Anda di halaman 1dari 18

P3D

Resusitasi Jantung Paru Otak


(RJPO)
Pendahuluan
Cardio-pulmonary arrest (CPA), disebut juga cardiac arrest atau circulatory arrest merupakan keadaan
terhentinya ventilasi dan sirkulasi efektif pada seseorang

Resusitasi jantung paru dan otak (RJPO) merupakan prosedur emergensi yang dilakukan pada pasien
henti jantung dan/atau henti napas, dengan tujuan mengembalikan sirkulasi spontan

Menurut suatu studi, insiden global henti jantung dewasa yang ditangani oleh emergency medical
services (EMS) adalah 62 kasus per 100.000 person-years, dan sekitar 75-85% mempunyai penyakit
jantung yang mendasari1

Sekitar ~60% kematian akibat henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung sebelumnya

Tindakan RJPO dapat dilakukan pada basic life support (BLS) dan advanced cardiac life support (ACLS)

1
Nolan JP. Cardiac Arrest and Cardiopulmonary Resuscitation. Semin Neurol. 2017 Feb;37(1):5-12.
Tujuan RJPO
Mempertahankan oksigenasi ke organ (otak, jantung) dan jaringan tubuh lainnya dengan tujuan
memperlambat kematian sel.
Mengembalikan sirkulasi spontan pasien
Mencegah kerusakan permanen jaringan otak serta kematian
AHA Chain of Survival for Adult IHCA and OHCA

American Heart Association, 2020


Basic Life Support

American Heart Association, 2020


2020 Update
High Quality CPR
If no advanced airway, compression – ventilation ratio  30 : 2
Push fast (100-120x/min)
Push hard (± 2 inch or 5 cm)
Allow chest recoil
Minimal interruption
Avoid excessive ventilation

Drug Therapy
• Epinephrin 1 mg every 3-5 min
• Amiodarone : 1st dose 300 mg; 2nd dose 150 mg
• Lidocaine : 1st dose 1-1,5 mg/kg; 2nd dose 0,5-0,75 mg/kg

American Heart Association, 2020


Reversible Cause
5H
◦ Hypovolemia
◦ Hydrogen ion (H+)
◦ Hypothermia
◦ Hypo-/hyperkalemia
◦ Hypoxia

5T
◦ Tension pneumothorax
◦ Tamponade, cardiac
◦ Toxins
◦ Thrombosis, coronary
◦ Thrombosis, pulmonary

American Heart Association, 2020


Automated External Defibrillator
(AED)
AED adalah alat elektronik portabel yang secara
otomatis dapat menganalisis ritme jantung pasien
dan dapat melakukan defibrilasi.

AED dapat mengindikasikan pemberikan defibrilasi


pada dua keadaan disritmia jantung, yaitu ventricular
fibrilasi (VF) dan ventricular tachycardia (VT).

Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan


tujuan mendepolarisasi sel-sel jantung dan
menghilangkan fibrilasi ventrikel/takikardi ventrikel
tanpa nadi.
Langkah-langkah Penggunaan AED
Pastikan dada pasien terbuka dan kering.

Nyalakan alat AED.

Gunakan pad dewasa untuk pasien dewasa dan anak dengan usia di
atas 8 tahun atau dengan berat di atas 55 pound (di atas 25 kg).

Tempelkan elektroda pads pada dada korban. Elektroda pertama di line


midaxillaris sedikit di bawah aksilla kiri, dan elektroda pads kedua sedikit
di bawah clavicula kanan.

Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang menyentuh
korban saat AED melakukan analisis irama jantung.

Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang menyentuh


korban. Lalu tekan tombol shock.

Setelah kejut listrik diberikan, segera lanjutkan RJP dan lakukan selama
2 menit (sekitar 5 siklus) hingga AED menyarankan untuk melakukan
analisis ulang, atau adanya tanda kembalinya sirkulasi spontan (korban
mulai sadar, bergerak, membuka mata, dan bernapas normal), penolong
profesional datang mengambil alih RJP, atau penolong kelelahan.
ROSC Algorithm

American Heart Association, 2020


Airway and ventilation management:
◦ Pasien yang tidak sadarkan diri harus dibantu dengan ventilasi mekanik
◦ Stress oksidatif pada keadaan hiperoxia dapat merusak banyak organ, menyebabkan kerusakan neuronal.
◦ Maka perlu diberikan ventilasi room air atau titrasi fraksi oksigen (FiO2) untuk mengatur saturasi oksigen pada 94%-98%.
◦ Hypocapnia berhubungan dengan perburukan pada neurologis. Ventilator awal perlu diberikan dengan tidal volume 6-8
ml/kgBB dan ventilatory rate 10-12 napas/menit.
◦ Target dari ventilasi optimum adalah mempertahankam pasien pada normokarbia (end-tidal karbon dioksida 30-40 mmHg
atau tekanan parsial CO2 arteri 35-45 mmHg)
◦ Hiperventilasi tidak dianjurkan karena dapat menurunkan tekanan parsial karbon dioksida, yang dapat menyebabkan aliran
darah ke otak juga ikut turun.

Hameodynamic management:
◦ Tujuan utama pada penatalaksanaan hemodinamik adalah mencegah hipotensi dan mencapai tekanan darah sistolik di atas
90 mmHg atau tekanan arteri rerata 65 mmHg.
◦ Cairan intravena dan obat-obatan inotropik perlu dititrasi untuk mengoptimalkan tekanan darah, cardiac output, dan urine
output. Target ScvO2 >70%.

Targeted temperature management or therapeutic hypothermia:


◦ TM dan TH dilakukan sebagai neuroproteksi, menghindari kerusakan saraf dari berbagai mekanisme, seperti berkurangnya
oksigen di otak dan gangguan reperfusi pada jaringan.
◦ Temperatur target adalah 32-33°C, harus dipantau setidaknya selama 24 jam.
◦ Temperatur yang rendah dapat meningkatkan risiko sepsis, bradidisritmia, dan koagulopati, jadi harus dihindari.
◦ Demam juga harus dihindari pada pasien dengan cardiac arrest serta mengalami penurunan kesadaran.
Rekomendasi Utama yang Baru dan Telah Diperbarui

American Heart Association, 2020


American Heart Association, 2020
American Heart Association, 2020
American Heart Association, 2020
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai