Oleh:
Suci Zahrani (2015730125)
Pembimbing :
dr. Maulana ,SpAn
A. Definisi
Bantuan hidup lanjut (BHL) yaitu bagian dari chain of survival yang
dilaksanakan setelah bantuan hidup dasar (BHD) dikerjakan
a) Defibrilasi
Definisi dan indikasi
Defibrilasi merupakan suatu proses pemberian sejuumlah arus listrik untuk
kejut jantung melalui alat defibrillator yang diharapkan dapat mengembalikan
irama jantung menjadi normal. Dengan kata lain proses defibrilasi mencakup
pnghantaran listrik melalui dinding dada menuju jantung untuk memadamkan
aliran-aliran listrik “liar” sel-sel miokard. Defibrilasi dilakukan pada kondidi genti
jantung yang di sebabkan VT (ventricular tachycardia), VF (ventrikel fibrillation)
atau VT polimorvik (torsades de pointes ). Keberhasilan akan menurun jika
defibrilasi dilakukan semakinlama dan vf akan cenderung berubah menjadi asistol
dalam beberaapa menit. Angka kematian akan meningkat 7-10% untuk setiap
menit yang terlewati pada pasien henti jantung tanpa dilakukan resusitasi.
Energi kejut
Pada defibrilator biffasik, besarnya energi awal yang digunkan adalah 150-
200 J dengan gelombang bifasik eksponensial yang diperpendek atau 120 J pada
gelombang bifasik rektilinear. Untuk kejut berikutnya digunakan energi yang
sama atau lebih besar. Bila provider menggunakan defibrilator bifasik yang tidak
mengetahui rentang dosis efektif untuk mengatasi VF, maka penolong dapat
menggunakan pilihan 200 J sebagai dosis awal dan seterusnya. Bila mnggunakan
menggunakan defibrilator monofasik, pilih dosis 360 J untuk semua kejutan.
Dosis terkecil defibrilasi yang efektif pada bayi dan anak dan batas atas untuk
defibrilasi yang aman juga belum diketahuai. Dosis 4-9 J/Kg efektif memberi
defibrasi pada anak-anak, tanpa efek buruk yang bermakna. Pada anak usia 1-8
tahun defibrilasi manual yang direkomendasikan (monofasik atau bifasik) adalah
2 J/kg untuk percobaan pertama dan 4 J/kg untuk percobaan selanjutnya.
b) Kardioversi tersinkronisasi
Kardioversi tersinkronisasi adalah haantaran kejut yang bersamaan dengan
kompleks QRS (sinkron). Sinkronisasi ini bertujuan untuk menghindari hantaran
kejut selamaa masa refrakter relatif siklus jantung. Energi (dosis kejut) yang
digunakan untuk kejut sinkronisasi (defibrilasi).
Dosis energi awal yang direkomendasikan untuk kardioversi atrial
fibrillasi adalah 120-200 J. Sedangkan kardioversi untuk atrial flutter dan
supraventricular tachycardia membutuhkan energi yang lebih rendah: yakni 50-
100 J. Jika dengan dosis 50 J awal gagal, penolong sbaiknya meningktkan dosis
secara ertahap. Pada anak- anak dapat diberikan energi awal 0,5-1 J/kg untuk
SVT. Dengan dosis maksimal 2 J/kg. Vt monomorvif yang tidak stabil dengan
nadi diobati dengan kardioversi trsinkronisasi 100-200 J. Sedangkan VT
polimorfik. Dengan atau tapa diobati sebagai VF dengan menggunakan energi
kejut tinggi yang tidak tersinkronkanisasi. Dosis untuk anak-anak
direkomendasikan energi awal 0,5-1 J/kg, dengan dosis maksimal 2 J/kg sama
seperti SVT.
c) Defibrilator eksternal otomatis – Automated Eksternal Defibrilator
(AED)
AED adalah alat yang diperogram oleh komputer menggunakan bantuan
suara dan gambar untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilasi pada
VF secara aman. Tujuan dari Aed adalah untuk mengurangi interval waktu dari
onset VF hingga dilakukan RJP dan penghantar kejutan, dengan memastikan
bahwa AED dan lay rescuer yang dilatih berada di area publik lokasi henti jantung
dapat terjadi. AED hanya berguna pada serangan disebabkan oleh VF/VT tanpa
nadi, dan hal ini tidak efektif untuk penatalaksanaan asistole dan PEA.
