlambatan pemberian antibiotik telah terbukti meningkatkan angka

kematian syok septik sebesar 7,6%. 7

2.3 Etiologi

Syok sepsis disebabkan karena dilatasi arteri dan vena yang diinduksi

oleh mediator inflamasi, akibatnya aliran balik vena berkurang karena

pelebaran ketiga komponen mikrovaskuler yaitu arteriol, venula, dan

kapiler. Hal ini diperburuk oleh bocornya cairan intravaskular ke dalam

ruang intersisial sebagai akibat dari hilangnya fungsi penghalang endotel


yang disebabkan oleh perubahan cadherin endotel dan tight junction.

Semua perubahan hemodinamik tubuh tersebut dapat mengakibatkan

hipoperfusi jaringan dan organ.8

2.4 Patomekanisme

Syok terjadi karena adanya kegagalan sirkulasi dalam upaya

memenuhi kebutuhan tubuh. hal ini disebabkan oleh menurunnya cardiac

output atau kegagalan distribusi aliran darah dan kebutuhan metabolik

yang meningkat disertai dengan atau tanpa kekurangan penggunaan

oksigen pada tingkat seluler. tubuh mempunyai kemampuan kompensasi

untuk menjaga tekanan darah melalui peningkatan denyut jantung dan

vasokonstriksi perifer. hipotensi dikenali sebagai tanda yang timbul lambat

terutama pada neonatus karena mekanisme kompensasi tubuh

mengalami kegagalan sehingga terjadi ancaman kardiovaskuler. Respon

imun pejamu, melalui sistem imun seluler dan humoral serta reticular

endothelium system (RES), dapat mencegah terjadinya sepsis. Respon

imun ini menghasilkan kaskade inflamasi dengan mediator - mediator

yang sangat toksik termasuk hormon, sitokin. jika proses kaskade

inflamasi ini tidak terkontrol, maka SIRS terjadi dan dapat berlanlut

dengan disfungsi sel, organ, dan gangguan sistem mikrosirkulasi. kaskade

inflamasi dimulai dengan toksin atau superantigen. endotoksin (suatu

lipopolisakarida), mannosa, dan glikoprotein, komponen dinding sel

bakteri gram negatif, berikatan dengan makrofag meyebabkan aktifasi dan


ekspresi gen inflamasi. Superantigen atau toksin yang berhubungan

dengan bakteri gram positif, mycobacteria, dan virus akan mengaktivasi

limfosit dan menginisiasi kaskade mediator inflamasi. gangguan

mikrosirkulasi dalam bentuk jelas endotel, akan melepaskan substansi

vasoaktif, perubahan tonus kardiovaskuler, obstruksi mekanis kapiler

karena adanya aggregasi elemen seluler, dan aktivasi sistem komplemen.

-ada tingkat seluler terdapat penurunan fosforilasi oksidatif sekunder

karena penurunan penghantaran oksigen, metabolisme anaerob karena

penurunan adenosine triphosphate (ATP), penurunan glikogen, produksi

laktat,peningkatan kalsium sitosol, aktivasi membran fosfolipase, dan

pelepasan asam lemak dengan pembentukan prostaglandin. Respon

biokimia termasuk produksi metabolit asam arakhidonat, melepaskan

faktor depresan jantung, endogen opiat, aktivasi komplemen, dan produksi

mediator lainnya. metabolit asam arakhidonat seperti :

1. thromboxane A2 menyebabkan vasokontriksi dan agregasi trombosit,

2. prostaglandin, seperti PGF2 yang menyebabkan vasokontriksi, dan

agregasi menyebabkan vasodilatasi, serta

3. leukotrien yang menyebabkan vasokontriksi, bronkokontriksi, dan

peningkatan permeabilitas kapiler.

faktor depresan jantung, tumor necrosis factor-α(TNF- α), dan beberapa

interleukin menyebabkan depresi miokardium melalui peningkatan


perangsangan nitrit oksida sintase. Opiat endogen, termasuk didalamnya

52endorfin, menurunkan aktivasi simpatis, menurunkan kontraksi

miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi sistem komplemen

merangsang lepasnya mediator vasokontriksi yang akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan aktivasi dan agregasi

