Di susun oleh :
Anggota kelompok 2
S1 Keperawatan 6B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cardiac arrest atau henti jantung merupakan keadaan dimana berhentinya fungsi
jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum didiagnosis menderita
penyakit jantung. Penyebab terbesar dari henti jantung adalah penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung masih medominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.
Setiap tahun terdapat kurang lebih 295.000 kasus henti jantung yang ditangani baik di rumah
sakit maupun di luar rumah sakit di United Stated. Di Indonesia tidak ada data statistik
mengenai kepastian jumlah kejadian cardiac arrest setiap tahunnya, tetapi diperkirakan
adalah 10 ribu warga. Data di ruang rawat inap RSUP dr. M. Djamil Padang, menunjukkan
terdapat 27,78% pasien di tahun 2012 mengalami atrial fibrilasi yang merupakan kelainan
irama jantung yang bisa menyebabkan henti jantung.
Data diatas menunjukan banyaknya pasien dalam kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan dengan segera, apabila seseorang mengalami cardiac arrest dapat
menyebabkan kematian otak dan kematian permanen dalam jangka waktu 8 sampai 10
menit. Salah satu faktor dari keberhasilan dalam menangani pasien gawat darurat yaitu
waktu tanggap (response time). Hal ini menyebabkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam
penanganan henti jantung dikenal dengan code blue team.
Code blue team dapat dipanggil dengan mengaktifkan code blue. Code blue
merupakan kode yang mengacu pada pasien yang mengalami kondisi henti jantung, henti
nafas, atau situasi gawat darurat yang membutuhkan resusitasi. Beberapa rumah sakit besar
di Indonesia telah menerapkan sistem pengaktifan code blue dengan menggunakan jaringan
telpon ke nomor tertentu yang disepakati tiap rumah sakit. Salah satunya yakni di RSUP dr.
M. Djamil Padang memberlakukan kebijakan pengaktifan sistem code blue melalui sistem
“one phone number” yang akan tersambung ke sistem komando sentral rumah sakit. Saat
ditemukan pasien yang mengalami kondisi henti nafas dan henti jantung maka petugas
kesehatan yang menemukan pasien tersebut akan mengaktifkan tanda / code blue dengan
menghubungi nomor 700. Operator sentral akan menyebarkan informasi ke kapten tim code
blue berupa lokasi kejadian. Setelah kapten tim code blue menerima pemberitahuan, kapten
tim code blue langsung menuju lokasi kejadian dengan durasi waktu yang dibutuhkan antara
menerima pesan “code blue” (code blue activation) dan kedatangan code blue team di lokasi
kejadian adalah 5 sampai 10 menit.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai cardiac arrest serta bagaimana cara
perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus gawat darurat cardiac
arrest.
PEMBAHASAN
Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau nyeri dada
yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang tidak nyaman, diremas,
berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum. Menyebar ke
bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas.
Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah
berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek- pendek), kelemahan, tidak
sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).
D. Patofisiologi Cardiac Arrest
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia yaitu
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol (Kasron, 2012).
1. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan
yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
2. Takhikardi ventrikel
4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
Perubahan
Suplai O2 Ke Plak pada
Status
Paru Menurun dinding arteri
Kesehatan
Kelemahan otot
Dipsnea Suplai oksigen tubuh
ke jantung
Pola napas menurun
Resiko cidera
tidak efektif Hipoksia dan
asidosis Kerusakan otot
respiratorik jantung Resiko Perfusi
Serebral Tidak
Henti jantung Penurunan Efektif
Curah Jantung
Gangguan
sirkulasi
spontan
b. Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di
perbaiki dengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara
endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian tampak
ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian
juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2. Memperbaiki irama jantung
a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel
Pengkajian
A. Identitas klien
B. Keluhan utama
C. Riwayat Penyakit
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit
jantung.
D. Pengkajian Primer
1. Airway/Jalan Napas
d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
2. Breathing/Pernapasan
3. Circulation/Sirkulasi
4. Disability
d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
Cara pengkajian :
Diagnosa Keperawatan
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan preload, afterload,
dan kontraktilitas.
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung secara
tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang
merupakan akibat terbanyak henti jantung.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena sirkulasi
oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang
menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk
meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang
digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai
kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation 2010
Des, P. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana (A. Kurniati, Trisyani, & Theresia
(eds.); 1st ed.). E. indo.
Fathoni, M., Rini, I. S., Tony, S., Suryanto, & Dewi, K. N. (2019). PERTOLONGAN
PERTAMA GAWAT DARURAT PPGD. In PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT
DARURAT PPGD (Pertama, p. 80). Tim UB Pres.
Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya. Penerbit Nuha
Medika. Yogyakarta.
Irianti, D. N. et al. (2018) ‘Henti Jantung Intra Operatif Intra-operative cardiac arrest’, 7, pp.
217–221.
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta.
2003AHA Guidelines For CPR and ECC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC