Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

BANTUAN HIDUP LANJUT

Oleh:
Suci Zahrani (2015730125)

Pembimbing :
dr. Maulana ,SpAn

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


RSUD R. SYAMSUDIN, S.H. KOTA SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
BANTUAN HIDUP LANJUT

A. Definisi
Bantuan hidup lanjut (BHL) yaitu bagian dari chain of survival yang
dilaksanakan setelah bantuan hidup dasar (BHD) dikerjakan

B. Terapi Listrik Defibrilasi, kardioversi, AED Dan Pacu Jantung


Defibrilasi dini merupakan tindakan yang penting untuk tatalaksana henti
jantung dan merupakan bagian dari resusitasi jantung paru. Prinsip kerja dan
penggunaan defibrilator manual, automated external defibrillation (AED),
kardioversi dan pacu jantung. Terapi listrik otomatis digunkan oleh petugas
medis dan non medis sebagai bagian dari bantuan hidup dasar.

a) Defibrilasi
Definisi dan indikasi
Defibrilasi merupakan suatu proses pemberian sejuumlah arus listrik untuk
kejut jantung melalui alat defibrillator yang diharapkan dapat mengembalikan
irama jantung menjadi normal. Dengan kata lain proses defibrilasi mencakup
pnghantaran listrik melalui dinding dada menuju jantung untuk memadamkan
aliran-aliran listrik “liar” sel-sel miokard. Defibrilasi dilakukan pada kondidi genti
jantung yang di sebabkan VT (ventricular tachycardia), VF (ventrikel fibrillation)
atau VT polimorvik (torsades de pointes ). Keberhasilan akan menurun jika
defibrilasi dilakukan semakinlama dan vf akan cenderung berubah menjadi asistol
dalam beberaapa menit. Angka kematian akan meningkat 7-10% untuk setiap
menit yang terlewati pada pasien henti jantung tanpa dilakukan resusitasi.

Klasifikasi dan tingkat energi


Defibrilasi modern diklasifikasikan berdasarkan 2 tipe bentuk gelombang,
monofasik dan bifasik. Defibrilator monofasik merupakan generasi pertama, tapi
defibrilator bifasik saat ini lebih sering digunakan. Tingkt energi bervariasi di
hubungkan dengan peluang yang lebih tinggi untuk kembali irama secara spontan.
Defibrilator gelombang monobifasik menghantarkan energi dengan satu kutub.
Gelombang monobifasik sinusoidal kembali ke energi nol secara bertahapatau
mendadak. Defibrilator gelombang bifasik mengguakan satu dari dua gelombang
dan setiap gelombang terbukti efektif untuk menghilangkan VF dengan dosis
tertentu. Pada dosis yang sama atau lebih rendah dari gelombang monibifasik,
gelombang bifasik lebih aman dan efektif atau menghilangkan VF. Satu kejutan
defibrilasi bifasik setara bahkan lebih dari tiga kali kejutan defibrilasi
monobifasik.

Energi kejut
Pada defibrilator biffasik, besarnya energi awal yang digunkan adalah 150-
200 J dengan gelombang bifasik eksponensial yang diperpendek atau 120 J pada
gelombang bifasik rektilinear. Untuk kejut berikutnya digunakan energi yang
sama atau lebih besar. Bila provider menggunakan defibrilator bifasik yang tidak
mengetahui rentang dosis efektif untuk mengatasi VF, maka penolong dapat
menggunakan pilihan 200 J sebagai dosis awal dan seterusnya. Bila mnggunakan
menggunakan defibrilator monofasik, pilih dosis 360 J untuk semua kejutan.
Dosis terkecil defibrilasi yang efektif pada bayi dan anak dan batas atas untuk
defibrilasi yang aman juga belum diketahuai. Dosis 4-9 J/Kg efektif memberi
defibrasi pada anak-anak, tanpa efek buruk yang bermakna. Pada anak usia 1-8
tahun defibrilasi manual yang direkomendasikan (monofasik atau bifasik) adalah
2 J/kg untuk percobaan pertama dan 4 J/kg untuk percobaan selanjutnya.

b) Kardioversi tersinkronisasi
Kardioversi tersinkronisasi adalah haantaran kejut yang bersamaan dengan
kompleks QRS (sinkron). Sinkronisasi ini bertujuan untuk menghindari hantaran
kejut selamaa masa refrakter relatif siklus jantung. Energi (dosis kejut) yang
digunakan untuk kejut sinkronisasi (defibrilasi).
Dosis energi awal yang direkomendasikan untuk kardioversi atrial
fibrillasi adalah 120-200 J. Sedangkan kardioversi untuk atrial flutter dan
supraventricular tachycardia membutuhkan energi yang lebih rendah: yakni 50-
100 J. Jika dengan dosis 50 J awal gagal, penolong sbaiknya meningktkan dosis
secara ertahap. Pada anak- anak dapat diberikan energi awal 0,5-1 J/kg untuk
SVT. Dengan dosis maksimal 2 J/kg. Vt monomorvif yang tidak stabil dengan
nadi diobati dengan kardioversi trsinkronisasi 100-200 J. Sedangkan VT
polimorfik. Dengan atau tapa diobati sebagai VF dengan menggunakan energi
kejut tinggi yang tidak tersinkronkanisasi. Dosis untuk anak-anak
direkomendasikan energi awal 0,5-1 J/kg, dengan dosis maksimal 2 J/kg sama
seperti SVT.
c) Defibrilator eksternal otomatis – Automated Eksternal Defibrilator
(AED)
AED adalah alat yang diperogram oleh komputer menggunakan bantuan
suara dan gambar untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilasi pada
VF secara aman. Tujuan dari Aed adalah untuk mengurangi interval waktu dari
onset VF hingga dilakukan RJP dan penghantar kejutan, dengan memastikan
bahwa AED dan lay rescuer yang dilatih berada di area publik lokasi henti jantung
dapat terjadi. AED hanya berguna pada serangan disebabkan oleh VF/VT tanpa
nadi, dan hal ini tidak efektif untuk penatalaksanaan asistole dan PEA.

d) Pacu jantung (PACING)


Pacu jantung (PACING) dapat dilakukan pada pasien paisen dengan
bradikardia simptomatik dan tidak diremoendasikan pada pasien-pasein dengan
aistol.
Pacu jantung transkutan (transcutaneous pacing) direkomendasikan untuk
pengobatan bradikardia simptomatis jika teraba nadi. Jika tidak berefek dengan
transcutaneus pacing maka dianjurkan pemasangan transverneus pacing oleh
dokter spesialis jantung.
Pacu jantung transkutan
Pacu jantung transkutan termasuk salah satu jenis pacu jantung temporer,
dan dapat dipasang sementara secara cepat dan aman hingga didapat perbaikan
klinis atau metode pacu jantung yang lebih definitif dilakukan. Alat pacu jantung
transkutan adalah alat defibrillator manual yang memiliki fungsi pacu jantung.

