Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai penyedia layanan pertolongan 24 jam, perawat dituntut
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat dengan tujuan
mendapatkan kesembuhan tanpa kecacatan. Oleh karena itu, perawat perlu
membekali dirinya dengan pengetahuan yang berhubungan dengan kasus-
kasus kegawatan daruratan, khususnya Bantuan Hidup Dasar (BHD)
(Maryuani. 2009). Kesempatan hidup pasien lebih mungkin terjadi ketika
pasien segera menerima BHD, oleh karena itu menghubungi Emergency Call
adalah langkah awal yang harus dilakukan penolong, selanjutnya penolong
segera memberikan Resusitasi Jantung Paru (RJP) untuk membantu pasien
agar tetap bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan data American Heart
Association (2015) sebesar 40,1% korban henti jantung dan henti nafas yang
terselamatkan setelah dilakukan RJP. Kematian otak dan kematian permanen
dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang
tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan
pemberian RJP dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal
waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin
mengembalikan fungsi jantung normal. RJP dan defribilasi yang diberikan
antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan
memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai
45%.
Penyediaan defibrillator yang mudah diakses akan meningkatkan
kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera
mungkin, sehingga meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban
cardiac arrestsebesar 64% (American Heart Assosiacion, 2010). Kematian
jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi jantung
secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita
penyakit jantung. Hal ini terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi
tidak berfungsi dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak
normal (American Heart Association, 2015). Secara klinis, keadaan henti

1
jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya
(Muttaqin, A., 2009). Henti jantung merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar dan penyebab utama kematian di dunia. Kejadian
henti jantung di dunia cukup meningkat. Seseorang yang sedang di rawat di
rumah sakit khususnya di ruang gawat darurat memiliki risiko mengalami
henti jantung. Sebagian besar pasien yang mengalami henti jantung adalah
orang dewasa (Lenjani, B et al, 2014).
Setiap tahunnya, di Kanada dan Amerika Serikat pasien yang
mengalami henti jantung mencapai 350.000 orang dan 50% meninggal di
rumah sakit (Terry et al, 2010). Lima dari 1.000 pasien yang dirawat di rumah
sakit di negara maju seperti Australia diperkirakan mengalami henti jantung,
sebagian besar pasien henti jantung tidak mampu bertahan hidup hingga
keluar dari rumah sakit (Goldbelger, 2012). Di Indonesia tidak ada data
statistik mengenai kepastian jumlah kejadian cardiac arrest setiap tahunnya,
tetapi diperkirakan adalah 10 ribu warga. Data di ruang rawat inap RSUP Dr.
M. Djamil Padang, menunjukkan terdapat 27,78% pasien di tahun 2012
mengalami atrial fibrilasi yang merupakan kelainan irama jantung yang bisa
menyebabkan henti jantung (Hasnul, M, 2015). Prevalensi nasional penyakit
jantung koroner pada tahun 2013 sebesar 1,5% atau sekitar 2.650.340 orang.
Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki peringkat ke-14 dengan
jumlah perkiraan 36.014. Sedangkan prevalensi untuk kejadian henti jantung
mendadak belum didapatkan (Kemenkes RI, 2014). Selain itu, jaringan parut
yang terbentuk di dinding dalam arteri dapat menghambat sistem konduksi
langsung dari jantung sehingga meningkatkan terjadinya disritmia dan
cardiac arrest (Suharsono, T., & Ningsih D.K. 2012).
Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani dengan Resusitasi
Jantung Paru (RJP) dan defribilasi untuk mengembalikan denyut jantung
normal. Kesempatan pasien untuk bertahan hidup berkurang 7 sampai 10
persen tiap menit yang berjalan tanpa RJP dan defribilasi. Sampai saat ini RJP
merupakan penatalaksaan yang sangat vital dalam kasus henti jantung.
American Heart Association menyebutkan bahwa kejadian henti jantung
dapat terjadi dimana saja, penanganan RJP pada saat kejadian dapat
membantu mengurangi risiko kematian. Henti jantung dapat sangat

2
mematikan, namun ketika RJP dan defribilasi dapat diberikan secepatnya,
dalam banyak kasus jantung dapat berdenyut kembali (American Heart
Association, 2015)
Keberhasilan pemberian RJP dan defibrilasi tentu dipengaruhi oleh
kompetensi dan pelatihan yang dimiliki petugas kesehatan. Petugas kesehatan
di rumah sakit khususnya dokter, perawat, dan bidan wajib memiliki
kualifikasi memberikan pelayanan kesehatan RJP dan defibrilasi (Permenkes
no. 12, 2012). Sehingga disini penting kami menyampaikan tentang gambaran
berbagai jenis bantuan hidup dasar salah satunya yakni pemberian terapi
elektrik defibrilasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran tentang penggunaan electrical therapy pada
keadaan kedaruratan intensif?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu :
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami tentang penggunaan electrical
therapy pada pasien dalam keadaan kegawatdaruratan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana gambaran tentang Defibrilasi.
b. Mengetahui bagaimana gambaran tentang Sincronized cardioversion.
c. Mengetahui bagaimana gambaran tentang AED.
d. Mengetahui bagaimana gambaran tentang Automatic inflantable
cardiac defibrillator (ICD).
e. Mengetahui bagaimana gambaran tentang Pacemaker

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFIBRILASI
1. Definisi
Defibrilasi merupakan salah satu tahap penting dalam urutan
tindakan kegawatdaruratan untuk resusitasi korban serangan jantung
mendadak (Sudden Cardiac Attack). Urutan ini atau ‘rantai hidup’,

3
dimulai dengan memanggil layanan darurat seserega mungkin. Tahap
kedua adalah menyediakan cardiopilmonary dasar resusitasi (kompresi
dada diselingi dengan napas penyelamatan) untuk menjaga korban hidup
sampai tahap ketiga (defibrilasi) dapat dilakukan. Defibrillator eksternal
otomatis (AED) merupakan tindakan paling penting dalam
menyelamatkan pasien SCA. Perangkat ini sekarang tersedia secara luas
dan diletakkan di tempat-tempat umum seperti di bandara, pelabuhan,
terminal dan tempat umum lainnya (Resuscitation Council UK, 2015)
Defibrilator merupakan suatu alat pemulihan atau pengobatan
bagi pasien yang menderita kelainan pada aritmia jantung, fibrilasi
ventrikel, dan melemahnya sinyal tekanan tachycardia pada dinding
ventrikel. Proses ini disebut defibrilasi. Defibrilasi adalah suatu cara
penganan pasien dengan memberikan dosis terapi energi listrik ke
jantung dengan perangkat yang disebut defibrillator. Defibrilator bekerja
dengan cara memancarkan arus listrik sebesar kurang lebih 6 A dengan
frekuensi sekitar 60 Hz untuk dapat menembus dada pasien sehingga
dapat menjangkau otot-otot jantung yang selanjutnya akan distimulus
oleh arus listrik yang dihasilkan defibrillator tadi. Setelah arus yang
dialirkan melalui dada pasien, arus tersebut akan mengkoreksi atrial
fibrilasi dengan kata lain arus dari defibrillator tersebut menstimulus
otot-otot jantung sehingga jantung akan berkontraksi dan dapat
menormalkan kembali aritmia jantung.
Defibrilator bekerja dengan menangkap sinyal EKG dari
elektroda, menjalankan algoritma EKG-analisis untuk mengidentifikasi
shockable irama, dan memberikan masukan kepada operator tentang
apakah defibrilasi diperlukan. Sebuah defibrilator dasar mengandung
listrik tegangan tinggi, penyimpanan kapasitor, induktor opsional dan
elektroda pasien. Pada Defibrilator, koneksi yang menghubungkan antara
device defibrillator dan tubuh manusia nmerupakan sebuah elektroda.
Elektroda yang digunakan sama dengan elektroda yang ada pada ECG
biasanya, yaitu memakai plat logam yang dapat menghantarkan arus
listrik. Elektroda tersebut ditempelkan pada dada pasien, untuk
selanjutnya dipantau sinyal jantungnya. Setelah ada tanda kelainan pada