D. Bradikardia
Bradikardia didefinisikan sebagai denyut jantung yang kurang dari 60
kali/menit. Sedangkan bradikardia yang menyebabkan timbulnya keluhan klinis
umumnya kurang dari 50 kali/ menit. Denyut jantung rendah pada sebagian orang
lainnya denyut jantung lebih dari 50 kali/menit mungkin tidak cukup dalam
memenuhi kebutuhan metabolik dan menimbulkan keluhan klinis.
Bradikardia akan jadi masalah bila simptomatis atau sudah menimbulkan
gejala dan tanda akibat denyut jantung yang terlalu lambat, umumnya tanda dan
gejala timbul pada denyut jantung <50 kali/menit.
Gejala yang mungkin timbul meliputi :
Sesak napas
Nyeri dada
Pusing, kesadaran menurun
Lemah, rasa melayang, pingsan (sinkop)
Tanda-tanda yang dapat terjadi meliputi:
Hipotensi atau syok
Edema paru
Akral dingin yang disetai pemanjangan waktu pengisisan kapiler dan
penurunan produksi urin
E. Takikardia
Takikardia didefinisikan sebagai suatu kondisi denyut jantung > 100 kali /
menit. Denyut jantung yang cepat dengan irama yang normal (irama asinus)
seringkali merupakan respon fisiologis terhadap suatu kondisi stres, misalnya
hipoksia, rasa sakit, kondisi kekurangan volume intravaskular dan lain-lain.
Tetapi denyut jantung yang cepat dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung
(takiaritmia). Takiaritmia yang ekstrim (>150 kali/menit) dapat menimbulaakan
gejala klinis yang disebabkaan oleh menurunnya curah jantung dan
meningkatkannya kebutuhan oksigen miokardium.
F. Hipotensi, syok dan edema paru akut
Pasien dengan tekana darah yang rendah atau hipotensi ( sistolik dibawah
100 mmHg ) sering dijumpai di unit gawat darurat. Syok adalah kumpulan gejala
akubat perfusi seluler tidak mencakupi dan pasokan O2 tidak cukup memenuhi
kebutuhan metabolik yang dapat disebabkan oleh beberapa hal dengan gambaran
klinis yang sangat bervariasi.
Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh darah dan parenkin
paru yang pada sebagian besar kasus disebabkan oleg gagal jantung akut.
Algoritma hipotensi/syok dan edema paru akut
G. Obat-obatan yang digunakan dalam bantuan hidup jantung lanjut
Tujuan utama pemberian obat pada pasien-pasien henti jantung adalah
membantu mengembalikan sirkulasi spontan dan memelihara sirkulasi tersebut
agar perfusi jaringan optimal dan akhirnya dapat meningkatkan keluaran pasien
pasca henti jantung.
a. Obat-obat vaso aktif
Golongan obat vasoaktif mmpunyai efek vasopresor, inotropik, dan
vasodilatasi. Obat vasopreseptor mempunyai aktifitas adregenik-a1 yang
mengakibatkan tekanan darah. Obat inotropik akan meningkatkan kontraktilitas
jantung akibat efek adrenergik-B1. Obat-obat vasoaktif pada umumnya
mempunyai lebih dari satu efek hemodinamik, dengan efek tergantung dosis dan
respon pasien.
1. Epinefrin
Mempunyai fek adenergik-a1 dan adenergik-B dan efek inotropik
dan kronotropik yang poten. Pada dosis tinggi mempunyai pengaruh
sebagai vasopresor.
Indikasi :
Henti jantung : fibrilasi vertikel, takikardi vertikel tanpa nadi,
asistol, PEA.
Bradikardia simtomatis : dapat dipertimbangkan setelah
pemberian atropin dan alternatif dopamin.
Hipotensi berat : pada hipotensi pada bradikardia dapat digunakan
ketika gagal dengan pacing atropine atau pada hipotensi akibat
penggunaan phosphodiesterase enzyme inhibitor.
Anafilaksis, reaksi alergi berat dikombinasi dengan cairan,
kortikosteroid dan antihistamin.
Perhatian :
Menyebabkan peningkatan tekana darah dan denyut jantung dapat
meningkatkan kebutuhan O2 miokard yang akan mengakibatkan
iskemia miokard dan kejadian angina.
Dosis tinggi tidak meningkatkan keluaran neurologik dan angka
kehidupan, terapi dapat mengakibatkan disfungsi miokard pasca
resusitasi.
Dosis yang lebih besar dapat diberikan untuk mengatasi syok yang
disebabkan obat/racun.
Cara Pemberian :
Epinefrin tersedia dengan konsentrasi 1:10.000 dan 1: 1000
Kasus henti jantung :
o IV/IO : 1 mg (10 ml dari 1: 10.000) diberikan tiap 2-5
menit selama resusitasi, setiap pemberian diikuti dengan
flush 20 ml NaCl o,9% dan menaikan lengan selama 10-20
detik setelah pemberian dosis
o Dosis tinggi (0,2 mg/Kg) dapat digunakan untuk indikasi
spesifik (overdosis beta bloker atau calcium channel
blocker)
o Infus kontinu : dosis inisial 0,1-0,5 ug/kg/menit (untuk
pasien dengan BB 70 kg = 7-35 ug/mnt)
o Rute endotrakeal : 2-2,5 mg diencerkan dengan 10 ml NaCl
0,9% diikuti dengan pemberian bantuan napas/ventilasi
Kasus bradikardia / hipotensi berat
o Infus : 2-10 ug/menit, dititrasi sesuai respon pasien.
o Infus kontinyu : dosis inisial 0,1-0,5 ug/KgBB/menit (untuk
BB 70 kg = 7-35 ug/menit)
Kasus over dosis obat-obat golongan beta bloker atau calcium
channel blocker diberikan dosis yang lebih tinggi : injeksi
intravena 0,2 mg/KgBB
2. Nonepinefrin
Merupakan obat vasokonstriktor adrenergik-a yang potensinya lebih
besar dibandingkan dengan dopamin atau fenilefrin. Kecuali nonefinefrin
mempunyai efek kronotropik dan inotropik melalui reseptor B1. Seperti obat
vasokonstriktor lainnya, pemberian nonefinefrin dapat menurunkan curah
jantung seiring dengan peningkatan afterload dan tekanan darah. Peningkatan
denyut jantung jarang terjadi. Pada pasien yang telah dilakukan resusitasi
cairan adekuat, nonefinefrin dapat meningkatkan aliran darah ginjal.
Indikasi :
Syok kardiogenik berat dengan tekana darah sistolik < 70 mmHg.
Syok sepsi
Perhatian :
Jangan diberikan bersamaan dengan larutan alkali
Koreksi hipovolemia dengan pemberian volume sebelum pemberian
nonefinefrin
Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya ekstravasasi yang dapat
menyebabkan nekrosis jaringan. Jika terjadi dapat diberikan 5-10 mg
phentolamin didalam 10-15 ml larutan salin.
Dapar menyebabkan aritmia. Digunakan berhati-hati pada pasien dengan
iskemik akut : lakukan penilaian cardic output.
Cara Pemberian :
Hanya diberikan secara intravena : BB< 70 Kg : 0,1-0,5 ug/KgBB/menit
atau 7-35 ug/menit; dititrasi sesuai respon.
3. Dopamin
Merupakan obat vasoaktif yang mempunyai efek inotropik dan
vasopreseptor tergantung dosis yang diberikan pada infuse dosis rendah (2-3
ug/kgBB/menit), dopamin mempunyai efek inotropik dan kronotropik. Dan
mempunyai aksi sebagai reseptor dopaminergik pada ginjal dan dapat
meningkatkan jumlah urin; meskipundemikan penggunaan dengan tujuan
efek pada ginjal tidak dianjurkan karna tidak dapat mencegah disfungsi ginjal
atau memperbaiki keluaran. Pada infus dosis sedang (6-10 ug/kgBB/menit)
efek utama dopamine adalah sebagai inotropik, sedangkan pada infus dosis
tinggi (>10 ug/kgBB/menit) merupakan vasokonstriktor karena adanya efek
agonist a yang bermakna.
Perhatian :
Koreksi hipovolemia dengan penggantian volume sebelum pemberian
dopamin
Gunakan dengan hati-hati pada syok kardiogenik dengan gagal jantung
kongestif
Dapat menyebabkan takiaritmia, vasokonstriksi eksesif.
Jangan dikombinasikan dengan larutan alkali (natrium bikarbonat)
Cara Pemberian :
Infus : 2-20 ug/kgBB/menit, dititrasi sesuai respon pasien, dosis dinaikan
perlahan.
4. Dobutamin
merupakan agonis adrenergik-B non slektif dengan efek inotrofik.
Infus dosis 5-20 ug/kgBB/menit akan meningkatkan curah jantung, yang
diperantarai dengan peningkatan stroke volume. Tekanan darah arteri tetap
tidak berubah, menurun atau sedikit menurun atau meningkat. Pada pasien
hipotensi harus berhati-hati; pada resusitasi cairan yang tidak adekuat,
pemberian dobutamin malah dapat menurunkan tekanan dan
mengakibatkan takikardi. Efek kronotropik bervariasi tergantung respons
pasien.
Indikasi :
Untk masalah pompa (gagal jantung kongestif) dengan tekanan darah
sistolik 70-100 mmHg dan tanpa tanda-tanda syok
Perhatian :
Kontra indikasi : dicurigai atau diketahui syok karena obat/racun
Koreksi hypovolemia dengan pemberian volume sebelum pemberian
dobutamin
Dindari jika tekanan darah sistol < 100mmHg dan terdapat tanda-tanda
syok
Dapat mnyebabkan takiaritmia, tekanan darah yang fluktuatif, sakit kepala
dan mual
Jangan di kombinasi dengan larutan alkali (natrium bikarbonat)
Cara Pemberian :
Infus : 2-20 ug/kgBB/menit dititrasi. Peningkatan denyut jantung lebih
dari 10% dapat menimbulakan atau menyebabkan eksaserbasi iskemia
miokard.
Selama pemberian dobutamin, pasien memerlukan pemantauan
hemodinamik secara kontinyu
Respon pada pasien usia lanjut dapat menurun secara bermakna
5. Milrinon
Merupakan inhibitor fosfodiesterase yang mencegah kerusakan
adenosine monofosfate cyslic (cAMP), suatu massanger katekolamin.
Dengan demikian milrinon merupakan obat simpatomimetik dengan efek
adrenergik-B. Peningkatan curah jantung terjadi terutama karena
peningkatan stroke volume dan akan menurunkan afterload dengan
menyebabkan dilatasi anteriol. Penggunaan harus hati-hati pada pasien
hivopolemik karna dapat mengakibatkan hipotensi yang bermakna.
Perhatian :
Dapat menyebabkan mual, muntah
Cara Pemberian :
50 ug/kgBB/menit selama 10 menit secara intravena
0,375-0,7 ug/kgBB/menit dengan menilai hemodinamik pasien. Dosis
diturunkan pada kondisi gangguan ginjal
6. Isoproterenol
Obat ini termasuk obat adrenergik karena efek neurotrsnmiter
epinefrin dan nonefinefrin. Peningkatan curah jantung terjadi karena efek
inotropik dan kronotropik pooasitif, yang umumnya dapat
mempertahankan atau meningkatkan tekanan darah sistolik, namun
tekanan darah rerata dapat menurun.
