Anda di halaman 1dari 83

Daftar Singkatan

DEO
BHD
BHJL

CD
DD
EKG

ETT

IMA
IO

LBBB

LMA
NSTEMI
OPA
PCI
PJK

PVC
PSVT
RJP

ROSC
RBBB

SKA
SL

STEMI
VF

VT
VES

Defibrilator Eksternal Otomatis


Bantuan Hidup Dasar
Bantuan Hidup Jantung Lanjut

/ Automated

Compact Disc
Diagnosis Diferensial
Elektrokardiogram
Endotracheal Tube
Infark miokard akut
Intraoseus
Intravenous
Left Bundle Branch Block
Laryngeal Mask Airway
Non-ST Elevation Myocardial Infarction
Oropharyngeal Airway
Percutaneus Coronary Intervention
Penyakit Jantung Koroner
Prematu re Ventricular Complexes
Paroxysmal Su praventricular Tachycardia
Resusitasi Jantung Paru
Return of Spontaneous Circulation
Right Bundle Branch Block
Sindroma Koroner Akut
Sublingual
ST Elevation Myocardial Infarction
Ventricu lar Fibri lation
I

Ventricu lar Tachycardia


Ventricular Extra Systole

External Defibril lator (AED)

Daftar lsi

Bab

1. Bantuan Hidup

Dasar-

Bab 2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi, Kardiovaskular dan


Serebrovaskular

Bab

3.

Pengenalan Irama pada EKG

Bab

4.

Survei Primer Bantuan Hidup Dasar

Bab

5. Sindroma Koroner Akut-

L4

4L

Dewasa
Bab 7. Bantuan Hidup Dasar pada AnakBab

6.

Bantuan Hidup Dasar pada

Bab

8.

Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing

Bab

9.

Henti

Jantung -

45
56

Bab 10. Resusitasi pada kondisi-kondisi

32

60
65

khusus

71.

BAB I
BANTUAN HIDUP DASAR

A.

Pendahuluan

Penyakitjantung dan pembuluh darah sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian

nomor satu di dunia. Diperkirakan akan semakin banyak orang yang meninggal karena
penyakit jantung dan pembuluh darah dibandingkan dengan penyakit lainnya. Dari survei
yang dilakukan oleh Wortd Heolth Orgonization (WHO) pada tahun 2004, diperkirakan
sebanyak 17,L juta orang meninggal (29,!% darijumlah kematian total) karena penyakit
jantung dan pembuluh darah. Dari kematian1-7,1,juta orang tersebut diperkirakan 7,2 jula
kematian disebabkan oleh penyakitjantung koroner. Pada tahun 2030, WHO memperkirakan
akan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakitjantung dan pembuluh darah. Asia Tenggara
juga diprediksi merupakan daerah yang mengalami peningkatan tajam angka kematian
akibat penyakitjantung dan pembuluh darah.
Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering diketahui
dan bersifat fatal adalah kejadian hentijantung mendadak. Sampai saat ini kejadian henti

jantung mendadak merupakan penyebab kematian tertinggi di Amerika dan Kanada.


Walaupun angka insiden belum diketahui secara pasti, Pusat Pengendalian Pencegahan dan
Kontrol Penyakit Amerika Serikat memperkirakan sekitar 330.000 orang meninggal karena
penyakit jantung koroner di luar rumah sakit atau di ruang gawat darurat. 250.000 di
berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit
jantung sebesarT,2o/o, namun angka kejadian hentijantung mendadak belum didapatkan.

antaranya meninggal

di luar rumah sakit. Di Indonesia sendiri,

Sebagian besar kejadian henti jantung mendadak yang terdokumentasi memperlihatkan


irama ventriculor fibrittofion (VF). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, terutama
jika hentijantung mendadak tersebut disaksikan, maka tindakan Bantuan Hidup Dasar harus

secepatnya dilakukan. Berdasarkan penelitian, Bantuan Hidup Jantung Dasar akan


memberikan hasil yang paling baik jika dilakukan dalam waktu 5 menit pertama saat

penderita diketahui tidak sadarkan diri dengan menggunakan outomoted external


defibrittotor (AED). Pada umumnya waktu yang diperlukan setelah dilakukan permintaan
tolong awal dengan jarak antara sistem pelayanan kegawatdaruratan medis serta lokasi
kejadian akan memakan waktu lebih dari 5 menit, sehingga untuk mempertahankan angka
keberhasilan yang tinggi, tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar bergantung terhadap
pelatihan umum Bantuan Hidup Jantung Dasar terhadap kaum awam serta ketersediaan alat
AED sebagai fasilitas umum. Keberhasilan kejut jantung menggunakan defibrilator akan
menurun antara 7 - 10% per menit jika tidak dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
Sebagai konsekuensi, semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan kejut
jantung pertama kali, maka akan semakin kecil peluang keberhasilan tindakan tersebut.
Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan layanan kesehatan dasaryang dilakukan

terhadap penderita yang menderita penyakit yang mengancam jiwa sampai penderita
tersebut mendapat pelayanan kesehatan secara paripurna. Tindakan Bantuan Hidup Jantung
Dasar umumnya dilakukan oleh paramedis, namun di negara-negara maju sepertiAmerika
Serikat, Kanada serta Inggris dapat dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapatkan

pelatihan sebelumnya. Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar secara garis besar
dikondisikan untuk keadaan di luar rumah sakit sebelum mendapat perawatan lebih lanjut,
sehingga tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar dapat dilakukan di luar rumah sakit tanpa
menggunakan peralatan medis.
Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar bukan merupakan satu jenis keterampilan tindakan
tunggal semata, melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara pengamatan serta
intervensi yang dilakukan dalam pertolongan. Keberhasilan pertolongan yang dilakukan
ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal Bantuan Hidup Jantung Dasar.
Para ahli berpikir bagaimana cara untuk melakukan suatu tindakan Bantuan Hidup Jantung
Dasar yang efektif serta melatih sebanyak mungkin orang awam dan paramedis yang dapat
melakukan tindakan tersebut secara baik dan benar. Oleh karena itu pula, hampir rata-rata di
setiap negara maju memilikistandartindakan Bantuan HidupJantung Dasar masing-masing.
Secara umum, pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam tindakan Bantuan Hidup
Jantung Dasar merupakan satu rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan
hidup (chain of survival), yang akan dibahas lebih lanjut.

Gambar. 1. 1. Rantai Kelangsungan Hidup dalam Bantuan Hidup Jantung Dasar:


Cakupan yang dipelajari dalam pelatihan Bantuan Hidup Jantung Dasar

1.

Mengetahui peran utama petugas kesehatan di masyarakat dalam menangani


kasus-kasus kegawatdaruratan kardiovaskular serta pentingnya rantai
kelangsungan hidup (chain of survival).

B.

2.

Tatalaksana pertolongan obstruksi jalan napas disebabkan benda asing.

3.

4.

Mempelajari teknik penggunaan outomoted externol defibrillotor (AED) pada


penderita ve ntricu lo r fibrillation (V F).
Mempelajari pertolongan pertama pada anak dan dewasa dalam kondisi-kondisi

5.

khusus (tenggelam, tersengat listrik, dll).


Faktor keamanan bagi penderita dan penolong saat pertolongan dilakukan.

Komponen Pelaksana Bantuan Hidup Jantung Dasar

Berdasarkan data statistik diAmerika Serikat, dari 330.000 penderita yang meninggal karena
penyakitjantung koroner;250.000 di antaranya terjadi di luar rumah sakit. Sehingga pada

praktek sehari-hari, kita mendapatkan dua komponen utama yang berperan sangat penting
untuk menjamin pelaksanaan Bantuan Hidup Jantung Dasar di luar rumah sakit. Kedua
komponen tersebut adalah kaum awam dan paramedik sebagai ujung tombak pelaksana
2
!

pelayanan Bantuan Hidup Jantung Dasar di masyarakat sebelum mendapatkan pelayanan


bantuan hidup lebih lanjut. Untuk menjaga mutu para pelaksana bantuan, baik dari kaum
awam atau paramedik, sudah pasti diperlukan satu pelatihan Bantuan Hidup Jantung Dasar
yang terinteg rasi dan komprehensif.

Mengingat pentingnya Bantuan Hidup Jantung Dasar dalam memperbaiki kelangsungan


hidup manusia, pelatihan Bantuan Jantung Hidup Dasar di beberapa negara maju sudah
diajarkan sejak pendidikan sekolah pada murid usia 10-12 tahun oleh guru sekolah yang
telah mendapat pelatihan awal dari tenaga medis yang kompeten dengan hasil yang baik
dan menggunakan metode standar.
Bantuan Jantung Hidup Dasar sebenarnya sudah sering didengar oleh masyarakat awam di
Indonesia dengan nama ResusitasiJantung Paru (RJP). Program pelatihannya bersifat sangat
bisa diajarkan ke masyarakat, terbuka, tidak memandang jenis kelamin atau umur. Pelatihan
program Bantuan Hidup Jantung Dasar mencakup faktor risiko penyakit jantung koronel

pencegahan primer serta mengetahui atau mengenali tanda-tanda orang yang sedang
terkena serangan jantung. Lebih diharapkan lagijika peserta juga benar-benar mengetahui
bahwa penyakit jantung koroner, stroke serta beberapa penyakit pengerasan pembuluh
darah berkaitan dengan perilaku hidup yang tidak sehat seperti pola nutrisi, merokok, stres
serta aktivitas fisik yang rendah.

Dalam melaksanakan Bantuan Hidup Jantung Dasar kita mengenal istilah penolong utama
(emergency first responder) antara lain polisi, petugas pemadam kebakaran serta petugas

keamanan lainnya. Jikalau memungkinkan, mereka diberikan pelatihan supaya mampu


menolong orang dewasa maupun anak, serta mampu mengoperasikan AED. Selain itu,
program pelatihan Bantuan Hidup Jantung Dasar dapat diberikan kepada pengelola tempat
kerja dengan risiko tinggi atau terhadap keluarga yang memiliki risiko tinggi terkena
serangan jantung (misalnya penderita dengan penyakitjantung dan aritmia berbahaya).

C.

Pelayanan Kegawatdaruratan Kardiovaskular (PKDK) lEmergency Cardiovascular


Care

Dalam pelayanan terhadap penderita penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular; sistem


pelayanan kegawatdaruratan kardiovaskular merupakan satu sistem yang digunakan untuk
pengenalan tanda-tanda terkena serangan jantung dan stroke, cara mengaktifkan sistem
layanan gawat darurat, mencegah komplikasi, resusitasijantung paru sesegera mungkin dan
penggunaan AED pada penderita hentijantung serta sesegera mungkin merujuk penderita
yang sudah stabil ke rumah sakit dengan fasilitas pelayanan kardiovaskular yang lebih
lengkap.

Terminologi pelayanan kardiovaskular yang dimaksud dalam pelayanan kegawatdaruratan


kardiovaskularjuga mencakup kasus-kasus mengancam jiwa, sepertiobstruksibenda asing,
tenggelam, tersengat listrik, trauma, dan hipotermia. Pertolongan juga mencakup neonatus
dan pediatrik. Namun pada pediatrik atau neonatus, penyakit primer biasanya bukan terletak
padajantung atau otak.

Transportasi kegawatdaruratan tanpa usaha mempertahankan kehidupan tidak termasuk


pelayanan kegawatdaruratan kardiovaskular (emergency cardiovasculor care), meskipun kita
sudah mengetahui bahwa transportasi merupakan faktor yang penting bagi pelayanan
kegawatdaruratan.

D.

Bantuan Hidup Dasar

Dalam melakukan pelayanan kegawatdaruratan, kita memperhatikan dua komponen utama,

yaitu komponen Bantuan Hidup Jantung Dasar serta komponen Bantuan Hidup Jantung
Lanjut sebagai pelengkap jika Bantuan Hidup Jantung Dasar berhasil dilakukan.
Bantuan Hidup Jantung Dasar umumnya tidak menggunakan obat-obatan dan dapat
dilakukan dengan baik setelah melalui pelatihan singkat. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan di bidang kedokteran, maka pedoman Bantuan Hidup Jantung Dasar yang
sekarang dilaksanakan telah mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya. Bulan
Oktober 20!0, Americon Heort Association (AHA) mengeluarkan pedoman baru Bantuan
Hidup Dasar dewasa. Dalam Bantuan Hidup Dasar ini, terdapat beberapa perubahan sangat
mendasar dan berbeda dengan panduan Bantuan Hidup Dasar yang telah dikenal
sebelumnya, seperti:
Pengenalan kondisi hentijantung mendadak segera berdasarkan penilaian respons
penderita dan tidak adanya napas.
Perintah "Look, Listen and Feel" dihilangkan darialgoritma Bantuan Hidup Dasar.
Penekanan bantuan kompresi dada yang berkelanjutan dalam melakukan resusitasi
jantung paru oleh tenaga yang tidakterlatih.

1.

2.
3.

4.

Perubahan urutan pertolongan Bantuan Hidup Dasar dengan mendahulukan


kompresi sebelum melakukan pertolongan bantuan napas (CAB dibandingkan
dengan ABC).

5.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang efektif dilakukan sampai didapatkan kembalinya

6.
7.

sirkulasi spontan atau peng hentian upaya resusitasi.


Peningkatan fokus metode untuk meningkatkan kualitas
Penyederhanaan algoritme Bantuan Hidup Dasar.

RJP

yang lebih baik.

Komponen yang harus dikuasai sebelum melakukan Bantuan Hidup Jantung Dasar adalah
pengetahuan untuk menilai keadaan penderita, teknik penilaian pernapasan yang baik serta
pemberian ventilasi buatan yang baik dan benaI dilanjutkan dengan teknik kompresi dada
yang baik dan frekuensi kompresi yang adekuat, serta penggunaan AED jika memang

tersedia. Selain komponen pengetahuan serta teknik yang telah disebutkan di atas,
penolong pertama yang melakukan Bantuan Hidup Jantung Dasar juga harus menguasai
teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksijalan napas.
Apabila kita dapat melakukan Bantuan Hidup Jantung Dasar dengan baik dan tepat, maka
kita dapat mengharapkan bahwa:
Hentijantung dapat dicegah dan perujukan dapat cepat dilaksanakan.
Fungsijantung paru dapat diperbaikidengan menggunakan AED dan kompresi.

1.
2.

3.

Otak dapat dijaga dengan baik karena suplai darah ke otak dapat terpelihara selama
dilakukan bantuan sampai bantuan lanjut tiba.

Dalam pelatihan ini, akan diajarkan Bantuan Hidup Dasar menggunakan rekomendasiyang
dikeluarkan oleh American Heort Associotion tahun 2010 yang dikenal dengan mengambil 3
rantai pertama dari 5 Rantai Kelangsungan Hidup.

E.

Rantai Kelangsungan Hidup

Berdasarkan pedoman terbaru yang direkomendasikan oleh Americon Heort Association,


Rantai Kelangsungan Hidup memiliki lima komponen utama yaitu :
1. Pengenalan kejadian hentijantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early
Access)

2.
3.
4.
5.

ResusitasiJantung Paru segera (Early CPR)


Defibrilasi segera (Eorly Defibrillotion)
Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang efektif (Effective ACLS)
Penanganan terintegrasi pascahentija nlung (lntegrated Post Cordiac Arrest Care)

Penelitian secara klinis dan epidemiologis membuktikan bahwa ketika Rantai Kelangsungan
Hidup dilaksanakan secara efektif maka peluang penderita fibrilasi ventrikel yang disaksikan
di luar rumah sakit dapat diselamatkan hingga 50%. Namun pelaksanaan sistem pelayanan
gawat darurat segera bagi penderita tidak sadarkan diri baik di luar maupun di dalam rumah
sakit sangat bergantung kepada kecepatan pelaksanaan Rantai Kelangsungan Hidup yang
saling terkait secara benar. Bila salah satu komponen tidak dilakukan secara bena[ maka
peluang keberhasilan untuk menyelamatkan penderita mengalami penurunan.

Rantai Pertama: Pengenalan Kejadian Henti Jantung dan Aktivasi Sistem Gawat
Darurat Segera
Pengenalan tanda-tanda kegawatan secara dini, seperti keluhan nyeri dada atau
kesulitan bernapas yang menyebabkan penderita mencari pertolongan atau penolong
menghubungi layanan gawat darurat memegang peranan awal yang penting dalam
rantai ini.

Apabila ditemukan kejadian hentijantung, maka lakukan halsebagai berikut:


1. Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem gawat darurat.
2. Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada orang dewasa
atau sekitar satu menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi dan anak.
Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantu ng.
Identifikasi tanda hentijantung atau henti napas.
Rantai Kedua: Resusitasi Jantung Paru Segera
Kompresi dada dilakukan segera jika penderita mengalami keadaan henti jantung.
Kompresi dada sendiri dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh

serta berirama

di setengah

bawah tulang dada. Tekanan

ini dilakukan

mengalirkan darah serta mengantarkan oksigen ke otak dan miokardium'

untuk

Pernapasan bantuan dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan cara


memberikan napas dalam waktu satu detik sesuai volume tidal dan diberikan 2 kali
setelah dilakukan 30 kali kompresidada.

Untuk kasus trauma, tenggelam dan overdosis pada dewasa atau anak, sebaiknya
penolong melakukan bantuan RJP selama l- menit sebelum menghubungisistem gawat
darurat.
Rantai Ketiga: Defibrilasi Segera
Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki angka kelangsungan hidup penderita.
Alatautomated externaldefibriLlotor(AED)jika digunakan oleh orang yang terlatih dapat
memperbaiki angka kelangsungan hidup di luar rumah sakit. Waktu antara penderita
kolaps dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis. Angka keberhasilan menurun
sebanyak 7-10% setiap menit keterlambatan penggunaan defibrillator.
Rantai Keempat Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang Efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh paramedis di tempat kejadian merupakan rantai penting
untuk keberhasilan manajemen hentijantung. Petugas ACLS membawa alat-alat untuk
membantu ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan stabilisasi penderita untuk
dirujuk ke rumah sakit.
ACLS memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan

1.

2.
3.

hentijantung:
Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkan manajemen lanjut

jalan napas, pemberian napas dan pemberian obat-obatan.


Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi.

Memberikan defibrilasi

jika terjadi vF, mencegah fibrilasi berulang, dan

menstabil kan penderita setelah resusitasi.

Rantai Kelima: Penanganan Terintegrasi Pascahenti Jantung


Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan oleh Arnerican Heart Associotion tahun 2010
mulai diperkenalkan kepentingan pelayanan sistematis dan penatalaksanaan
multispesialistik bagi penderita setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan
(Return Of Spontaneous Circulotion, ROSC).

F.

Kesimpulan

Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Bantuan Hidup Dasar
adalah pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP segera serta
defibrilasi segera.
Tindakan tersebut harus dilakukan oleh orang di sekitar yang paling dekat jika menyaksikan
seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak. Tidak seperti mitos yang sering kita dengar;
untuk kondisi penderita sepertidi atas, RJP merupakan tindakan yang tidak berbahaya. Lebih
berbahaya bagi penderita jika penolong tidak bertindak apa-apa.
Kualitas RJP harus kita perhatikan, kompresidada harus dikerjakan dengan baik melalui
6
L=__

menekan cepat dan kuat di bagian setengah bawah tulang dada. Petugas kesehatan
memegang peranan penting dalam perkembangan sistem pelayanan kegawatdaruratan
kardiovaskular (emergency cordiovasculor care system) serta pendidikan kepada masyarakat
dan tampilan Bantuan Hidup Dasar (performance of BLS) pada berbagai situasi klinis.

00000

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI,
KARDIOVASKU LAR DAN SEREBROVASKU LAR

A.

Pendahuluan

Pengenalan dan pemahaman yang baik terhadap anatomi serta fisiologi sistem respirasi,
kardiovaskular serta serebrovaskular akan membantu pelaksanaan secara optimal Bantuan

Hidup Dasar; baik untuk orang awam dan terlebih lagi untuk tenaga kesehatan. Dengan
mengetahui anatomi serta fisiologi, penolong dapat mengurangi efek samping yang dapat
terjadi saat pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar, baik untuk penolong maupun penderita.

B.

Sistem Respirasi

Anatomi sistem respirasi terbag i menjad i 4 komponen, yaitu:

1.
2.

3.
4.

Saluran napas sebagaitempat masuknya udara luar ke dalam tubuh manusia.

Alveoli, kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida


didalam paru-paru.
Komponenneuromuskular.
Komponen pembuluh darah:arteri, kapiler dan vena.

Nasopharyn;
Tongue

Trachea

---

Righl mrin
bronchus

Lung

Gambar 2. 1. Anatomi susunan respirasi (dikutip dari BCLS Health Care Provider, AHA 2005)

Saluran pernapasan terbagi menjadi dua; saluran napas atas dan saluran napas bawah.
Bagian atas terdiri dari hidung, mulut, faring dan laring. Bagian bawah terdiri dari trakea,
bronkus, bronkiolus dan berakhir di alveoli.
Komponen neuromuskular sistem respirasi meliputi pusat saraf di otak, batang otak serta
jaras-jaras saraf menuju otot diafragma, otot interkosta, serta otot bahu dan leher. Dinding
dada (toraks) terdiri dariL2 pasang tulang iga yang melekat divertebra; 10 pasang tulang iga
melekat disternum dan 2 pasang tulang iga tidak melekat ke sternum.
8

Alveoli yang dilapisi oleh selapis sel tipis dengan pembuluh darah kapiler di dalamnya adalah
ka ntu n g uda ra tem pat terjadi nya pertu ka ra n oksigen da n karbondioksida.

Arteri pulmonalis merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan, berisi darah
dengan kandungan oksigen rendah menuju alveoli paru. Setelah dilakukan pertukaran
oksigen dan karbondioksida di kapileri darah tersebut mengalir ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis dengan kandungan oksigen yang lebih tinggi untuk didistribusikan ke seluruh
tubuh.

C.

FisiologiSistemRespirasi

Sistem respirasi berfungsi membawa oksigen dari udara luar masuk ke dalam darah dan
membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Oksigen diperlukan sebagai bahan bakar
pada metabolisme tu buh.

Sistem kardiovaskular mendistribusikan darah baik dari paru ke seluruh tubuh atau
sebaliknya. Jika terjadi penurunan jumlah oksigen yang dibawa dalam darah atau
kemampuan darah mengikat oksigen, maka akan terjadi kerusakan jaringan karena
kekurangan oksigen. Untuk mempertahankan keseimbangan, tubuh mengubah sistem
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik dengan hasil samping adalah asam laktat. Jika
proses tersebut terjadi dalam jumlah besar akan terjadi asidosis metabolik.
Sebaliknya, jika sistem respirasi mengalami kegagalan, maka pengeluaran karbondioksida

dari dalam tubuh akan mengalami gangguan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan gas karbondioksida (hiperkarbia), sehingga darah menjadi asam
yang disebut asidosis respiratorik.

Dalam keadaan normal, kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah mengalami
kesetimbangan yang diatur oleh pusat pernapasan di otak. Karbondioksida juga berfungsi
sebagai stimulus primer pengaturan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

D.

Henti Napas dan Gangguan Sistem Respirasi

Konsekuensi gangguan sistem respirasi adalah gangguan distribusi oksigen yang adekuat ke

seluruh tubuh. Sebagai contoh, bila penderita mengalami henti napas, maka diperlukan
ventilasi bantuan dengan tekanan positif dari mulut ke mulut, mulut ke sungkup atau bag
mosk ventiLofion. Ventilasi dengan menggunakan tekanan positif dan suplemen oksigen
untuk membantu supaya asupan oksigen ke tubuh tetap adekuat.

E.

Henti NapasSentral

Pusat pernapasan di otak dipengaruhi oleh aliran darah serta kadar oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh. Keadaan tertentu seperti henti jantung, syok atau stroke
menyebabkan gangguan aliran darah ke otak. Pernapasan akan berhenti beberapa detik
setelah terjadi henti jantung. Penurunan suplai oksigen serta gangguan pengeluaran
okigen daritubuh yang disebabkan oleh sumbatan dijalan napas atau gangguan otot-otot

rangka pernapasan juga menyebabkan henti napas.

F.

Sumbatan Jalan Napas

Sumbatan jalan napas adalah tertutupnya jalan napas yang umumnya disebabkan oleh
benda asing yang menutupi jalan napas atau jatuhnya lidah dan epiglotis saat penderita
tertidur atau tidak sadarkan diri. Menurut data statistik di Amerika Serikat, kematian akibat
sumbatan jalan napas disebabkan benda asing sangat jarang terjadi (1,2 per 100.000
kematian), namun penanggulangan kasus-kasus sumbatan jalan napas disebabkan benda
asing perlu diketahui oleh masyarakat untuk keamanan di rumah, restoran atau tempattempat umum yang lain.

au,

Gambar 2.2. Sumbatan jalan napas karena lidah yang terjatuh ke belakang.

G.

SistemKardiovaskular

Anatomi Sistem Kardiovaskular


Sistem kardiovaskular meliputi jantung, arteri, vena dan kapiler. Jantung sebagai pompa
darah ke seluruh tubuh pada orang dewasa memiliki ukuran tidak lebih dari sekepal tangan
laki-laki dewasa. Jantung berada di pusat rongga dada, di atas diafragma, dikelilingi oleh
paru kiri dan kanan serta terlindung oleh tulang sternum.

Jantung memiliki beberapa ruang yang saling berhubungan dan dibungkus oleh selaput
yang kuat (perikard). Dinding ruang tersebut terdiri dari otot jantung (miokard). Perikardium
terbagi dua: perikardium parietal dan viseral. Kedua perikardium tersebut membentuk
rongga yang berisi cairan pelumas (cairan perikard) untuk mengurangi gesekan yang terjadi
a

kibat pergerakan ja ntu ng.

10

VantF,ava
ErrpcrE

At ri

Xrftpeuie
pah.mkii
VHra

nr*omab&ii

Gambar 2.3. Diagram ruang jantung

Ruang-ruang jantung terbagi menjadi

4 bagian: 2 ruang atrium dan 2 ruang ventrikel.


Jantung bagian kanan menerima darah yang mengandung banyak karbondioksida dari
seluruh tubuh yang akan dibawa ke paru untuk pertukaran gas di alveoli. Setelah terjadi
pertukaran, darah akan kembali ke jantung bagian kiri melalui vena pulmonalis menuju
atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri sebelum dipompakan ke seluruh tubuh.
Katup-katup jantung membatasi ruang-ruang atrium dengan ventrikel dan ventrikel dengan
pembuluh darah besar seperti aorta dan arteri pulmonalis. Katup-katup ini berguna untuk

mempertahankan supaya arah aliran darah tetap menuju distal dan tidak kembali ke
proksimal. Transportasi darah menuju ruang-ruang jantung menggunakan kontraksi otot
jantung, baik di atrium maupun ventrikel. Untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya,
otot jantung mendapat perdarahan dari arteri koroner. Arteri koroner terbagi menjadi dua
bagian besar; yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.

Arteri Koroner
Kiri Utama
Arteri
Sirkurnfleksia

Katup
Trikuspid

-\

Katup
Mitral

Arteri
Desenden Kiri

Gambar 2.4. Anatomi arteri koroner

11

H.

Fisiologi Jantung

Jantung berfungsi untuk memompa darah ke paru serta ke seluruh tubuh. Pembuluh darah
arteri dan vena berperan sebagai pipa penyaluran darah dari jantung. Pertukaran gas
karbondioksida serta oksigen dalam darah terjadi di alveoli dengan perantaraan pembuluh
darah kapiler.

Untuk pernapasan tingkat sel, pertukaran gas karbondioksida serta oksigen terjadi di
mitokondria secara terus-menerus, dan diteruskan ke dalam darah sebelum terjadi
pertukaran di alveolus.

Jantung itu memiliki fungsi sebagai pompa ganda. Pompa pertama jantung yaitu jantung

bagian kanan, menerima darah dari seluruh tubuh dengan kandungan terbanyak
karbondioksida. Kemudian darah tersebut dipompakan melalui ventrikel kanan menuju
paru-paru untuk melakukan pertukaran gas secara difusi di alveolus. Setelah dari alveolus,
darah yang memiliki kandungan oksigen yang lebih banyak dibawa kembali menuju jantung

melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri, masuk ke ventrikel kiri dan selanjutnya
dipompakan ke seluruh tubuh dan arteri koroner.
Jantung dewasa dalam keadaan istirahat berdenyut antara 60-100 kali per menit. Dalam tiap
denyutannya, jantung memompakan darah sekitarT0 ml, sehingga darah yang dipompakan
jantung adalah sekitar 5 liter per menit. Bila melakukan latihan, jantung bisa memompakan
darah sampai 37 liter per menit. Total volume darah individu dengan berat sekitar 70 kg
adalah 6 liter. Darah dipompakan keluar dari jantung melalui kontraksi miokardium yang
diawali dengan cetusan listrik secara alami di nodus sinoatrial (SA Node) yang diteruskan
menuju nodus atrioventrikular (AV Node) dan dihantarkan menuju serabut purkinje melalui
berkas his sebelum menggerakkan miokardium untuk memompakan darah keluar dari
jantung. Frekuensi denyutjantung dapat dipengaruhi oleh latihan yang rutin, rangsangan
sistem saraf dari otak, zat-zat hormonal dalam darah atau obat-obatan yang bersifat
merangsang atau menghambat sistem pacu jantung dan hantaran listrikjantung.

l.

SistemSerebrovaskular

1.1 Anatomi Sistem Serebrovaskular


Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), batang
otak dan susunan saraf spinal. Bagian otak yang memiliki peranan besar dalam sistem saraf
adalah serebrum yang mengendalikan hampir sebagian besar kegiatan sensorik dan motorik
tubuh. Serebrum terbagi menjadi dua hemisferyang dikenal dengan hemisfer kiri dan kanan.

Setiap hemisfer terdiri dari beberapa lobus yaitu lobus anterior; medial, parietal, temporal
dan oksipital. Masing-masing hemisfer mengatur dan mengontrol bagian yang berbeda dari
tubuh. Secara garis besar; hemisfer kiri mengendalikan tubuh sebelah kanan dan hemisfer
kanan mengendalikan tubuh sebelah kiri. Batang otak yang terletak di antara otak besar dan
susunan saraf spinal memiliki beberapa jaras (traktus) yang menghubungkan antara otak
besar: otak kecil dan saraf spinal. Keistimewaan batang otak adalah merupakan pusat
pengendalisaraf otonom (saraf yang berdiri sendiri), contohnya adalah pusat pernapasan
L2

(respirasi) dan peredaran darah (sirkulasi).

1.2 Sirkulasipada Otak


Otak merupakan bagian tubuh yang paling banyak memerlukan oksigen untuk aktivitasnya,
sehingga diperlukan suplai darah kaya oksigen secara konstan. Apabila terjadi gangguan
aliran darah menuju otak, atau bahkan jika berhenti total, maka akan terjadi kerusakan
jaringan otak yang mungkin bisa menimbulkan kematian. Pembuluh darah yang
memperdarahi otak terbagi menjadi dua. Arteri karotis kanan dan kiri memperdarahi 80%
bagian otak, sedangkan20o/o diperdarahioleh arterivertebralis kanan dan kiri. Kedua arteri
ini bertemu membentuk lingkaran yang disebut arteri sirkulus Willisi yang membuat seluruh
bagian otak tersuplai darah.

1.3 PatofisiologiOtak
Kerusakanjaringan otak menyebabkan penurunan fungsi bagian yang terkena. Sebaliknya,
bagian otak yang tidak mengalami kerusakan akan tetap berfungsi secara normal. Keadaan
yang mengganggu metabolisme seperti henti jantung akan mempengaruhi sel-sel otak.
Penderita mungkin akan kehilangan kesadaran, tidak merasakan rangsang atau nyeri, tidak
dapat bergerak dan kehilangan kontrol terhadap pernapasan. Saat terjadi henti jantung,
semua seltubuh akan terpengaruh, demikian juga sel-sel otak.

1.4 lnteraksi Sistem

Respirasi, Jantung dan Otak

Tujuan utama pertolongan gawat darurat kardiovaskular adalah untuk mempertahankan,


memelihara dan mengembalikan pasokan oksigen secara normal ke organ tubuh yang
sangat membutuhkan oksigen seperti sel saraf, jantung, paru dan otak.

Jaringan paru yang merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida


menyediakan suplai oksigen untuk tubuh yang diangkut dengan menggunakan sel-sel
darah yang dipompakan ke seluruh tubuh oleh jantung. Hentijantung serta henti napas akan
menyebabkan aliran oksigen ke otakterputus.

00000

13

BAB III
PENGENALAN IRAMA EKG
Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman potensial listrik yang timbul akibat aktivitas
jantung. Yang dapat direkam adalah potensial-potensial listrik yang timbul pada waktu ototototjantung berkontraksi. Meskipun potensial listrikyang timbul akibat depolarisasi satu sel
otot jantung sangat kecil, tetapi depolarisasi sejumlah besar otot jantung yang memiliki
posisisejajarsecara bersamaan dapat menimbulkan potensiallistrikyang dapatterukurdari
luartubuh dalam ukuran miliVolt.

Sistem Hantaran Listrik pada

EKG

nodus SA

serambi kanan

berkas
i

ntra atria

fasikulus posterior
nodus AV

bilik kiri
berkas His

berkas cabang
kana n

Gambar 3.1. Anatomi sistem konduksi/penghantaran jantung

Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan standar
25mm/detik dan defleksi 10 mm sesuai dengan potensial 1mV.

t4

Gambaran EKG normal menunjukan bentuk dasar sebagai berikut:

1.

Gelombang

Gelombang ini pada umumnya berukuran kecildan merupakan hasildepolarisasiatrium


kanan dan kiri.

2.
3.

Segmen PR
Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dengan
kompleks QRS.

KompleksQRS
Kompleks QRS adalah suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri. Kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang defleksi negatif pertama, gelombang R yang merupakan
gelombang defleksi positif pertama dan gelombang S yang merupakan gelombang

4.

defleksi negatif pertama setelah gelombang


Segmen ST

R.

Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan
gelombang

5.

T.

GelombangT
Gelombang T merupakan repolarisasiventrikel kanan dan kiri.

6.

Gelombang U
Gelombang

ini

berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang ini masih belum

jelas.

Gelombang yang merupakan hasil repolarisasi atria sering tak dapat dikenali, karena
berukuran kecil dan biasanya terbenam dalam gelombang QRS. Kadang-kadang gelombang
repolarisasi atria ini bisa terlihatjelas pada segmen

PR

atau

ST,

dan disebut gelombang Ta.

nterpretasi Elektrokardiogram

Terminologi
membuat sebuah elektrokardiogram, maka pada awal rekaman harus kita buat
kalibrasi, yaitu satu atau lebih defleksi yang sesuai dengan 1 milivolt (mV). Secara standa;
defleksi 10 mm sesuai dengan 1 mV. Kecepatan kertas perekam secara standar adalah 25
mm/detik. Garis rekam mendatartanpa ada potensial listrikdisebut garis isoelektrik. Defleksi
yang arahnya ke atas disebut defleksi positif dan yang arahnya ke bawah disebut defleksi
Bila

kita

negatif.
I

nterpretasi Elektrokardiogram 12 Sandapan

Gelombang P
Gelombang P adalah defleksi pertama dari siklus jantung, yang menunjukan depolarisasi
atrium.Aktivasibisa berasaldaripacu jantung fisiologis (nodus SA) atau dari bagian atrium
lain, misalnya nodus AV. Gelombang P bisa positif, negatif atau bifasik, atau bentuk lain yang
khas. Gelombang P yang menunjukkan irama berasal dari nodus SA memiliki defleksi positif
di sandapan II.

15

KompleksQRS
Kompleks ini menunjukkan depolarisasiventrikel dan terdiri dari:

.
.

Q
R

Gelombang
Gelombang

: yaitu defleksi negatif pertama'


: yaitu defleksi positif pertama. Defleksi positif kedua disebut
gelombang

Gelombang

R'.

: yaitu defleksi negatif pertama setelah R. Suatu gelombang

kedua disebut S'.

jika defleksi positif atau QS jika defleksi


(Q R dan s),
negatif. Untuk defleksi yang lebih dari 5 mm dipakai huruf-huruf besar
(q, r dan s)'
seJangkan untuk defleksiyang kurang dari 5 mm dipakai huruf-huruf kecil

yaitu
eRS monofasik terdiri dari satu defleksi saja,

GelombangT
Gelombang
bifasik.

ini menunjukkan

Gelombang

repolarisasi ventrikel. Gelombang T bisa positif, negatif atau

gelombang kecilyang mengikuti gelombang T' Gelombang U biasanya


bersatu
tegak dan paling besai terdapat di V2 dan V3. Sering gelombang U tidakjelas karena
Gelombang U adalah
dengan gelombang

T.

13

Ei +*-*.

.*+

ffiffi.$

+tJl

trF
Gambar 3.2. Bentuk dasar

EKG

dan nama-nama interval

Nilai normal interval


P (durasi) : < 0,12detik
:0,12-0,20 detik
PR
QRS :0,07-0,10 detik

Interval
Interval
Interval

nterpretasi Elelrtrokardiogram Strip / Pengenalan I rama


pada
Bila kita menginterpretasikan suatu elektrokardiogram strip atau gambaran EKG
monitoI maka yang harus kita perhatikan :

1.

Ada atau tidaknYa komPleks QRS

KompleksQRSmerupakankomponenpalingpentingdalamEKGyangharus
15

dikenali, karena kompleks QRS adalah gambaran yang menunjukkan aktivitas


ventrikel yang pada akhirnya menentukan seseorang memiliki sirkulasi atau tidak.
Gambaran EKG yang tidak memiliki kompleks QRS adalah VF dan asistol.
2.

Cepat atau lambatnya kompleks QRS


Langkah berikutnya adalah menentukan kecepatan kompleks QRS. Dikatakan cepat
bila kecepatan QRS kompleks lebih dari 100 kali per menit (disebut takikardia) dan

lambat bila di bawah 60 kali per menit (disebut bradikardia). Cara menghitung
kecepatan kompleks QRS tergantung dari modalitas EKG yang kita interpretasi.
Lebar atau sempitnya kompleks QRS
Bila kompleks QRS lebarnya < 0,12 detik, maka dikatakan kompleks tersebut sempit

dan bila > 0,12 detik disebut kompleks QRS lebar. Kompleks QRS yang sempit
berkonotasi bahwa irama jantung memiliki asal dari atrium/supraventrikel,
sedangkan bila lebar berasal dariventrikel.
4.

Regularitas irama

Regularitas irama dilihat dengan mengukur jarak antara puncak kompleks QRS
yang satu dengan puncak kompleks QRS yang lain. Jika jarak antar tiap puncak
kompleks QRS tetap, maka irama tersebut berarti regular. Beberapa irama jantung

akan menghasilkan irama yang tidak teratur; misalnya fibrilasi atrium (atrial
fibrillation, AF), multifocal atriol tachycordia (MAT), ventriculor tachycardia (YI)
polimorfik, dll.

5.

Ada atau tidaknya gelombang

Perhatikan ada atau tidaknya gelombang P Gelombang P yang normal memiliki

defleksi positif bila sandapan diambil di lead II. Diperhatikan juga apakah
gelombang Pyang ada memilikibentukyang sama.

6.

Hubungan antara gelombang P dengan kompleks QRS


Pada irama yang normal, setiap kompleks QRS didahului oleh gelombang
PR interval tetap.

Mengenal lrama Henti Jantung pada

dengan

EKG

Irama EKG pada penderita yang mengalami hentijantung adalah

.
.
.

takikardia ventrikel (VT) tanpa denyut.

Fibrilasiventrikel
/
Aktivitas listriktanpa nadi / pulseless electricol activity (PEA).
(VF)

Asistol.

Fibrilasi Ventrikel

Patofisiologi
Dapat terjadi pada ventrikel dengan daerah miokard normal yang diselingi oleh daerah
miokard iskemik, cedera, atau infark, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pola
depolarisasi dan repolarisasi ventrikel yang tidak sinkron dan kacau. Tanpa adanya
L7

satu kesatuan
depolarisasi ventrikel yang teraturi ventrikel tidak dapat berkontraksi sebagai
dan tidak
dan tidak menghasilkan iurah jantung Gardioc output). Jantung hanya bergetar
memompa darah.

Kriteria Penentu berdasarkan EKG


atau T
Nilai/kompleks QRS tidak dapat ditentukan; tidak ada gelombang B QRS'
per
kali
150-500
antara
terjadi
yang dapat dikenali. Gelombang pada garis dasar
menit.

(palung)yan9 tajam'
Irama tidak dapat ditentukan; pola naik (puncak) dan turun
untuk
Amplitudo: diukur dari puncak ke palung; biasa digunakan secara subjektif

.
.

menggambarkanVFsebagaihalus(puncakkepalung2sampai<5mm),medium
kasar (> 15
atau sedang (5 sampai . i0 mm), kasar (10 sampai < L5), atau sangat
mm).