4
aritmia jantung, maka elektroda tadi diberi gel lalu ditempelkan ke dada
pasien yang selanjutnya diinjeksikan arus listrik agar jantung bekerja
normal setelah otot-otot jantung distimulus oleh defibrillator tadi. Agar
listrik dari defibrilator dapat mengalir melalui tubuh, maka paramedic
harus menghilangkan artifak(noise/gangguan pada kulit) menggunakan
suatu gel elektrolit yang berfungsi menyalurkan arus dari alat ke dada
pasien

Gambar 2.1 Skematik Elektronik sirkuit Defiblirator

Pada Prinsipnya Alat ini memanfaatkan prinsip pengosongan dan


pengisian kapasitor. Elektroda pada defibrillator memuliki 2 kutub, yaitu
positif dan negative, pada saat kedua kutub disatukan, maka akan timbul
arus listrik yang nantinya disimpan (charge) pada suatu kapasitor yang
nantinya akan dilepas (discharge) pada saat sesaat sebalum jantung akan
berkontraksi. Tujuannya adalah untuk membantu menstimulus otot
jantung agar bekerja normal. Defibrilator menggunakan voltase tinggi
sehingga dapat menghasilkan energy potensial kapasitor yang tinggi.

5
Gambar 2.2 Contoh sinyal jantung yang diberi fibrilasi

Pada penderita Aritmia jantung, Sinyal pada T pada sandapan


V1,V2,V3 terlihat mengalami kelainan dan mengalami penurunan
sehingga sinyal tersebut harus dibangkitkan dengan member stimulus
otot jantung agar berkontraksi normal. Sehingga Jantung tetap dapat
memompa dengan baik

Gambar 2.3 Blok Diagram Defibrilator

6
Untuk dewasa ini perkembangan Device Elektronik labih maju
seiring dengan majunya teknologi dibidang informasi. Defibrilator
modern sudah memiliki fungsi kompleks didalamnya. Untuk pengolahan
data, defibrillator memiliki karakteristik data yang sam seperti pada
ECG. Data yang dihasilkan berupa sinyal jantung yang akan di
monitoring dan akan dipantau terlebih dahulu (seperti pada patient
monitoring). Sehingga membutuhkan teknik akusisi data dengan
menggunakan suatu processor (dapat berupa
mikrokontroler/mikroprossesor) yang akan mengubah sinyal yang analog
menjadi digital dan dapat kita olah lebih mudah dengan menggunakan
Analog to Digital Converter(ADC). Sinyal digital tersebut dapat
ditransmisikan jarak jauh melalui gelombang RF memanfaatkan
teknologi UART mikrokontroler seperti wireless, GSM signal (pada
handphone), atau dapat juga kita munculkan sebagai output suara
ataupun dalam bentuk Grafik pada layar monitor. Dengan kemajuan
teknologi tentang database, web server dan web based, hasil perekaman
sinyal jantung dapat disimpan di database rumah sakit dan pada memory
card atau flash disk sehingga data perekaman tersebut tidak mudah hilang
atau rusak (Mardhoko, 2012)

Gambar 2.4 Defibrilator

2. Tujuan
Menghilangkan aritmia ventrikel yang spesifik pada henti jantung dan
kelainan organ jantung lainnya.

7
3. Jenis defibrilasi
a. Monofasik
Arus mengalir dalam satu arah dari satu paddle/ bantalan yang
lain pada defibrilator monofasik. Dalam VF atau VT tanpa nadi,
dianjurkan untuk melakukan tiga shock secara berurutan dengan
urutan 200 joules, 300 joule, dan kemudian 360 joule.

Gambar 2.5 Defibrilasi Monofasik


b. Bifasik
Pola aliran listrik dimana aliran listrik berlawanan arah di
pertengahan gelombang, mengalir dimulai dari satu pad elektroda, ke
jantung, ke pad elektroda kedua, dan kemudian dari pad kedua ke
jantung dan ke elektroda pertama :
1) Membutuhkan sedikit energi dibandingkan gelombang monofasik
untuk mencapai kemampuan defibrilasi yang besar.
2) Sekarang ini dianjurkan sebagai standar perawatan dan pilihan
intervensi.

Gambar 2.6 Defibrilasi Bifasik


3) AED

3. Indikasi
a. Ventrikel takikardi (VT) tanpa nadi
b. Ventrikel fibrilasi (VF)

8
c. Henti jantung karena hasil dari VF

4. Kontaindikasi
a. Intoksikasi digitalis
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi walaupun dilakukan kardioversi
sinkron, Stimulasi cepat atrium dengan pemacu temporer (TPM) dapat
merubah aritmia supraventrikular.
b. Penyakit sistem konduksi. Blok atrioventrikuler dipasang profilaktik
Temporer Pace Maker (TPM).
c. Pasien denga tidak mampu bertahan pada irama sinus.
d. Fibrilasi atrial yang telah lama atau bertahun.
e. Kardioversi dengan fibrilasi atrial cepat berulang, dengan dosis
kuinidin profilaktik.
f. Post operasi baru katup jantung, kardioversi ditunda 10-14 hari, TPM
dapat menghentikan takiaritmia.

5. Prinsip Prosedur
a. Pemilihan besarnya energi dan mode pengoperasian
b. Pengisian energi pada kapasitor
c. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien (discharge)

6. Jumlah energy yang dianjurkan


a. Dewasa
 Dosis bergantung pada mode
 VF dan Pulseless VT : monofasik (360 J ) dan bifasik (120-200 J )
b. Bayi dan anak : 2 - 4 J/kg

7. Komplikasi
a. Nyeri pada dada anterior
b. Iritasi kulit
c. Luka bakar bekas pedal (umum)
d. Kerusakan sel

8. Prosedur
a. Nyalakan defibrilator
b. Pilih energi yang diperlukan
c. Ambil Padle dari tempatnya dan oleskan jelly
d. Letakkan padle pada apeks dan sternum sesuai petunjuk yang ada
e. Nilai kembali irama pada monitor apakah masih VF / VT tanpa nadi
f. charge dengan menekan tombol pada padle apeks atau pada unit
defibrilator

9
g. Setelah energi tercapai, berikan peringatan pada orang – orang
disekitar untuk tidak menyentuh pasien, tempat tidur maupun
peralatan lain
h. Berikan tekanan 10 – 12 kg pada kedua padle dan sambil
memperhatikan monitor, tekan tombol discharge pada padle secara
bersamaan
i. Tanpa mengangkat padle, nilai kembali apakah masih VF / VT tanpa
nadi
j. Jika masih VF / VT tanpa nadi, charge kembali dan ulangi prosedur di
atas dengan menggunakan energi yang lebih tinggi sampai mencapai
maksimal 360 J.

9. Peran perawat dalam tindakan


a. Charge defibrilasi apabila tidak digunakan
b. Periksa kelengkapan suplai elektroda, kertas rekaman ECG & pads
defibrilasi
c. Periksa kabel ECG dan lead berada pada kondisi yang baik
d. Lakukan tes fungsi defibrilasi seperlunya
e. Asistensi tindakan defibrilasi

B. SYNCHRONIZED CARDIOVERSION
1. Definisi
Synchronized Cardioversion adalah shock/kejut listrik dengan
energy rendah yang menggunakan sebuah sensor untuk menghantarkan
listrik yang sudah disinkronkan dengan puncak kompleks QRS (titik
tertinggi dari gelombang R). Apabila opsi “sync (sinkron)” dibatalkan
pada defibrillator dan tombol untuk kejut jantung ditekan, akan terjadi
penundaan kejut listrik. Selama penundaan ini, mesin defibrillator akan
membaca dan mensinkronkan dengan ritme EKG pasien. Hal ini
bertujuan agar kejutan listrik dapat terhantarkan dengan atau sesaat
setelah puncak gelombang R pada kompleks QRS (ACLS Certification
Institute, 2014).
Sinkronisasi ini menghindari penghantaran kejut listrik dengan
energy yang rendah selama repolarisasi jantung (gelombang T). Jika

10
kejut listrik ini terjadi pada gelombang T (saat repolarisasi), terdapat
kemungkinan tinggi kejut listrik tersebut memicu terjadinya VF
(Ventrikular Fibrilasi) (ACLS Certification Institute, 2014). Jika jantung
memiliki irama yang irregular (tidak teratur) yang biasa disebut dengan
aritmia, atau berdenyut terlalu cepat, kardioversi adalah cara untuk
mengembalikan ke ritme yang teratur (Mayo Clinic, 2018).

Sumber : Heart Rhythm Society

Tingkat energy yang direkomendasikan untuk melakukan


synchronized cardioversion berfariasi dari 50 sampai dengan 200 joules.
Rekomendari yang paling aman dan lebih mudah digunakan yaitu
dimulai pada tingkat energi terendah yaitu 50 joules dan jika kejut listrik
tidak berhasil, tingkatkan jumlah energi menjadi dua kali lipat dari energi
yang digunakan (ACLS Certification Institute, 2014).

2. Indikasi
Indikasi yang paling umum untuk tindakan synchronized
cardioversion adalah atrial fibrilasi, atrial flutter, atrial takikardi, dan

11
supraventricular takikardi (SVT). Jika pengobatan gagal pada pasien
yang stabil sebelum ditemukan aritmia, synchronized cardioversion
kemungkinan besar akan diindikasikan (Sciammarella, 2017).
Synchronized Cardioversion atau kardioversi yang tersinkronisasi
dapat menjadi penanganan efektif untuk beberapa jenis aritmia jantung.
Tindakan ini melibatkan penghantaran kejutan dengan energi rendah
yang berjangka waktu atau disinkronkan untuk disampaikan pada titik
tertentu di kompleks QRS. Kejutan yang disinkronisasikan dihantarkan
pada saat yang tepat ini untuk menghindari penyebab fibrilasi ventrikel
(Sciammarella, 2017).
Untuk memahami mengapa kejutan tersebut harus disinkronisasi,
akan sangat membantu untuk memahami terlebih dahulu bahwa siklus
jantung memiliki periode rentan dan sulit ditangani atau periode
refrakter. Periode refrakter terjadi selama kompleks QRS. Gelombang T
dianggap sebagai periode yang rentan, terutama paruh tengah dan
kemudian geleombang T setengah yang berikutnya. Karena kejutan
waktunya disesuaikan pada kompleks QRS, rangsangan listrik dihindari
selama periode tersebut, yang mengurangi risiko yang menyebabkan
terjadinya fibrilasi ventrikel (Sciammarella, 2017).

3. Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan kardioversi. Terdapatnya
pacemaker atau automated implanted cardiac defibrillator tidak
mengubah indikasi atau prosedur ini (Sciammarella, 2017).

12
4. Komplikasi
Komplikasi dari kardioversi jarang terjadi. Resiko-resiko yang
dapat terjadi akibat kardioversi antara lain :
a. Terlepasnya gumpalan darah
Beberapa orang yang mengalami denyut jantung irregular memiliki
gumpalan darah di jantung. Kardioversi dapat menyebabkan gumpalan
darah tersebut berpindah ke bagian tubuh yang lain. Keadaan ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti stroke atau
gumpalan darah berpindah ke paru-paru (embolisme paru) (Mayo
Clinic. 2018).
b. Ritme jantung abnormal
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, pada pasien yang dilakukan
kardioversi berakhir dengan masalah ritme jantung lainnya pada saat
prosedur atau setelah prosedur. Keadaan ini adalah komplikasi yang
sangat jarang terjadi. Jika hal ini terjadi, biasanya hanya muncul
beberapa menit setelah prosedur, sehingga dapat diberikan obat-obatan
atau tambahan kejut listrik untuk mengoreksi masalah tersebut (Mayo
Clinic. 2018).
c. Luka bakar
Beberapa orang akan mengalami luka bakar ringan pada kulit di mana
elektroda diletakkan (Mayo Clinic. 2018).

5. Kondisi pasien tertentu


a. Aritmia pada pasien kritis
Atrial dan ventrikuler takikardi sering terjadi pada pasien yang
dirawat di unit perawatan kritis karena adanya beberapa pemicu.
Hipoksia, katekolamin endogen atau eksogen, gagal jantung kongestif,
demam dan emboli paru adalah penyebab-penyebab tertentu
takikardia. Pasien yang tidak dapat menerima obat secara oral atau
dengan absorbsi yang buruk lebih rentan terkena efek samping, seperti
hipotensi, yang terutama dapat terjadi dengan pemberian obat-obatan
intravena seperti amiodarone. Pemeriksaan yang cepat dan
menyeluruh sebelum kardioversi listrik penting dilakukan. Perbaikan
faktor pemicu dan faktor etiologi yang mendasarinya meningkatkan
tingkat keberhasilan kardioversi. Perlu diingat bahwa banyak kejutan

13
dan anestesi berturut-turut dalam dosis berulang dapat memperburuk
status hemodinamik pada pasien tersebut (Sciammarella, 2017).
b. Kehamilan
Pada beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa kardioversi
aman dilakukan selama kehamilan. Kardioversi antara 50 Joule dan
300 Joule yang diaplikasikan pada berbagai fase kehamilan
menunjukkan efek yang tidak berarti pada janin, yang berarti arus
listrik berbahaya mungkin tidak sampai ke janin. Wanita hamil dapat
diberikan tindakan kardioversi, akan tetapi sangat dianjurkan untuk
tetap memonitor denyut jantung bayi pada saat prosedur
(Sciammarella, 2017).

c. Pasien dengan pacemaker


Kardioversi listrik yang dilakukan pada pasien dengan alat
pacu jantung atau ICD dapat menyebabkan disfungsi. Jika pasien
dengan alat pacu jantung harus menjalani kardioversi, fungsi dan
petunjuk perangkat harus diperiksa, bersamaan dengan pemrograman
pada tekanannya. Mode alat pacu jantung harus dialihkan ke VOO
atau AOO jika sesuai. Selama kardioversi, bantalan defibrillator harus
ditempatkan minimal 15 cm dari alat pacu jantung. Alat tersebut harus
diposisikan tegak lurus terhadap anterolateral, anteroposterior atau
endokard lead. Diperlukan interval 5 menit antara dua gelombang
kejut listrik. Baterai alat pacu jantung dan fungsi lead juga harus
diperiksa setelah kardioversi. Dalam kasus alat pacu jantung dan
disfungsi lead, penggantian lead adalah prosedur yang disarankan.
Selama kardioversi, pasien dengan alat pacu jantung atau ICD dapat
terkena luka bakar di jaringan miokard dimana ujung alat pacu jantung
terpasang, jika arus listrik mengalir melewatinya (Sciammarella,
2017).

6. Prosedur
a. Pastikan pasien terhubung dengan baik dengan monitor/defibrillator
yang dapat melakukan synchronized cardioversion.
b. Siapkan seluruh peralatan untuk antisipasi jika synchronized
cardioversion gagal dilakukan atau kondisi memburuk.

14
c. Pertimbangkan untuk pemberian obat pereda nyeri atau sedasi.
d. Atur pilihan energy ke pengaturan yang sesuai.
e. Pastikan seluruh anggota medis tidak kontak dengan pasien.
f. Tekan dan tahan tombol kejut listrik untuk kardioversi. Tetap jauhi
pasien sampai yakin bahwa energi listrik sudah dihantarkan. Mungkin
diperlukan beberapa siklus untuk mensinkronisasi, sehingga mungkin
ada delayed antara pengaktifan kardioversi dan hantaran energy yang
sebenarnya.
g. Catat respon pasien dan lakukan kardioversi/defibrilasi segera jika
ritme jantung pasien memburuk menjadi VT tanpa nadi atau ventrikel
fibrilasi, mengikuti prosedur defibrilasi manual.
h. Jika kondisi pasien tidak berubah, ulangi langkah kedua sampai
langkah ke delapan, dengan menggunakan pengaturan energi yang
ditingkatkan.
i. Ulangi langkah sampai pengaturan maksimal atau hingga percobaan
berhasil. Pertimbangkan untuk diskusi dengan dokter kontrol jika
kardioversi tidak berhasil hingga 2 kali percobaan.
j. Catat prosedur, respon pasien dan waktu dalam laporan perawatan
pasien (NCCEP, 2009).

C. AUTOMATIC EXTERNAL DEFIBRILATION (AED)


1. Pengertian
AED (Automated External Defibrilator) adalah defibrilator yang
menggunakan system computer yang dapat menganalisa irama jantung,
mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu memberikan petunjuk

15
bagi penolong dengan memberikan petunjuk secara visual untuk
peletakan elektroda (Dewi, 2015).
AED penting dalam pengobatan SCA (sudden Cardiac Arrest). Saat
ini AED banyak tersedia dan semakin banyak digunakan oleh orang-
orang. AED dapat digunakan oleh orang yang sudah atau pun belum
pernah melakukan pelatihan. AED ini berungsi untuk memacu kembali
kerja jantung pada pasien yang mengalami SCA. Keberhasilan AED
dipengaruhi oleh waktu, jika digunakan segera setelah pasien mengalami
penurunan kesadaran (dalam dua atau tiga menit), banyak pasien yang
dapat bertahan hidup (Dewi, 2015).
Penggunaan AED oleh orang-orang yang bukan profesional
kesehatan diperkenalkan di Inggris sebagai inisiatif yang dipimpin oleh
pemerintah (Defibrillator in Public Places Initiative '1999). AED
ditempatkan di bandara, stasiun kereta api, dan tempat umum lainnya,
dimana sering terjadinya SCA. Staf yang bekerja di tempat-tempat ini
dilatih di CPR dan menggunakan AED (Dewi, 2015).

2. Fungsi AED
a. Menganalisa irama jantung seorang korban yang mengalami henti
jantung.
b. Mengenal irama yang dapat dilakukan tindakan defibrilasi (shock)
c. Memberikan petunjuk pada operator (dengan memperdengarkan suara
atau dengan indikator cahaya) (Dewi, 2015).

3. Keuntungan Penggunaan AED


a. Mudah digunakan
b. Aman
c. Tingkat kesuksesan tinggi (Ramadhani, 2013).

4. Tanda dan Tempat Penyimpanan

16
5. Cara Kerja AED
AED berfungsi untuk mengenali penurunan kesadaran seseorang
disebabkan oleh SCA atau bukan. Dalam petunjuk penggunaan AED
menggunakan suara secara otomatis dan tulisan atau gambar yang akan
muncul di layar. Saat seseorang mengalami penurunan kesadaran, ambil
AED dan pasang kedua elektroda ke dada pasien. Melalui elektroda ini,
AED dapat memantau irama jantung dan jika terdeteksi irama yang harus
diberikan kejutan, AED akan mengisi sendiri dan memberikan kejutan
secara otomatis tanpa memerlukan tindak lanjut dari penyelamat. Alat
kemudian menginstruksikan penyelamat untuk menekan tombol untuk
memberikan kejutan (disebut sebagai semi otomatis AED). Setelah ini
AED akan memberitahu penyelamat untuk melakukan CPR. Setelah 2
menit, AED akan memberitahu penyelamat untuk tidak menyentuh
korban saat memeriksan irama jantung karena akan diberikan kejutan
selanjutnya (jika diperlukan). Menggunakan AED dengan cara ini
memungkinkan pemberian perawatan yang efektif selama beberapa menit
pertama setelah kejadian SCA, sementara menunggu tim layanan darurat.
(Dewi, 2015).

6. Cara Menggunakan AED

17
a. Kenali tanda-tanda henti jantung
1) Nadi tidak teraba
2) Korban tidak responsive
3) Korban tidak bernafas
b. Panggil atau telepon layanan medis darurat
c. Jika di lokasi tersedia alat AED, segera gunakan alat tersebut
1) Langkah 1 : Persiapan
a) Buka penutup AED.
b) Buka pakaian dari dada pasien.
c) Pastikan agar bagian kulit bersih dan kering.
d) Keringkan dada pasien dan cukur rambut yang berlebihan jika
perlu

2) Langkah 2 : Pemasangan PAD


a) Robek paket PAD untuk membukanya dan keluarkan PAD.
b) Lepaskan satu PAD dari pelapis plastik.
c) Kenakan satu PAD pada bagian atas dada yang terbuka.
d) Lepaskan PAD kedua dan kenakan pada bagian bawah dada
yang terbuka seperti yang ditunjukkan

18
3) Analisis dan pemberian kejutan
a) Pesan suara dan teks akan memberikan pedoman kepada Anda.
“DO NOT TOUCH PATIENT! ANALYZING RHYTHM.”
(JANGAN SENTUH PASIEN! SEDANG MENGANALISA
RITME)

b) Jika ritme yang dapat dikejutkan terdeteksi, ikutilah petunjuk


berikut:
“SHOCK ADVISED CHARGING.” (KEJUTAN YANG
DIANJURKAN SEDANG DIISI)
“CHARGING” (PENGISIAN)
“STAND CLEAR! PUSH FLASHING BUTTON TO DELIVER
SHOCK.”
(JAUHI DIRI! TEKAN TOMBOL BERKELIP UNTUK
MEMBERIKAN KEJUTAN)

19
c) Jika ritme pasien berubah menjadi ritme yang tidak dapat
dikejutkan sebelum kejutan diberikan, AED akan memberi
tahu bahwa ritme telah berubah dan memberikan pesan
“RHYTHM CHANGED, SHOCK CANCELLED.” (RITME
BERUBAH, KEJUTAN DIBATALKAN)
d) AED akan membatalkan isian dan meminta pemakai untuk
memulai CPR.
4) Langkah 4 : CPR
a) Sewaktu diarahkan, mulai CPR
b) Berikan 30 kompresi diikuti dengan 2 embusan
c) Di akhir waktu CPR, pesan suara akan mengarahkan Anda
untuk mengulangi langkah 3 dan 4 jika perlu
d) Jika tindakan sudah selesai dilakukan, posisikan korban
senyaman mungkin sampai petugas kesehatan datang
(Ramadhani, 2013).

D. AUTOMATIC INFLANTABLE CARDIAC DEFIBRILATOR


1. Definisi

20
Defibrillator cardioverter implan (ICD) adalah alat yang
ditempatkan secara subkutan atau submusculer, dengan petunjuk yang
diposisikan di dalam jantung (atau yang terbaru secara subkutan)
(Arrhytmia Essetials (Second Edition), 2017).
Defibrilator cardioverter defibrilator otomatis (AICD) adalah
perawatan yang paling efektif untuk orang-orang dengan VT atau
ventricular fibrilation yang mengancam nyawa (Buku Teks Brocklehurst
tentang Geriatrik Kedokteran dan Gerontologi (Edisi Ketujuh), 2010)

2. Fungsi AICD
Implantable Cardiac Defibrilator (ICD) adalah alat yang
digunakan untuk mendeteksi detak jantung yang cepat dan memberikan
kejut listrik untuk menyelamatkan jiwa dan untuk memperbaiki ritme
jantung. Seseorang yang menggunakan ICD memiliki peralatan
paramedik yang di bahunya, selalu melihat dan siap memberi jantung
denyutan, seperti yang terlihat di banyak rumah sakit dan acara televisi
tentang penanganan kegawat daruratan (Heart Rhythm Society, 2018)

3. Cara Kerja AICD


ICD adalah alat yang berukuran seukuran kartu nama dan paling
sering di tanamkan di bawah tulang selangka di bawah kulit. Tipe
defibrillator yang berbeda dapat ditempatkan di sepanjang sisi kiri

pasien. Seperti alat pacu


jantung, ICD berisi generator berisi computer, baterai, dan kabel yang
disebut lead yang biasanya masuk melalui pembuluh darah ke jantung.

21
Para lead tetap berhubungan dengan otot jantung di satu ujung, sementara
ujung lainnya terhubung ke generator. Baterai di generator berlangsung 5
– 8 tahun dan harus diganti saat habis (Heart Rhythm Society, 2018)
ICD sudah deprogram untuk merekam sinyal dari jantung. ICD
bisa diajak berkomunikasi dengan alat yang memberi informasi kepada
dokter tentang ritme jantung seseorang dan keseluruhan kondisi ICD.
Tindak lanjut ini sangat penting untuk memastikan ICD bekerja untuk
setiap pasien. Saat ini, hampir semua ICD juga bertindak sebagai alat
pacu jantung dan dapat mencegah irama jantung lambat juga. Sinyal
diam dari ICD tidak dirasakan oleh pasien, namun sinyal kejutan yang
disampaikan oleh ICD telah digambarkan sebagai’tendangan didada’.
Pengobatan atau perawatan lainnya dapat diberikan untuk mengurangi
rasa sakit akibat guncangan ICD (Heart Rhythm Society, 2018)
Orang dengan kerusakan otot jantung atau gagal jantung memiliki
kesempatan lebih besar untuk memiliki ritme jantung yang sangat cepat.
ICD sering direkomendasikan untuk orang yang memiliki masalah ini
meski mereka belum memiliki irama jantung yang abnormal. ICD juga
direkomendasikan untuk pasien yang telah mengalami dan pulih dari
irama jantung yang cepat dan berbahaya, karena sering kali terulang pada
individu tersebut. ICD tidak mencegah serangan jantung, yang
disebabkan oleh penyumbatan di arteri jantung, tapi lakukan perawatan
irama abnormal yang terkadang dikaitkan dengan serangan jantung. ICD
tidak membuat orang hidup selamanya. Orang dengan ICD sering
meninggal karena sebab selain masalah irama jantung (Heart Rhythm
Society 2018)

4. Komplikasi
Komplikasi yang timbul segera setelah penempatan AICD
menurut Steven W. et al dalam Pengobatan Darurat Darurat, 2007 yaitu:
a. Infeksi luka lokal
b. Selter
c. Bakteremia
d. Tromboflebitis akut
e. Trombosis kronis pada sistem vena subklavia atau vena jugularis.

E. PACEMAKER
1. Konsep Pacemaker

22
Pacemaker adalah alat kecil yang ditempatkan di dada atau perut
untuk membantu mengendalikan irama jantung yang tidak normal.
Perangkat ini menggunakan pulsa listrik untuk mendorong jantung berdetak
pada tingkat normal. Pacemaker digunakan untuk mengobati aritmia (ah-
RITH-me-ahs). Aritmia adalah masalah dengan laju atau irama detak
jantung. Selama aritmia, jantung bisa berdetak terlalu cepat, terlalu lambat,
atau dengan irama yang tidak teratur.
Detak jantung yang terlalu cepat disebut takikardia dan detak jantung
yang terlalu lambat disebut bradikardia. Selama aritmia, jantung mungkin
tidak dapat memompa cukup darah ke tubuh. Ini bisa menyebabkan gejala
seperti kelelahan, sesak napas, atau pingsan. Aritmia yang parah dapat
merusak organ vital tubuh dan bahkan dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran atau kematian. Pacemaker dapat meredakan beberapa gejala
aritmia, seperti kelelahan dan pingsan. pacemaker juga dapat membantu
seseorang yang memiliki irama jantung abnormal melanjutkan gaya hidup
yang lebih aktif.

2. Prinsip Pacemaker
Sinyal listrik yang salah di jantung menyebabkan aritmia. Pacemaker
menggunakan pulsa listrik berenergi rendah untuk mengatasi pensinyalan
listrik yang salah ini. Pacemaker dapat:
a. Mempercepat ritme jantung yang lambat.
b. Membantu mengendalikan irama jantung yang abnormal atau cepat.
c. Memastikan ventrikel berkontraksi secara normal jika atrium bergetar
alih-alih berdetak dengan irama normal (suatu kondisi yang disebut
fibrilasi atrium).
d. Mengkoordinasikan pensinyalan listrik antara ruang jantung bagian atas
dan bawah.

23
e. Mengkoordinasikan pensinyalan listrik antara ventrikel. Pacemaker yang
melakukan ini disebut perangkat terapi sinkronisasi jantung (CRT).
Perangkat CRT digunakan untuk mengobati gagal jantung.
f. Mencegah aritmia berbahaya yang disebabkan oleh kelainan yang disebut
sindrom QT panjang.
Pacemaker juga dapat memantau dan merekam aktivitas listrik dan
irama jantung Anda. Pacemaker yang lebih baru dapat memonitor suhu
darah, laju pernapasan, dan faktor lainnya. Mereka juga dapat menyesuaikan
detak jantung dengan perubahan dalam aktivitas.
Pacemaker bisa bersifat sementara atau permanen. Pacemaker
sementara digunakan untuk mengobati masalah jantung jangka pendek,
seperti detak jantung yang lambat yang disebabkan oleh serangan jantung,
operasi jantung, atau overdosis obat-obatan.
Pacemaker sementara juga digunakan selama keadaan darurat.
Mereka mungkin digunakan sampai dokter dapat menanamkan alat pacu
jantung permanen atau sampai kondisi sementara hilang.

3. Indikasi Pemasangan Pacemaker


Dokter merekomendasikan pacemaker karena berbagai alasan. Alasan
paling umum adalah bradikardia dan penyumbatan jantung. Bradikardia
adalah detak jantung yang lebih lambat dari biasanya. Blok jantung adalah
gangguan yang terjadi jika sinyal listrik melambat atau terganggu ketika
bergerak melalui jantung.
Penyumbatan jantung dapat terjadi akibat penuaan, kerusakan jantung
akibat serangan jantung, atau kondisi lain yang mengganggu aktivitas listrik
jantung. Beberapa gangguan saraf dan otot juga dapat menyebabkan
penyumbatan jantung, termasuk distrofi otot.
Dokter juga dapat merekomendasikan pacemaker jika:
a. Penuaan atau penyakit jantung merusak kemampuan simpul sinus untuk
mengatur kecepatan yang tepat untuk detak jantung. Kerusakan seperti
itu dapat menyebabkan detak jantung lebih lambat dari biasanya atau
jeda lama di antara detak jantung. Kerusakan juga dapat menyebabkan
jantung beralih antara ritme lambat dan cepat. Kondisi ini disebut
sindrom sinus sakit.

24
b. Telah menjalani prosedur medis untuk mengobati aritmia yang disebut
fibrilasi atrium. Pacemaker dapat membantu mengatur detak jantung
setelah prosedur.
c. Perlu minum obat jantung tertentu, seperti beta blocker. Obat-obatan ini
dapat memperlambat detak jantung terlalu banyak.
d. Pingsan atau memiliki gejala lain detak jantung yang lambat. Sebagai
contoh, ini dapat terjadi jika arteri utama di leher yang memasok otak
dengan darah sensitif terhadap tekanan. Dengan cepat memutar leher
dapat menyebabkan jantung berdetak lebih lambat dari biasanya.
Akibatnya, otak mungkin tidak mendapatkan aliran darah yang cukup,
menyebabkan merasa pingsan atau pingsan.
e. Memiliki masalah otot jantung yang menyebabkan sinyal listrik berjalan
terlalu lambat melalui otot jantung. Pacemaker mungkin menyediakan
terapi sinkronisasi jantung (CRT) untuk masalah ini. Perangkat CRT
mengkoordinasikan pensinyalan listrik antara ruang bawah jantung.
f. Memiliki sindrom QT panjang, yang menempatkan pada risiko aritmia
berbahaya.
Dokter juga dapat merekomendasikan pacemaker untuk orang-orang
yang memiliki jenis penyakit jantung bawaan tertentu atau untuk orang-
orang yang memiliki transplantasi jantung. Anak-anak, remaja, dan orang
dewasa dapat menggunakan alat pacu jantung. Sebelum merekomendasikan
alat pacu jantung, dokter akan mempertimbangkan gejala aritmia yang
dimiliki, seperti pusing, pingsan yang tidak dapat dijelaskan, atau napas
pendek. Ia juga akan mempertimbangkan apakah memiliki riwayat penyakit
jantung, obat apa yang sedang dikonsumsi, dan hasil tes jantung.

4. Cara Kerja Pacemaker


Pacemaker terdiri dari baterai, generator yang terkomputerisasi, dan
kabel dengan sensor di ujungnya. (Sensor disebut elektroda.) Daya baterai
generator, dan keduanya dikelilingi oleh kotak logam tipis. Kabel
menghubungkan generator ke jantung. Pacemaker membantu memonitor
dan mengontrol detak jantung. Elektroda mendeteksi aktivitas listrik jantung
dan mengirim data melalui kabel ke komputer dalam generator. Jika ritme
jantung tidak normal, komputer akan mengarahkan generator untuk

25
mengirim pulsa listrik ke jantung. Denyut nadi bergerak melalui kabel untuk
mencapai hati.
Pacemaker yang lebih baru dapat memonitor suhu darah, pernapasan,
dan faktor lainnya. Mereka juga dapat menyesuaikan detak jantung dengan
perubahan dalam aktivitas. Komputer pacemaker juga merekam aktivitas
listrik dan irama jantung. Dokter akan menggunakan rekaman ini untuk
menyesuaikan alat pacu jantung sehingga bekerja lebih baik untuk. Dokter
dapat memprogram komputer alat pacu jantung dengan perangkat eksternal.
Ia tidak harus menggunakan jarum atau melakukan kontak langsung dengan
alat pacu jantung.
Pacemaker memiliki 1-3 kabel yang masing-masing ditempatkan di
ruang jantung yang berbeda. Kabel dalam alat pacu jantung satu kamar
biasanya membawa pulsa dari generator ke ventrikel kanan (ruang kanan
bawah jantung). Kabel pada pacemaker dua ruang membawa pulsa dari
generator ke atrium kanan (ruang kanan atas jantung) dan ventrikel kanan.
Denyut nadi membantu mengoordinasikan waktu kontraksi kedua kamar ini.
Kabel dalam pacemaker biventrikular membawa pulsa dari generator ke
atrium dan kedua ventrikel. Denyut nadi membantu mengoordinasikan
pensinyalan listrik antara kedua ventrikel. Pacemaker jenis ini juga disebut

alat terapi sinkronisasi jantung (CRT).

Penampang Dada dengan Pacemaker

26
Gambar menunjukkan penampang dada dengan pacemaker. Gambar
menunjukkan lokasi dan ukuran umum pacemaker timbal-ganda, atau dua-
ruang, di dada bagian atas. Kabel dengan elektroda dimasukkan ke dalam
atrium kanan jantung dan ventrikel melalui vena di dada bagian atas,
elektroda yang merangsang otot jantung secara elektrik dan lokasi dan
ukuran umum pacemaker timbal tunggal, atau bilik tunggal, di dada bagian
atas.
Jenis-Jenis Pemrograman pacemaker ada dua jenis pemrograman
utama yaitu pemacu permintaan dan pemacu tingkat responsif. Pacemaker
permintaan memonitor ritme jantung. Ini hanya mengirimkan denyut listrik
ke jantung jika jantung berdetak terlalu lambat atau jika itu melambat.
Pacemaker yang responsif terhadap kecepatan akan mempercepat atau
memperlambat detak jantung tergantung pada seberapa aktif. Untuk
melakukan ini, perangkat memonitor laju simpul sinus, pernapasan, suhu
darah, dan faktor-faktor lain untuk menentukan tingkat aktivitas. Dokter
akan membantu untuk memutuskan jenis pacemaker mana yang terbaik.

5. Prosedur Pemasangan Pacemaker


Menempatkan pacemaker membutuhkan operasi kecil. Operasi
biasanya dilakukan di rumah sakit atau laboratorium perawatan jantung
khusus. Sebelum operasi, saluran intravena (IV) akan dimasukkan ke salah

27
satu pembuluh darah. Pasien akan menerima obat melalui jalur IV untuk
membantu agar rileks. Obatnya juga bisa membuatmu mengantuk. Dokter
akan membuat mati rasa di area di mana ia akan menempatkan alat pacu
jantung sehingga pasien tidak merasakan sakit. Dokter juga mungkin
memberi antibiotik untuk mencegah infeksi.
Pertama, dokter akan memasukkan jarum ke dalam vena besar,
biasanya di dekat bahu berlawanan dengan tangan dominan. Dokter
kemudian akan menggunakan jarum untuk memasukkan kabel pacemaker
ke dalam pembuluh darah dan untuk menempatkannya dengan benar di
jantung pasien. "Film" x-ray dari kawat saat melewati pembuluh darah dan
masuk ke jantung akan membantu dokter menempatkannya. Setelah kabel
terpasang, dokter akan membuat sayatan kecil di kulit dada atau perut.
Dokter akan menyelipkan kotak logam kecil pacemaker melalui luka,
letakkan tepat di bawah kulit, dan hubungkan ke kabel yang mengarah ke
jantung. Kotak berisi baterai dan generator pacemaker. Setelah pacemaker
dipasang, dokter akan mengujinya untuk memastikan alat itu berfungsi
dengan baik. Ia kemudian akan memotong luka. Seluruh operasi memakan
waktu beberapa jam.

6. Penatalaksanaan post operasi pacemaker


Biasanya dokter menyarankan untuk dirawat di rumah sakit
semalaman sehingga tim perawatan kesehatan dapat memeriksa detak
jantung dan memastikan pacemaker bekerja dengan baik. Pasien mungkin
harus mengatur tumpangan ke dan dari rumah sakit karena dokter mungkin
tidak ingin pasien menyetir sendiri.
Selama beberapa hari hingga beberapa minggu setelah operasi, pasien
mungkin merasakan sakit, bengkak, atau nyeri di daerah tempat pacemaker
diletakkan. Rasa sakit biasanya ringan; obat-obatan yang dijual bebas
seringkali dapat meringankannya. Bicaralah dengan dokter sebelum
mengonsumsi obat nyeri. Dokter mungkin meminta untuk menghindari
aktivitas berat dan mengangkat berat selama sekitar satu bulan setelah
operasi alat pacu jantung. Kebanyakan orang kembali ke aktivitas normal
mereka dalam beberapa hari setelah operasi.

7. Resiko Operasi Pemasangan Pacemaker

28
Operasi alat pacu jantung umumnya aman. Jika masalah memang
terjadi, mereka mungkin termasuk:
a. Pembengkakan, pendarahan, memar, atau infeksi di area tempat alat pacu
jantung diletakkan
b. Pembuluh darah atau kerusakan saraf
c. Kerusakan paru-paru
d. Reaksi buruk terhadap obat yang digunakan selama prosedur

8. Cara Perawatan Pacemaker


Setelah memiliki alat pacu jantung, Anda harus menghindari kontak
dekat atau berkepanjangan dengan perangkat listrik atau perangkat yang
memiliki medan magnet kuat. Perangkat yang dapat mengganggu
pacemaker termasuk:
a. Ponsel dan pemutar MP3 (misalnya, iPod)
b. Peralatan rumah tangga, seperti oven microwave
c. Kabel tegangan tinggi
d. Pendeteksi logam
e. Tukang las industry
f. Generator listrik
Perangkat ini dapat mengganggu sinyal listrik alat pacu jantung pasien
dan menghentikannya agar tidak berfungsi dengan benar. Pasien mungkin
tidak dapat mengetahui apakah pacemaker telah terpengaruh atau tidak.
Seberapa besar kemungkinan perangkat mengganggu pacemaker pasien
tergantung pada berapa lama pasien terpapar dan seberapa dekat alat itu
dengan pacemaker pasien.
Agar aman, beberapa ahli menyarankan untuk tidak memasukkan
ponsel atau pemutar MP3 ke dalam saku baju di atas pacemaker pasien (jika
perangkat dihidupkan). Pasien mungkin ingin memegang ponsel di dekat
telinga yang berlawanan dengan situs tempat pacemaker pasien ditanam.
Jika pasien mengikatkan pemutar MP3 ke lengan pasien saat
mendengarkannya, letakkan di lengan yang lebih jauh dari pacemaker
pasien.
Pasien masih dapat menggunakan peralatan rumah tangga, tetapi
hindari paparan yang dekat dan berkepanjangan, karena dapat mengganggu
pacemaker pasien. Pasien dapat berjalan melalui detektor logam sistem
keamanan dengan kecepatan normal. Staf keamanan dapat memeriksa
pasien dengan tongkat detektor logam selama itu tidak ditahan terlalu lama
di atas situs pacemaker. Pasien harus menghindari duduk atau berdiri dekat