Indikasi :
untuk mengatasi bradikardi yang simtomatis (apabila pemasangan alat
pacu eksternal tidak tersedia)
torsader de pointes yang reftrakter atau tidak respon dengan pemberian
magnesium sulfat
keracunan terhadap obat penghamat B-bloker
perhatian :
jangan diberikan pada pasien dengan henti jantung
jangan diberikan bersamaan dengan epinefrin karna dapat menyebabkan
VF/VT
meningkatkan kenutuhan oksigen miokard yang dapat menyebabkan
iskemia miokard
jangan diberikan pada pasien dengan syok olehkarena keracunan obat
(kecuali keracunan B-bloker)
pada keracunan B bloker merupakan dosis yang lebih tinggi
Cara Pemberian :
Campurkan 1 mg dalam 250 ml NaCl 0,9%, ringer laktat atau desktrose
5%, dengan dosis 2-10 ug/menit IV secara infus. Titrasi untuk mencapai
denyut nadi yang adekuat.
c. Kelas III
Mekanisme kerja adalah dengan menghambat kanal kalium
sehingga menurunkan arus kalium selama fase repolarisasi. Kelas ini
memanjangkan lama aksi potensial tanpa mengganggu depolarisasi fase 0
atau potensial membran istirahat, memperpanjang periode refrakter efektif.
Contoh : amiodaron.
Aminodaron
Indikasi :
Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrium dan takiritmia
ventrikular. Selain itu untuk mengontrol kecepatan denyut nadi
pada aritmia atrial dan pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri
yang menurunkan jika pemberian digoksin sudah tidak efektif.
Pengobatan VF atau VT tanpa nadi yang refrakter
Pengobatan VT polimorfik dan takikardi dengan QRS lebar yang
tidak jelas sumbernya
Sebagai obat pendukung pada kardioversi elektrik kasus-kasus
SVT dan VT
Multifocal atrial tachycardia dengan fungsi ventrikel kiri yang
baik
Mengembalikan kecepatan denyut nadi pada fibrilasi atrial
Perhatian :
Vasodilatasi dan hipotensi
Memiliki efek inotropik negatif
Memiliki efek memperpanjang interval QT
Jangan diberikan secara bersamaan dengan procainamide
Cara Pemberian :
Dosis awal : pada henti jantuung 300 m IV cepat (diencerkan
dengan 20-30 ml dekstrose 5%). Pertimbbangkan pemberian
berikutnya sebanyak 150 mg IV dengan selang waktu 3-5 menit
Pada takikardia kompleks QRS lebar stabil, 150 mg IV denga 5-10
menit pertama, dapat diulang dalam 150 mg IV setiap 10 menit jika
diperlukan maksimum pemberian 2.2 grIV/24 jam
Dosis pemeliharaan : 360 mg IV selama 6 jam (1 mg/menit) lalu
dilanjutkan dengan 540 mg IV selama 18 jam berikutnya (0,5
mg/menit)
d. Kelas IV
Mekanisme kerjanya adalah sebagai penyekat kanal kalsium (Calcium
Channel Bloker), sehingga menyebabkan penurunan kecepatan
depolarisasi spontan fase 4 dan melambatkan konduksi pada jaringan-
jaringan yang tergantung pada arus masuk kasium seperti nodus AV, otot-
otot polos vaskular dan jantung. Cntoh : verapamil dan Detiazem.
1. Verapamil
Indikasi :
Obat pilihan setelah adenosine (alternatif) untuk menghentikan
STV (supraventricular tachycardial) reentri dengan QRS sempit
dan tekanan darah yang adekuat, dan fungsi ventrikel kiri yang
baik
Mengontrol respon ventrikel pada pasien dengan atrial fibrillation,
atrial fluter, atau multifocal atrial tachycardia
Perhatian :
Jangan digunakan padatakikardi dengan QRS kompleks yang lebar
yang tidak diketahui sumbernya (uncertain origin).
Jjangan diberikan pada WPW dan atrial fibrillation, sick sinus
syndrome, atau AV block derajat 2 dan derajat 3
Dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan
kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan hipotensi
Pemberian bersama IV beta-blokers dapat menyebaabkan hipotensi
berat. Gunakan dengan hati-hati pada psien yang mengonsumsi
beta blocers oral.
Cara Pemberian :
Dosis pertama : 2,5-5 mg IV bolus selama 2 menit (3 menit pada
pasien usia lanjut). Dosis berikutnya 5-10 mg IV jika diperlukan
dengan interval waktu 15-30 menit dari pemberian dosis pertama.
Dosis maksimum 20 mg IV
Alternatif : 5 mg bolus setiap 15 menit dengan total dosis 30 mg
2. Diltiazem
Indikasi :
untuk mengendalikan laju ventrikular pada atrial fibrillation dan
atrian fluteer. Dapat menghentkan aritmia reentri pada tingkat AV
nodal.
Digunakan setelah pmbrian adenosin untuk mengobati SVT
refrakter pada pasien dengan kompleks QRS yang sempit dan
tekana darah yang adkuat.
Perhatian :
Jangan gunakan penghambat kanal kalsium pada kompleks QRS
lebar dengan sumber yang tidak jelas atau takikardi yang dipaacu
obat.
Hindari pemberian penghambat kannal kalsium pada pasien
dengan sindrom wolff Parkinson-White disetrai atrial fibrillation
atau atrial flutter, sick sinus syndrome atau pasien dengan AV
block.
Tekanan darah dapat menurun akibat vasodilasi perifer (pada
veramil efek penurunan ini lebih besar dibandingkan diltiazem).
Cara Pemberian :
Pada kasus akut, berikan 15-20 mg (0,25 mg/kg) IV selama 2
menit. Dapat diulangi 15 menit kemudian dengan dosis 20-25 mg
(0,35 mg/kgBB) selama 2 menit
Dosis pemeliharaan 5-15 mg/jam, dititrasi hingga tercapai laju nadi
fisiologis. Dapat diencerkan dengan dekstrose 5% atau normal
saline.
3. Digoksin
Mekanisme kerjanya memendekan periode refrakter sel-sel
miokard atrium dan vertikel, memanjangkan periode refrakter efeltif dan
mengurangi kecepatan konduksi serabut purkinje.
Indukasi :
Memperlambat respon vertikular pada kasus atrial fibrillation /
atrial flutter
Obat alternatif untuk SVT reentri
Perhatian :
Efek toksik sering terjadi berupa aritmia serius
Hindari kardioversi elektrik bila pasien mendapat digoksin (kecuali
mengancam jiwa); pergunakanlan dosis lebih rendah (10-20J)
Cara Pemberian :
Dosis pertama 4-6 ug/kg dalam 5 menit
Dosis berikutnya : 2-3 ug/kg (4-8 jam berikutnya). Total (8-12
ug/kg, terbagi selama 8-16 jam )
Cek kadar digoksin 4 jam setelah pemberian IV atau 6 jam setelah
pemberian oral
Pantau laju jantung di EKG
Turunkan dosis digoksin sebesar 50% apabila digunakan
bersamaan dengan amiodaron
f. Obat bradiaritmia
1. Sulfat stropin
Indikasi :
Obat pertama pada sinus bradikardi simtomatik (kelas 1)
Dapat efektif pada AV blck pada leverl nodal atau aiisitol
vertikular
Tidak efektif pada blok infranodal (mobitz tipe 2) dan AV block
derajat 3
Penggunaan rutin pada kasus PEA tidak tanpak memberikan
manfaat
Perhatian :
Diperlukan dosis yang lebih besar pada kausu keracunan
organofosfat
Hati-hati pemberian pada hipoksia dan iskemia karena dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard
Kurang efektif pada bradikardia hipotermi
Dapat menyebabkan perlambatan paradoks laju nadi bila dosis <
0,5 mg
Tidak akan efektif pada kasus infra nodal AV block (Mobitz tie II)
dan total AV block dengan kompleks QRS lebar (pada kasus ini
harus dipersiapkan pcu/nonepineprin
Cara Pmberian :
Pada bradikarsia berikan 0.5 mg IV setiap 3-5 menit sesuai
kebutuhan tidak melebihi 0,04 mg/kgBB
Penggunakan dengan interval jangka pendek ( 3 menit) dan dosis
yang lebih tinggi (>0,04 g/kg BB) diberikan pada kondisi klinis
yang berat.
Pemberian melalui trakea dengan dosis 2-3 X dosis IV diencerkan
dalam 10 ml saline normal. Dosis maksimal 3 mg
2. Clopidogrel
Merupakan antagonis dari ADP (Adenosine Diphosphate) yang
merupakan antiplatelet
Indikasi :
Kasus SKA
Perhatian :
Jangan berikan pada pasien pendarahan aktif (misalkan ulkus peptikum)
Pergunkan dengan hati hati pada pasien dengan resiko perdarahan
Pergunakan dengan hati-hati pada pasien gangguann hepar
Ketika direncanakan CABG, stop pemberian 5 hari sebelum CABG,
terkecuali apabila kepentingan revaskularisasi melebihi resiko perdarahan
Bukti terbatas bila digunakan pada pasien berusia diatas 75 tahun
Dapat menggantikan aspirin bila pasien intoleransi
Cara Pemberian :
STEMI/UAP-NSTEACS risiko sedang-tinggi : dosis awal 300-600 mg,
diikuti 75 mh/hari; efek belum akan tercapai dalam beberapa hari
3. Ticargretor
Indikasi :
Dapat diberikan pada pasien NSTEMI atau STEMI yang diterapi dengan
strategi earlyinvasive
Cara Pemberian :
Dosis awal 180 mg, diikuti 90 mg per 12 jam
6. Fondaparinux
Fondaparinux menghambat pembentukan thrombin dengan menghambat
faktor Xa.
Indikasi :
Digunakan pada kasus SKA
Dapat digunakan sebagai antikoagulan pada pasien dengan riwayat
Heparin-Induced Thrombocytopenia
Kontraindikasi :
Pasien dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit
Hati –hati bila diberikan pada pasien dengan klirens kreatinin antara 30-50
ml/menit
Perhatian :
Meningkatkan resiko trombosis dikatetr pada pasien yang menjalani
intervensi per Kutan (IPK); diperlukan pemberian Unfractionated Heparin
bersama-sama
Komplikais dapat berupa perdarahan
Cara pemberian :
STEMI : dosis awal 2,5 mh IV bolus diikuti 2,5 mg subkutan setiap 24 jam
hingga 8 hari
NSTEMI/UAP : 2,5 mg subkutan setiap 24 jam
2. Nikardipin
Indikasi :
Hipertensi emergensi
Menurunkan tekanan darah hingga dibawah <185/110 mmHg sebelum
diberikannya terapi fibrinolitik
Perhatian :
Hindari pnurunan tekanan darah terlalu cepat
Dapat muncul refleks takikardia/ angina pada apsien dengan penyakit
jantung koroner luas
Pemberian pada pasien Aorta Stenosis berat harus dihindari
Jangan dicampurkan dengan larutan BicNat atau ringer’s Laktat (RL)
Cara pemberian :
Pada keadaan hipertensi emergensi
Infus 5mg/ jam; dapat ditingkatkan 2,5mg/jam setiap 5-15 menit hingga
maksimal 15mg/jam
Turunkan kecepatan sebesar 3 mg/jam ketika target tekanan darah tercapai
3. Kalsium glukonas
Mekanisme kerja kalsium meningkatkan ambang potensial, sehingga
mengembalikan perbedaan gradien antara ambang potensial dengan potensial
membran istirahat ke kondisi normal, yang mana mengalami peningkatan saat
kondisi hiperkalemia. Kalsium glukonas kurang poten dan lebih tidak bersifat
iritasi terhadap vena dibandingkan kalsium klorida.