trombosit dan granulosit.8

2.5 Diagnosis

Syok septik memiliki berbagai tanda dan gejala. Namun, syok septik

yang paling penting dan umum adalah sepsis (kecurigaan atau tercatat

adanya infeksi) dengan hipotensi sistolik persisten <90mmHg atau

tekanan darah arteri rata-rata <65mmHg, meskipun telah dilakukan


resusitasi cairan yang adekuat dan tidak dapat dijelaskan oleh penyebab

lain dan terdapat bukti hipoperfusi jaringan. Meskipun tanda-tanda ini

umumnya muncul, tanda-tanda ini tidak perlu didefinisikan sebagai syok

berdasarkan pernyataan dari konsensus European Society of Intensive

Care Medicine (ESICM). Hal ini karena syok septik memiliki tanda dan

gejala yang sangat bervariasi, bergantung pada sistem mana yang

terkena dan berhubungan dengan banyak kondisi, seperti infeksi lokasi

pembedahan, trauma, luka bakar , endokarditis , necrotizing fasciitis, HIV,

pankreatitis, meningitis, septic arthritis, dan COVID-19.1

Alat untuk skrining sepsis diciptakan untuk mendorong deteksi dini

sepsis agar dapat dilakukan intervensi tepat waktu. Meskipun sebagian

besar alat memiliki nilai prediktif yang lemah dan memiliki rentang akurasi

diagnostik yang luas, alat tersebut masih dianggap sebagai praktik

perawatan yang lebih baik Alat-alat tersebut digunakan bersamaan

dengan gejala klinis, termasuk kriteria sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS), infeksi, tanda-tanda vital, National Early Warning Score (NEWS),

Sequential Organ Failure Assessment (SOFA), quick Sequential Organ

Failure Score (qSOFA), atau Skor Peringatan Dini yang Dimodifikasi

(MEWS). Quick SOFA, atau qSOFA, secara eksklusif mencakup kriteria

klinis yang dapat dievaluasi dengan cepat dalam pengaturan klinis, seperti

tingkat kesadaran, laju pernapasan, dan tekanan darah sistolik 100mmHg.

Pasien dianggap positif qSOFA ketika dua karakteristik ini muncul secara

bersamaan. Namun, rendahnya spesifisitas qSOFA membuat pengujian


laboratorium diperlukan untuk membedakannya dari kondisi lain dan untuk

menilai fungsi organ dan keseimbangan asam-basa. Hal ini karena, dalam

banyak kasus, hipoperfusi jaringan terjadi sebelum timbulnya hipotensi.

Terlepas dari penilaian klinis, biomarker digunakan untuk diagnosis dan

prediksi hasil. Meskipun tidak ada yang cukup spesifik, namun digunakan

dalam praktik klinis untuk memantau proses infeksi atau menyingkirkan

infeksi untuk membedakan antara sepsis dan gangguan inflamasi lainnya.

Adanya hipoperfusi jaringan dapat ditentukan dengan mengukur

konsentrasi laktat darah. Oleh karena itu, peningkatan kadar laktat serum

menunjukkan kegagalan organ atau perubahan kemajuan pembersihan.

Selain itu, hiperlaktatemia merupakan penanda sepsis serius yang juga

digunakan sebagai indikator prognostik karena dikaitkan dengan

peningkatan angka kematian sebesar 35% hingga 70%.

Protein C-Reaktif (CRP)

Ini adalah protein yang biasanya meningkat pada fase akut yang

dihasilkan oleh hati dan sel lain, seperti makrofag alveolar. Infeksi bakteri

merupakan stimulus kuat yang memicu peningkatan kadar CRP dalam

jangka pendek perubahan tingkat ini dapat membantu dalam diagnosis

dan prognosis. Oleh karena itu, penurunan kadar CRP plasma

menunjukkan hilangnya infeksi dan respon terhadap antibiotik. Namun,

nilai CRP tidak mencerminkan ketajamannya karena perlahan naik dan


turun setelah beberapa hari pengobatan, sehingga CRP tidak berguna

pada tahap awal sepsis.

Prokalsitonin (PCT)

Prokalsitonin adalah prekursor kalsitonin 116 asam amino yang

disekresikan sebagai respons terhadap racun. Ini meningkat pada jam-jam

pertama setelah sepsis dan mencapai puncaknya dalam 24-48 jam.

Sekresinya terutama meningkat pada infeksi bakteri sistemik dan

memberikan sedikit perbedaan antara infeksi bakteri dan virus. Kadar PCT

yang normal dapat menyingkirkan diagnosis. Namun, PCT tidak dianggap

sebagai alasan untuk menggantikan sepsis. Pengobatan sepsis harus

dimulai bahkan pada pasien dengan tingkat PCT rendah.

Sitokin

Sitokin dapat menambah informasi lebih banyak dibandingkan PCT

atau CRP. Interleukin-6 (IL-6), misalnya, meningkat pada awal setelah

peradangan dan berkorelasi dengan tingkat keparahan dan prognosis. Di

sisi lain, sitokin dapat meningkat pada beberapa kondisi medis dan tidak

dianggap sebagai biomarker spesifik.

Presepsin

Ini adalah glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor

lipopolisakarida. Meskipun memiliki nilai diagnostik yang terbatas,


kadarnya meningkat pada awal sepsis dibandingkan dengan PCT. Selain

itu, kadar presepsin berkorelasi dengan tingkat keparahan dan kematian

sepsis, seperti yang ditunjukkan bahwa pasien dengan tingkat presepsin

yang lebih tinggi memiliki angka kematian yang lebih tinggi. Oleh karena

itu, presepsin dianggap sebagai biomarker yang berguna untuk

pengelolaan sepsis karena memungkinkan penilaian dini tingkat

keparahannya.

Protein Kemoatraktan Monosit 1 (MCP-1)

Ini adalah kemokin yang disekresikan oleh banyak sel pro-inflamasi.

Kadar plasmanya mewakili biomarker yang dapat diandalkan dalam

memprediksi prognosis. Kadar imunoglobulin (Ig) yang bersirkulasi dapat

memberikan prediksi mortalitas pada kasus IgG1. Di sisi lain, defisiensi

IgG1, IgA, dan IgM memiliki pengaruh paling besar terhadap

kelangsungan hidup. Selain itu, kadar Ig berguna dalam menunjukkan

manfaat pemberian imunoglobulin intravena sebagai terapi.

Pro-Adrenomedullin (Pro-ADM)

Hal ini meningkat karena degradasi adrenomedullin pada pasien

dengan sepsis atau syok septik, berkorelasi dengan tingkat keparahan

infeksi lebih dari PCT dan reaksi berantai polimerase (PCR). Hal ini

memungkinkan penggunaan untuk identifikasi kasus parah yang


memerlukan rawat inap di ICU. Pro-ADM juga membantu dalam prediksi

rawat inap di rumah sakit yang memfasilitasi pemilihan terapi. 1

2.6 Tatalaksana

pasien syok septik harus ditangani secara sistematis sebagai berikut:

Kontrol Sumber/ mengobati sumber

Selama jam pertama diagnosis, terapi antibiotik empiris, seperti

antibiotik spektrum luas, harus dimulai pada semua pasien yang dicurigai

untuk membantu pengendalian sumber. Jika diperlukan, pengangkatan

jaringan yang terinfeksi akan mengurangi penyebaran dan mengendalikan

sumber sepsis.

Penatalaksanaan Syok

Inisiasi penatalaksanaan dini sangat penting untuk kelangsungan

hidup. Mengembalikan tekanan vena hingga 8-18mmHg, tekanan arteri

rata-rata lebih dari 65, dan saturasi vena cava superior hingga 70%

merupakan tujuan intervensi awal. Hal ini dicapai dengan resusitasi cairan

dengan kristaloid dan koloid. Pasien mungkin memerlukan ventilasi

mekanis dan penggunaan agen vasoaktif seperti epinefrin dalam kasus

refrakter cairan. Dopamin tidak direkomendasikan sebagai obat lini

pertama karena disfungsi imunologisnya melalui penurunan prolaktin dan


hormon pertumbuhan melalui efek penghambatan pada hipotalamus-

hipofisis-adrenal (HPA) sumbu.

Enhancing Host Response

Pemberian kortikosteroid dan vasopresin diindikasikan pada kasus

refrakter vasoaktif atau pada pasien dengan kadar kortisol basal yang

tidak terstimulasi. Meskipun pemberian jalur vena sentral tidak

diindikasikan untuk semua kasus, hal ini dapat memberikan pemantauan

yang akurat terhadap oksigen vena campuran (MVO2) dan tekanan vena

sentral (CVP). Garis sentral dalam atrium kanan lebih akurat dibandingkan

garis ekstremitas bawah. Baik dopamin, norepinefrin, dan fenilefrin dapat

diberikan dengan aman pada dosis tinggi [48]. Terapi dini yang diarahkan

pada tujuan (EGDT) adalah praktik standar dalam pengelolaan sepsis

berat; namun, pendekatan ini telah terbukti memberikan tingkat

kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup juga dapat dipengaruhi oleh

stabilisasi tekanan darah.