C. Perawata pasca henti jantung


Perawatan pasca heti jantung merupakan komponen penting dalam
tatalaksana bantuan hidup jantung lanjut. Pasien henti jantung yang kembali
memiliki sirkulasi spontan tetap memiliki resiko kematian yang tinggi. Kematian
paling banyak terjadi dalam 24 jam pertama.
Beragam sistem organ terpengaruh oleh kondisi henti jantung, sehingga
keberhasilan perawatan pasca henti jantung memerlukan tilikan dari berbagai
sistem tersebut. Misalnya, walaupun tekanan dan pertukaran gas darah berhasil
dikembalikan, tidak tertutup kemungkinan sudah atau akan terjadinya disfungsi
kardiovaskular dan neurologik yang memerlukan perawatan yang lebih khusus
seperti obat-obat inotropik, penambahan volume intravaskular, terapi hipotermia
dan tatalaksana akan faktor penyebab henti jantung yang mendasari.
Algoritma perawatan pasca henti jantung

D. Bradikardia
Bradikardia didefinisikan sebagai denyut jantung yang kurang dari 60
kali/menit. Sedangkan bradikardia yang menyebabkan timbulnya keluhan klinis
umumnya kurang dari 50 kali/ menit. Denyut jantung rendah pada sebagian orang
lainnya denyut jantung lebih dari 50 kali/menit mungkin tidak cukup dalam
memenuhi kebutuhan metabolik dan menimbulkan keluhan klinis.
Bradikardia akan jadi masalah bila simptomatis atau sudah menimbulkan
gejala dan tanda akibat denyut jantung yang terlalu lambat, umumnya tanda dan
gejala timbul pada denyut jantung <50 kali/menit.
Gejala yang mungkin timbul meliputi :
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Pusing, kesadaran menurun
 Lemah, rasa melayang, pingsan (sinkop)
Tanda-tanda yang dapat terjadi meliputi:
 Hipotensi atau syok
 Edema paru
 Akral dingin yang disetai pemanjangan waktu pengisisan kapiler dan
penurunan produksi urin
E. Takikardia
Takikardia didefinisikan sebagai suatu kondisi denyut jantung > 100 kali /
menit. Denyut jantung yang cepat dengan irama yang normal (irama asinus)
seringkali merupakan respon fisiologis terhadap suatu kondisi stres, misalnya
hipoksia, rasa sakit, kondisi kekurangan volume intravaskular dan lain-lain.
Tetapi denyut jantung yang cepat dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung
(takiaritmia). Takiaritmia yang ekstrim (>150 kali/menit) dapat menimbulaakan
gejala klinis yang disebabkaan oleh menurunnya curah jantung dan
meningkatkannya kebutuhan oksigen miokardium.
F. Hipotensi, syok dan edema paru akut
Pasien dengan tekana darah yang rendah atau hipotensi ( sistolik dibawah
100 mmHg ) sering dijumpai di unit gawat darurat. Syok adalah kumpulan gejala
akubat perfusi seluler tidak mencakupi dan pasokan O2 tidak cukup memenuhi
kebutuhan metabolik yang dapat disebabkan oleh beberapa hal dengan gambaran
klinis yang sangat bervariasi.
Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh darah dan parenkin
paru yang pada sebagian besar kasus disebabkan oleg gagal jantung akut.
Algoritma hipotensi/syok dan edema paru akut
G. Obat-obatan yang digunakan dalam bantuan hidup jantung lanjut
Tujuan utama pemberian obat pada pasien-pasien henti jantung adalah
membantu mengembalikan sirkulasi spontan dan memelihara sirkulasi tersebut
agar perfusi jaringan optimal dan akhirnya dapat meningkatkan keluaran pasien
pasca henti jantung.
a. Obat-obat vaso aktif
Golongan obat vasoaktif mmpunyai efek vasopresor, inotropik, dan
vasodilatasi. Obat vasopreseptor mempunyai aktifitas adregenik-a1 yang
mengakibatkan tekanan darah. Obat inotropik akan meningkatkan kontraktilitas
jantung akibat efek adrenergik-B1. Obat-obat vasoaktif pada umumnya
mempunyai lebih dari satu efek hemodinamik, dengan efek tergantung dosis dan
respon pasien.
1. Epinefrin
Mempunyai fek adenergik-a1 dan adenergik-B dan efek inotropik
dan kronotropik yang poten. Pada dosis tinggi mempunyai pengaruh
sebagai vasopresor.
Indikasi :
 Henti jantung : fibrilasi vertikel, takikardi vertikel tanpa nadi,
asistol, PEA.
 Bradikardia simtomatis : dapat dipertimbangkan setelah
pemberian atropin dan alternatif dopamin.
 Hipotensi berat : pada hipotensi pada bradikardia dapat digunakan
ketika gagal dengan pacing atropine atau pada hipotensi akibat
penggunaan phosphodiesterase enzyme inhibitor.
 Anafilaksis, reaksi alergi berat dikombinasi dengan cairan,
kortikosteroid dan antihistamin.
Perhatian :
 Menyebabkan peningkatan tekana darah dan denyut jantung dapat
meningkatkan kebutuhan O2 miokard yang akan mengakibatkan
iskemia miokard dan kejadian angina.
 Dosis tinggi tidak meningkatkan keluaran neurologik dan angka
kehidupan, terapi dapat mengakibatkan disfungsi miokard pasca
resusitasi.
 Dosis yang lebih besar dapat diberikan untuk mengatasi syok yang
disebabkan obat/racun.
Cara Pemberian :
 Epinefrin tersedia dengan konsentrasi 1:10.000 dan 1: 1000
 Kasus henti jantung :
o IV/IO : 1 mg (10 ml dari 1: 10.000) diberikan tiap 2-5
menit selama resusitasi, setiap pemberian diikuti dengan
flush 20 ml NaCl o,9% dan menaikan lengan selama 10-20
detik setelah pemberian dosis
o Dosis tinggi (0,2 mg/Kg) dapat digunakan untuk indikasi
spesifik (overdosis beta bloker atau calcium channel
blocker)
o Infus kontinu : dosis inisial 0,1-0,5 ug/kg/menit (untuk
pasien dengan BB 70 kg = 7-35 ug/mnt)
o Rute endotrakeal : 2-2,5 mg diencerkan dengan 10 ml NaCl
0,9% diikuti dengan pemberian bantuan napas/ventilasi
 Kasus bradikardia / hipotensi berat
o Infus : 2-10 ug/menit, dititrasi sesuai respon pasien.
o Infus kontinyu : dosis inisial 0,1-0,5 ug/KgBB/menit (untuk
BB 70 kg = 7-35 ug/menit)
 Kasus over dosis obat-obat golongan beta bloker atau calcium
channel blocker diberikan dosis yang lebih tinggi : injeksi
intravena 0,2 mg/KgBB
2. Nonepinefrin
Merupakan obat vasokonstriktor adrenergik-a yang potensinya lebih
besar dibandingkan dengan dopamin atau fenilefrin. Kecuali nonefinefrin
mempunyai efek kronotropik dan inotropik melalui reseptor B1. Seperti obat
vasokonstriktor lainnya, pemberian nonefinefrin dapat menurunkan curah
jantung seiring dengan peningkatan afterload dan tekanan darah. Peningkatan
denyut jantung jarang terjadi. Pada pasien yang telah dilakukan resusitasi
cairan adekuat, nonefinefrin dapat meningkatkan aliran darah ginjal.
Indikasi :
 Syok kardiogenik berat dengan tekana darah sistolik < 70 mmHg.
 Syok sepsi
Perhatian :
 Jangan diberikan bersamaan dengan larutan alkali
 Koreksi hipovolemia dengan pemberian volume sebelum pemberian
nonefinefrin
 Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya ekstravasasi yang dapat
menyebabkan nekrosis jaringan. Jika terjadi dapat diberikan 5-10 mg
phentolamin didalam 10-15 ml larutan salin.
 Dapar menyebabkan aritmia. Digunakan berhati-hati pada pasien dengan
iskemik akut : lakukan penilaian cardic output.
Cara Pemberian :
 Hanya diberikan secara intravena : BB< 70 Kg : 0,1-0,5 ug/KgBB/menit
atau 7-35 ug/menit; dititrasi sesuai respon.