Manifestasi Klinis

o
o

Denyut nadi menghilang dengan dimulainya VF. Denyut dapat menghilang


(VT yang cepat) terjadi
sebelum dimulainyi VF bila suatu pertanda lazim bagi VF
sebelum VF.
Jatuh pingsan, tidak dapat memberi respon'
Megap-megap, sangat sulit bernapas, lalu berhenti bernapas'

.Mulaiterjadikematianyangtidakdapatbalik/ireversibel.
Etiologi
a
a
a

a
a

pada miokard'
Sindroma koroner akut (sKA) yang menimbulkan daerah iskemik
VT stabil hingga tidak stabil, tidak diobati'
premalur/premoture ventriculor complexes (PVCs) dengan
Kompleks u"ntrit

"t

fenomena R-pada-T (R-on-D.


asam-basa
Beberapa obat, ketidakseimbangan elektrolit, atau ketidaknormalan
yan g memperpa nja ng periode refra kter relatif'
Perpanjangan QT primer atau sekunder'
Kematian karena listrik(electrocution), hipoksia, dan banyak lagi.

amplitudo tinggi' yang


Gambar 5a. Fibrilasi ventrikel kasar. Perhatikan bentuk gelombang dengan
aktivitas listrik ventrikel yang
memiliki berbagai variasi ukuran, bentuk, dan irama yang menunjukkan
(1) Kompleks QRS: tidak ditemukan kompleks QRS
kacau. Kriteria EKG untukVF adalah sebagai berikut:
(2) Kecepatan: ti{ak dapat
normal; tidak terlihat pola "negatif-positif-negatif" QRS yang regular'
ada pola irama regular;
(3)
tidak
Irama:
teratur.
tidak
dihitung; defleksi listrik sangat cLpat dan sangat
bentuk'
dan
bentuk gelombang listrik bervariasi dalam ukuran

18

Gambar 5b. Fibrilasi ventrikel halus. Sebagai perbandingan dengan gambar 5a, di

amplitudo

aktivitas listrikjauh lebih kecil. Perhatikan ketiadaan kompleks QRS.


Pu lseless Electrica I Activity (PEA)

Patofisiologi
Kriteria Penentu berdasarkan EKG
o Irama menunjukkan aktivitas listrik/depolarisasi ventrikel (tapi bukan VF atau VT

.
.

tanpa denyut).
Umumnya tidak seteratur irama sinus normal.
Dapat sempit (QRS < 0,10 detik) atau lebar (QRS > 0,12 detik); cepat (> 100 kali per
menit) atau lambat (< 60 kali per menit).

Manifestasi Klinis

.
.
.

Jatuh pingsan, tidak dapat memberi respon.


Megap-megap, sangat sulit bernapas, lalu berhenti bernapas.
Tidak ada denyut yang dapat dideteksi melalui palpasi (adanya tekanan darah yang
sangat rendah masih mungkin terjadi pada kasus yang disebutpseudo-PEA).

Etiologi
Gunakan hafalan H dan T untuk mengingat kemungkinan-kemungkinan penyebab PEA:

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hipovolemia.
Hipoksia.
Hydrogen ion (asidosis).

Hipo-/hiperkalemia.
Hipotermia'
Toksin ("tablet", contohnya overdosis obat, salah cerna).

Tamponadejantung.
Tensionpneumotoraks.
Trombosis koroner.
Trombosis paru.

Asistol
Kriteria Penentu berdasarkan EKG
Secara klasik asistol ditampilkan sebagai suatu garis datar; secara virtual tidak ada kriteria
penentu.

Irama: tidak dapat ditetapkan; terkadang terlihat adanya gelombang


berdasarkan definisinya gelombang R harus tidaktampak.

P,

tetapi

Kompleks QRS:tidakterlihat defieksiyang konsisten dengan suatu kompleks QRS.

Manifestasi Klinis
. Dapat mengalami megap-megap, sangat sulit bernapas (pada saat awal), lalu
berhenti bernapas; tidakdapat memberikan respon.

Tidak ada denyut nadi.

Etiologi

.
.
.
.
.

Akhir dari kehidupan (kematian).


Iskemia/hipoksia dari banyak penyebab.
Gagal napas akut (tidak ada oksigen, apnea, asfiksia).
Kejut listriktingkattinggi (kematian karena listrik, tersambar petir).
Dapat menunjukkan "pingsan jantung" segera setelah defibrilasi (pemberian kejut
untuk mengeliminasi VF), sebelum dimulainya irama spontan.

Gambar 7. Asistol ventrikel. penderita ini tidak memiliki denyut dan tidak dapat memberlkan respon.
perhatlkan 2 kompleks seperti QRS pada awal irama ini yang merupakan aktivitas listrik minimal,
kemungkinan denyut ventrikel yang lolos (ventriculor escope beats). Apakah pola ini menggambarkan
aktivitas listrik tanpa denyut (pulseless electricol activity)? Perhatikan bagian yang panjang di mana
aktivitas listrik benar-benar tidak ada (asistol).

Beberapa trama Non-HentiJantung pada EKG


Pengenalan Takiaritmia Supraventrikel

Takikardia Sinus

Patofisiologi

Tidak ada. Takikardia sinus lebih merupakan tanda fisiologis daripada suatu aritmia
atau kondisi patologis.
Pembentukan dan konduksi impuls normal.

Kriteria Penentu dan Ciri-Ciri

.
.
.
.

EKG

Kecepatan: > 100 kali per menit.


Irama: sinus.
PR interval: biasanya < 0,20 detik.
Kompleks QRS: normal.

Manifestasi Klinis

.
.

Tidak ada yang spesifik untuktakikardia.


Gejala dapat timbul akibat penyebab takikardia (demam, hipovolemia, dll).

Etiologi

20

Aktivitas fisik.

o
.
.
.

Demam.

Hipovolemia.
Stimulasi adrenergik, ansietas.

Hipertiroidisme.

Fibrilasi Atrium dan Flutter Atrium

Patofisiologi

.
.

Impuls atrium lebih cepat daripada impuls nodus SA.


Fibrilasi atrium: impuls mengambil jalur yang beraneka ragam, kacau dan acak
nnelaluiatrium.
Flutter atrium: impuls mengambiljalur melingkar mengelilingi atrium, sehingga
meni mbu lkan gelombang flutter.

Kriteria Penentu dan Ciri-Ciri

EKG

Fibrilasi Atrium
Irama yang sangat tidak teratur (irregutorly irregulor), dengan variasi pada amplitudo dan
interval gelombang R ke gelombang R. Keadaan ini juga dapat diamati pada takikardia
atri u m m u ltifo ka I (m

ltifoc

oI

ot ria I ta c hyc

a rd

io, M AT).

Kecepatan

Kecepatan respon ventrikelterhadap impuls dari atrium memiliki rentang yang luas;
dapat cepat, normal atau lambat.

lrama

Tidakteratur.

Gelombang

o
.

Hanya ada gelombang fibrilasi atrium yang kacau.

Membuat garis dasar (boseline)yang berubah-ubah.

FlutterAtrium
Kecepatan

o
.

Kecepatan atrium 220-350 kali per menit.

Respon ventrikel merupakan suatu fungsi blok nodus AV atau konduksi impuls
Respon ventrikeljarang > 150-180 kali per menit, karena dibatasi
nodus AV.

oleh

konduksi

Teratu r (tidak seperti fibrilasi atirum).

Irama ventrikel seri ngkali regular.


Menetapkan rasio terhadap irama atrium, misalnya 2-7 atau4-1.

2L

Gelombang P
. Tidakterlihat gelombang

PR

sebenarnya.

interval

Tidak dapat diukur.

KompleksQRS
Tetap < 0,10-0,12 detik, kecuali bila kompleks QRS dibelokkan oleh gelombang fibrilasi atau
flutter atau oleh kerusakan konduksi melalui ventrikel.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala tergantung respon kecepatan ventrikel terhadap gelombang


fibrilasi atrium; "fibrilasi atrium dengan respon ventrikel yang cepat" dapat ditandai
dengan terjadinya dispnea saat aktivitas (dyspneo on effort, DOE), sesak napas
(shortness of breoth, SOB), dan terkadang edema paru akut.
Hilangnya kontraksi atrium (otrioL kick) dapat menyebabkan penurunan curah
jantung (cardiac output) dan berkurangnya perfusi koroner.
Irama yang tidak teratur sering dirasakan sebagai "palpitasi".

Dapat tidak menampakkan gejala sama sekali.

Etiologi

.
.
.
.
.
.

Sindroma koroner akut, penyakit pembuluh darah koroner; gagaljantung kongestif.


Penyakit pada katup mitral atau trikuspid.
Hipoksia, emboli paru akut.
Obat-obatan:digoksin, kuinidin, agonis p, teofilin, dll.
Hipertensi.

Hiperliroidisme.

Accessory- Mediated Supraventricular Tachycardia


Meliputi AVn odol ree ntro nt tachyco rdia atau AV reentro nt tochycardia.

Patofisiologi
Fenomena masuk kembali (reentry): impuls berdaur ulang berulang kali dalam nodus AV
karena terdapatnya sirkuit irama abnormal yang memungkinkan gelombang depolarisasi
berjalan dalam suatu lingkaran. Biasanya depolarisasi berjalan ke depan melaluijaluryang
abnormaldan kemudian berputar kembali melaluijaringan konduksiyang "normal".

Kriteria Penentu dan Ciri-Ciri EKG


Takikardia regular dengan kompleks QRS sempit tanpa gelombang P dengan permulaan
atau penghentian yang tiba-tiba.
Catatan: untuk menetapkan diagnosis reentry SVT, beberapa ahli mensyaratkan tampaknya
permulaan atau penghentian yang tiba-tiba pada strip monitor.
. Kecepatan: melebihi batas atas takikardia sinus (> 120-130 kali per menit), jarang
22

<150 kali per menit, seringkali hingga mencapai250 kali per menit.
Irama: regular.

a
a

Gelombang P: jarang terlihat, karena kecepatan yang cepat menyebabkan


gelombang P "tersembunyi" dalam gelombang T yang mendahuluinya atau sulit
dideteksi karena aslinya rendah di dalam atrium.
Kompleks QRS: normal, sempit (biasanya < 0,10 detik).

Manifestasi Klinis
a
a

Palpitasidirasakan pada saat awal serangan, cemas dan tidak nyaman.


Toleransi terhadap aktivitas menurun pada SVT dengan kecepatan yang sangat

tinggi.
a

Dapat terjadi gejala takikardia yang tidak stabil.

Etiologi
a

Pada banyak penderita disebabkan jalu r kondu ksi tambahan.

Pada penderita yang termasuk kategori "sehat", banyak faktor dapat memicu
terjadinya SVT (reentry): kafein, hipoksia, rokok, stres, kurang tidur dan obatobatan.
Frekuensi SVT meningkat pada penderita yang menderita penyakit pembuluh
darah koroner; penyakit paru obstruktif kronis dan gagaljantung kongestif.

Pengenalan Takiaritmia Ventrikel

Ventricular Tachycardia (VT) Monomorfik


Patofisiologi
Konduksi impuls ventrikel melambat di sekitar daerah yang mengalami cedera,

.
.

infark atau iskemia ventrikel.


Daerah inijuga berfungsi sebagai sumber impuls ektopik (rritablefoci).
Daerah yang cedera ini dapat menyebabkan impuls mengambiljalur melingkar;

sehingga menyebabkan terjadinya fenomena reentry dan depolarisasi repetitif


yang cepat.

Kriteria penentu berdasarkan EKG


Morfologiyang sama, terlihat dalam setiap kompleks QRS.
Catatan:3 atau lebih PVC berturut-turut mengindikasikan VT.
Durasi VT < 30 detik adalah VT yang tidak berkepanjangan (non-sustoinned VT) dan
tidak membutuhkan intervensi.
a

Du rasi VT > 30 detik ada lah VT ya ng berkepa nja n gan (su sta ined VT).

Kecepatan ventrikel > 100 kali per menit; khususnya L20-250 kali per menit.
Irama: regular.

a
a

Gelombang P: jarang terlihaU VT merupakan suatu bentuk disosiasi AV. Pada


takikardia kompleks QRS lebar dan aneh, kompleks "seperti PVC" > 0,L2 detik,
dengan gelombang T yang besar dan memiliki polaritas yang berlawanan dengan
QRS.
PR

interval: tidak ada.


23

P yang terkonduksi.
Menghasilkan kompleks hibrida QRS; sebagian normal, sebagian ventrikular.

Fusion Beat. Kadang tertangkap akibat gelombang

Manifestasi klinis

Secara khas terjadi gejala penurunan curah jantung (ortostasis, hipotensi, sinkop,
keterbatasan aktivitas, dll.).

VT monomorfik dapat bersifat asimtomatis, walaupun pada umumnya VT yang


a

berkepanjangan selalu menunjukkan gejala.


VT yang tidak ditangani dan berkepanjangan akan memburuk menjadi VT yang
tidak stabil, seringkali menjadi VF.

Etiologi
a

Suatu kejadian iskemik akut (lihat Patofisiologi) dengan daerah-daerah iritabilitas


ventrikel yang menyebabkan terjadinya PVC.
PVC yang terjadi selama periode refrakter relatif siklus jantung (fenomena R-pada-

I.
a

Interval QT memanjang yang disebabkan oleh obat (antidepresan trisiklik,


p

roka i na mid, d i g oksi n, bebera pa a nti h ista m i n ya n g bekerja ja ng ka panja n g).

Gambar 12. VT monomorfik dengan kecepatan 150 kali per menit. Kompleks QRS lebar (panah A)
dengan polaritas gelombang T yang berlawanan arah (panah B).

Ventriculor Tachycardia(VT) Polimorfik


Patofisiologi
. Konduksi impuls melambat di sekitar daerah yang mengalami cedera, infark, atau

.
.

iskemia ventrikel.

Daerah tersebut merupakan sumber impuls ektopik (irritable foci) dan terjadi di
beberapa daerah ventrikel, sehingga d isebut "polimorfik".

Daerah tersebut dapat menyebabkan impuls mengambil jalur melingkar dan


menyeba bka n ree ntry dan depola risasi repetitif ya n g cepat.

Kriteria penentu berdasarkan

EKG

Variasi dan ketidakkonsistenan pada kompleks QRS.


Kecepatan ventrikel > 100 kali per menit; khususnya 120-250 kali per menit.

24

.
.
.
.

Irama: hanya irama ventrikel.


Gelombang P:jarang terlihat;VT merupakan suatu bentuk disosiasi AV.
PR

interval:tidak ada.

Kompleks QRS: bervariasidan tidak konsisten.

Manifestasi klinis
a

Secara khas akan cepat memburuk menjadiVT tanpa denyut atau VF.
Terjadi gejala penurunan curah jantung (ortostasis, hipotensi, perfusiyang buruk,

sinkop, dll.).
Jarang terjadi VT yang berkepanjangan.

Etiologi
a

Kejadian iskemik akut (lihat Patofisiologi) dengan daerah-daerah "iritabilitas


ventrikel".

jantung (fenomena

PVC yang terjadi selama periode refrakter relative siklus


pada-T).

Interval QT memanjang yang disebabkan oleh obat (antidepresan trisiklik,

R-

prokainamid, sotalol, amiodaron, ibutilid, dofetilid, beberapa antipsikotik, digoksin,


bebera pa a nti hista m i n ya n g bekerja ja

ng

ka pa nja n g).

Sindroma interval QT panjang herediter.

Torsades de Pointes (suatu subtipeVT polimorfikyang unik)

Patofisiologi
pointes klasi k:
Interval QT panjang secara abnormal.

Patofisiolog i yan g spesif i k dari torsodes


a
a

de

Menyebabkan peningkatan periode refrakter relative (periode yang rentan


(vulnerable period)) siklus jantung. Hal ini meningkatkan probabilitas terjadinya

irritable focus (PVC) gelombang T (periode yang mudah diserang atau fenomena Rpada-T).
Fenomena R-pada-T seringkali menyebabkan terjadinya VT.

Kriteria penentu berdasarkan EKG


Kompleks QRS menunjukkan suatu pola "kumparan nodus", di mana amplitude VT
meningkat dan kemudian menurun dalam suatu pola yang regular (membentuk
"kumparan"). Pembelokan awal pada permulaan suatu polaritas kumparan (misalnya negatif)

akan diikuti oleh kompleks yang berlawanan (menjadi positif) atau pembelokan pada
permulaan kumpa ran berikutnya (membentu k "nodus").
. Kecepatan atrium:tidak dapat ditentukan.
. Kecepatan ventrikel: 150-250 kali per menit.
o lrama: hanya irama ventrikel regular.

.
.

GelombangP:tidakada.
Kompleks QRS menunjukkan pola kumparan nodus yang klasik.

25

Manifestasi klinis

.
.

.
.

Cenderung memburuk secara tiba-tiba menjadiVTtanpa denyut atau VF.


Gejala yang khas penurunan curah jantung (ortostasis, hipotensi, sinkop, tandatanda perfusiyang buruk, dll.).
Torsodes de pointesyang stabil dan berkepanjangan tidak umum terjadi.

Diatasidengandefibrilasienergitinggr.

Etiologi
Paling umum terjadi pada penderita dengan interval QT yang memanjang akibat banyak
sebab:

Obat-obatan: antidepresan trisiklik, prokainamid, solatol, amiodaron, ibutilid,


dofetilid, beberapa antipsikotik, digoksin, beberapa antihistamin yang bekerja
a
a
a

jangka panjang.
Perubahan elektrolit dan metabolik (hipomagnesemia adalah bentuk dasarnya).
Sindroma bentuk QT panjang yang diwariskan.
Kejadian iskemik akut (lihat Patofisiologi).

Gambar 14. Torsades de pointes: suatu jenis VT polimorfik unik. (A). Permulaan'kumparan'.
Perhatikan pembelokan awal yang negatif dan peningkatan amplitudo QRS. (B). Akhir kumparan
dan permulaan 'nodus'. (C). Akhir nodus dan permulaan kumparan berikutnya. Perhatikan
pembelokan awal yang positif dan pembetukan 'kumparan' pada amplitudo QRS.

Pengenalan Bradikardia Sinus

Brakardia Sinus

Patofisiologi

.
.
.

Impuls berasal dari nodus SA, frekuensi rendah.


Dapat bersifat fisiologis.
Dapat berupa suatu tanda fisik, seperti pada takikardia sinus.

Kriteria penentu berdasarkan

EKG

Gelombang P regular diikuti kompleks QRS regular; dengan kecepatan < 60 kali per menit.
Catatan: Seringkali berupa tanda fisik irama abnormal.
Kecepatan: < 60 kali per menit.
Irama: sinus regular.
Interval PR: regular; < 0,20 detik.

Gelombang P: ukuran dan bentuk normal; setiap gelombang P diikuti oleh suatu kompleks
QRS, setiap kompleks QRS didahului oleh suatu gelombang P
Kompleks QRS: sempit; < 0,10 detik ketika tidak ada kerusakan konduksi intraventrikel.
26

Manifestasi klinis
a

Umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatis) pada saat beristirahat.

Dengan peningkatan aktivitas dapat menyebabkan timbulnya gejala berupa


mudah lelah, napas tersengal-sengal, pening atau pusing, sinkop, hipotensi.

Etiologi
a

Dapat normal pada orang dengan kondisiyang baik.


Kejadian vasovagal, seperti muntah, maneuverValsalva, stimuli rektal, tekanan yang
kurang hati-hati pada sinus karotid ('sinkop alat cukur').

Sindroma koroner akut yang mempengaruhi sirkulasi ke nodus SA (pembuluh

darah koroner kanan); paling sering pada infark miokard akut (lMA) inferior.
a

Efek samping obat, contohnya penghambat p, penghambat kanal kalsium,


digoksin, kuinidin.

Pengenalan Blok Atrioventrikular

BIokAV derajat 1

Patofisiologi
Konduksi impuls melambat (penghambatan sebagian, portial b/ok) nodus AV untuk suatu
intervaltertentu.
Dapat merupakan suatu pertanda akan adanya masalah lain atau abnormalitas konduksi
pnmer.

Kriteria penentu berdasarkan

EKG

Interval PR > 0,20 detik.


Kecepatan: penghambatan jantung derajat satu dapat dilihat dari kedua irama bradikardia
sinus dan takikardia sinus serta mekanisme sinus normal.
Irama: sinus, regular, kedua atrium dan ventrikel.
Interval PR:memanjang, > 0,20 detiktetapitidak bervariasi (interval PRtetap).

Gelombang P: ukuran dan bentuk normal; setiap gelombang P diikuti oleh suatu kompleks
QRS, setiap kompleks QRS didahuluioleh gelombang P.
Kompleks QRS: sempit, < 0,10 detik ketika tidak ada kerusakan konduksi intraventrikel.

Manifestasi klinis
Biasa nya

tidak menu nju kan geja a (asi mtomatis).


I

Etiologi

Banyak Blok AV derajat satu disebabkan oleh obat-obatan; biasanya penghambat


(F-blockers), penghambat kanal
nodus AV (AV nodal blockers), penghambat

p,

kalsium non-dihidropiridin (non-dihydropyridine calcium channel blockers) dan

.
o

digoksin.
Kondisiyang merangsang sistem saraf parasimpatis (contohnya refleks vasovagal).
IMAyang mempengaruhi sirkulasi ke nodus AV (pembuluh darah koroner kanan);
paling sering IMA inferior.
27

BlokAV derajat

tipe I (Mobitz Wenckebach)

Patofisiologi

Tempat patologi: nodus AV.


Suplai darah nodus AV berasal dari cabang-cabang pembuluh darah koroner kanan
(sirkulasi dominan kanan).