Terapi Antimikroba

Antibiotik empiris spektrum luas harus diberikan dalam satu jam

pertama. Namun, penentuan waktunya masih kontroversial karena belum

ditentukan oleh protokol berbasis bukti. Mencakup sebagian besar

patogen dengan rejimen multi-obat adalah penting untuk memastikan

cakupan yang memadai. Pilihan awal harus didasarkan pada faktor

individu yang mempengaruhi efektivitas antibiotik, seperti usia pasien,


sumber infeksi, penggunaan antibiotik sebelumnya, penyakit penyerta,

organisme yang resistan terhadap berbagai obat, tingkat keparahan syok

septik, dan kekebalan pasien. Dosis yang memadai juga penting, karena

kemanjuran obat bergantung pada tingkat puncak dalam darah dan

konsentrasi penghambatan minimum patogen. Dengan demikian, dosis

awal yang lebih tinggi dianjurkan untuk mempertahankan tingkat

terapeutik obat dalam darah.1

2.7 Komplikasi

Disfungsi Paru

Sepsis umumnya disertai dengan disfungsi paru-paru, juga dikenal

sebagai sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) atau cedera paru

akut (ALI). Menurut penelitian sebelumnya, ARDS terkait sepsis memiliki

prognosis yang lebih buruk dibandingkan ARDS terkait non-sepsis Pasien

dengan ARDS yang diinduksi sepsis memiliki angka kematian yang lebih

tinggi dibandingkan pasien dengan faktor risiko ARDS lainnya.

Patofisiologi dasar ARDS adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskuler

yang disebabkan oleh disregulasi komunikasi sel-ke-sel atau kematian

jaringan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa neutrofil, yang

merupakan sel efektor terminal penting dalam imunitas bawaan, secara

signifikan berkontribusi terhadap kerusakan jaringan pada ARDS. Telah

dibuktikan bahwa neutrofil juga berkontribusi terhadap tidak berfungsinya

organ lain. Enzim granular yang dilepaskan oleh neutrofil, metabolit


oksigen reaktif, lipid bioaktif, dan sitokin semuanya dapat mengarah pada

pengembangan perangkap ekstraseluler neutrofil, yang sebagian besar

dapat merusak jaringan secara langsung atau tidak langsung,

meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan menyebabkan edema

paru. Kemokin kemotaktik neutrofil yang kuat yang dikenal sebagai

interleukin 8 juga memainkan peran penting dalam etiologi ARDS, selain

faktor nekrosis tumor (TNF) dan IL-1, yang merupakan kontributor

signifikan terhadap syok septik. Beberapa pola molekuler terkait

kerusakan (DAMP) kini diketahui berfungsi sebagai mediator atau sitokin.

Protein kotak 1 kelompok mobilitas tinggi (HMGB-1), sebuah molekul yang

awalnya diklasifikasikan sebagai protein pengikat nuklir, telah dikaitkan

dengan sepsis dan ARDS terkait sepsis [56]. Kondisi seperti sepsis dan

ALI dapat disebabkan oleh DAMP mitokondria, yang juga dapat memicu

leukosit polimorfonuklear (PMN). Apoptosis dan autophagy juga terlibat

dalam kerusakan jaringan akibat sepsis terkait ARDS dan cedera jaringan

yang dimediasi neutrofil.

Disfungsi Jantung

Setelah penggunaan vasopresor atau resusitasi volume, aliran balik

vena meningkat, dan pasien memiliki profil hiperdinamik dengan curah

jantung tinggi dan resistensi pembuluh darah sistemik rendah. Namun,

penurunan fungsi miokard sering kali terjadi bersamaan dengan reaksi ini.

IL-1 dan IL-6 merupakan sitokin proinflamasi yang menurunkan


kontraktilitas kardiomiosit dan menyebabkan endotel koroner

memproduksi molekul adhesi sel vaskular 1 (VCAM-1), sehingga

memfasilitasi migrasi neutrofil ke dalam arteri. miokardium. Yang penting,

oksida nitrat (NO) mendorong pelepasan sitokin proinflamasi, menurunkan

penggunaan oksigen miokard, dan menurunkan regulasi reseptor beta-

adrenergik. Akibatnya, hampir satu dari tiga pasien sepsis mengalami

disfungsi sistolik ventrikel kiri reversibel yang disebabkan oleh hipokinesia

dan fraksi ejeksi yang lebih rendah, dengan implikasi yang tidak diketahui

terhadap kelangsungan hidup. Di sisi lain, satu dari dua pasien mengalami

disfungsi diastolik, yang dikaitkan dengan risiko kematian 80% lebih tinggi.

Risiko kematian meningkat sebesar 60% pada pasien septik dengan

disfungsi ventrikel kanan

Ginjal

Organ lain yang sering menjadi sasaran disfungsi organ bertahap

ini adalah sistem ginjal. Lebih dari separuh pasien sepsis atau syok septik

mengalami cedera ginjal akut (AKI) [54]. AKI didefinisikan sebagai

peningkatan kadar kreatinin serum kurang dari 0,3 mg/dl dalam 48 jam,

peningkatan produksi urin lebih dari 0,5 ml/kg/jam selama lebih dari enam

jam, atau peningkatan 50% dari nilai awal dalam tujuh jam. Dibandingkan

dengan AKI yang tidak berhubungan dengan sepsis, pasien dengan AKI

yang berhubungan dengan sepsis memiliki risiko kematian di rumah sakit

sebesar 62% vs. 36% lebih tinggi. Namun, proses mendasar dari AKI
terkait sepsis tidak sepenuhnya diketahui meskipun prevalensinya tinggi.

Paradigmanya adalah hipoperfusi ginjal yang menyebabkan nekrosis

tubular akut. apoptosis tubular dan stres oksidatif. Selain itu,

penatalaksanaan sepsis juga dapat menyebabkan AKI dengan

menggunakan obat-obatan nefrotoksik dan resusitasi cairan yang

berlebihan atau non-fisiologis. Peningkatan tekanan vena sentral

menyebabkan tekanan pembuluh darah ginjal meningkat, yang pada

gilirannya menyebabkan edema organ, peningkatan tekanan

intrakapsular, dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Bukti menunjukkan

penggunaan normal saline telah dikaitkan dengan kerusakan ginjal dan

kelangsungan hidup yang buruk dibandingkan Ringer laktat.

Hati ( Liver )

Angka kematian pada pasien dengan sepsis/syok septik dengan

komplikasi gagal hati sangatlah tinggi. Gangguan hati terkait sepsis

adalah etiologi yang sangat kompleks dan kurang dipahami. Pedoman

kampanye sepsis yang bertahan menyatakan bahwa peningkatan

konsentrasi bilirubin >2mg/dL dan timbulnya masalah koagulasi dengan

rasio normalisasi internasional (INR) >1,5 merupakan indikator disfungsi

hati selama sepsis. Bilirubin tidak memenuhi syarat untuk dijadikan

sebagai metrik tunggal untuk mencerminkan fungsi hati yang kompleks

karena kurangnya spesifisitas dan ketidakmampuan untuk membedakan

antara gagal hati akut dan disfungsi hati sebelumnya. Hepatitis hipoksia,
kolestasis akibat sepsis, dan gangguan sintesis protein, seperti

koagulopati, merupakan gejala klinis disfungsi hati terkait sepsis.

Analgosedasi yang digunakan di unit perawatan kritis dapat menutupi

gejala kerusakan hati detoksifikasi, yang terkait dengan peningkatan

kandungan amonia darah dan bermanifestasi sebagai kebingungan,

kehilangan kesadaran, dan ensefalopati hepatik. Meskipun syok septik

merupakan komplikasi sepsis, hal ini dapat menyebabkan komplikasi

serius dan mengancam jiwa, seperti koagulasi intravaskular diseminata

(DIC) akibat aktivasi koagulasi intravaskular sistemik yang disebabkan

oleh berbagai faktor. Kelainan koagulasi ini merupakan komplikasi yang

signifikan dan umum terjadi pada pasien syok septik. Selain itu,

disregulasi sistem hemostatik dapat menyebabkan DIC, trombosis

mikrovaskuler, hipoperfusi, disfungsi organ utama, dan kematian. Selain

itu, meskipun menggunakan tromboprofilaksis yang universal dan

direkomendasikan oleh pedoman, pasien dengan syok septik memiliki

insiden tromboemboli vena (VTE) yang tinggi. Pasien dengan sepsis

dengan VTE yang signifikan secara klinis memiliki masa rawat ICU yang

jauh lebih lama dibandingkan pasien yang tidak memiliki VTE.

2.8 Prognosis

Syok septik adalah perkembangan sepsis yang paling ditakuti

karena angka kematian kasusnya yang lebih tinggi. Kematian juga

tergantung pada usia, organisme, terapi, dan kegagalan organ. Kematian


yang lebih tinggi berkorelasi dengan SIRS. Di sisi lain, sepsis

mempengaruhi kualitas hidup mereka yang bertahan hidup setelah keluar

dari rumah sakit. Kasus septik biasanya ditemukan di unit gawat darurat,

dan masuk ke bangsal atau ICU, inisiasi terapi, dan ventilasi sangat

mempengaruhi hasil akhir dari penyakit dan rawat inap di rumah sakit.

Pasien yang bertahan dalam perawatan ICU karena sepsis dalam waktu

lama biasanya menghadapi jalan yang panjang dan sulit menuju

pemulihan. Sepsis, secara umum, memiliki tingkat penerimaan kembali

yang tinggi, masa rawat inap yang lebih lama, perawatan di rumah sakit

setelah pulang, dan gangguan kualitas hidup. Penerimaan kembali dalam

waktu tiga bulan diperkirakan terjadi pada 40% penderita sepsis yang

menyebabkan biaya lebih tinggi. Korban yang selamat rentan terhadap

AKI, kejadian kardiovaskular, dan kekambuhan. Usia lanjut memerlukan

tindak lanjut dalam minggu pertama setelah keluar dari rumah sakit yang

dapat dilakukan di tempat perawatan primer.


BAB III

KESIMPULAN

Syok septik masih menjadi penyebab kematian yang signifikan

pada pasien sakit kritis. ARDS juga merupakan komplikasi sepsis berat

yang paling mematikan, dengan angka kematian yang tinggi.

Ketersediaan beragam modalitas membantu mendiagnosis dan

menangani pasien sepsis dan syok septik secara akurat. Hasil yang baik

bergantung pada diagnosis dini dan intervensi yang cepat. Sebaliknya,

penundaan akan mengakibatkan komplikasi yang parah dan berjangka

panjang, termasuk kematian. Untuk mencegah komplikasi akut dan jangka

panjang, pengobatan pasien syok septik biasanya melibatkan pendekatan

multidisiplin yang terdiri dari dokter dengan berbagai keahlian, fisioterapis,

psikolog, ahli bedah, dll., yang mengarah pada pemulihan fungsi dalam

waktu tiga bulan bagi sebagian besar penderita syok septik. Berkat

kemajuan dalam pelatihan, peningkatan pengawasan dan pemantauan,

dan inisiasi terapi yang cepat untuk mengobati infeksi yang mendasarinya

dan mendukung kegagalan organ, angka kematian dan kesakitan dapat


menurun. Pedoman yang lebih terstandarisasi harus terus dikembangkan

dan diperbarui berdasarkan data terkini untuk memandu manajemen

sepsis dan syok septik menggunakan pendekatan praktik terbaik berbasis

bukti. Hal ini akan membantu mengurangi angka kematian dan kesakitan

serta meringankan beban yang ditimbulkan oleh masalah kesehatan

masyarakat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nojood Basodan , Abdulaziz E. Al Mehmadi DKK, 2022. Septic

Shock: Management and Outcomes. Emergency Department, King

Faisal Hospital, Makkah, SAU. Publication Of Cureus.

2. Arifin. Definisi dan kriteria syok septik. In: Frans J, Arif M, editors.

Penatalaksanaan sepsis dan syok septik optimalisasi

FASTHUGSBID. Jakarta: PERDICI; 2017 .p. 1-3

3. Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign

bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8

4. Pradipta, I.S. Evaluation of antibiotic use in sepsis patients at ward

of internal medicine Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta September-

November 2013. M.Sc Thesis, Faculty of Pharmacy, Universitas

Gadjah Mada, Indonesia.


5. McLymont N, Glover GW. Scoring systems for the characterization

of sepsis and associated outcomes. Ann Transl Med.

2016;4(24):527. doi: 10.21037/atm.2016.12.53

6. I Made P. Pendekatan sepsis dengan skor SOFA. CDK

2018;45(26):606-9

7. Diana S. Purwanto, Dalima A.W. Astrawinata. 2018. Mekanisme

Kompleks sespsis dan syok sepsis. Bagian Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

8. Gyawali B, Ramakrishna K, Dhamoon AS. Sepsis : The evolution in

definition, pathophysiology, and management. SAGE Open

Medicine. 2019;7:2–12.

Anda mungkin juga menyukai