3. Dopamin
Merupakan obat vasoaktif yang mempunyai efek inotropik dan
vasopreseptor tergantung dosis yang diberikan pada infuse dosis rendah (2-3
ug/kgBB/menit), dopamin mempunyai efek inotropik dan kronotropik. Dan
mempunyai aksi sebagai reseptor dopaminergik pada ginjal dan dapat
meningkatkan jumlah urin; meskipundemikan penggunaan dengan tujuan
efek pada ginjal tidak dianjurkan karna tidak dapat mencegah disfungsi ginjal
atau memperbaiki keluaran. Pada infus dosis sedang (6-10 ug/kgBB/menit)
efek utama dopamine adalah sebagai inotropik, sedangkan pada infus dosis
tinggi (>10 ug/kgBB/menit) merupakan vasokonstriktor karena adanya efek
agonist a yang bermakna.
Perhatian :
 Koreksi hipovolemia dengan penggantian volume sebelum pemberian
dopamin
 Gunakan dengan hati-hati pada syok kardiogenik dengan gagal jantung
kongestif
 Dapat menyebabkan takiaritmia, vasokonstriksi eksesif.
 Jangan dikombinasikan dengan larutan alkali (natrium bikarbonat)
Cara Pemberian :
 Infus : 2-20 ug/kgBB/menit, dititrasi sesuai respon pasien, dosis dinaikan
perlahan.

4. Dobutamin
merupakan agonis adrenergik-B non slektif dengan efek inotrofik.
Infus dosis 5-20 ug/kgBB/menit akan meningkatkan curah jantung, yang
diperantarai dengan peningkatan stroke volume. Tekanan darah arteri tetap
tidak berubah, menurun atau sedikit menurun atau meningkat. Pada pasien
hipotensi harus berhati-hati; pada resusitasi cairan yang tidak adekuat,
pemberian dobutamin malah dapat menurunkan tekanan dan
mengakibatkan takikardi. Efek kronotropik bervariasi tergantung respons
pasien.
Indikasi :
 Untk masalah pompa (gagal jantung kongestif) dengan tekanan darah
sistolik 70-100 mmHg dan tanpa tanda-tanda syok
Perhatian :
 Kontra indikasi : dicurigai atau diketahui syok karena obat/racun
 Koreksi hypovolemia dengan pemberian volume sebelum pemberian
dobutamin
 Dindari jika tekanan darah sistol < 100mmHg dan terdapat tanda-tanda
syok
 Dapat mnyebabkan takiaritmia, tekanan darah yang fluktuatif, sakit kepala
dan mual
 Jangan di kombinasi dengan larutan alkali (natrium bikarbonat)
Cara Pemberian :
 Infus : 2-20 ug/kgBB/menit dititrasi. Peningkatan denyut jantung lebih
dari 10% dapat menimbulakan atau menyebabkan eksaserbasi iskemia
miokard.
 Selama pemberian dobutamin, pasien memerlukan pemantauan
hemodinamik secara kontinyu
 Respon pada pasien usia lanjut dapat menurun secara bermakna
5. Milrinon
Merupakan inhibitor fosfodiesterase yang mencegah kerusakan
adenosine monofosfate cyslic (cAMP), suatu massanger katekolamin.
Dengan demikian milrinon merupakan obat simpatomimetik dengan efek
adrenergik-B. Peningkatan curah jantung terjadi terutama karena
peningkatan stroke volume dan akan menurunkan afterload dengan
menyebabkan dilatasi anteriol. Penggunaan harus hati-hati pada pasien
hivopolemik karna dapat mengakibatkan hipotensi yang bermakna.
Perhatian :
 Dapat menyebabkan mual, muntah
Cara Pemberian :
 50 ug/kgBB/menit selama 10 menit secara intravena
 0,375-0,7 ug/kgBB/menit dengan menilai hemodinamik pasien. Dosis
diturunkan pada kondisi gangguan ginjal

6. Isoproterenol
Obat ini termasuk obat adrenergik karena efek neurotrsnmiter
epinefrin dan nonefinefrin. Peningkatan curah jantung terjadi karena efek
inotropik dan kronotropik pooasitif, yang umumnya dapat
mempertahankan atau meningkatkan tekanan darah sistolik, namun
tekanan darah rerata dapat menurun.
Indikasi :
 untuk mengatasi bradikardi yang simtomatis (apabila pemasangan alat
pacu eksternal tidak tersedia)
 torsader de pointes yang reftrakter atau tidak respon dengan pemberian
magnesium sulfat
 keracunan terhadap obat penghamat B-bloker
perhatian :
 jangan diberikan pada pasien dengan henti jantung
 jangan diberikan bersamaan dengan epinefrin karna dapat menyebabkan
VF/VT
 meningkatkan kenutuhan oksigen miokard yang dapat menyebabkan
iskemia miokard
 jangan diberikan pada pasien dengan syok olehkarena keracunan obat
(kecuali keracunan B-bloker)
 pada keracunan B bloker merupakan dosis yang lebih tinggi
Cara Pemberian :
 Campurkan 1 mg dalam 250 ml NaCl 0,9%, ringer laktat atau desktrose
5%, dengan dosis 2-10 ug/menit IV secara infus. Titrasi untuk mencapai
denyut nadi yang adekuat.

b. Obat –obat anti aritmia


Aritmia merupakan abnormalitas listrik pada jantung yang dapat
meyebabkan kematian mendadak pada pasien dengan Penyakit Jnatung Koroner.
Pemberian terapi tidak hanya membaca/membuat interpretasi EKG saja tetapi
harus menilai keadaan klinis pasien secara menyeluruh. Ketidak akuratan terapi
dapat terjadi jika pelaku BHJL. Melakukan diagnosis berdasarkan irama jantung
saja dan tidak dilakukan evaluasi gejala klinis pasien, seperti ventilasi,
oksigenasi, detak jantung, tekanan darah, ambang batas kesadaran, dan tanda-
tanda lain. Keadaan asam basa dan analisis gula darah juga dibutuhkan juga
untuk melengkapi data klinis pasien.
Obat-obat anti aritmia (takiaritmia) yaitu ;
 Lidokain
 Penyekat B
 Amiodaron
 Verapamil
 Diltiazem
 Adenosin
 Magnesium sulfat
 Digoksin
Berdasarkan mekanisme kerjanya, oabat-obat anti aritmia dibagi menjadi 4
kelas, yaitu:
a. Kelas I
Mekanisme kerjanya menghambat kanal natrium; penurunan
kecepatan masuknya natrium melmbatkan kenaikan fase nol dari aksi
potensial, akibat terjadi penurunan aksi eksitabilitas dan kecepatan
kondusi.
Obat-obat aritmia kelas I di klasifikasikan menjadi :
o Kelas IA : mekanisme kerja melambatkan depolarisasi fase 0,
contohnya quinidin dan prokainamid
o Kelas IB : mekanisme kerja memendekan repolarisasi fase 3,
contohnya lidokain, prokainamid
o Kelas IC : mekanisme kerja melambatkan depolarisasi fase 0
secara bermakna contohnya flekainid, lenkainid dan
propafenon.
Lidokain
Indikasi :
 Diberikan pada henti jantung dengan irama VF/VT sebagai
alternatif amiodaron
 Bisa juga diberikan pada monomorfik VT stabil, dengan fungsi LV
yang baik
 Diberikan pada polimorfik VT stabil dengan QT interval normal an
fungsi LV yang baik pada saat mengobati iskemik dan koreksi
gangguan elektrolit, atau dengan kompleks QRS lebar dengan tipe
yang tidak jelas.
Perhatian :
 Pemberian diberhentikan jika dapat menimbulkan toksisitas
 Dosis dikurangi pada pasien dengan fungsi hati yang menurun,
maupun fungsi ventrikel kiri yang menurun.
 Pemberian pencegahan pada infark miokard akut tidak dianjurkan.
Cara pemberian :
 Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB/IV bolus
 Untuk VF/VT refrakter : 0,5-0,75 mg/kgBB/IV diulang 10-15
menit kemudian, dengan dosis maksimum sebanyak 3 kali atau
dngan total dosis 3 mg/kgBB
 Dosis tunggal 1,5 mg/kgBB/IV pada henti jantung
 Pemberian melalui trakea 2-4 mg/kgBB
 Pada VT stabil, QRS kompleks lebar dengan tipe yang tidak jelas,
ektopi yang signifikan; dosisnya adalah 0,5-0,7 mg/kgBB IV
sampai 1-1,5 mg/kgBB IV diulang setiap 5-10 menit dengan total
dosis 3 mg/kgBB
 Dosis pemeliharaann 1-4 mg/menit Iv (30-50 ug/kgBB/mnit)
diencerkan dalam dekstrose 5% atau NaCl 0,9%.
b. Kelas II
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan depolarisasi pase 4
sehingga memanjangkan konduksi nodus AV, menurunkan
kontraktilitas dan denyut jantung. Oleh karena itu, kelas ini bermanfaat
pada terapi takiaritmia yang disebabkan olek aktivitas simpatik, seperti
fibrilasi dan flutter atrium,takikardia reentri nodus AV. Contoh obat
kelas ini adalah propanolol, atenolol dan metoprolol. Kelas ini termasuk
kelas antagonis adrenergik-B.
Indikasi :
 Diberikan pada semua pasien yang didiagnosis angina pectoris
tidak stabil, infark miokard akut (IMA) sejauh tidak ada
kontraindikasi. Sangat efektif sebagai antiangina dan mengurangi
terjadinya VF. Dapat mengurangi non-fetal-reinfarction dan
iskemia berulang.
 Untuk merubah irama dari PSVT, atrial fibrillation, atrial flutter
menjadi irama sinus. Obat ini merupakan lini kedua setelah
derivate adenosine, diltiazem, atau digitalis.
 Untuk mengurangi iskemia miokard dan kerusakan jaringan yang
terjadi pada IMA dengan peninggian nadi, tekanan darah atau
keduanya.
Kontra indikasi :
 Tidak boleh diberikan bersamaan secara IV dengan obat
penghambat kalsiaum seperti verapamil atau diltiazem karena
dapat menyebakan hipotensi berat
 Cegah pemberian pada kondisi bronkospasme, gangguan sistem
konduksi pada jantung dan gagal jantung
 Kontar indikasi pada sindrome koroner akut yang disebabkan
kokain.
Perhatian :
 Dapat menyebabkan depresi miokard
Cara pemberian :
1. Metoprolol (regimen untuk IMA)
o Dosis awal : 5mg IV setiap 5 menit secara lambat dan dapat
diulang 3 kali dosis awal. Sititrasi sesuai dengan denyut
jantung dan tekanan darah.
o Dosis oral : 25-50 mg selama 6-12 jam, kemudian selama
2-3 hari dinaikan 2 kali dosis awal; dapat dititrasi sampai
dosis 200 mg/hari.
2. Atenolol (regimen untuk IMA )
o Dosis awal : 5 mg IV perlahann selama lebih dari 5 menit.
Tunggu sampai 10 menit kemudian berikan dosis kedua
sebesar 5 mg IV lambat selama lebih dari 5 menit.
o Dalam 10 menit jika toleransinya baik dapat diberikan 50
mg per Oral. Selanjutnya dapat dihunakan menjadi 100 mg
per hari.
3. Propanolol (untuk SVT)
o Total dosis : 0.5-1 mg/kgBB selama 1 menit diulang sampai
total o,1 ug/kgBB/menit, IV lambat dibagi dalam 3
pemberian dengan interval waktu antara 2-3 menit. Jangan
melebihi 1 mg per menit. Dapat diulang 2 menit kemudian
juika sangat diperlukan.

c. Kelas III
Mekanisme kerja adalah dengan menghambat kanal kalium
sehingga menurunkan arus kalium selama fase repolarisasi. Kelas ini
memanjangkan lama aksi potensial tanpa mengganggu depolarisasi fase 0
atau potensial membran istirahat, memperpanjang periode refrakter efektif.
Contoh : amiodaron.
Aminodaron
Indikasi :
 Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrium dan takiritmia
ventrikular. Selain itu untuk mengontrol kecepatan denyut nadi
pada aritmia atrial dan pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri
yang menurunkan jika pemberian digoksin sudah tidak efektif.
 Pengobatan VF atau VT tanpa nadi yang refrakter
 Pengobatan VT polimorfik dan takikardi dengan QRS lebar yang
tidak jelas sumbernya
 Sebagai obat pendukung pada kardioversi elektrik kasus-kasus
SVT dan VT
 Multifocal atrial tachycardia dengan fungsi ventrikel kiri yang
baik
 Mengembalikan kecepatan denyut nadi pada fibrilasi atrial
Perhatian :
 Vasodilatasi dan hipotensi
 Memiliki efek inotropik negatif
 Memiliki efek memperpanjang interval QT
 Jangan diberikan secara bersamaan dengan procainamide
Cara Pemberian :
 Dosis awal : pada henti jantuung 300 m IV cepat (diencerkan
dengan 20-30 ml dekstrose 5%). Pertimbbangkan pemberian
berikutnya sebanyak 150 mg IV dengan selang waktu 3-5 menit
 Pada takikardia kompleks QRS lebar stabil, 150 mg IV denga 5-10
menit pertama, dapat diulang dalam 150 mg IV setiap 10 menit jika
diperlukan maksimum pemberian 2.2 grIV/24 jam
 Dosis pemeliharaan : 360 mg IV selama 6 jam (1 mg/menit) lalu
dilanjutkan dengan 540 mg IV selama 18 jam berikutnya (0,5
mg/menit)

d. Kelas IV
Mekanisme kerjanya adalah sebagai penyekat kanal kalsium (Calcium
Channel Bloker), sehingga menyebabkan penurunan kecepatan
depolarisasi spontan fase 4 dan melambatkan konduksi pada jaringan-
jaringan yang tergantung pada arus masuk kasium seperti nodus AV, otot-
otot polos vaskular dan jantung. Cntoh : verapamil dan Detiazem.
1. Verapamil
Indikasi :
 Obat pilihan setelah adenosine (alternatif) untuk menghentikan
STV (supraventricular tachycardial) reentri dengan QRS sempit
dan tekanan darah yang adekuat, dan fungsi ventrikel kiri yang
baik
 Mengontrol respon ventrikel pada pasien dengan atrial fibrillation,
atrial fluter, atau multifocal atrial tachycardia
Perhatian :
 Jangan digunakan padatakikardi dengan QRS kompleks yang lebar
yang tidak diketahui sumbernya (uncertain origin).
 Jjangan diberikan pada WPW dan atrial fibrillation, sick sinus
syndrome, atau AV block derajat 2 dan derajat 3
 Dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan
kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan hipotensi
 Pemberian bersama IV beta-blokers dapat menyebaabkan hipotensi
berat. Gunakan dengan hati-hati pada psien yang mengonsumsi
beta blocers oral.
Cara Pemberian :
 Dosis pertama : 2,5-5 mg IV bolus selama 2 menit (3 menit pada
pasien usia lanjut). Dosis berikutnya 5-10 mg IV jika diperlukan
dengan interval waktu 15-30 menit dari pemberian dosis pertama.
Dosis maksimum 20 mg IV
 Alternatif : 5 mg bolus setiap 15 menit dengan total dosis 30 mg

2. Diltiazem
Indikasi :
 untuk mengendalikan laju ventrikular pada atrial fibrillation dan
atrian fluteer. Dapat menghentkan aritmia reentri pada tingkat AV
nodal.
 Digunakan setelah pmbrian adenosin untuk mengobati SVT
refrakter pada pasien dengan kompleks QRS yang sempit dan
tekana darah yang adkuat.
Perhatian :
 Jangan gunakan penghambat kanal kalsium pada kompleks QRS
lebar dengan sumber yang tidak jelas atau takikardi yang dipaacu
obat.
 Hindari pemberian penghambat kannal kalsium pada pasien
dengan sindrom wolff Parkinson-White disetrai atrial fibrillation
atau atrial flutter, sick sinus syndrome atau pasien dengan AV
block.
 Tekanan darah dapat menurun akibat vasodilasi perifer (pada
veramil efek penurunan ini lebih besar dibandingkan diltiazem).
Cara Pemberian :
 Pada kasus akut, berikan 15-20 mg (0,25 mg/kg) IV selama 2
menit. Dapat diulangi 15 menit kemudian dengan dosis 20-25 mg
(0,35 mg/kgBB) selama 2 menit
 Dosis pemeliharaan 5-15 mg/jam, dititrasi hingga tercapai laju nadi
fisiologis. Dapat diencerkan dengan dekstrose 5% atau normal
saline.

e. Obat taiaritmia lainnya


1. Adenosin
Merupakan nukleosid alamiah dengan mekanisme kerjanya
menurunkan kecepatan konduksi, memnajngkan periode refrakter dan
menurunkan otomatisasi nodus AV.
Indikasi :
 Obat utama pada takikardi dengan QRS sempit yaitu
supraventricular tachycardia (SVT). Obat ini efektif untuk
menghentikan proses reentri pada nodus AV dan nodus SA
 Dapat dipertimbangkan pada kasus takikardia dengan kompleks
QRS sempit reentri, yang tidak stabil, selama masa persiapan
kardioversi.
 Takikardia dengan kompleks QRS lebar yang reguler dan
monomorfik
 Manuver diagnosis pada kasus SVT kompleks sempit yang stabil
 Tidak mengkonversi atrial fibrillation, atrial flutter atau VT
Kontra Indikasi :
 Blok AV derajat 2 dan 3
 Takikardia yang disebabkan larena obat
Perhatian :
 Efek samping sementara : flushing, nyeri dada, periode
asistol/bradikardi/ventrikular ektopi singkat
 Kurang efektif (diperlukan dosis yang leih besar) pada pasien yang
mengkonsumsi teofillin dan kafein
 Jika diberikan pada takikardia dengan QRS lebar yang polimorfik
dan tidak teratur (irreguler polumorfhyc), dapat menyebabkan
perbuukan termasuk hipotensi.
 Periode transient sinus bradicardia dan ventrikel ektopik bisa
terjadi setelah terminasi SVT.
 Aman dan efektif pada wanita hamil
 Kurangi dosis inisial biladiberikan melalui akses vena sentral
Cara Pemberian :
 Latakkan pasien pada posisi mild-reverse Trendelenburg (kepala
lebih tinggi daripada kaki) sebelum pemberian obat
 Pergunakan three-way
 Bolus 5 mg adenosin (10 mg ATP) IV cepat dalam waktu 1-3 detik
diikuti bolus saline normal 20 ml, kemudian lengan di angkat
 Bila diperlukan, dosis kedua 12 mg adenosin (20 mg ATP) IV,
dapat diberikan dalam 1-2 menit setelah pemberian pertama
2. Magnesium sulfat
Mekanisme kerjanya memperpanjang siklus sinus, melambatkan
konduksi nodus AV dan konduksi intra atrial dan intra vertikular.
Indikasi :
 Dianjurkan digunakan pada henti jantung hanya jika terjadi
Torsades de pointes atau hipomagnesemia
 Mengobati ventrikel aritmia yang disebabkan intoksikasi digitalis
yang mengancam jiwa.
 Pemberian rutin pada IMA tidak dianjurkan
 VF refrakter (setelah pemberian lidokain)
 Torsades de pointes dengan nadi
Perhatian :
 Dapat menyebabkan penurunan tekanan darah bila diberikan secara
cepat
 Hati-hati pemberian pada pasien gangguan ginjal
Cara Pemberian :
 Henti jantung (disebabkan hipomagnesemia atau Torsades de
pointes) : 1-2 gram (5-10 ml dari larutan magnsium 20%)
diencerkan dalam 10 ml D5%/ normal saline.
 Tosardes de pointes dengan nadi atau infark miokard dengan
hipomagnesemia : loading dose 1-2 gram (5-10 ml dari larutan
magnesium 20%) diencerkan dalam 50-100 cc D5%. Diebrikan
selama 5 sampai 60 menit IV. Diikuti dengan 0,5-1 gram per jam
IV (titrasi untuk mengotrol Torsades).

3. Digoksin
Mekanisme kerjanya memendekan periode refrakter sel-sel
miokard atrium dan vertikel, memanjangkan periode refrakter efeltif dan
mengurangi kecepatan konduksi serabut purkinje.
Indukasi :
 Memperlambat respon vertikular pada kasus atrial fibrillation /
atrial flutter
 Obat alternatif untuk SVT reentri
Perhatian :
 Efek toksik sering terjadi berupa aritmia serius
 Hindari kardioversi elektrik bila pasien mendapat digoksin (kecuali
mengancam jiwa); pergunakanlan dosis lebih rendah (10-20J)
Cara Pemberian :
 Dosis pertama 4-6 ug/kg dalam 5 menit
 Dosis berikutnya : 2-3 ug/kg (4-8 jam berikutnya). Total (8-12
ug/kg, terbagi selama 8-16 jam )
 Cek kadar digoksin 4 jam setelah pemberian IV atau 6 jam setelah
pemberian oral
 Pantau laju jantung di EKG
 Turunkan dosis digoksin sebesar 50% apabila digunakan
bersamaan dengan amiodaron

f. Obat bradiaritmia
1. Sulfat stropin
Indikasi :
 Obat pertama pada sinus bradikardi simtomatik (kelas 1)
 Dapat efektif pada AV blck pada leverl nodal atau aiisitol
vertikular
 Tidak efektif pada blok infranodal (mobitz tipe 2) dan AV block
derajat 3
 Penggunaan rutin pada kasus PEA tidak tanpak memberikan
manfaat
Perhatian :
 Diperlukan dosis yang lebih besar pada kausu keracunan
organofosfat
 Hati-hati pemberian pada hipoksia dan iskemia karena dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard
 Kurang efektif pada bradikardia hipotermi
 Dapat menyebabkan perlambatan paradoks laju nadi bila dosis <
0,5 mg
 Tidak akan efektif pada kasus infra nodal AV block (Mobitz tie II)
dan total AV block dengan kompleks QRS lebar (pada kasus ini
harus dipersiapkan pcu/nonepineprin
Cara Pmberian :
 Pada bradikarsia berikan 0.5 mg IV setiap 3-5 menit sesuai
kebutuhan tidak melebihi 0,04 mg/kgBB
 Penggunakan dengan interval jangka pendek ( 3 menit) dan dosis
yang lebih tinggi (>0,04 g/kg BB) diberikan pada kondisi klinis
yang berat.
 Pemberian melalui trakea dengan dosis 2-3 X dosis IV diencerkan
dalam 10 ml saline normal. Dosis maksimal 3 mg

c. Obat obat anti thombotik


Obat-obat yang akan dibahas meliputi antiplatelet (aspirin, clopidogrel dan
ticagrelor) dan antikoalgulan (Unfractionared Heparin, Enoxaparin dan
Fondaparinux).
1. Aspirin
Aspirin menghambat pembentukan thomboxan A2 yang menyebabkan
agregasi platelet dan membuat konstriksi arteri. Penggunaan obat ini
menurunkan mortalitas SKA, reinfarl dan stroke-on fatal
Indikasi :
 Diberikan pada semua pasien SKA, terutama kandidat revaskularisasi
Kontra indikasi :
 Pada pasien hipersensitif pada aspirin
 Kl relatif pada apsien dengan ulser aktif atau asma
Cara Pemberian :
 160-325 mg tablet (bukan salut selaput secepat mungkin (dikunyah lebih
baik)
 Dapat digunakan sediaan supositoria sebesar 300 mg bila tidak dapat
diberikan per-oral

2. Clopidogrel
 Merupakan antagonis dari ADP (Adenosine Diphosphate) yang
merupakan antiplatelet
Indikasi :
 Kasus SKA
Perhatian :
 Jangan berikan pada pasien pendarahan aktif (misalkan ulkus peptikum)
 Pergunkan dengan hati hati pada pasien dengan resiko perdarahan
 Pergunakan dengan hati-hati pada pasien gangguann hepar
 Ketika direncanakan CABG, stop pemberian 5 hari sebelum CABG,
terkecuali apabila kepentingan revaskularisasi melebihi resiko perdarahan
 Bukti terbatas bila digunakan pada pasien berusia diatas 75 tahun
 Dapat menggantikan aspirin bila pasien intoleransi
Cara Pemberian :
 STEMI/UAP-NSTEACS risiko sedang-tinggi : dosis awal 300-600 mg,
diikuti 75 mh/hari; efek belum akan tercapai dalam beberapa hari

3. Ticargretor
Indikasi :
 Dapat diberikan pada pasien NSTEMI atau STEMI yang diterapi dengan
strategi earlyinvasive
Cara Pemberian :
 Dosis awal 180 mg, diikuti 90 mg per 12 jam