Indikasi :
Kondisi hiperkalemia atau dicurigai adanya hiperkalemia (gagal ginjal )
Antidotum untuk efek toksik dari penghambat kanal kalsium atau beta
bloker (hipotensi dan aritmia)
Hipokalsemia terionisasi (contoh : setelah transfusi drah berulang)
Perhatian :
Sebaikanya tidak digunakan rutin pada kondisi henti jantung
Jangan diberikan bersamaan dengan sodium bikarbonas
Efek samping : henti jantung, bradikardia, aritmia, nausea, muntah, iritasi
pada lokasi penyuntikan
Vasodilatasi perifer, hipotensi dan bradikardia (berhubungan dengan
pemberian injeksi secara cepat)
Cara Pemberian :
10 mh (larutan 10%) dibrikan intravena selama 5 menit
Pada kasus hiperkalemia : 15-20 ml kalsium Glukonas 10%.
Mekanismenya sebagai antaonis efek toksik hiperkalemia di membran sel.
Onset efek mulai 1-3 menit dengan durasi efek antara 30-60 menit.
5. Furosemide
Furesemide bekerja pada thick ascending limb dari loop of henle. Obat ini
meruapakan diuretik yang kuat yang menghasilkan eksresi sebanyak 20-25% dari
Na yang di filtrasi melalui mekanisme penghambatan sistem kontasport Na-2Cl-
K+. Akibat penghambatan pada sistem ini akan menggau pembentuakan kondisi
intersisium yang hipertonik, sehingga gradien yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan cairan dan duktus kolektivus secara pasif mengalami penurunan,
akibatnya proses diuresispun terjadi.
Indikasi :
Sebagai terapi tambahan pada edema paru akut dengan tekanan darah
sistolik > 90=100 mmHg (tanpa tanda adanya gejala syok
Bisa dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pda hipertensi emergensi
Perhatian :
Dehidrasi, hipovolemia, hipotensi, hipokalemia atau dapat mnimbulkan
gangguan keseimbangan wlwktrolit
Cara Pemberian :
0.5 – 1 mg/kg diberikan selama 1-2 menit
Jika tidak ada respon, dosis dinaikan hingga 2 mg/kg, diberikan perlaahan-
perlahan selama 1-2 menit
Pada kondisi edema paru akut (new i=onset) yang disertai dengan
hipovolemia : < 0,5 mg/kg
6. Morfin sulfar
Indikasi :
Nyeri dada pada sindrom koroner akut (SKA) yang tidak respon dengan
nitrat
Edema paru akut kardiogenik (jika tekanan darah adekuat)
Perhatian :
Berikan secara perlahan-lahan dan titrasi sehingga tercapai efek yang
diinginkan
Dapat menybabkan depresi napas
Dapat menyebabkan hipotensi pada pasien hipovolemia
Gunakan secara hati-hati pada infark ventrikel kanan
Siapkan antidotum naloksone (0.04-2 mg IV)
Cara Pemberian :
STEMI : berikan 2-4 mg IV. Dapat diberikan dosis tambahan 2-8 mg IV
dalam interval waktu 5-15 menit.
NSTE-ACS : berikan 1-5 mg IV jika gejala tidak berkurang dengan
pemberian nitrat atau gejala berulang. Gunakan secara hati—hati
8. Midazolam
Indikasi :
Premedikasi seblum intubasi/kardiovrsi
Cara pemberian :
0.1-0.3 mg/kg (maksidmal dosis dalam satu kali pemberian : 10 mg).
Onset efek akan dimulai dalam 2-5 menit, dengan durasi antara 15-30
menit.
DAFTAR PUSTAKA
PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
PERKI:Jakarta