29
dengan detektor logam sistem keamanan. Beri tahu staf keamanan jika
memiliki pacemaker.
Juga, tinggal setidaknya 2 kaki dari tukang las industri dan generator
listrik. Beberapa prosedur medis dapat mengganggu pacemaker. Prosedur-
prosedur ini meliputi:
a. Pencitraan resonansi magnetik, atau MRI
b. Lithotripsy gelombang kejut untuk menyingkirkan batu ginjal
c. Elektrokauterisasi untuk menghentikan pendarahan selama operasi
Biarkan semua dokter, dokter gigi, dan teknisi medis tahu bahwa
pasien memiliki pacemaker. Dokter dapat memberi kartu yang menyatakan
pacemaker jenis apa yang pasien miliki. Bawa kartu ini di dompet dimana
pasien mungkin ingin mengenakan gelang atau kalung ID medis yang
menyatakan bahwa pasien memiliki pacemaker.
Dokter akan memeriksa pacemaker pasien secara teratur (sekitar
setiap 3 bulan). Seiring waktu, pacemaker dapat berhenti bekerja dengan
baik karena:
a. Kabelnya copot atau patah
b. Baterainya lemah atau gagal
c. Penyakit jantung pasien bertambah parah
d. Perangkat lain telah mengganggu pensinyalan listriknya
Untuk memeriksa pacemaker, dokter mungkin meminta pasien datang
untuk kunjungan beberapa kali setahun. Beberapa fungsi pacemaker dapat
diperiksa dari jarak jauh menggunakan telepon atau Internet.
Dokter mungkin juga meminta pasien menjalani EKG (elektrokardiogram)
untuk memeriksa perubahan aktivitas listrik jantung pasien.
Baterai pacemaker berlangsung antara 5 dan 15 tahun (rata-rata 6
hingga 7 tahun), tergantung pada seberapa aktif alat pacu jantung tersebut.
Dokter akan mengganti generator bersama dengan baterai sebelum baterai
mulai habis. Mengganti generator dan baterai adalah operasi yang kurang
terlibat daripada operasi asli untuk menanamkan pacemaker. Kabel
pacemaker juga mungkin perlu diganti pada akhirnya. Dokter dapat
memberi tahu pasien apakah pacemaker atau kabelnya perlu diganti ketika
pasien melihatnya untuk kunjungan lanjutan.

30
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Defibrilasi adalah tindakan pengobatan dengan memakai aliran secara
asinkron. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan VF atau VT tanpa nadi.
Energi yang di perlukan dimulai dari 200, 300, 360 joule.
Synchronized Cardioversion adalah shock/kejut listrik dengan energy
rendah yang menggunakan sebuah sensor untuk menghantarkan listrik yang
sudah disinkronkan dengan puncak kompleks QRS (titik tertinggi dari
gelombang R).
AED (Automated External Defibrilator) adalah defibrilator yang
menggunakan system computer yang dapat menganalisa irama jantung,
mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu memberikan petunjuk bagi
penolong dengan memberikan petunjuk secara visual untuk peletakan
elektroda.
AICD (Automatic Inflantable Cardiac Defibrilator) merupakan alat
yang ditanam dengan cara serupa seperti alat pacu jantung. Ukurannya
sebesar pager dan memiliki beberapa fungsi. Ini memonitor irama jantung

31
Anda secara terus menerus dan meningkatkan detak jantung jika terlalu
lambat.
Pacemaker adalah alat kecil yang ditempatkan di dada atau perut
untuk membantu mengendalikan irama jantung yang tidak normal.
Perangkat ini menggunakan pulsa listrik untuk mendorong jantung berdetak
pada tingkat normal. Pacemaker digunakan untuk mengobati aritmia (ah-
RITH-me-ahs). Aritmia adalah masalah dengan laju atau irama detak
jantung. Selama aritmia, jantung bisa berdetak terlalu cepat, terlalu lambat,
atau dengan irama yang tidak teratur.

B. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan
tentang konsep Defibrilasi, Synchronized Cardioversion, AED (Automated
External Defibrilator), Automatic Inflantable Cardiac Defibrilator (AICD),
dan Pacemaker.

32
DAFTAR PUSTAKA

ACLS Certification Institute. 2014. Synchronized and Unsynchronized


Cardioversion. ACLS Certification Institute. (diakses dari https://acls-
algorithms.com/synchronized-and-unsynchronized-cardioversion/)

American Heart Association (AHA). (2015). Untuk Cardiopulmonary


Resuscitation (CPR) and Emergency Cardioaskular Care (ECC).

American Heart Association (AHA). 2010.

Dewi. 2015. AED Automatic External Defibrillator.


https://skydewi.wordpress.com/2015/08/31/aed-automated-external-
defibrilator/. Diakses tanggal 11 Maret 2018 pukul 20.00 WITA

Goldberger, Z. D., Chan, P. S., Berg, R. A. Duration of Resuscitation Efforts and


Survival After in-hospital Cardiac Arrest: an Observational Study, 2012.
380.

Hasnul, M, Najirman, Yanwirasti. Karakteristik Pasien Penyakit Jantung Rematik


Yang Dirawat Inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 2015. 4 (3). 894-900

Heart Rhythm Society, 2018. Implantable Cardioverter Defibrillator.


https://www.hrsonline.org/patient-resources/treatment/implantable-
cardioverter-defibrillator diakses tanggal 11 Maret 2018 pukul 20.00
WITA.

Lenjeni, B., Pallas, K., Hyseni, K., Karemani, N., Bunjaku, I., Zaimi, L, et al
(2014). Cardiac Arrest – Cardiopulmonary Resuscitation. Gen med (Los
Angel). V. 2 I.2

Maryuani. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan. Jakarta: Trans Info Media.

Mayo Clinic. 2018. Cardioversion. Mayo Foundation for Medical Education and
Research. (diakses dari https://www.mayoclinic.org/tests-
procedures/cardioversion/about/pac-20385123)

Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Permenkes No. 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.

33
Ramadhani, Ria. 2013. Cara Pengoperasian AED (Automatic External
Defibrillator). https://riaramadhani85.files.wordpress.com/2013/06/cara-
pengoperasian-aed.ppt. Diakses tanggal 11 Maret 2018 pukul 20.00 WITA.
Shah, Sandy N. 2016. Defibrillation and Cardioversion. Medscape. (diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/80564-overview#a3)

Sciammarella, Joseph C. 2017. Cardioversion, Synchronized Electrical. National


Center for Biotechnology Information, United States. (diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482173/)

Suharsono, T & Ningsih, D. (2012). Penatalaksanaan Henti Jantung Di Luar


Rumah Sakit. Malang : UMM Press.

Terry,.J,. Laurie,. Shuster, Michael., Donnino., Michael; Sinz., Elizabeth., J, Eric


et al. Part 12: Cardiac Arrest in Special Situations, 2010. S829–S861

https://www.scribd.com/doc/50746836/defibrilator. Diakses pada 13 Maret 2018


pukul 10.45 Wita.

https://www.google.co.id/amp/s/biomitramandiri.wordpress.com/2016/01/30/perb
edaan-defibrillator-yang-monofasik-dan-bifasik/amp/. Diakses pada 13
Maret 2018 pukul 10.45 Wita.
https://www.medicinenet.com/pacemaker/article.htm diakses pada tanggal 28
Februari 2019 pukul 18.00 Wita
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/pacemakers diakses pada tanggal 28
Februari 2019 pukul 18.00 Wita

34

Anda mungkin juga menyukai