4. Unfractioned Heparin (UFH)


Unfravtionned heparin (UFH) bekerja sebagi antikoalgulan dengan
membentuk kompleks dengan antitrombin (AT) sehingga menyebbabkan
penghambatan pada beberapa faktor koangulasi darah, yaitu trombin (faktor
lia), faktor Ixa, Xa, Xia dan XIIa. Hal ini mencegah pembentukan fibrin dan
menghambat thombin dalam mengaktivasi platelet dan faktor V, VIII dan XI.
Indkasi :
 Terapi tambahan pada infark miokard akut (IMA)
 Berikan heparin sebelum pemberian agen litik yang spesifik fibrin
(alteplase, reteplase, tenecleplase)
Kontraindiaksi :
 Kontraindikasi sama dengan kontraindikasi pada terapi fibrinolitik :
perdarahan aktif, baru saja menjalani oprasi intrakranial, intraspinal atau
mata; hipoteensi brat; kelainan perdarahan; perdarahan saluran cerna.
 Dosis dan target nilai labolatorium harus sesui ketika digunakan bersma
dengan terapi fibrinolitik
 Jngan digunkan jika hitung trombosit < 100.000 atau diketahui adanya
riwayat tromobositopenia yang diinduksi heparin (HIT). Untuk pasien
seperti ini dapat di pertimbangkan pemberian agen direct antithombin.
Cara pemberian :
 Pada kasus SKA
 Dosis awal : bolus 60 unit.KgBB (maksumum bolus 4000 IU)
 Dilanjutkan 12 unit/kgBB/jam (dosis maksimum : 1000 IU/jam)
 Pertahankan nilai aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol selama 48 jam atau hingga
dilakukan angiografi
 Cek inisial aPTT setelah 3 jam, kemudian tiap 6 jam hingga stabil.
Kemudian tiap hari
 Ikuti protokol pemberian heparin
 Hitung jumlah trombosit tiap hari

5. Low Moleculer Weight Heparin (LMWH) / Enoxaparin


Obat ini menghambat pembentukan trombin oleh inhibisi faktor Xa dan
juga menghambat tromin indirek dengan pembentukan kompleks dengan
antitrombin III. Obat ini tidak dinetralisir oleh protein bindng heparin.
Indikasi :
 Untuk pasien SKA, spesifik untuk pasien UA/NSTEMI
Perhatian :
 Perdarahan merupakan komplikasi dari penggunaan LMWH.
Kontraindikasi pada pasien hipersensitif terhadap heparin/produk babi
(pork)/ riwayat alergi terhadap obat tertentu
 Gunakan enoxaparin dengan hati-hati pada pasien dengan HIT tipe II
 Sesuaikan dosis pada pasien insufisiensi renal
 Kontra indikasi juka trombosit < 100.000. untuk pasien tersebut gunakan
antitrombin direk.
Cara Pemberian :
 Protokol STEMI
 Usia < 75 tahun, creatinin clearance normal, bolus inisial 30 mg IV dengan
bolus kedua 1mg/kgBB subkutan 15 menit kemudian, ulangi tiap 12 jam
(maksimal 100mg/dosis untyk 2 dosis pertama )
 Usia >75 tahun, tidak diberikan dosis bolus IV, diberikan 0,75mg/kgBB
subkutan tiap 12 jam (maksimal 75mg untuk dosis pertama)
 Jika creatinin clearence < 30ml/mnt berikan 1 mh/kgBB subkutan tiap 24
jam
 Protokol UA/NSTEMI
 Bolus inisial 30 mg IV, dosis pemeliharaan 1 mg/kg BB subkutan tiap 12
jam
 Jika klirens jreatinin < 30 ml/mnt erikan tiap 24 jam

6. Fondaparinux
Fondaparinux menghambat pembentukan thrombin dengan menghambat
faktor Xa.
Indikasi :
 Digunakan pada kasus SKA
 Dapat digunakan sebagai antikoagulan pada pasien dengan riwayat
Heparin-Induced Thrombocytopenia
Kontraindikasi :
 Pasien dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit
 Hati –hati bila diberikan pada pasien dengan klirens kreatinin antara 30-50
ml/menit
Perhatian :
 Meningkatkan resiko trombosis dikatetr pada pasien yang menjalani
intervensi per Kutan (IPK); diperlukan pemberian Unfractionated Heparin
bersama-sama
 Komplikais dapat berupa perdarahan
Cara pemberian :
 STEMI : dosis awal 2,5 mh IV bolus diikuti 2,5 mg subkutan setiap 24 jam
hingga 8 hari
 NSTEMI/UAP : 2,5 mg subkutan setiap 24 jam

d. Obat-obat lainnya yang sering digunakan pada kasus kegawatan


kardivaskular
1. Nitrogliserin
Mekanisme kerja dari obat golongan Nitrat menyebabkan relaksasi dari otot
polos vaskular. Mekanisme yang terjadi melalui konversi dari obat yang
diberikan menjadi nitrat oksida pada atau dekat membran plasma dari sel otot
polos pembuluh darah. Nitrat oksida yang terbentuk akan menngaktifkan
guanilan siklase untuk menghasilkan siklik guanosin monofosfat (cGMP), dan
akumulasi dari cGMP intraseluler ini akan menyebabkan relaksasi otot polos.
Indikasi :
 Digunakan pada gagal jantung kongestif, hipertensi emergensi dan obat
anti angine awal pada Sindroma Koroner Akut
 Gagal jantung (terutama yang berhubungan dengan adanya iskemia
miokard)
 Hipertensi emergensi
 Hipertensi paru
Kontraindikasi :
 Hipotensi (TDS < 90 mmHg)
 Tekanan intrakranial yang meningkat
 Infark ventrikel kanann
 Penggunaan sildenafil (viagra) dalam 24 jam terakhir
 Hipovolemia, tamponade
Perhatian :
 Dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pasien dengan hipovolemia
 Pada hipertensi emergensi target maksimum penurunan tekanan darah
adalah 25% dari mean Atrial Pressure (MAP) awal.
Cara oemberian :
 Spray : 1-2 semprot 0.5-1 detik dengan interval 5 menit. Maksimal 3x
spray dalam 15 menit
 Tablet : 1tablet (0,3-0,4 mag) sublingual, dapat diulang hingga 3 dosis,
interval 5 menit
 IV: dosis maintenance mulai 5-10 ug/menit (tidak tergantung berat
badan/kg) kemudian dinaikan tiap 3-5 mrnit 10ug/menit sesuai klinis dan
tekanan darah. Dosis maksimal 200 ug/menit.