Konduksi impuls makin melambat pada nodus AV (menyebabkan peningkatan


interval PR) hingga satu impuls sinus benar-benar terhambat seluruhnya dan
kompleks QRS tidak dapat mengikuti.

Kriteria penentu berdasarkan

EKG

Terdapat perpanjangan interval


kompleks QRS (dropped beat).

PR

.
.

yang progresif hingga satu gelombang

tidak diikuti oleh

Kecepatan: kecepatan atrium sedikit lebih cepat daripada ventrikel (karena adanya
konduksi yang menghilang, dropped conduction); biasanya dalam rentang normal.

Irama: kompleks atrium regular dan kompleks ventrikel tidak regular dalam hal
waktu (karena adanya denyut yang menghilang); dapat terlihat gelombang P
regular bergerak melaluiQRS yang tidak regular.
Interval PR: memanjang progresif dari siklus ke siklus, kemudian satu gelombang P
tidak diikuti oleh kompleks QRS.
Gelombang P: ukuran dan bentuk tetap normal, sekali-sekali tidak diikuti oleh
kompleks QRS.
Kompleks QRS: paling sering < 0,10 detik. Sebuah QRS "hilang" secara berkala.

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan kecepatan


Akibat bradikardia

.
.
.

Paling sering tidak menunjukkan gejala (asimtomatis).


Gejala: nyeri dada, napastersengal-sengal, penurunan kesadaran.
Tanda:hipotensi, syok, kongesti paru, gagaljantung kongestif, angina.

Etiologi

c
.
.

Zat penghambat nodus AV (AV nodal blocking agents): penghambat p, penghambat


kanal kalsium non-dihidropiridin, digoksin.
Kondisi yang merangsang sistem saraf parasimpatis.
Sind roma koroner akut yang melibatkan pembu luh darah koroner kanan.

Gambar 17. Blok AV derajat 2 tipe L Perhatikan perpanjangan interval PR yang progresif hingga
satu gelombang P (panah) tidak diikuti oleh kompleks QRS.

28

Blok AV derajat 2 tipe ll (lnfranodus, Mobitz !l)

Patofisiologi

Tempat penghambatan paling sering terjadi di bawah nodus AV (infranodus), pada


berkas His (arang) atau pada cabang-cabang berkas.
Konduksi impuls normal melalui nodus, jadi tidak ada hambatan dan tidak ada
perpanjangan interval PR.

Kriteria penentu berdasarkan

EKG

Kecepatan atrium: biasanya 60-1-00 kali per menit.

Kecepatan ventrikel: berdasarkan definisinya (karena adanya impuls yang


terhambat) lebih lambat daripada kecepatan atrium.
Irama: atrium regulal ventrikel tidak regular.
Interval PR: konstan dan tetap; tidak ada perpanjangan yang progresif seperti pada
blok AV derajat 2 tipe I Mobitz.
Gelombang P: ukuran dan bentuk tetap normal, beberapa gelombang P tidak
diikuti oleh kompleks QRS.
Kompleks QRS: sempit (< 0,10 detik), secara tidak langung menyatakan adanya
hambatan tinggi yang relatif terhadap nodus AV; lebar (> 0,!2 detik), secara tidak
langsung menyatakan adanya hambatan rendahyang relatif terhadap nodusAV.

a
a

Manifestasi klinisyang berhubungan dengan kecepatan


Akibat bradikardia

.
.

Gejala: nyeri dada, napas tersengal-sengal, penurunan kesadaran.


Tanda: hipotensi, syok, kongesti paru, gagaljantung kongestif,lMA.

Etiologi

Sindroma koroner akut yang melibatkan cabang-cabang pembuluh darah koroner


kiri.

Gambar 18. Blok AV derajat 2 tipe II (hambatan tinggi): interval PR-QRS regular hingga terjadi 2
denyut yang menghilang; garis batas kompleks QRS normal mengindikasikan nodus yang tinggi
atau hambatan nodus.

BlokAV derajat

3 dan disosiasi

atrioventrikular

Patofisiologi: Disosiasi atrioventrikular merupakan kelas penentu; blok AV derajat 3 atau


lengkap (complete AV block) adalah salah satu jenis disosiasi AV. Berdasarkan konvensi
(kuno), bila depolarisasiventrikel lebih cepat daripada kecepatan atrium disebut disosiasi AV

29

sedangkan bila kecepatan ventrikel lebih lambat daripada kecepatan atrium disebut blok AV
derajat 3.
. Cedera atau kerusakan pada sistem konduksijantung, sehingga tidak ada impuls
(hambatan total) yang lewat di antara atrium dan ventrikel, baik maju atau mundur.
. Hambatan total ini dapat terjadi pada beberapa daerah anatomis yang berbeda:
o Nodus AV (hambatan nodus "tinggi", "supra" atau"junctionol")

o
o

Berkas His

Cabang-cabang berkas (hambatan "nodus rendah" atau "infranodus"/


n

od

l" alau " infro nod a I b lock"

).

Kriteria penentu berdasarkan EKG


Blok AV derajat 3 (lihat Patofisiologi) menyebabkan atrium dan ventrikel mengalami
depolarisasi secara independen, tidak ada hubungan antara keduanya (disosiasiAV).
. Kecepatan atrium: biasanya 60-100 kali per menit; impuls benar-benar terpisah dari
kecepatan ventrikel yang lebih lambat.
Kecepatan ventrikel: bergantung pada kecepatan denyut pelepasan ventrikel yang

timbul.

Kecepatan pelepasan ventrikel lebih lambat daripada kecepatan atrium = blok


AV derajat ti ga (kecepata n = 20 -40 ka i per menit).
I

o
a
a
a
a

Kecepatan pelepasan ventrikel lebih cepat daripada kecepatan atrium

disosiasiAV (kecepatan = 40-55 kali per menit).


Irama: kedua irama atrium dan irama ventrikel regulartetapi independen.
Interval PR:tidak ada hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS.
Gelombang P:ukuran dan bentuk normal.

Kompleks QRS: bila sempit (< 0,10 detik), secara tidak langsung menyatakan
adanya hambatan yang letaknya lebih tinggi daripada nodus AV; bila lebar (> 0,12
detik)secara tidak langsung menyatakan adanya hambatan yang lebih rendah
daripada nodus AV.

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan kecepatan

Akibat bradikardia:

.
.

Gejala: nyeri dada, napas tersengal-sengal, penurunan kesadaran.


Tanda: hipotensi, syok, kongesti paru, gagaljantung kongestif.

Etiologi
'

Sindroma koroner akut yang melibatkan cabang-cabang pembuluh darah koroner


kiri.
Secara khusus, melibatkan ramus desenden anterior arteri koronaria kiri (left anterior

descending, LAD) dan cabang-cabang septum interventrikel yang memberikan


suplai cabang-cabang berkas.

30

Gambar 19. Blok AV derajat 3: gelombang P regular pada kecepatan 50-55 kali per menit; denyut
pelepasan ventrikel regular pada kecepatan 35-40 kali per menit; tidak ada hubungan antara
gelombang P dan kompleks QRS (escope beots).

00000

BAB IV
SURVEI PRIMER BANTUAN HIDUP DASAR

A.

Pendahuluan

Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan sistematis Bantuan Hidup


Jantung Lanjut (ACLS), maka kita harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara
sistematis pula. Pengamatan dan pemeriksaan tersebut dimulai dari survei primer Bantuan
H id u

p Dasar d i lanj utka n den ga n su rvel Bantuan

H id u p Ja

ntu ng Lanjut'

Survei Bantuan Hidup Dasar primer merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa setelah
terjadi keadaan hentijantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang penolong ataupun
lebih secara simultan. Tujuan awal pelaksanaan survei Bantuan Hidup DaSar primer adalah
memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang pada penderita hentijantung mendadak dengan
melakukan kompresi dada secara efektif dan benar; diikuti dengan pemberian ventilasi yang
efektif sampai didapatkan kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau tindakan
dihentikan karena tidak ada respons dari penderita setelah tindakan dilakukan beberapa
saat. Jikalau setelah dilakukan survei Bantuan Hidup Dasar primer secara efektif didapatkan
kembalinya sirkulasi secara spontan, maka tindakan survei Bantuan Hidup Dasar primer
langsung dilanjutkan dengan survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Pendekatan yang
dilakukan saat ini sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Ame rican HeortAssociotion
tahun 2010 dengan urutan survei Bantuan Hidup Dasar CAB yang akan dijelaskan lebih lanjut
dalam bab ini.
Dalam pelaksanaan kursus ini, tiap langkah survei akan dijelaskan sesuai pembagian sebagai

berikut:

.
.
.

B.

Tinjauan umum.
Teknik pelaksanaan survei.
Ringkasan survei.

TujuanTopikPembelajaran

Setelah selesai melakukan pembelajaran bagian, maka peserta diharapkan dapat:


Mengerti dan bisa menerangkan kembali survei Bantuan Hidup Dasar primer serta
survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
Mengerti, bisa menerangkan serta dapat melakukan survei Bantuan Hidup Dasar

secara spesifik dan terperinci setiap langkah yang dilakukan baik pada survei
Bantuan Hidup Dasar primer maupun pada survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
Mengerti, bisa menerangkan serta melakukan tindakan sesuai pendekatan survei
Bantuan Hidup Dasar atau Bantuan Hidup Jantung Lanjut pada hampir semua
keadaan kegawatdaru rata n kardiovaskula

r.

C.

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer

C. 1.

Tinjauan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer

Survei Bantuan Hidup Dasar primer merupakan awal rangkaian sistematis pertolongan yang

dilakukan bagi penderita yang mengalami keadaan henti jantung mendadak, baik yang
disaksikan atau tidak disaksikan. Jika penolong melakukan tindakan survei Bantuan Hidup
Dasar primer secara benar dan efektif serta penderita sudah kembali ke keadaan sirkulasi
spontan, maka tindakan survei Bantuan Hidup Dasar dilanjutkan dengan survei Bantuan
Hidup Jantung Lanjut. Survei Bantuan Hidup Dasar awalnya ditujukan untuk dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terlatih, kemudian diikuti oleh tenaga non-kesehatan seperti petugas
pemadam kebakaran atau polisi. Namun beberapa dekade belakangan ini, peranan serta
animo masyarakat awam untuk mengetahui, mengerti dan mampu melaksanakan survei
Bantuan Hidup Dasar primer makin meningkat.

Survei Bantuan Hidup Dasar primer berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan
teknologi kedokteran. Berdasarkan panduan yang dikeluarkan American Heort Associotion
tahun 2010, Bantuan Hidup Dasar lebih menitikberatkan pelaksanaan RJP dengan
memompa secara cepat dan kuat sesegera mungkin, baik oleh seorang penolong atau lebih
dan dilanjutkan dengan pemberian bantuan napas dasar dan defibrilasi segera.
Tujuan survei Bantuan Hidup Dasar adalah berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik,

ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali
sirkulasi sistemik secara spontan atau telah tiba peralatan yang lebih lengkap untuk
melaksanakan Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar primer
yang segera dan efektif memperbesar peluang keberhasilan dan mengurangi gangguan
neurologis yang akan terjadi.

Gambar 4.1. Profisiensi penolong pada Bantuan Hidup Dasar

33

Survei Bantuan Hidup Dasar primer dilakukan baik untuk penderita yang mengalami henti
jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan atau datang ke rumah sakit
sudah tidak sadarkan diri. Kita memeriksa respons penderita dengan memanggil dan
menepuk-nepuk pundak atau menggoyangkan badan penderita yang bertujuan untuk
mengetahui respons -kesadaran penderita (check responsiveness). Setelah yakin bahwa
penderita dalam keadaan tidak sadar; maka kita meminta bantuan orang lain menghubungi
ambulans atau sistem gawat darurat rumah sakit terdekat dan meminta bantuan datang
dengan tambahan tenaga serta peralatan medis yang lebih lengkap (coll for help). Jika saat
melakukan pertolongan hanya seorang diri, setelah melakukan pemeriksaan respons
kesadaran, penolong segera menghubungi rumah sakit terdekat atau ambulans dan
melakukan pertolongan awal kompresi dada dengan cepat dan kuat dengan frekuensi 30 kali
diselingi pemberian napas bantuan 2 kali (satu detik setiap napas bantuan) sampai bantuan
datang.
Sebelum melakukan survei Bantuan Hidup Dasar primer; kita harus memastikan
bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan,
dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respons penderita, sambil meminta
pertolongan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.

Sistematika survei Bantuan Hidup Dasar primer saat ini lebih disederhanakan, yang
memungkinkan orang tidak terlatih dapat melakukan Bantuan Hidup Dasar primer dengan
baik. Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C-A-B. Sebelum melakukan Bantuan
Hidup Dasar harus dipastikan langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu. Setelah dilakukan pemeriksaan (kesadaran, sirkulasi, pernapasan, perlu tidaknya
defibrilasi), harus dianalisis secara cepat dan tepat tindakan yang diperlukan. Setiap langkah
yang akan dilakukan dimulaidari pemeriksaan, diikutidengan tindakan. Sebagai contoh:
. Periksa respons penderita untuk memastikan penderita dalam keadaan sadar atau
tidak sadar.
Periksa denyut nadi sebelum melakukan kompresi dada atau sebelum melakukan
penempelan sandapan AED.
. Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum melakukan tindakan kejut listrik pada
jantu ng (defibrilasi).
Perhatikan : Selalu melakukan pemeriksaan sebelum melakukan tindakan.

D.

Pelaksanaan Tindakan Resusitasi Jantung Paru

Tujuan utama pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah untuk mempertahankan
kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi disabilitas
tanpa melupakan hakdan keputusan pribadi.
Dalam pelaksanaannya, keputusan untuk melakukan tindakan RJP seringkali hanya diambil
dalam hitungan detik oleh penolong yang mungkin tidak mengenal penderita yang
34

mengalami hentijantung atau tidak mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika akan
melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak penderita serta
beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan seperti
D.1 Henti jantung terjadidalam sarana atau fasilitas kesehatan.
Pertolongan dapat tidak dilakukan bila:

1.

Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan
ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita.

2.
3.

Hentijantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat
pengobatan secara optimal.
Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi,
misalnya bayi sangat prematul anensefali atau kelainan kromosom seperti
trisomil-3.

D.2 Hentijantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan.


1. Tanda-tanda klinis kematian yang ireversibel, seperti kaku mayat, lebam mayat,
dekapitasi, atau pembusukan.
Upaya RJP dengan risiko membahayakan penolong.
Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan, seperti hangus terbakar;
dekapitasi atau hemikorporektomi.

E.

Kapan Menghentikan RJP

Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP antara lain:
Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal, antara
lain: RJB defibrilasi pada penderita VFIVT tanpa nadi, pemberian vasopresin atau
epinefrin intravena, membuka jalan napas, ventilasi dan oksigenasi menggunakan

bantuan jalan napas tingkat lanjut serta sudah melakukan semua pengobatan
irama sesuai dengan pedoman yang ada.
Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun
atau mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf

.
.
F.

pusat.
Kejadian hentijantung tidak disaksikan oleh penolong.
Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama
menit atau lebih.

1-0

lmplementasipenghentianusaharesusitasi:
Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada neonatus lebih dari 10

menit.
Penderita yang tidak respons setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung Lanjut
minimal20 menit.
Secara etik, penolong RJP selalu menerima keputusan klinik yang layak untuk
memperpanjang usaha pertolongan (misalnya oleh karena konsekuensi psikologis
dan emosional). Juga menerima alasan klinis untuk mengakhiri resusitasi dengan
segera (karena kemungkinan hidup yang kecil).
Menurunnya kemung kinan keberhasilan resusitasi sebanding dengan makin
35

lamanya waktu melaksanakan bantuan hidup. Perkiraan kemungkinan keberhasilan


resusitasidan pulang ke rumah, mulaidari 60-90% dan menurun secara jelas 3-10
% per menit.

G.

Tindakan RJP pada asistol bisa lebih lama dilakukan pada penderita dengan
kondisi sebagai berikut:

.
.
.
.
.
o
.
H.

Usia muda.
Asistol menetap karena toksin atau gangguan elektrolit.
Hipotermia.
Overdosis obat.
Usaha bunuh diri.

Permintaan keluarga.
Korban tenggelam diairdingin.

Teknik Pelaksanaan Survei Primer Bantuan Hidup Dasar

Tahapan pelaksanaan survei primer Bantuan Hidup Dasar mengutamakan sirkulasi daripada

pemberian bantuan napas:

H.L Circulofion (penilaian denyut nadi)


Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi menunjukkan bahwa baik penolong

awam maupun tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan


pulsasi arteri karotis. Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulsasi tidak diperlukan,
seperti:
a
Penolong tidak perlu memeriksa nadidan langsung mengasumsikan penderita
menderita hentijantung jika penderita mengalami pingsan mendadak, atau
tidak berespons tidak bernapas, atau bernapas tidak normal.
Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam 10 detik
penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan kompresi
dada.

Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada
setengah bawah sternum. Hal ini menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan
intratorakal dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu
diperhatikan saat melakukan kompresi dada:
o Frekuensi minimal 100 kali per menit.
a
Untukdewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch).
a

Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter dinding


anteroposterior dada, atau 4 cm (1.5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch)
pada anak.

Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna


setelah setiap kompresi.
a

Seminimal mungkin melakukan interupsi.


Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan.

Unrasponsive
No breathing or
no normal brealhing
(only gasping)

3ff:"";",",

response \a

Get

defibrillatol

Check pulse

siartcPR

fi
Check rhythm/
shock if

indited
Repeal every 2 minutes

Gambar 4.2. Alar Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari 2010 AHA Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation)

H.2 Airway (pembukaan jalan napas)


Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka dan mempertahankan jalan napas
untuk membantu ventilasi dan memperbaiki oksigenasi tubuh. Tindakan ini sebaiknya
dilakukan oleh orang yang sudah menerima pelatihan Bantuan Hidup Dasar atau tenaga
kesehatan profesional dengan menggunakan teknik angkat kepala-angkat dagu (head

tilt chin lift) pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher.

Pada

penderita yang dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt chin lift tidak bisa
dilakukan. Teknik yang digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa
melakukan ekstensikepala Qowthrust). Pada penolong yang hanya mampu melakukan
kompresi dada saja, belum didapatkan bukti ilmiah yang cukup untuk melakukan teknik
mempertahankan jalan napas secara pasif, seperti hiperekstensi leher.

37

H.3 Breathing (pemberian napas bantuan)


Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan primer
pemberian bantuan napas adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat
dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang
dikeluarkan oleh American Heart Association mengenai Bantuan Hidup Jantung Dasal
penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan dengan Look, Listen and Feel,
karena langkah pelaksanaan tidak konsisten dan menghabiskan banyakwaktu. Halyang
perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan napas antara lain:
Berikan napas bantuan dalam waktu l detik.

.
.
.
.

Sesuaivolume tidalyang cukup untuk mengangkat dinding dada.


Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kali kompresi.

Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan telah berhasil
memasukkan alat untuk mempertahankan jalan napas (seperti pipa endotrakeal,
combitube atau sungkup laring), maka napas bantuan diberikan setiap 6-8 detik,
sehingga menghasilkan pernapasan dengan frekuensi 8-10 kali/menit.
Penderita dengan hambatan jalan napas atau komplians paru yang buruk
memerlukan bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan
dinding dada terangkat.
Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat
menimbulkan distensi lambung serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan
asprrasr.

H.4 Defibrilasi
Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan penting untuk keberhasilan
pertolongan penderita hentijantung mendadak berdasarkan alasan sebagai berikut:

1-. Irama dasar jantung yang paling sering didapat pada kasus henti

2.
3.

jantung

mendadakyang disaksikan di luar rumah sakit adalah fibrilasiventrikel.


Terapi untuk fibrilasiventrikel adalah defibrilasi.

Kemungkinan keberhasilan tindakan defibrilasi berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu.
Perubahan irama dari fibrilasiventrikel menjadi asistol seiring dengan berjalannya
waktu.
Pelaksanaan defibrilasi bisa dilakukan dengan menggunakan defibrilator manual atau
menggunakan outomated external defibrillator (AED). Penderita dewasa yang
mengalami fibrilasi ventrikel atau takikardiventrikel tanpa nadi diberikan energi kejutan
360 J pada defibrilator monofasik atau 200 J pada bifasik. Pada anak, walaupun kejadian
hentijantung mendadak sangat jarang, energi kejut listrik diberikan dengan dosis 2-4
J/kg, dapat diulang dengan dosis 4-10 l/kg dan tidak melebihi energi yang diberikan
kepada penderita dewasa. Pada neonatus, penggunaan defibrilator manual lebih

4.

dianjurkan.
Penggunaan defibrilator untuk tindakan kejut listrik tidak diindikasikan pada penderita
dengan asistol alau pulseless electrical activiU PEA).

38

H. 5 Protokol penggun aan Automated External Defibrillator


Detil penggunaan AED dipengaruhi olehjenis alat dan merek, tapi garis besarnya adalah
sebagai berikut:
Hidupkan AED engan menekan sakelar ON atau beberapa alat dengan membuka

tutup AED).
a

Pasang bantalan elektroda pada dada penderita

Jangan melakukan kontak lngsung dengan penderita saat sedang dilakukan


analisis irama penderita oleh alatAED.
Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan kejut listrik, atau
langsung lakukan RJP 5 siklus petugas kesehatan terlatih dapat mencek nadi
terlebih dahulu) ika alat tidak menginstruksikan tindakan kejut listrik.

Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP boleh dihentikan sesuai
indikasi.

H.5 Protokol penggunaan alat keiut listrik konvension al (anual defibrillator)


Pada kasus hentijantung, RJP adalah tindakan yang mutlak dilakukan dan interupsi
terhadap kompresi harus minimal. Prinsip ini tetap berlaku pada penggunaan
defibrilator. Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap dilakukan
kompresidada.
Tekan

tombol ourerON atau putar sakar ke arah gambar

EKG

untuk menghidupkan

Tempelkan ancing lektroda atau gunakan pedal defibrilator untuk melakukan


analisis secara cepatquick look onolysis)
Lihat irama monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut listrik, berikan gel di peda
defibrilator atau dada penderita untuk mencegah luka bakar yang berat serta

memperbaiki hantaran listrik dari pedal ke tubuh penderita.


Bila irama yang terlihat pada monitor adalah ibrilasi ventrikelvntrikel takikardia
tanpa nadi, maka lakukan pemberan kejut listrik dengan energi 360 J pada alat
defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik. Lakukan pengisian
chorge)sampai ke energi yang diinginkan (biasanya ditandai dengan bunyi alarm).
Satu pedal diletakkan di apeksjantung dan yang lain dietakkan di sternum dengan
disertai pemberian tekanan sebesar 12,5 kg saat ditempelkan ke dinding dada.
Listrik dialirkan dengan menekan tombol ischarge(bergambar listrik) yang berada
di kedua gagang.
Segera lakukan RJP elama 2 menit atau siklus. Seteah 2menit lakukan evaluasi. Bila
irama yang terlihat di monitor adalah irama yang arus iberikan kejut listriks hockoble
rhythm) aituVT tanpa nadi atau VF, maka lakukan pemberian kejut listrik kembali.

Bila irama yang terlihat adalah PEA atau asistl, maka lakukan pemberian
selama2 menit atau siklus dan penatalaksanaan sesuai algoritma PEA/asistol.

RJP

39

Ringkasan Umum Bantuan Hidup Dasar

Rekomendasi
Dewasa
Tidak sadarkan diri

Pengenalan awal

Tidak ada napas


atau bernapas tidak

Tidak bernapas atau gasping

normal (misalnya
gosping)
Tidak teraba nadi dalam

1-0

detik (hanya dilakukan oleh tenaga

kesehatan).

Urutan BHD

CAB

CAB

CAB

Minimal 100 kali per menit

Frekuensi

Minimal 1/3 diameter Minimal 1/3 diameter


anteroposterior
anteroposterior
dinding dada (sekitar dinding dada (sekitar
4 cml1.5 inch)
5 cml2 inch)

Kedalaman

Minimal 5 cm

kompresi

inch)

Recoil dinding
dada

Recoil sempurna dinding dada setelah setiap kompresi.

Interupsi kompresi

Interups kompresi seminimal mungkin.


Interups terhadap kompresi tidak lebih 10 detik.

Jalan napas

Heod tilt chin lift.


(Jaw thrust pada kecurigaan trauma leher

(2

Untuk penolong terlatih, pergantian posisi kompresor setiap 2


menit.

hanya oleh tenaga

kesehatan).
Kompresi

30:2
(1 atau 2 penolong)

Ventilasi

30
L5

:2
:2

(L penolong)
(2 penolong)

30:2(1 penolong)
15 :2 (2 penolong)

Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja.


jalan napas lanjutan
Pada penolong terlatih

bu
lanju

berikan 2 kali napas


bantu jalan napas

ompresi. Bila terpasang alat


s setiap 6-8 detik (8-10 kali

per menit).
Penderita ROSC, napas diberikan setiap 5-6 detik (10-12 kali per
menit)
Defibrilasi

Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin.

Interupsi kompresi minimal, baik sebelum atau sesudah kejut listrik.


Lanjutkan RJP diawali dengan kompresi segera setelah kejut listrik.

40

BAB V
STNDROMA KORONER AKUT (SKA)

A.

Pendahuluan

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 oleh Departemen
Kesehatan RI, prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2o/o.Penyakit jantung iskemik
menduduki urutan ketiga (8,7o/o) sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan. Data di
Amerika Serikat menunjukkan 7-8 juta penderita datang ke Unit Gawat Darurat dengan
keluhan dada tidak enak. Lebih dari 2 juta (25o/o) didiagnosis sebagai SKA (angina tidak stabil
dan infark miokard akut). Darijumlah tersebut sekitar 500 ribu penderita menjalani rawat
inap dengan diagnosis angina tidak stabil dan 1.5 juta penderita mengalami infark miokard
akut. Dari 1.5 juta penderita IMA kira-kira 500 ribu meninggal dunia. Di antara jumlah
tersebut 250 ribu mati mendadak dalam satu jam pertama sejak mulai serangan jantung.
Pengobatan terkini dalam dua dekade terakhir pada penderita SKA mengalami kemajuan
dramatis dibanding era sebelumnya, sehingga banyak menyelamatkan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita. Hal ini berkat terapi reperfusi cepat (fibrinolisis dan intervensi
koroner akut, PCl) untuk membuka sumbatan/oklusi arteri koroner. Kunci penting untuk
mencapai haltersebut adalah ketepatan dan kecepatan diagnosis serta terapi dini pada SKA,
dan hal ini sangat tergantung pada masyarakat dan profesionalisme tenaga kesehatan.

B.

Batasan istilah

Arteriosklerosis adalah pengerasan dinding arteri sehingga dinding arteri menebal dan kaku.
Aterosklerosis adalah salah satu bentuk arteriosklerosis di mana lapisan dalam dinding arteri
menebal dan iregular karena pengendapan lemak. Akibatnya dinding dalam arteri menonjol
ke dalam lumen dan diameter lumen arteri menjadi sempit. Hal ini akan mengurangi aliran
darah yang melalui tempat penyempitan tersebut saat kebutuhan darah meningkat,
misalnya aktivitas fisik meningkat atau keadaan stres/emosi.

jantung koroner adalah terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner. Sindroma


koroner akut, adalah spektrum gejala klinis penyakit jantung koroner sebagai akibat
penurunan mendadak aliran darah ke jantung yang menyebabkan iskemia miokard akut.
Penyakit

Penyebab penurunan mendadak aliran arteri koroner sebagian besar adalah trombosis yang

disebabkan rupturnya plak aterosklerosis. Walaupun demikian, penyebab lain dapat juga
terjadi misalnya spasme arteri koroner. Termasuk SKA adalah angina tidak stabil (unstabLe
angina pectoris/UAP), infark miokard non-ST elevasi (NSTEMD dan infark miokard ST elevasi
(STEMD.

Angina pektoris merupakan gejala nyeri dada atau dada terasa tidak enakyang disebabkan
iskemia miokard akibat defisiensi antara suplai dan kebutuhan oksigen dijantung. Angina
pektoris memiliki karakteristik gejala khas, yaitu dada seperti ditindih benda berat, diremas,
ditekan atau rasa penuh di belakang tulang dada, seringkali disertai dengan penjalaran ke
leheri rahang bawah, lengan kiri, punggung atau ulu hati, disertai dengan keringat dingin.

4L

Rasa nyeri tidak dapat dilokalisasi secara pasti. Pada beberapa penderita, gejala yang
dirasakan bisa saja hanya dada terasa tidak enak.

(llTr*t
Pnssible areas trl'

rarliating pain:
nrck, jaru, upper
aldilmcn, rhuuld*r."
and arms

Gambar 5.1 Daerah-daerah dengan nyeri dada khas infafk

Infark miokard adalah nekrosis (kematian sel) miokard akibat sumbatan mendadak arteri
koronaria, biasanya akibat trombus oklusif yang timbul pada plak yang ruptur. Trombus
adalah pembentukan gumpalan darah karena respons sistem pembekuan darah pada injuri
(perlukaan/erosi/ruptur plak). Beberapa komponen yang berpartsisipasi dalam
terbentuknya trombus adalah platelet (trombosit), protein pembekuan darah (seperti

trombin dan fibrin). Trombus yang terbentuk di dalam lumen arteri koroner dapat
menyumbat sebagian (parsial) atau total aliran darah ke miokard yang dialirinya, sehingga
menyebabkan iskemia miokard/infark miokard akut, dengan manifestasi keluhan berupa
angina pektoris/nyeri dada iskemik.
Angina tidak stabil, adalah iskemia miokard yang disebabkan oleh sumbatan ateri koroner

parsial atau intermiten oleh trombus dengan pola serangan frekuensi semakin sering,
derajatnya semakin berat, faktor pencetus atau yang meringankan berubah.
Tujuan penatalaksanaan Bantuan Hidup Dasar pada sindroma koroner akut:
Mengurangi luas nekrosis miokard yang terjadi pada penderita infark miokard akut,

1.

2.

sekaligus juga mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan berusaha membatasi


komplikasi yang mungkin terjadi.
Melakukan penatalaksanaan terhadap komplikasi akut yang mengancam jiwa,
seperti ventricular fibrillation, ventriculor tochycardio, pulseless eLectrical activity
dan asistol.

C.

Patofisiologi

Proses aterosklerosis merupakan proses yang perlahan-lahan, bersifat progresif dan


umumnya dimulai pada usia anak-anak dan dapat menimbulkan gejala pada usia 20 tahun.

42

Lapisan dalam arteriakan menebaldengan deposit lemak dan juga kalsium, perlahan-lahan
akan mengakibatkan penyempitan lumen arteri. Proses tersebut bisa terjadi pada arteri di

jantung, otak atau tungkai. Proses aterosklerosis pada arteri koronaria menyebabkan
penyakit jantung koroner (PJK). Spektrum klinis penyakit jantung koroner dapat berupa
angina pektoris stabil, sindroma koroner akut atau mati mendadak. PJK dapat bersifat
asimptomatik selama perfusijantung cukup dan fungsijantung normal. Pada periode ini
modifikasifaktor risiko dapat menghambat progresifitas proses aterosklerosis.
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut plak ateroma pembuluh darah arteri koroner

yang robek/ruptur. Ruptur plak ini akan memicu proses agregasi trombosit yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini mengakibatkan penyumbatan lumen arteri koroner
(bisa parsial, total atau menjadi mikroemboli yang menyumbat arteri koroner lebih distal).
Selain itu juga terjadi pelepasan zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi ateri
koroner, sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Akibat selanjutnya adalah
terjadi iskemia miokard, dan bila pasokan 02 berhenti lebih 20 menit dapat menyebabkan
nekrosis miokard (infark miokard akut). Akibat iskemia atau nekrosis miokard adalah
gangguan kontraktilitas miokard, aritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi). Sebagian penderita SKA tidak mengalami ruptur plak, tapi karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal arteri koroner epikardium yang disebut Angina
Prinzmetal.

Beberapa penderita SKA dapat mengalami komplikasi aritmia gawat (fatal), yaitu fibrilasi
ventrikel (VF) yang menyebabkan henti jantung (cardiac arrest). Keadaan ini paling sering
menjadi penyebab mati mendadak(sudden cardiac deoth) dan umumnya terjadi pada jamjam pertama serangan jantung.

Proses Aterosklerosis

keru..rkan
rnhmi
(a,,tar.
rain..i\iL.

riuhi
rrrI

(.rj{d!
I :,! ti..i)

Gambar 5.2. Bagan proses aterosklerosis

43

D.

Manifestasi klinis penyakit jantung koroner

Proses aterosklerosis sudah dimulai ketika individu berusia anak-anak dan terus berkembang

seiring dengan bertambahnya umur manusia. Proses tersebut berlangsung tanpa


menimbulkan gejala, sampai terjadi defisiensi oksigen yang bermakna saat kebutuhan
oksigen miokard meningkat, misalnya saat melakukan aktivitas, karena telah terbentuk
penyempitan yang bermakna pada arteri koroner atau terjadi ruptur/erosi plak mendadak.
Gejala klinis yang biasanya terjadi adalah:
1..

2.

Angina pektoris stabil, yaitu keluhan nyeri dada angina yang konsisten dan
timbulnya dapat diprediksi. Umumnya terjadi pada saat aktivitas fisik atau stres
emosional dan hilang dengan istirahat dan/atau menggunakan obat nitrat. Gejala
tersebut terjadi bila stenosis arteri koroner sudah mencapai 70% atau lebih.
Semakin berat penyempitan yang terjadi, maka semakin ringan aktivitas yang dapat
menimbulkan keluhan.
Sindroma koroner akut. Terjadi karena adanya erosi atau ruptur plak di dalam arteri

koroner; sehingga terbentuk trombus yang mengakibatkan gangguan mendadak

aliran arteri koroner. Trombus yang menyumbat parsial/intermiten

akan

menyebabkan sindroma koroner akut tanpa ST elevasi (angina pektoris tidak stabil

dan NSTEMI). Sedangkan trombus yang oklusif akan menyebabkan sindroma


koroner akut dengan

E.

ST

elevasi (STEMD

Sindroma koroner akut dengan

EKG

tanpa elevasi segmen ST

Angina pektoris tidak stabil dan NSTEMI biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dada angina
dengan ciri-ciri:
I. Angina pada saat istirahat. Umumnya terjadi pada saat istirahat dengan durasi lebih
dari20 menit, terjadidalam 1 minggu terakhir.
[. Angina awitan baru (new onset). Angina yang terjadi pertama kali dalam dua bulan
terakhir; timbul akibat aktivitas fisikyang ringan.
il. Angina progresif. Penderita sebelumnya sudah menderita angina, namun dalam
kurun waktu 2 bulan terakhir makin meningkat frekuensinya, ambang pencetusnya
makin ringan serta durasinya makin lama.

F.
!

Sindroma koroner akut dengan

EKG elevasi segmen ST

nfark Miokardium Akut (lMA)/STEM

Serangan jantung IMA terjadi bila miokard tidak mendapat pasokan darah dan O, dalam
waktu lama (biasanya lebih dari 20-30 menit) dan menyebabkan miokard nekrosis.

Umumnya keadaan ini karena penyempitan berat atau oklusi/sumbatan arteri koroner akibat

ruptur plak atau erosi disertai terbentuknya trombus. Jarang disebabkan oleh spasme
koroner saja, diseksi arteri koroner atau emboli. Spasme vaskular dapat terjadi spontan atau
sekunder akibat obat seperti kokain dan dapat menyebabkan serangan jantung. Keadaan
iskemia miokard dapat menyebabkan gangguan irama jantung, termasuk fibrilasi ventrikel
(VF). VF sering terjadi dalam satu jam pertama mulainya gejala. Hal inilah yang menjadi
alasan untuksegera menghubungi Layanan Gawat Darurat/LGD (Emergency MedicalSystem,

44

EMS), atau pergi ke unit gawat darurat RS terdekat untuk mencari

pertolongan.

Gejala berikut ini harus diwaspadai adanya seranganjantung:


Dada rasa tidak enak (chest dyscomfort).
Gejala penyerta adalah keringat dingin, mual, muntah atau napas pendek.

1.
2.
3.
4.

Perasaan lemah.

Hati-hati bila menjumpaigejala seperti ini:

Dada tidak enak biasa saja disertai napas pendek (otypicol angino)
berlangsung cukup lama, tidak hilang setelah istirahat atau pemberian nitrat,

Walaupun penderita tidak tampak mengalami serangan berat atau tidak


mempunyai gejala yang lengkap infark miokard, jika ragu-ragu periksalah ke

pada penderita lanjut usia, diabetes atau wanita.

unit gawat darurat.


Setiap orang harus WASPADA nyeri dada iskemik! Angina yang khas umumnya adalah rasa
tidak enak di prekordial atau restroternal.

Tanda-tanda serangan jantung antara lain :


Rasa sepertiditekan atau ditindih benda berat, penuh, sepertidiperas, atau nyeridi bagian
tengah dada beberapa menit.
. Nyeri dada yang menjalar ke bahu, lengan, leher; rahang bawah, punggung atau di
antara sendi bahu.

Nyeri dada disertai sakit kepala, pingsan, berkeringat dingin, mual atau rasa sakit
bernapas.
Rasa gelisah, khawatir atau perasaan seperti akan mati.

Diagnosis banding angina adalah diseksi aorta, perikarditis akut, pneumotoraks spontan,
emboli paru dan miokarditis akut.
Program pertolongan gawat darurat gejala serangan jantung pada seorang penderita

DIKETAH UI SAKIT JANTU NG KORON ER

TAK DIKETAHUI SAKIT JANTUNG KORONER


I

+
STOP AKTIVITAS & DUDUK/ BERBARING

STOPAKTIVITAS & DUDUK/ BERBARING

BERI TABLET ASPILET

L60-320 mg

BERI TABLET NITROGLISERIN TIAP

TUNGGU 5 MENIT, EVALUASI

3-5 MENIT (MAX 3 KALD

NYERI MENETAP
I

AKTIFKAN THE C1AIN OF SIJRVIVAL

45

BAB VI
BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA

A.

Definisi

Bantuan Hidup Dasar pada dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang
dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan
pertolongan medis lanjutan.

B.

Tujuan

Memberikan bantuan sirkulasi dan pernapasan yang adekuat sampai keadaan hentijantung
teratasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal.
i

C.

HentinapasdanHentiJantung

Henti napas adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan gangguanjalan napas, baik
parsial maupun total atau karena gangguan di pusat pernapasan. Henti jantung adalah
berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi
secara efektif. Keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau
penyakit sekunder non-jantung. Henti napas dan henti jantung merupakan dua keadaan
yang sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bisa terpisahkan.
C.1. Penyebab henti napas
1. Sumbatanjalan napas
Jalan napas dapat mengalamisumbjltan total atau parsial. Sumbatan jalan napas total
dapat menimbulkan hentijantung mendadak karena berhentinya suplai oksigen baik ke

otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan napas parsial umumnya lebih lambat
menimbulkan keadaan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk
bernapas dapat menyebabkan kelelahan.

Kondisi-kondisi yang menyebabkan su mbatan jalan napas


1. Benda asing (termasukdarah).
2. Muntahan.

3.

Edema laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau
tenggorokan.

4.

Spasme laring atau bronkus akibat radang atau trauma.


Tumor.

5.

2.

Gangguan paru

Kondisi-kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenisasi dan ventilasi antara


lain:

1.
2.
3.
4.
46

Infeksi.
Aspirasi.
Edema paru.
Kontusio paru.

5.

Keadaan tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing,
p neu motora ks, hematotora ks, efusi pl eu ra.

seperti

3.

Gangguanneuromuskular
Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama
pernapasan (otot dinding dada, diafragma dan otot interkostal) untuk
mengembangkempiskan paru antara lain:
5. Kiposkoliosis.
1. Miastenia gravis.
2. Sindroma Guillian Barre. 6. Distrofi muskular.
7. Penyakit motor neuron.
3. Sklerosis multipel.

4.

Poliomielitis.

C.2 Penyebab Henti Jantung


Henti jantung dapat disebabkan karena primer atau
Kondisi primer penyebab henti jantung:
1. Gagaljantung.

2.
3.
4.
5.

seku nder.

Tamponadejantung.
Miokarditis.
Kardiomiopati hipertrofi.
Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard,
tersengat listrik, ga ngguan elektrolit atau konsumsi obat-obatan.

c.3 lndikasiBantuan Hidup Da sar


1. Hentijantung.

2.
3.

D.

Henti napas.
Tidak sadarkan diri,

Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar

Urutan pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar yang benar akan memperbaiki tingkat
keberhasilan. Berdasarkan panduan Bantuan Hidup Dasar yang dikeluarkan oleh Americon
Heart Associotion dan Europeon Society of Resuscitation, pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar
dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan dilanjutkan

dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulotion-Airwoy-BreothingDefibrillotor).

47

Unresponsive
No brcathing or
no nomal breathing
(only gasping)

,e

Siir*r..

Check pulse

startcPR

fi
Check rhythm/
shock il
indicated
Repeat every 2 minutes

Gambar 5.1 . Alur Bantuan Hidup Dasar

E.

Penilaian Respons

Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk
melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Halyang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita:
1. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka

usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau


diposisikan ke dalam posisi mantap; sambil terus melakukan pemantauan tanda-

2.

tanda vital sampai bantuan datang.


Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernapas atau bernapas tidak

normal (gasping), maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung.


Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem
layanan gawat darurat.

48

Gambar 6.2. Pemeriksaan penilaian respons korban

F.

Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respons dari
penderita, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon sistem
layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila di rumah sakit). eila tidak ada orang lain di

dekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya penolong menelepon sistem layanan
gawat darurat. Saat melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat darurat,
hendaknya dijelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang sudah
diberikan kepada penderita.

G.

Kompresi Jantung (Circulotionl

Sebelum melakukan kompresi dada pada penderita, penolong harus melakukan


pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan
dilakukan pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan denyutan arteri
karotis dalam waktu maksimal l-0 detik. Melakukan pemeriksaan denyut nadi bukan halyang
mudah untuk dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin memerlukan
waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga :
Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan
langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak
tidak sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang bernapas tidak normal.
Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher penderita dan
mencari trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral
sampai menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri
karotis berada).

49

Gambar 6.3. Pemeriksaan nadi karotis

H.

Pelaksanaan KomPresi Dada

dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan melalui
meningkatkan tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung'
Kompresi

Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada:


. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
o Tentukan lokasi kompresi di dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum'
. Frekuensi minimal 100 kali per menit.
. Kedalaman minimal 5 cm (2 inch).
. penolong awam melakukan kompresi minimal 100 kali per menit tanpa interupsi.

penolong terlatih tanpa alat bantu napas lanjutan melakukan kompresi dan
ventilasi dengan perbandingan 30 : 2 (setiap 30 kali kompresi efektif, berikan 2
napas bantuan).
n6wros?Rd!<E

il*are4ii

Gambar 6.4. Penentuan lokasi kompresi dan posisi penolong terhadap


penderita saat melakukan kompresi
50

Air

oy dan B reothin g (Venti Iasi)

Perubahan yang terjadi pada alur Bantuan Hidup Dasar ini sesuai dengan panduan American
Heart Association mengenai Bantuan Hidup Dasar; bahwa penderita yang mengalami henti
jantung umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung, sehingga kompresi
secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk mencari sumbatan benda
asing padajalan napas.
Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali maka dilanjutkan dengan pemberian
bantuan napas sebanyak2 kaliyang diawalidengan membuka jalan napas. Posisipenderita
saat diberikan bantuan napas tetap terlentang. Jika mungkin dengan dasar yang keras dan

datar dengan posisi penolong tetap berada di samping penderita. Hal yang diperhatikan
dalam ventilasi:
a
Napas bantuan 2 kali dalam waktu
a

t.

l detik setiap hembusan.


Berikan bantuan napas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
memperlihatkan pengangkatan dinding dada.
Berikan bantuan napas bersesuaian dengan kompresidengan perbandingan 2 kali
bantuan napas setelah 30 kali kompresi.

Buka Jalan Napas

Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan melemah
termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglotis
terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas. Jalan napas dapat dibuka oleh penolong
dengan metode:
1-. Heod tiLt chin lift moneuver (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu).
Tindakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami
gangguan/trauma tulang leher.

Gambar 6.5. Head tilt chin lift maneuver


51

Bila penderita dicurigai mengalami gangguan/trauma leheri maka tindakan untuk


membuka jalan napas dilakukan dengan cara menekan rahang bawah ke arah
belakang/posterior (j aw th rust).

Gambar 6.6 . Jqw thrust

Setelah dilakukan tindakan membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah dengan
pemberian napas bantuan. Tindakan pembersihan jalan napas, serta maneuver look, listen
and feel (lihat, dengar dan rasakan) tidak dikerjakan lagi, kecualijika tindakan pemberian
napas bantuan tidak menyebabkan paru terkembang secara baik.

K.

Breathing(Ventilasi)

Tindakan pemberian napas bantuan dilakukan kepada penderita hentijantung setelah satu

siklus kompresi selesai dilakukan (30 kali kompresi). Pemberian napas bantuan bisa
dilakukan dengan metode:

K.1 Mulut ke Mulut

Gambar 5.7. Pernapasan mulut ke mulut

Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen
yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan
pertolongan adalah:
. Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan dengan
hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.
Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan lambat, setiap tiupan
52

+d

selama

l-

deti k dan pasti kan sampai dada terangkat.

Tetap pertahankan heod tilt-chin

lift,

lepaskan mulut penolong dari mulut

penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.

Mulut ke Hidung

Gambar

o./

Pernapasan mulut Ke nloung

Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut-ke-mulut sulit dilakukan, misalnya
karena trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian

hembuskan udara seperti pernapasan mulut-ke-mulut. Buka mulut penderita waktu


ekshalasi.
K.3. Mulut ke Sungkup

Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan di atas dan


melingkupi mulut dan hidung penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan,
sehingga muntahan dan warna bibir penderita dapat terlihat.

Gambar 6.8 Pernapasan mulut ke sungkup


Cara melakukan pemberian napas mulut ke sungkup:
a
a

Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari.
Lakukan head tilt - chin lift / jaw thrust, tekan sungkup ke muka penderita dengan
rapat, kemudian hembuskan udara melalui lubang sungkup sampai dada terangkat.
Hentikan hembusan dan amatiturunnya pergerakan dinding dada.
53

K.4. Dengan Kantung Pernapasan.


Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang menempel
pada sungkup muka. Volume kantung napas ini 1600 ml. Alat ini digunakan untuk
pemberian napas bantuan dengan disambungkan ke sumber oksigen.

li
It

4{

Gambar 5.9 . E-C clamp


Bila alat tersebut disambungkan ke sumber oksigen, maka kecepatan aliran oksigen bisa
sampai 12 L/menit (memberikan konsentrasi oksigen yang diinspirasi sebesar 74,0%).
Penolong hanya memompa sekitar 400-600 ml (6-7mllkg) dalam 1 detik ke penderita.
Bila tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg berat badan penderita dalam 1- detik. Caranya
dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan napas dan meletakkan sungkup
menutupi muka dengan teknik E-C Clamp (bila seorang diri), yaitu jari-jari ketiga,
keempat dan kelima membentuk huruf "E" dan diletakkan di bawah rahang bawah untuk
mengekstensi dagu dan rahang bawah, ibu jari dan jaritelunjuk penolong membentuk

huruf

"C"

untuk mempertahankan sungkup di muka penderita. Tindakan ini akan

mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan napas.


Hal yang harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain

1.

Bila dengan 2 penolong, 1- penolong pada posisi di atas kepala penderita


menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar
tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup dan mulut, jari-jariyang lain mengangkat
rahang bawah dengan mengekstensikan kepala sambil melihat pergerakan dada.
Penolong kedua secara perlahan memompa kantung sampai dada terangkat.

Gambar 5.10. Ventilasi dengan kantung napas 1 dan 2 penolong


54

2.

Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup dan
lain

jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C Clomp), tangan yang


memompa kantung napas sembari melihat dada terangkat.
L.

Bantuan Hidup Dasar dengan 2 Penolong

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan Bantuan Hidup Dasar dengan 2
penolong:

1.

Tiap penolong harus mengerti peranan masing-masing. Satu orang penolong


memberikan pernapasan bantuan sedangkan penolong yang lain melakukan
kompresi dada. Bila penolong kedua tiba di tempat kejadian saat pertolongan
sedang dilakukan oleh penolong pertama, maka penolong kedua memberikan
bantuan setelah penolong pertama melakukan satu siklus bantuan yang diakhiri
dengan 2 napas bantuan.

2.
3.

Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman dengan cara


menghitung dengan suara keras.
Sebaiknya perputaran penolong dilakukan setiap 5 siklus. Sebelum melakukan
perpindahan tempat, penolong yang melakukan kompresi memberikan aba-aba
bahwa akan dilakukan perpindahan tempat setelah kompresi ke-30 dan dilanjutkan
pemberian 2 napas bantuan. Penolong yang memberikan napas bantuan segera
mengambil tempat di samping penderita untuk melakukan kompresi. Hal tersebut
terus berlanjut sampai bantuan dinyatakan boleh dihentikan'

Komplikasiyang mungkin terjadi saat melakukan Bantuan Hidup Dasar:


1. Aspirasiregurgitasi.
2. Frakturcostae-sternum.
3. Pneumotoraks, hematotoraks, kontusto paru.

4.

Laserasihatiataulimpa.

00000

55

BAB VII
BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK
A.

Pendahuluan
Bantuan Hidup Dasar yang diberikan untuk anak dan bayi berbeda dengan yang
dilakukan untuk orang dewasa.

B.

Sebab-Sebab Henti Jantung pada Anak

1.
2.
3.

Kegawatan napas yang tidak dikelola dengan benar.


Akibat penyakit atau trauma.

Masalah gangguan irama jantung primer jarang pada anak umur kurang dari 8
tahun.

Tonda-tondo hentijantung pada onok somo dengon dewoso.

C.

Tahapan-tahapan Bantuan Hidup Dasar pada Anak

Secara garis besar; prinsip pertolongan Bantuan Hidup Dasar baik dewasa atau anak harus
dikerjakan secara berurutan. Namun yang sangat perlu diperhatikan mengenai cara
pemberian Bantuan Hidup Dasar adalah jumlah penolong dan adanya usaha napas atau

tidak. Untuk anak usia > 8 tahun, pertolongan sama dengan dewasa.

D.

Penilaian respons

Penilaian respons pada anak dilakukan setelah penolong yakin bahwa tindakan yang akan
dilakukan bersifat aman bagi penolong dan anak yang ditolong. Pertama kali yang diperiksa
adalah apakah penderita tersebut memberikan respons terhadap rangsangan dengan
memanggil dan menepuk atau menggoyangkan penderita sambil memperhatikan apakah
ada tanda-tanda trauma pada anaktersebut.

E.

Mengaktifkan sistem gawat darurat

Bila penderita tidak memberikan respons dan penolong lebih dari satu orang, minta tolong
kepada orang terdekat untuk menelepon sistem gawat darurat dan mengambil AED. Bila
penolong seorang diri dan hentijantung disaksikan/mendadak baru terjadi, segera aktifkan

sistem gawat darurat dan ambil AED bila tersedia. Bila penolong seorang diri dan henti
jantung tidak disaksikan, lakukan RJP selama 2 menit lalu aktifkan sistem gawat darurat dan
ambilAED.

56

Unresponsfve

High-Quslity CPF

Not breathing or onb gEsping


Send smene to activat emergfficy

.
.

response systam, get AED/defl brillator

Lon Rescuer: For SUDDEN COLI.APSE


activate emgtgBngy rliponse sygtem.
gt AEDldefibdlletor

AA

Eefinite
Pulse

I . GiYe I breath every


I 3 seconds
I ' Add compressions
if

l<
l*o PulsE

p
d
o

Rate at leasl 100/min

ComprEssion
depth to al least
7s anterior-posterior
diameter of chest,
about 1ya inahs
(4 cm) in infants
and 2 inchBs (5 cm)
in childlen
Allow complete
chest rcoil afts each

comprssrcn

Minimize intemptions
in chest compressions

Avoid exossive
ventilation

ventilation
Hecheck pulse eYery
2 minutes

One Rescuer: BeOin cycles of 30 OOMPRESSIONS and 2 BBEATHS

Two Rescuersr Begir cycles of 15 COMPRESSIONS and 2 BREATHS

Afts

about 2 mlnutes, actiyate emergency response system and gat


AED/defibrillator {if rct already done).
Use AEP as soon as avallable.

Give t shock
Fesume CPR immediately
for 2 minutes

Resume CPR immediatly


for 2 minutes
Check rhythm every
2 minutes; continue until
ALS provlders take over or
victim starts to move

Gambar 7.1. Alur Bantuan Hidup Dasar pada anak (Dikutip dari AHA Guidelines for
cardiopulmonary resuscitation)

F.

KompresiJantung (Circulation)

Pemeriksaan denyut nadi pada bayi dan anak sebelum melakukan kompresi adalah hal yang
tidak mudah. Pemeriksaan pada arteri besar pada bayi tidak dilakukan pada arteri karotis,

melainkan pada arteri brakialis atau arteri femoralis. Sedangkan untuk anak berumur lebih
dari satu tahun dapat dilakukan mirip pada orang dewasa.

57

.,:,,

I*

Gambar 7.2. Pemeriksaan sirkulasi pada anak dan bayi

Kompresi dilakukan segera pada anak dan bayi yang tidak sadarkan diri, tidak ada denyut
nadi serta tidak bernapas. Yang menjadi perbedaan dalam melaksanakan kompresi adalah
teknik kompresi pada bayi yang menggunakan teknik kompresi 2 jari atau 2 ibu jari,
sedangkan pada anak berumur kurang dari 8 tahun teknik satu tangan.

Gambar 7.3. Kompresi pada bayi dan anak


G.

Kompresi dada pada anak umur 1- 8 tahun


1. Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan lari-jari
pada tulang iga anak.
2. Menekan sternum sekitar 5 cm dengan kecepatan minimal 1-00 kali per menit.
3. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat (1 penolong).
4. Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15 : 2 (2 penolong).

H.

Kompresidada pada bayi


1. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar l jari berada di
bawah garis intermammari.
2

58

Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum
dengan kecepatan minimal 100 kali per menit.
Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan sampai
dada terangkat (1 penolong).

4.
l.

Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15 :2 (2 penolong).

AirwaydanBreathing(Ventilasi)

Setelah melakukan 30 kompresi (untuk 1 penolong) atau l-5 kompresi (untuk 2 penolong),
maka diberikan 2 napas bantuan. Teknik pemberian napas bantuan pada anak serupa dengan

teknik pada dewasa. Namun harus diperhatikan pemberian volume pernapasan tidak
berlebihan jika memberikan bantuan napas dengan kantong pernapasan untuk mencegah
pneumotoraks.

J.

Posisi Mantap pada Anak dan Bayi

Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan (ROSC = Return of Spontaneous

Circulotion), maka bayi atau anaktersebut dibaringkan ke dalam posisi mantap.

'L.........

Gambar 7.4. Posisi mantap pada bayi dan dewasa

Untuk anak berumur 1-8 tahun, posisi mantap yang dilakukan serupa dengan dewasa. Untuk
bayi, langkah yang dilakukan adalah:
1. Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga perut dan dada bayi dengan
kepala bayiterletak lebih rendah.
2. Usahakan tidak menutupi mulut dan hidung bayi.
3. Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan pernapasan sampai
pertolongan medis datang.

00000

59

BAB VIII
SUMBATAN JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING

A.

Pendahuluan

Sumbatan jalan napas merupakan gangguan pada jalan napas yang dapat diatasi namun

jarang terjadi dan berpotensi menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan


penatalaksanaan yang benar. Orang yang tidak sadarkan diri mudah mengalami sumbatan
jalan napas, baik yang disebabkan oleh sebab intrinsik (lidah) ataupun ekstrinsik (benda
asing). Penatalaksanaan yang baik merupakan kunci untuk mencegah kematian akibat
sumbatan jalan napas. Kasus sumbatan jalan napas pada dewasa umumnya terjadi pada saat
makan. Sedangkan pada bayi atau anak, keadaan tersebut terjadi pada saat makan atau
sedang bermain, walaupun sudah diawasioleh orang tua atau pengasuh anak.

B.

Pengenalan Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing pada Dewasa

Karena pengenalan sumbatan jalan napas akibat benda asing merupakan kunci utama untuk
kesuksesan penatalaksanaan, maka penolong harus bisa membedakan keadaan tersebut
dengan pingsan, serangan jantung, kejang atau kondisi lainnya yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan mendadak, sianosis, atau penurunan kesadaran.

Sumbatan yang disebabkan oleh benda asing bisa bersifat ringan atau berat, bergantung

dari seberapa besar sumbatan yang terjadi. Bila penolong menjumpai penderita
memberikan tanda-tanda sumbatan jalan napas yang berat, maka pertolongan harus segera
dilakukan. Tanda-tanda sumbatan jalan napas yang terganggu antara lain adalah pertukaran
udara yang buruk serta diikuti dengan kesulitan bernapas yang meningkat seperti batuk
tanpa suara, sianosis, atau tidak bisa berbicara. Kadang kala penderita memperagakan
cekikan di lehernya untuk memperlihatkan tanda universaltercekik. Segera tanyakan kepada
penderita apakah dia tersedak? Bila penderita menjawab dengan anggukan berarti
penderita mengalami sumbatan jalan napas yang berat.

C.

Penatalaksanaan Sumbatan Jalan oleh Benda Asing pada Dewasa

Yang harus diutamakan adalah pengenalan terhadap gejala sumbatan berat oleh benda
asing, karena tindakan tersebut memerlukan penatalaksanaan segera untuk mencegah
terjadinya kematian.

1.

Penatalaksanaan Penderita Tidak Sadarkan Diri


Bila penolong mendapatkan penderita tidak sadarkan diri akibat sumbatan jalan napas,
langkah-langkah yang harus dilakukan:
Segera aktifkan sistem Layanan Gawat Darurat, panggil bantuan.
Segera baringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali. Bila mulut penderita terbuka,
segera periksa mulut penderita apakah benda asi:rg sudah bisa dikeluarkan atau
belum. Bila belum bisa dikeluarkan, terus lakukan kompresijantung. Kompresi ini
bertujuan untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas dan

tujuan sekundernya untuk membantu sirkulasi.


60

Teknik Blind Finger Sweep tidak direkomendasikan lagi untuk mengeluarkan benda
asing pada sumbatan jalan napas. Bila benda asing yang padat sudah bisa terlihat,
maka benda asing boleh dikeluarkan secara manual.

Adslt Fseign Body Almay OhsfuElian Tteatnelfi

ststt
fis{rdnl*ledlat
forsfrdilidlo4r

t6{
rmtE

cmghm

*rcfued

Tabel 8.1 Tatalaksana membedakan sumbatan ringan atau sedang

Differentiation between mild and severe foreign body airway obstruction (FBAO).
Sign

Mild obstruction

Severe obstruction

'Are you chocking?"

"Yes"

Other signs

Can speak, cough, breathe

Unable to speak,
may nod
Cannot
breathe/wheezy

breathing/silent
attempts to
coug h/unconsciousness

* General signs of FBAO: Attack occurs while eating: victim may clutch his neck.

2.

Penatalaksanaan PenderitaSadar
Pada penderita sadar; penatalaksanaan sumbatan jalan napas dibagi berdasarkan ringan
beratnya sumbatan yang dialami oleh penderita.

Sumbatan ringan
Bila penderita masih bisa berbicara dan hanya mengalami sumbatan ringan, maka
penolong merangsang penderita untuk batuk tanpa melakukan tindakan dan terus
mengobservasi.
Sumbatan berat
Penolong bertanya kepada penderita, apa yang terjadi. Setelah yakin dengan
kondisipenderita selanjutnya penolong melakukan abdominalthrustdengancara
61

sebagai berikut:

Penolong berdiri di belakang penderita, kemudian lingkarkan kedua lengan

Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan letakkan di

pada bagian atas abdomen.

antara umbilikus dan iga.


Raih kepalan tangan tersebut dengan lengan yang lain, dan tarik ke dalam dan
atas secara mendadak sebanyak 5 kali. Bila tindakan tersebut gagal, lakukan
kembali 5 abdominol thrusts berulang-ulang sampai sumbatan berhasil
dikeluarkan atau penderita tidak sadarkan diri.

D. Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing pada Bayi dan Anak
Panduan terbaru yang dikeluarkan oleh American Heart Association tidak terdapat
perbedaan dengan panduan sebelumnya. Namun, pedoman yang dilakukan untuk dewasa
tidak bisa diterapkan pada bayi dan anak. Umumnya benda asing yang menyebabkan
sumbatan jalan napas pada anak adalah benda cair; diikuti benda asing yang bersifat padat
seperti kancing, mainan atau makanan padat.

Paediatric FBAO Treatment

Encourage cough
Continue to check for
deterioration to ineffective
cough or until obstructlon
relieved

Gambar 8.2. Tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing pada anak
Tanda yang dikeluarkan oleh anak bila mengalami sumbatan jalan napas biasanya adalah
menangis sambil diikuti refleks batuk untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Batuk

merupakan refleks yang aman untuk mengeluarkan benda asing pada anak dibandingkan
maneuver apapun.

62

Sign of foregn body airway obstruction.


General signs of FBAO

Witnessed episode
Coughing/choking
Sudden onset
Recent history of playing with/eating small object
Ineffective coughing

Effective cough

Unable to vocalise

Crying or verbal response to questions


Loud cough
Able to take a breath before coughing

Quiet or silent cough


Unable to breathe
Cyanosis
Decreasing level of consciousness

Fully responsive

Tabel 8.2 Gejala sumbatan jalan napas oleh benda asing

E.

Penatalaksanaan sumbatan jalan napas oleh benda asing pada bayidan anak

Perbedaan utama antara penatalaksanaan sumbatan jalan napas oleh benda asing pada bayi
dan anak dengan dewasa adalah pada penderita bayi dan anak tindakan abdominal thrust
tidak dianjurkan lagi untuk dilakukan karena risiko cedera yang tinggi. Faktor keselamatan
penolong dan penderita yang ditolong sangat diperhatikan. Itulah sebabnya tindakan baru

diberikan bila sumbatan berat.

1.

Penatalaksanaan pada penderita sadar

Tindakan back blows bisa dilakukan untuk bayi atau anak. Cara melakukannya
sebagai berikut:
o Posisikan bayi atau anak dengan posisi kepala mengarah ke bawah supaya

o
o

gaya gravitasi dapat membantu pengeluaran benda asing.


Penolong berlutut atau duduk, dapat menopang bayi di pangkuannya dengan

lebih aman saat melakukan tindakan.


Untuk bayi, topang kepala dengan menggunakan ibu jari di satu sisi rahang
dan rahang yang lain menggunakan satu atau dua jari daritangan yang sama.

Jangan sampai menekan jaringan lunak di bawah rahang, karena akan


menyebabkan sumbatan jalan napas kembali. Sedangkan untuk anak berusia
di atas l tahun, kepala tidak perlu ditopang secara khusus.

Gambar 8.3. Back blows


63

o
.

'Lakukan 5 hentakan bock blows secara kuat dengan menggunakan telapak


tangan di tengah punggung. Tujuan tindakan tersebut untuk mengupayakan

sumbatan benda asing terlepas setelah satu hentakan, bukan karena


akumulasi ke-5 hentakan.

o
o

Bila gagal, dilakukan tindakan lanjutan, yailu chest thrust pada bayi dan
abdominalthrusf pada anak berusia di atas l tahun.

Tindakanchestthrust
o Tindakan tersebut dilakukan dengan memposisikan bayi dengan kepala di
bawah dan posisi terlentang. Tindakan ini akan lebih aman bila penolong
meletakkan punggung bayi di lengan yang bebas serta menopang ubun-ubun
dengan tangan.

Topang peletakkan bayi pada lengan dengan menggunakan bantuan paha

ldentifikasi daerah yang akan dilakukan tekanan (bagian bawah sternum).


Kemudian lakukan chesttrust. Tindakan ini mirip dengan kompresidada pada
Bantuan Hidup Dasa[ namun lebih lambat dan lebih menghentak sebanyak 5
kali. Bila benda asing belum keluar; tindakan diulang kembalidari awal.

penolong.

Abdominolthrust

o
o
o
o
o
2.

Tindakan ini dilakukan hanya untuk anak yang berumur di atas L tahun. Cara
melakukannya dengan berdiri atau berlutut di belakang penderita. Letakkan
lengan penolong di bawah lengan penderita serta mengelilingi pinggangnya.
Kepalkan tangan penolong serta letakkan antara umbilikus dan sternum.
Raih kepalan tersebut dengan tangan yang lain serta hentakkan ke arah atas
dan belakang (arah tubuh penderita).
Lakukan sebanyak 5 kali, serta pastikan bahwa tindakan yang dilakukan tidak
mengenai prosesus xyphoideus atau iga bagian bawah. Bila benda asing tidak
berhasil dikeluarkan, maka tindakan tersebut diulang kembali.
Karena risiko trauma yang terjadi, setiap penderita yang telah dilakukan
o bd omino I thrust ha rus d i peri ksa dokter.

Penatalaksanaan pada penderita tidak sadarkan diri


Pada penderita yang mengalami sumbatan jalan napas oleh benda asing dan tidak
sadarkan diri, maka penatalaksanaanya menyerupai Bantuan Hidup Dasar; yaitu:
Segera aktifkan layanan sistem gawat darurat, berikan kompresi sebanyak 30
kali, tidak diperlukan untuk memeriksa nadi, dilanjutkan dengan pemberian 2
napas bantuan. Usahakan untuk memeriksa posisi benda asing setiap kali

mulut penderita terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan untuk


di kelua rkan, sebai

knya

d ikel

uarkan.

00000

64

BAB IX
HENTI JANTUNG

A.

Pendahuluan

Hentijantun g (cordiac orrest) adalah suatu keadaan di mana sirkulasi darah berhenti akibat
jantung
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Secara klinis, keadaan henti
ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya. Hentijantung dapat
disebabkan oleh 4 irama:

.
.
.
.

Fibrilasi ventrikel/ ve ntriculor fibrillotion (YF).


Takikardia ventrikel tanpa nadi / pulseless ventriculartochycordia (VI).
Pulseless Electricol Activity (PEA).

Asistol.

Untuk mengatasi henti jantung, diperlukan integrasi dari tindakan Bantuan Hidup Dasar
(BHD), Bantuan Hidup Jantung Lanjut (BHJL) serta Perawatan Pasca-Henti Jantung. Dasar
keberhasilan BHJL adalah RJP yang berkualitas dan -untuk kasus VFIVT- defibrilasi segera.
Untuk kasus-kasus VFruT yang disaksikan, RJP dan defibrilasi segera akan meningkatkan
survivalkorban:

Algoritme tatalaksana henti jantung yang baru menekankan pentingnya RJP yang

beikualitas. Interupsi terhadap RJP harus sesingkat mungkin dan hanya dilakukan untuk
menilai irama, melakukan kejut listrik, menilai denyut nadi saatterlihatorgonbed rhythm,dan
pemasangan alat bantu jalan napas lanjut.
Selama alat bantu jalan napas lanjut belum terpasang RJP dilakukan dalam siklus 30 kali
kompresi dan 2 kali ventilasi. Kecepatan kompresi minimal 100 kali per menit. Setelah
pemasangan alat bantu jalan napas supraglotik atau pipa endotrakeal, RJP dilakukan dengan
melakukan kompresi tidak terputus dengan kecepatan minimal 100 kali per menit. Penolong
yang memberikan ventilasi memberikan napas bantuan 1 kali napas tiap 6-8 detik (8-10 kali
per menit) dan harus berhati-hati untuktidak memberikan ventilasi berlebihan.
Satu-satunya terapi yang spesifik terhadap irama yang akan meningkatkan survival korban
hentijantung adalah defibrilasi. Karenanya defibrilasi merupakan bagian integral dari siklus
RJp pada saat irama menunjukkan VFflT tanpa nadi. Intervensi BHJL lain berhubungan
dengan meningkatnya kemungkinan kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous
circulotion, ROSC), tapi tidak terbukti meningkatkan survival korban hingga dapat keluar

rumah sakit. Karenanya, pemasangan akses pembuluh darah, pemberian obat dan
pemasangan alat bantu jalan napas tidak boleh menyebabkan penundaan atau interupsi

terlalu lama terhadap kompresidada dan defibrilasi.


Irama jantung selama resusitasi dapat berubah. Pada kasus-kasus demikian, tatalaksana
harus disesuaikan dengan irama yang ada. Misalnya penolong harus siap untuk memberikan
kejut listrik bila penderita yang awalnya asistol/PEA pada suatu waktu berubah menjadi
65

VFNT tanpa denyut nadi pada saat penilaian irama. Obat-obatan yang diberikan selama
resusitasi harus diawasi dan dicatat. Obat-obat yang memiliki dosis maksimal harus
ditabulasi

ntuk meng hindari toksisitas.

Jika korban akhirnya memiliki sirkulasi spontan, segera lakukan Perawatan Pasca-Henti
Jantung untuk mencegah korban kembalijatuh ke keadaan hentijantung dan meningkatkan
kemungkinan korban untuk selamat dengan fungsi neurologis yang baik.

B.

KasusVF/VTtanpadenyutnadi

Tujuan Pembelajaran
Pada akhir pembahasan kasus ini anda diharapkan dapat:

1.
2.

Mengidentifikasi penderita yang mengalamiVF atau VTtanpa denyut nadi.


Memahamitata laksana VF atau VT tanpa denyut nadi.

Definisi
Ventriculor Fibrillation (VF) dikenali dengan bentuk gambaran gelombang yang naik-turun
dalam berbagai bentuk dan amplitudo gelombang yang berbeda-beda, menimbulkan

gambaran seperti cacing yang bergerak naik-turun dan tidak beraturan. Tidak tampak
kompleks QRS atau segmen ST atau gelombang T. Fibrilasi halus ditandai dengan amplitudo
gelombang kurang dari 0,2 mv yang sering ditemukan pada kasus VF yang sudah lama dan
gambaran ini mirip atau menyerupaigambaran asistol.

Etiologi
Penyebab terbesar dari keadaan ini berhubungan dengan penyakit jantung koronel
akumulasi ion Ca, adanya radikal bebas, gangguan metabolik sel, modulasi autonom, dsb.
Sel yang iskemia atau mati menjadi salah satu pencetusnya. Gangguan elektrolit (hipo-K dan
Mg), toksisitas obat seperti digitalis, phenothiazine, antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
dapat juga menjadi penyebab. Biasanya merupakan kelanjutan dari VT, dapat berubah
menjadi VF dalam hitungan detik atau menit atau lebih lama. Kadang-kadang Torsade de
Pointes berubah menjadi VF.

Gambaran Klinik
Gambaran klinikVF adalah gambaran hentijantung dan henti napas. Pada kondisiinijantung
hanya bergetar saja, tidak mampu bekerja sebagai pompa, terjadi kematian klinis yang dapat
berlanjut menjadi kematian biologis. Penderita biasanya sudah tidak sadar.

Tatalaksana
Tatalaksana VF sama dengan VT tanpa denyut nadi.

Lakukan survei primerABCD dan lanjutkan dengan RJP sambil menunggu alat kejut listrik
datang. Ketika alat monitor EKG beserta kejut listrik datang, pasang sadapan segera pada
penderita tanpa menghentikan RJP. Setelah terpasang, hentikan RJP sejenak (tidak boleh
lebih dari 10 detik) dan lihat di monitor irama apakah yang terlihat.
Bila terlihatVT/VF, lakukan kejut listrikunsynchronized denqan energi 360Joule untuk kejut

66

listrik monofasik atau 200 J untuk kejut listrik bifasik. Lalu lakukan RJP selama 5 siklus (2
menit) dan setelah itu lihat kembali monitor EKG. Bila masih terdapat VT/VF, kembali lakukan
kejut listrik 360 J, lakukan RJP lagi 5 siklus dan bila jalur IV sudah terpasang berikan
epinephrine 1 mg IVIO yang dapat diulang setiap 3-5 menit. Obat lain yang dapat diberikan
adalah vasopresin dengan dosis 40 U IV[O. Khusus untuk obat vasopresin hanya diberikan
satu kalisaja sampai RJP selesai. Kemudian lakukan survei sekunder; lakukan intubasi. Setelah
RJP selama 2 menit lihat kembali monitor EKG, bila tetap VT/VF, kembali lakukan kejut listrik
360 J, diteruskan kembali RJP 2 menit dan diberikan obat amiodarone 300 mg IVflO.
Setelah RJP selama 2 menit lihat kembali monitor EKG, bila masih terdapat VTIVF, kembali
lakukan kejut listrik 360 J dan lakukan RJP selama 2 menit serta berikan epinephrine 1- mg
N[O. Setelah RJP selama 2 menit lihat kembali monitor; bila ternyata masih VT/VF lakukan
kejut listrik 360 J dan RJP selama 2 menit diteruskan, berikan obat amiodarone 150m9 IVflO.
Berikutnya lihat monitor lagi setelah 2 menit RJB bila masih VTflF lakukan kejut listrik 360 J,
lakukan RJP selama 2 menit dan berikan epinephrine 1 mg IVIO, setelah RJP selama 2 menit
lihat lagi monitori bila masih VT//F lakukan kejut listrik 360loule dan RJP kembali selama 2
menit. Obat alternatif lain yang dapat diberikan adalah lidokain. Intubasi trakea dapat
dilakukan pada saat pemberian epinephrine atau amiodarone yang pertama.
Bila pemberian oksigen dapat berlangsung dengan baik, intubasi trakea bisa ditunda dan
tidak perlu dilakukan sesegera mungkin pada kasus hentijantung yang terjadididepan kita
(witnessed). Namun pada kasus hentijantung yang tidak terjadi disaksikan (unwitnessed),
intubasi dilakukan sesegera mungkin, karena kita tidak tahu secara pasti berapa lama
penderita itu sudah tidak bernapas sebelum sampai ke tempat kita.
Lidokain dapat digunakan bila amiodaron tidak ada. Dosis lidokain 1-1.5 mglkgBB IVflO
dosis awal dan diikuti 0,5-0,75 mg/kgBB sampai dosis maksimal 3mg/kg BB.
Magnesium dengan dosis 1-2 gr IVflO digunakan untuk Torsade de Pointes. Bila terdapat
perubahan irama pasca-kejut listrik/RJP, maka tatalaksana selanjutnya sesuai dengan
irama/klinis penderita saat itu (masuk algoritme yang sesuai irama/klinis penderita). Lakukan
penilaian setelah sirkulasi spontan kembali (ada denyut nadi, irama berubah). Nilai kembali
ABC-nya, penambahan obat tergantung dari klinis penderita pasca-sirkulasi spontan
kembali.
Ketika melihat irama di monitori RJP dihentikan sementara paling lama 10 detik. Bila terlihat
VFIVT, maka tetap perintahkan RJP sementara kita melakukan pengisian energi 360 Joule
untuk kejut listrik monofasik atau 200 Joule untuk kejut listrik bifasik. Setelah energi sudah
penuh barulah kita melakukan kejut listrik dengan sebelumnya mengatakan "Saya bebas"
(pemegang kejut listrik tidak bersinggungan atau bersentuhan dengan penderita), "Kamu
bebas" (semua teman penolong lainnya juga tidak bersinggungan atau bersentuhan dengan
penderita), "Semua bebas" (semua yang ada di tempat tindakan tidak bersinggungan atau
bersentuhan dengan penderita), barulah energi listrik tersebut dilepaskan. Sikap demikian

diulang setiap akan memberikan kejut listrik.


67

C.

Kasus PEA/Asistol

Tujuan

Pembelajaran

Pada akhir pembahasan kasus ini anda diharapkan dapat:

1.
2.
3.

Memahamidan mengenali

PEA dan

isistol.

Melakukan tatalaksana PEA/asistol menurut algoritma henti jantung.


Mengetahui penyebab paling sering PEA/asistol.

Definisi
Aktivitas listrik tanpa denyut (pulseless electricol activity, PEA) adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan adanya gambaran elektrik pada monitor EKG, tetapi tidak ditemukan
denyut nadi pada perabaan arteri karotis. PEA merupakan suatu keadaan hentijantung dan
henti napas. Sebenarnya pada keadaan ini ventrikel masih berkontraksi tetapi tidak cukup
kuat menimbulkan pulsasi sampai ke pembuluh darah.
Asistol merupakan keadaan pada saatjantung berhenti berkontraksi. Keadaan ini merupakan
puncakdari perjalanan hentijantung. Pada VT, VF, dan PEAjantung masih dapat bergerak
walaupun tidak dapat memompa darah, tetapi pada asistol jantung benar-benar berhenti
total. Penyebab keadaan iniadalah sama dengan penyebab hentijantung lainnya.

Gambaran

EKG

Gambaran EKG pada PEA dapat bermacam-macam, tetapi pada keadaan ini irama yang
timbul di jantung tidak mampu membuat suatu aktivitas mekanik ventrikel atau bisa saja
terdapat aktivitas mekanik pada ventrikeltetapitidak cukup untuk membuat terabanya nadi.
Walaupun iramanya dapat bermacam-macam, tapi biasanya gambaran EKG berupa komplek
bisa
QRS yang lebar dengan frekuensi yang rendah sekitar 20-40 kali per menit ataupun
Banyak
irama
idioventrikular.
ini
dikenal
sebagai
EKG
kurang dari 20 kaii per menit. Gambaran
ahli menganggap keadaan inisebagai "dying heort".
Gambaran asistol (atau lebih tepat disebut ventricular asystole) adalah garis lurus tanpa
aktivitas ventrikel (tidak tampak kompleks QRS).

Tatalaksana PEA/asistol
Setelah CAB dilakukan, RJP dikerjakan sambil menunggu bantuan datang. Ketika alat
monitor dan kejut listrik datang, segera pasang /ead monitor ke penderita tanpa
menghentikan RJP. Setelah leadlerpasang, hentikan RJP paling lama 10 detik untuk melihat

irama pada monitor EKG. Bila ternyata terdapat irama terorganisasi, lakukan perabaan
karotis. Bila tidak terdapat denyut karotis maka keadaan ini disebut PEA.
Pada asistol, pertolongan yang diberikan sama dengan pertolongan pada PEA. Saat monitor

datang, ketika sadapan elektroda sudah terpasang dan RJP dihentikan sementara, kita
melihat monitor akan terlihat gambaran garis lurus. Beberapa tindakan yang harus dilakukan
adalah melakukan pemeriksaan alat/monitor; misalnya:

.
.

68

Apakah sadapan elektrodanya terpasang baik, tidak ada yang terlepas?


Apakah sambungan sadapan elektroda dengan konektor alat kejut listrikterpasang
baik?

.
.
.
.
.

batere DCterpasang?
kabel listrik alat DC tersambung baik?
aliran listrikada atau tidak?
sudah dicoba memindahkan lead I,ll,lll secara bergantian?
Apakah sudah berusaha menaikkan amplitudo pada alat DC agar gelombang lebih

Apakah
Apakah
Apakah
Apakah

terl i hat?

D.

Pemberian Vasopresor

Segera berikan epinephrine 1mg IV/IO dan lanjutkan RJP sebanyak lima siklus (2 menit). Obat
lain yang dapat diberikan adalah vasopresin dengan dosis 40 U IVIO dan diberikan hanya 1
kali saja. Pertimbangkan intubasi trakea segera bila diperlukan. Setelah RJP selama 2 menit,
stop RJI lihat irama monitor. Bila terdapat irama terorganisasi, lakukan perabaan karotis, Bila
tidak ada denyut karotis lakukan RJP lagi. RJP dilakukan selama 2 menit, lihat kembali
monitor. Bila tetap irama terorganisasi, cek nadi. Bila tidak ada, kembali lakukan RJP kembali
dan berikan obat epinephrine 1 mg IVflO.

Setelah RJP selama 2 menit, lihat monitor kembali, bila tetap idioventrikular; cek nadi. Bila
tidak ada nadi lakukan RJP.
Setelah pertolongan diberikan selama lebih kurang 30 menit untuk kasus PEA dan asistol,
sebaiknya dilakukan penilaian ulang pertolongan yang telah dilakukan. Nilai apakah RJP kita

sudah betul dan apakah obat-obat sudah benar diberikan baik cara maupun dosisnya.

penilaian ulang ini untuk melihat apakah ada kekurangan kita dalam melakukan
pertolongan. Bila semua tindakan kita sudah benar dan tampak adanya tanda-tanda
kematian biologis yang jelas, dapat dipertimbangkan untuk menghentikan pertolongan
yang diberikan.

69

ii

-lPwalq*lext

3s
R"}FA

*
"

e&&es

ffisee$

&e

ra *lm&

&er,e m*P&s

&

tlf"

"-

PA

nit
,@

m"$F3

s-,6

bah

m*at

AlJje me

L$tn

r*x*X*;iU*

&

x&
Pe

&k

.nib.

ehs *r {s ts lq* irl$$&i &$ie


fra$e& Ffse.re{lltifiS

Gambar 9.1. Algoritme Henti Jantung


(dikutip dari 2010 AHA guidelines for cardiopulmonary resuscitation)

r*T

BAB X
RESUSITASI PADA KONDISI-KONDISI KHUSUS

A.
1.
2.
3.
4

Tujuan Pembelajaran
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang yang mengalami henti
jantung akibat hipotermia.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang yan9 mengalami henti
jantung karena tenggelam.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang yang mengalami henti
jantung karena trauma.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang yang mengalami henti
jantung karena tersambar petir dan tersengat listrik.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada wanita hamil yang mengalami
hentijantung.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada penderita dengan hentijantung.
Menguraikan tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang dengan hentijantung akibat
asphyxio.

B.

Pendahuluan

Kondisi-kondisi khusus yang dapat mengakibatkan henti jantung paru mungkin


memerlukan aspek spesifik pada tatalaksana resusitasi. Pada bab ini akan dipelajari
pertolongan pada situasi-situasi khusus, seperti: hipotermia, tenggelam, trauma, tersengat
listrik dan tersambar petiri dan kehamilan.
Sebagai pelayan kesehatan, anda sebaiknya mampu melakukan triage danteknik yang benar
sebagai persiapan pertolongan pada kondisi-kondisi khusustersebut.

C.

Hipotermia

Hipotermia berat, suhu kurang dari 300 C, berhubungan dengan depresi berat peredaran
darah otak dan kebutuhan oksigen, penurunan cordioc output dan penurunan tekanan
arterial. penderita dapat meninggal disebabkan depresi berat pada sistem saraf.

Hipotermia dapat membuat kesulitan penilaian terhadap sistem pernapasan dan sirkulasi,
tetapijangan menunda proses penyelamatan hanya dengan mengandalkan penilaian klinis.
Rujuk penderita secepatnya ke pusatyang memilikifasilitas lengkapjika memungkinkan.

Hipotermia merupakan masalah kesehatan yang serius. Hipotermia di kota-kota besar


biasanya terkait dengan kondisi gangguan mental, kemiskinan, dan ketergantungan obat
dan alkohol. Di daerah pedesaan lebih dari 90% kematian akibat hipotermia disebabkan
peningkatan kadar alkohol di dalam darah.

7t

D.

Bantuan Hidup Dasar

Jika penderita tubuhnya kedinginan, pernapasan dan nadi akan lambat, napas dangkal dan
vasokonstruksi perifer akan menyebabkan pulsasi sulit diraba. Karena alasan-alasan inilah
maka kompresi dada segera dilakukan jika mendapatkan pulseless cardioc orrest. )ika
penderita tidak bernapas, berikan napas bantuan, idealnya dengan bag mosk ventilation dan

penghangat udara. Jika penderita nadinya tidak teraba dan tidak terdeteksi adanya tandatanda sirkulasi, lakukan kompresi dada segera, jangan menunda RJf jangan menunda
resusitasijantung paru karena menunggu tubuh penderita menjadi hangat. Jika penderita
hipotermia tidak dalam kondisi henti jantung sediakan segera alat penghangat dan
diletakkan pada leher; ketiak dan lipat paha. Setelah kondisi penderita stabil persiapkan
untukdirqjuk ke rumah sakit. Semua memerlukan dukungan ACLS.
Terdapat beberapa kontroversi untuk penanganan terhadap hipotermia (suhu < 300 C).
Kebanyakan pelayan kesehatan tidak memiliki sarana penghangat tubuh, sehingga
dianjurkan untuk segera merujuk penderita tersebut. Penyediaan sarana penghangat di luar
rumah sakit dengan pelembab oksigen atau cairan hangat mungkin dapat mencegah
menurunnya suhu tubuh. Untuk mencegah fibrilasiventrikel, cegah terjadinya ekses aktivitas

yang berlebihan. Transportasikan penderita dengan posisi tubuh horizontal untuk


mencegah perburukan hipotermia.
Jika penderita hipotermia dalam kondisi hentijantung, protokol Bantuan Hidup Dasal yakni
Airwoy, Breothing dan Circulotion tetap dilaksanakan dengan modifikasi sesuai kebutuhan.
Defibrilator eksternal otomatis harus disediakan pada semua unit BHD. Jika VF terdeteksi

berikan 3 shock berturut-turut. Jika VF menetap setelah 3 shock, stop usaha untuk
melakukan defibrilasi dan mulai segera lakukan R)P, rewarming (penghangatan tubuh),
stabilkan kondisi penderita untuk dirujuk. Jika suhu tubuh penderita < 3Oo C, bukan tidak
mungkin VF dapat kembali ke sinus rhythmjika kehangatan tubuh telah diperoleh.

E.

Konsep kritis

Tatalaksana BHD untuk Hipotermia

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Angkat semua pakaian basah daritubuh penderita.


Lindungitubuh dari udara dingin, gunakanjaket, selimut dan sebagainya.
Posisikan penderita dengan letak horizontal.
Cegah gerakan maupun aktivitas yang berlebihan.
Gunakan waktu 30-45 detik untuk menilai pernapasan dan sirkulasi.

Jika tanda-tanda pernapasan tidak terdeteksi, berikan napas bantuan dan


sebaiknya menggunakan bog mosk, menggunakan oksigen yang memiliki
ke I e m ba ba

7.

n baik (42" C - 46oC

(1 080

-11

5'

F)

j i ka m

m u n I ki n ka n.

Jika penderita tidak dalam kondisi hentijantung berikan penghangatan tubuh


segera.

8.

Jika penderita dalam henti jantung segera mulai kompresi dada dan gunakan
defibrilator eksternal otomatis. Jika penderita tidak ada respons lanjutkan RJP dan
stabilkan kondisi klinisnya untuk dapat dilakukan transfer ke

72

RS.

Di lapangan, resusitasi mungkin dapat dihentikan jika penderita sudah dalam lethol injury
atau tubuh sudah menjadi beku. Kompresi dada merupakan hal yang tidak mungkin.
Penghangatan komplit (complete reworming) tidak diperlukan pada kondisi demikian.
Karena hipotermia berat dapat terjadi akibat beberapa kondisi, seperti overdosis obat,
penggunaan alkohol atau trauma, maka penolong harus mengevaluasi kondisi-kondisi
tersebut pada saat menolong penderita hipotermra.

F.

Penyelaman

Tenggelam

Hipoksia merupakan hal yang paling berperan terhadap teryadinya kerusakan organ vital
pada orang yang tenggelam. Kerusakan yang terjadi dan harapan hidup tergantung dari
lamanya keadaan hipoksia. Jadi oksigenisasi, ventilasi dan perfusi harus diperbaiki secepat
mungkin. Hal ini memerlukan tindakan segera, yakni Bantuan Hidup Dasar dan aktifkan
sistem Layanan Gawat Darurat (Emergency Medical System). Penderita yang mengalami
sirkulasi spontan dan pernapasan pada saat di rumah sakit hasilnya cukup baik. Penderita
yang tenggelam dapat mengalami hipotermia primer atau sekunder.
Jika tenggelam terjadi di air bersalju suhu < 50C, hipotermia dapat cepat terjadi. Hipotermia

sekunder terjadi sebagai komplikasi penyelaman dan berkurangnya panas tubuh karena
evakuasi pada saat resusitasi.

Kondisi hipoksia itu sendiri dapat menyebabkan komplikasi pada paru dan memerlukan
pertolongan ACLS. Pada hampir semua korban tenggelam akibat menyelam dapat terjadi
injuri pada kepala atau saraf tulang belakang.
Penyelamatan dari air
Bila menemukan orang tenggelam segera selamatkan orang tersebut dengan menggunakan

kapal, perahu, dan lain-lain. Perlakukan semua orang ternggelam seperti penderita cedera

tulang belakang, imobilisasi tulang toraks, juga keamanan diri sendiri pada waktu
memberikan pertolongan tersebut.
Trauma/nyeri saraf tulang belakang biasanya terjadi pada orang yang menyelam. Menyelam
pada air yang dangkal dapat menyebabkan fraktur tulang leher dan paralisis, Jika terjadi
trauma pada leher; posisikan leher secara netral (tanpa fleksi atau ekstensi). Jika penderita
harus berpindah posisi, lakukan kepala, leher; dada dan badan dengan posisi horizontal dan
posisi supinelterlentang. Berikan bantuan napas dengan posisi kepala netral, buka jalan
na pas

denga n meng

g u na ka n ma n uve r j

aw

th ru

st tanpa

h ea

d tilt-ch in

lift .

Penyelamatan pernapasan

Yang pertama dan terpenting untuk menyelamatkan orang yang tenggelam adalah
pemberian napas bantuan dari mulut ke mulut atau dapatjuga menggunakan alat perintang
(barrier device). Segera berikan napas bantuan secepatnya dan tentunya perlindungan
terhadap penolong. Mungkin sangat sulit bagi penolong untuk menyumbat hidung korban,
menopang kepala, dan membuka jalan napas pada aiL anda dapat berikan napas bantuan
73

dari mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Alat tambahan (contohnya snorkel) untuk napas

bantuan dari mulut ke snorkel memerlukan keahlian dari seseorang, tetapi jangan
mernperlambat bantuan napas disebabkan kurangnya alat-alat yang tersedia. Penolong
yang tidak terlatih sebaiknya tidak menggunakan alat-alat tersebut. Tatalaksana jalan napas
dan pernapasan pada orang tenggelam adalah sama dengan semua korban dengan henti
jantung paru.
Tatalaksana jalan napas pada Bantuan Hidup Dasardengan alat bantuan, contoh bag mask

ventilotion dan intubasi dapat diberikan pada orang yang tenggelam. Tidak perlu
membersihkan jalan napas yang teraspirasi air. Heimlich maneuver tidak direkomendasikan
pada penanganan rutin orang yang tenggelam. Manuver Heimlich hanya digunakan jika kita
mencurigai jalan napas orang tersebut terobstruksi oleh benda asing, bersihkan semua
material padat pada mulut atau faring sebelum melakukan pembebasan jalan napas.

Konsep kritis tatalaksana Bantuan Hidup Dasar pada orang tenggelam

1.
2.

3.

Jika memungkinkan gunakan perahu atau alat mengapung untuk menyelamatkan


orang dari air. Segera berikan bantuan napas secepatnya.
Jika terjadi kecelakaan pada penyelaman atau trauma pada kepala, perlakukan leher
pada posisi netral, cegah leher untuk bergerak dan pindahkan korban dari air dengan
menggunakan papan jika memungkinkan. Jangan melakukan kompresi dada didalam
air. Jika memungkinkan mulai kompresi dada sesegera mungkin setelah memindahkan
korban dari air. Jangan coba mengeluarkan air dari dalam paru, keluarkan semua bahanbahan organik dari dalam air.

Rujuk semua korban tenggelam ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan


se9era.

G.. Hentijantung

karena trauma

Angka kelangsungan hidup prahospital hentijantung akibat trauma tumpul secara umum
lebih rendah pada anak dan dewasa. Transportasi ke pusat trauma adalah hal penting untuk
menyelamatkan hidup penderita. Henti jantung paru yang terkait dengan trauma
mempunyai beberapa penyebab tatalaksana yang bervariasi dari satu dan yang lainnya.
Perburukan pada hentijaritung disebabkan hal-hal sebagai berikut:
Trauma saraf pusat dengan akibat kolapsjantung dan pembuluh darah.

1.
2.
3.

4.
5.
6.

74

Hipoksia sekunder dan henti napas menyebabkan trauma pada saraf obstruksi
jalan napas atau laserasitrauma bronkial berat.
Trauma langsung dan berat ke organ-organ vital: jantung, aorta dan arteri
pulmonalis.
Beberapa masalah medis sebelumnya dapat menyebabkan trauma seperti sudden
VF pada pengemudi kendaraan atau korban tersengat listrik.
Penurunan cordiac outputyangberat karena tension pneumothorax.
Trauma pada lingkungan yang dingin (contoh fraktur kaki merupakan komplikasi
hipotermia berat).

Pada kondisi henti jantung akibat perdarahan internal atau tamponade perikardial, harus
memerlukan transportasiyang cepat ke rumah sakit yang memilikifasilitas lengkap.

Henti napas mungkin dapat ditangani dengan baikjika penanganan manajemen jalan napas
dan ventilasi secepatnya. VF dapat diterapi dengan defibrilator eksternal otomatis. Triage
dan manajemen penderita trauma dengan kondisi kritis, jika banyak penderita yang
mengalami trauma serius, personel emergensi harus memprioritaskan hal ini. Jika jumlah
penderita yang mengalami sakit berat melebihi kapasitas yang ada, korban tanpa nadi
merupakan prioritas yang paling rendah dalam triage. Personel emergensi sebaiknya bekerja
dengan pedoman yang tersedia.

H.

Tersengat listrik

Tersengat listrik mencapai kira-kira 500-1000 kematian pertahun diAmerika. Korban dengan
tersengat listrik mengeluh sensasiyang berbeda-beda dari mulai intensitas rendah sampai

hentijantung akibat kecelakaan listrik. Sebagian shock elektrik yang terjadi pada orang
dewasa terjadi di tempat kerja. Tersengat listrik pada anak biasanya terjadi di rumah pada

waktu anak memainkan kabel listrik atau memasukkan sebuah objek ke dalam soket listrik,
trauma listrik pada anak biasanya terjadi di rumah pada saat anak memegang kabel listrik
dengan voltase rendah.
Shock listrik berasal dari efek langsung sejumlah besar daya listrik ke membran dan jaringan
pembuluh darah ke otot. .

Tersambar Petir I Halilintar. Tersambar halilintar merupakan penyebab kematian dari


50-300 kasus fatal per tahun di Amerika Serikat. Tersengat halilintar mempunyai mortalitas
sebesar 30-70%.Terdapat angka kesakitan yang cukup signifikan. Penyebab utama kematian
karena tersambar halilintar adalah henti jantung yang dapat disebabkan VF primer atau
asistol. Petir atau halilintar dapat memberikan efek yang sangat luas terhadap sistem
kardiovaskular. Petir bekerja dengan cara memberikan energi atau current secara langsung.
Pada beberapa kasus otomatisasi jantung mungkin dapat mengembalikan aktivitas listrik
jantung dan sinus rhythm kembali spontan. Jika henti jantung tidak terjadi, penderita

mungkin mengalami takikardi. Arus listrik dari petir dapat menyebabkan perdarahan otak,
pembengkakan dan trauma pembuluh darah kecil dan saraf. Jika penderita tidak segera
ditangani akan menyebabkan kematian.

l.

Kehamilan

Resusitasi pada ibu hamil memerlukan penanganan khusus. Selama kehamilan normal
terjadi peningkatan cardiac output sebesar 50%. Denyut jantung ibu, isi sekuncup, dan
kebptuhan oksigen tentu akan naik. Jika korban dalam posisi terlentang uterus yang gravid
akan menekan vena kava interio[ vena iliaka, dan aorta abdominalis dan akan
mengakibatkan penurunan cardiac output sebesar 25%. Kasus potensial yang dapat
menyebabkan hentijantung pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Cairanembolidariamion.

2.

Eklamsia.

3.

Keracunan obat.
Maternal Cardlae Arrest
Flrit flespbfi{er
sr*t {eEm
"
r []ocrn]BL[ liHe ol .Ja]qei ol sai+rrrAl t-lrdiai Arre5t
. Fld# lhe patenl 9u, i
r Slarl !hes: aofrpr+csr+r5 ai pEi BLS +lqorittn!
p.drvata materrfll affdr$+

plse

l',#nds $liglrt y hiqher +n ?iernum lham trsonl

Subsequeril Feslxlderc
Obsedc tnteren$or8 lor Fattffir tiAth
ffi os\doNl, GEre, Uterua'

Maternal irtteryntiffi

:ir-.i :E, lli.S ir !a !'.iL: r:.1:ni;:ll'r:


D.

nor_

+ Perfom ftsnual 16ll utBrin6 displffitrt ILUDJdlsFt6# ulffi to the petitrt'i lell td cli*e

dcla! delitrflllation

GilE t!,FiEa: ACLS drrgs afd d6-res


Vefltrate uith aC05'; cxlgen
hlotrilor vJaueirrm fldpflc!EFhy ffi CFfi qlal ty
Frovrd Fost{ardrEe arest caE aa apprapriatE

a*,:i!: rr.:i

af

,-,i-ii::.r!iu:

srtoceBl sflp$]on
R6m6ve bdth
It p(Hsi

i#nsl

aiid xierffil {etal mdnttoffi

aem5 sftwld
OhrlEar# ard ffita,
,ilflredr8fgryprepffi ie. peE DrE ffigffiY

ffiffi664Iofi

Start lU abq"E thq diFphrsgm

Asse5r for hypor/o EmE Bnd give llnid bslus uhEn EquirBd
l\nt c paie d flicLlt ai5ia1,; expericrced Fr.\'ideryreferred for
adrancd airyrey Fiacefi E*:
t'l oatie+i reei!:n! iVti0 maEnesium prsrEsl, stop msgnesirm
ad glu l!/lo eaicrlrfi ch once 1 frL rn l0-i4 soiutron, or
qalrum qluconate 3B mL in lDli stutfi
Cgnt nu all naternel strsc;iative lnlefttriEns (aPF,
positonlnq, deflb,i lntlon Crugs. afd E!i63| dilii.g an4 ai1r
ae-*teatr Seci aE

Sffitl

for

.
,

]f no ROSC biy 4 minsles cl ]Hscit6tlre ofiorts,


wretds priofintflg lmm$iare eme.Ufrcy

ffiHB s#llofl

Aim Ior dc ivry wilNn 5

ff

trutes ql

ffsg

4f

r@rcilslrye effod

ulffis is 5 ut6ffi lhat is


elly to b flffiEleflSy IE EE to muse
mrtffiva! awp$sdoR
'An obvidsiy g@id
d@med cEn

sd ltdt Pffilble CstrlbJtlng Fctss


{BEAU.GHOPEI

Eledh#Dle
Emballs: @ronary/pilkIHaryl8ffi
Iflslhetric mplicatiuns

iot.E fl uid

ffi

bqlism

Urtsrins alotry

Crrd!tr dl@se odl4sFEmieeortc disffitaw-caiditrtryoF3thyl


It/pstnglori/pr@dampei!/slEtrpeia
Oths: ditturfitEf d;Egnosis ol slar&rd AfrS guidelin&
Flaenta EbruptiE/p@ia
3pai5

Gambar 27. Tatalaksana hentijantung pada wanita hamil

Hentijantung sendiri mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit yang dialami oleh


penderita tersebut, termasuk kardiomiopati kongestif, diseksi aorta, emboli paru,
perdarahan akibat kehamilan yang berhubungan dengan kondisi patologis. Untuk
mencegah henti jantung pada wanita hamil, jika memungkinkan letakkan penderita pada
posisi lateral kiri. Hal ini akan mengurangi tekanan pada vena kava inverior dan mungkin
menaikkan volume darah yang menuju ke jantung. Kompresi dada lebih efektifjika penderita
dimiringkan ke kiri.

76

Gambar 28. Memposisikan uterus ke sisi kiri korban

J.

Alergi

Reaksi alergi sangat jarang,

tetapijika terjadi hal ini merupakan hal yang vital untuk diatasi.
Terpapar dengan alergen yang telah diketahui (pollen, makanan, digigit serangga) mungkin
merupakan penyakit awalnya. Hal yang paling penting pada kondisi alergi adalah membuka
jalan napas yang disebabkan edema atau syok anafilaktik. Setelah mengaktifkan sistem
emergensi letakkan penderita pada posisi terlentang. Jika henti napas dan jantung terjadi
segera lakukan penyelamatan jalan napas atau RJP.

K.

Asfiksia

Adalah merupakan hal yang disebabkan gas dan udara atau oksigen. Hal ini dapat
berkembang dari kebakaran atau bocornya sebuah gas. Yang akan menghasilkan karbon
monoksida. Lakukan RJP dan jauhkan dari gas beracun. Jika ventilasi pernapasan adekuat
berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi.

77

Kesimpulon resusitasi pado kondki- kondisi kh u sus

1.

Pada kondisi-kondisi khusus penolong harus meletakkan mereka pada tempat yang
aman.

2.

Dibutuhkan waktu 30

- 45 detik untuk menilai pernapasan

dan nadi pada penderita

dengan hipotermia berat.


Jika hentijantung terjadi karena hipotermia dan suhu kurang dari 30" C gunakan DEO
terbatas untuk 3 shock. Kemudian tentukan apakah penderita memerlukan shock alau
tidak. Jika 3 shocktidak efektif lanjutkan RJP dan bawa penderita ke Rumah Sakit.
Untuk korban hipotermia penolong harus menghindari gerakan yang berlebihan untuk
mencegah terjadinya VF. Posisi penderita harus horizontal untuk mencegah perburukan

5.

Menyelam pada air yang dangkal dapat menyebabkan fraktur tulang belakang dan

mengakibatkan paralisis.
Pada penderita yang tidak bernapas selamatkan jalan napas segera.
7.
Jika penderita tenggelam Heimlich meneuver hanya digunakan jika terdapat benda
asing pada mulut korban.
8. Prognosis buruk pada penderita yang mengalami hentijantung akibat trauma tumpul.
9. Untuk korban yang mengalami tersengat listrik atau tersambar halilintar lakukan
resusitasi segera, terutama bagi mereka dalam kondisi kritis.
10. RJP untuk wanita hamil sebaiknya dengan posisi miring ke kiri. Hal ini akan menjamin
uterus terlindungi, dan jantung akan memperolehvenous return dari perifer lebih baik.
6.

00000

DAFTAR PUSTAKA
Antman EM and Braunwald E. ST-elevation myocardial infarction: pathology,
pathophysiology, and clinical features. Dalam: Libby B Bonow RO, Mann DL, Zipes DQ
Braunwald E: Heart disease: a textbook of cardiovascular. Medicine, edisi ke 8, Saunders
Elsevieri 2008: Ba b 5L:1233 -99.

2.

Atkins JM. Emergency medical services system in acute cardiac care: state of the art.
Circulation. 1986; 7 4 (pt2): IV 4- 8.
Manual of acute cardiac disorders. Butterworths pub. Boston, 1988.

3.

Chung

4.

Cummins RO, Chesemore K, White RD. Defibrillation Working Group. Defibrillation


failures: causes and problems and recommendation for improvement. JAMA. 1990;
264:10t9-25.

5.

Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2007. Badan Penelitian dan

EK.

Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan


6

RI.

2008.

Eisenberg MS, Hallstrom Af Copass MK, et. al. Treatment of out-of-hospital cardiac
arrests with rapid defibrillation by emergency medical technicians. N Engl J Med.
1980;302:1379-83.

7.

Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiac care. AHA 2010.

8.

Pratanu S. Interpretasi Elektrokardiografi. Dalam: Kursus Elektrokardigrafi. Edisi ke 3.

2006:29-34.

00000

79

Anda mungkin juga menyukai