2. Nikardipin
Indikasi :
 Hipertensi emergensi
 Menurunkan tekanan darah hingga dibawah <185/110 mmHg sebelum
diberikannya terapi fibrinolitik
Perhatian :
 Hindari pnurunan tekanan darah terlalu cepat
 Dapat muncul refleks takikardia/ angina pada apsien dengan penyakit
jantung koroner luas
 Pemberian pada pasien Aorta Stenosis berat harus dihindari
 Jangan dicampurkan dengan larutan BicNat atau ringer’s Laktat (RL)
Cara pemberian :
 Pada keadaan hipertensi emergensi
 Infus 5mg/ jam; dapat ditingkatkan 2,5mg/jam setiap 5-15 menit hingga
maksimal 15mg/jam
 Turunkan kecepatan sebesar 3 mg/jam ketika target tekanan darah tercapai

3. Kalsium glukonas
Mekanisme kerja kalsium meningkatkan ambang potensial, sehingga
mengembalikan perbedaan gradien antara ambang potensial dengan potensial
membran istirahat ke kondisi normal, yang mana mengalami peningkatan saat
kondisi hiperkalemia. Kalsium glukonas kurang poten dan lebih tidak bersifat
iritasi terhadap vena dibandingkan kalsium klorida.
Indikasi :
 Kondisi hiperkalemia atau dicurigai adanya hiperkalemia (gagal ginjal )
 Antidotum untuk efek toksik dari penghambat kanal kalsium atau beta
bloker (hipotensi dan aritmia)
 Hipokalsemia terionisasi (contoh : setelah transfusi drah berulang)
Perhatian :
 Sebaikanya tidak digunakan rutin pada kondisi henti jantung
 Jangan diberikan bersamaan dengan sodium bikarbonas
 Efek samping : henti jantung, bradikardia, aritmia, nausea, muntah, iritasi
pada lokasi penyuntikan
 Vasodilatasi perifer, hipotensi dan bradikardia (berhubungan dengan
pemberian injeksi secara cepat)
Cara Pemberian :
 10 mh (larutan 10%) dibrikan intravena selama 5 menit
 Pada kasus hiperkalemia : 15-20 ml kalsium Glukonas 10%.
Mekanismenya sebagai antaonis efek toksik hiperkalemia di membran sel.
Onset efek mulai 1-3 menit dengan durasi efek antara 30-60 menit.

4. Sodium bikarbonat (BicNat)


Mekanisme kerja dari sodium bikarbonat mengatasi jaringan dan asidosis
selama henti jantung maupun resusitasi (akibat rendahnya perfusi jaringan)
Indikasi :
 Hiperkalemia
 Asidosis yang merespon terhadap pemberian bikarbonas (ketoasidosis
diabetic atau keracunan antidepresan trisiklik, aspirin, kokain atau
difenhidramin
 Resusitasi yang berlangsung lama disertai ventilasi yang efektif; kondisi
ROSC ( return of spontaneeus circulation) setelah henti jantung yang
berlangsung lama
 Tidak bermanfaan atau tidak efektif pada kondisi asidosis heperkarbia
(henti jantung atau resusitasi jantung paru tanpa dilakukan intubasi)
Perhatian :
 Ventilasi yang adekuat dan resusitasi jantung paru tetap merupakan
‘buffer’ uama dalam kondisi henti jantung (bukn pemberin bikaronas)
 Tidak direkomendasikan untuk diberikan ruutin pada pasienn yang
mengalami henti jantung
Dosis :
 Bolus IV 1 mEq/kgBB
 Jika cepat tersedia, gunakan hasil analisis gas darah sebagai panduan
pemberian bikarbonas (hitung defisit basa atau konsentrasi biakrbonatnya)
 Selama henti jantung, analisis gas darah bukan indikator asidosis yang
baik
 Pada kasusu hiperkalemia : diberikan 50 mEq Iv, dapat diulang selama 15
menit. Mekanismenya adalah redistribusi dan shift intraseluler. Onset efek
mulai 5-10 mnit dengan durasi efek obat 1-2 jam

5. Furosemide
Furesemide bekerja pada thick ascending limb dari loop of henle. Obat ini
meruapakan diuretik yang kuat yang menghasilkan eksresi sebanyak 20-25% dari
Na yang di filtrasi melalui mekanisme penghambatan sistem kontasport Na-2Cl-
K+. Akibat penghambatan pada sistem ini akan menggau pembentuakan kondisi
intersisium yang hipertonik, sehingga gradien yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan cairan dan duktus kolektivus secara pasif mengalami penurunan,
akibatnya proses diuresispun terjadi.
Indikasi :
 Sebagai terapi tambahan pada edema paru akut dengan tekanan darah
sistolik > 90=100 mmHg (tanpa tanda adanya gejala syok
 Bisa dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pda hipertensi emergensi
Perhatian :
 Dehidrasi, hipovolemia, hipotensi, hipokalemia atau dapat mnimbulkan
gangguan keseimbangan wlwktrolit
Cara Pemberian :
 0.5 – 1 mg/kg diberikan selama 1-2 menit
 Jika tidak ada respon, dosis dinaikan hingga 2 mg/kg, diberikan perlaahan-
perlahan selama 1-2 menit
 Pada kondisi edema paru akut (new i=onset) yang disertai dengan
hipovolemia : < 0,5 mg/kg

6. Morfin sulfar
Indikasi :
 Nyeri dada pada sindrom koroner akut (SKA) yang tidak respon dengan
nitrat
 Edema paru akut kardiogenik (jika tekanan darah adekuat)
Perhatian :
 Berikan secara perlahan-lahan dan titrasi sehingga tercapai efek yang
diinginkan
 Dapat menybabkan depresi napas
 Dapat menyebabkan hipotensi pada pasien hipovolemia
 Gunakan secara hati-hati pada infark ventrikel kanan
 Siapkan antidotum naloksone (0.04-2 mg IV)
Cara Pemberian :
 STEMI : berikan 2-4 mg IV. Dapat diberikan dosis tambahan 2-8 mg IV
dalam interval waktu 5-15 menit.
 NSTE-ACS : berikan 1-5 mg IV jika gejala tidak berkurang dengan
pemberian nitrat atau gejala berulang. Gunakan secara hati—hati

7. Insulin dan glukosa


Indikasi :
 Dapat diberikan pada kasus hiperkalemia dengan mekanisme kerja
redistribusi dan shift intraseluler
Cara pemberian :
 10 unit insulin IV ditambah 25 gram dextrosa (50 ml D50%) atau 62,5ml
D40%

8. Midazolam
Indikasi :
 Premedikasi seblum intubasi/kardiovrsi
Cara pemberian :
 0.1-0.3 mg/kg (maksidmal dosis dalam satu kali pemberian : 10 mg).
Onset efek akan dimulai dalam 2-5 menit, dengan durasi antara 15-30
menit.

DAFTAR PUSTAKA
 PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
PERKI:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai