Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


CARDIAC ARREST ATAU HENTI JANTUNG

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I


semester enam, tahun ajaran 2021/2022

Di susun oleh :

Anggota kelompok 2

1. Anti Alya Nuretha 190103012


2. Azyad Raffi R. 190103014
3. Catur Putri Ardina 190103016
4. Dini Ristya Lestari 190103021
5. Eko Wahyu Junianto 190103023

S1 Keperawatan 6B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cardiac arrest atau henti jantung merupakan keadaan dimana berhentinya fungsi
jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum didiagnosis menderita
penyakit jantung. Penyebab terbesar dari henti jantung adalah penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung masih medominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.
Setiap tahun terdapat kurang lebih 295.000 kasus henti jantung yang ditangani baik di rumah
sakit maupun di luar rumah sakit di United Stated. Di Indonesia tidak ada data statistik
mengenai kepastian jumlah kejadian cardiac arrest setiap tahunnya, tetapi diperkirakan
adalah 10 ribu warga. Data di ruang rawat inap RSUP dr. M. Djamil Padang, menunjukkan
terdapat 27,78% pasien di tahun 2012 mengalami atrial fibrilasi yang merupakan kelainan
irama jantung yang bisa menyebabkan henti jantung.
Data diatas menunjukan banyaknya pasien dalam kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan dengan segera, apabila seseorang mengalami cardiac arrest dapat
menyebabkan kematian otak dan kematian permanen dalam jangka waktu 8 sampai 10
menit. Salah satu faktor dari keberhasilan dalam menangani pasien gawat darurat yaitu
waktu tanggap (response time). Hal ini menyebabkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam
penanganan henti jantung dikenal dengan code blue team.
Code blue team dapat dipanggil dengan mengaktifkan code blue. Code blue
merupakan kode yang mengacu pada pasien yang mengalami kondisi henti jantung, henti
nafas, atau situasi gawat darurat yang membutuhkan resusitasi. Beberapa rumah sakit besar
di Indonesia telah menerapkan sistem pengaktifan code blue dengan menggunakan jaringan
telpon ke nomor tertentu yang disepakati tiap rumah sakit. Salah satunya yakni di RSUP dr.
M. Djamil Padang memberlakukan kebijakan pengaktifan sistem code blue melalui sistem
“one phone number” yang akan tersambung ke sistem komando sentral rumah sakit. Saat
ditemukan pasien yang mengalami kondisi henti nafas dan henti jantung maka petugas
kesehatan yang menemukan pasien tersebut akan mengaktifkan tanda / code blue dengan
menghubungi nomor 700. Operator sentral akan menyebarkan informasi ke kapten tim code
blue berupa lokasi kejadian. Setelah kapten tim code blue menerima pemberitahuan, kapten
tim code blue langsung menuju lokasi kejadian dengan durasi waktu yang dibutuhkan antara
menerima pesan “code blue” (code blue activation) dan kedatangan code blue team di lokasi
kejadian adalah 5 sampai 10 menit.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai cardiac arrest serta bagaimana cara
perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus gawat darurat cardiac
arrest.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Cardiac Arrest ?
b. Bagaimana etiologi dari Cardiac Arrest ?
c. Bagaimana manifestasi klinis dari Cardiac Arrest ?
d. Bagaimana patofisiologi dari Cardiac Arrest ?
e. Bagaimana pathway dari Cardiac Arrest ?
f. Bagaimana pemeriksaan Diagnostik dari Cardiac Arrest ?
g. Bagaimana Penatalaksanaan dari Cardiac Arrest ?
h. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Cardiac Arrest ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahi pengertian Cardiac Arrest
b. Untuk mengetahui etiologi Cardiac Arrest
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Cardiac Arrest
d. Untuk mengetahiu patofisiologi dari Cardiac Arrest
e. Untuk mengetahiu pathway dari Cardiac Arrest
f. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Cardiac Arrest
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Cardiac Arrest
h. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari Cardiac Arrest

1.4 Manfaat penulisan


Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan
pembaca guna memahami materi tentang kegawat daruratan yang berhubungan dengan
Cardiac Arrest, kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan
penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cardiac Arrest


Jantung adalah salah satu organ tubuh yang sangat vital yang bertugas
memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh. Karena itu, apabila tidak kita identifikasi
secara dini, ketika jantung mengalami gangguan atau mempunyai kelainan yang bisa kita
deteksi dengan menggunakan EKG, cepat atau lambat akan berdampak negative
terhadap organ tubuh lainnya seperti ginjal, otak , dan lainnya. (Lombantoruan, 2015)
Henti jantung adalah suatu kondisi berhentinya fungsi jantung secara mendadak
pada seseorang yang didiagnosa penyakit jantung maupun tidak (Darwati et al., 2015).
Henti jantung ditandai dengan hilangnya tanda-tanda sirkulasi. Henti jantung ini dapat
terjadi dimana saja dan kapan saja. Ketika seseorang mengalami henti jantung, hal itu
akan menjadi prioritas gawat darurat (Mumpuni, Winarni and Haedar, 2017). Kondisi
gawat darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa, bila tidak diberikan pertolongan
segera akan menyebakan kematian.
Cardiac arrest atau henti jantung adalah suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-
tiba berhenti sehingga kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh organ tubuh tidak
berfungsi, selanjutnya menyebabkan kurangnya pasokan oksigen yang dibutuhkan
organ-organ tubuh yang lain secara khusus organ vital (Mumpuni, Winarni and Haedar,
2017).
Henti jantung adalah hilangnya fungsi pompa jantung secara mendadak, terjadi
tiba-tiba, dipicu oleh kerusakan bisa memompa darah ke otak, paru-paru dan organ
lainnya. Cardiac arrest merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba guna
mempertahankan sirkulasi normal darah yang berfungsi untuk menyuplai oksigen ke
otak dan organ vital lainnya, yang ditandai dengan tidak ditemukan adanya denyut nadi
akibat akibat ketidakmampuan jantung untuk dapat berkontraksi dengan baik.
(Muthmainah, 2019)

B. Etiologi Cardiac Arrest


1. Aritmia ventrikel
2. Bradiaritmia
3. Syok kardiogenik
4. Hipovolemia
5. Tamponade pericardial
6. Emboli paru
7. Pneumothoraks tension
8. Obstruksi jalan napas
9. Gagal ventrikel kiri
10. Cedera otak (strike, overdosis obat narkotika)

C. Manifestasi klinis Cardiac Arrest


Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan
di pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau nyeri dada
yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang tidak nyaman, diremas,
berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum. Menyebar ke
bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas.
Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah
berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek- pendek), kelemahan, tidak
sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).
D. Patofisiologi Cardiac Arrest
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia yaitu
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol (Kasron, 2012).
1. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan
yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.

2. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya karena


adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya
gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase
pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan
keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih
diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.

3. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan


kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.

4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

E. Pathway Cardiac Arrest


Multi faktor

Perubahan
Suplai O2 Ke Plak pada
Status
Paru Menurun dinding arteri
Kesehatan
Kelemahan otot
Dipsnea Suplai oksigen tubuh
ke jantung
Pola napas menurun
Resiko cidera
tidak efektif Hipoksia dan
asidosis Kerusakan otot
respiratorik jantung Resiko Perfusi
Serebral Tidak
Henti jantung Penurunan Efektif
Curah Jantung

Gangguan
sirkulasi
spontan

F. Pemeriksaan Diagnostik Cardiac Arrest


Menurut Blogg Boulton, 2014 tes diagnostik pada cardiac arrest dapat dilakukan
dengan :
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). EKG
mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung
tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa
serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal,
seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian
mendadak.
2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika
jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu
sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-
enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung atau
tidak.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-
elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium,
magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh
yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidakseimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini
sebagai pemicu cardiac arrest.
3. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta
pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang
terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif dalam
jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah.
Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi
apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa
secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada
kelainan katup.
4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Jika diperlukan, tes ini biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama
tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat,
elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien.
Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang
jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau
menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi
aritmia.
5. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan
kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel
setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen.
Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan
ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography
(CT) scan jantung.
6. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan
atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama
prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung
panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk
arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat
pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu,
sementara kateter diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan
melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

G. Penatalaksanaan Cardiac Arrest


Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit, sehingga
pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis; 30-45 detik.
Sesudah henti jantung terjadi, akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil
tindakan berupa (Ulfah AR, 2010) :
1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen
dngan melakukan:
a. Masase jantung.
Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras, kemudian
dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang
terdapat di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir
ke arteria pumonalis dan aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari
terabanya kembali nadi arteri-atreri besar. Sedangkan pulihnya sirkulasi ke
otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.

b. Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di
perbaiki dengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara
endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian tampak
ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian
juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2. Memperbaiki irama jantung
a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel

b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan


epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada
bayi di sela iga IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk
meninggikan tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi dengan
pemberian sodium bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel
kambuh,makapemberian lignokain 1% dan kalium klorida dapat
menekan miokard yang mudah terangsang.Bila nadi menjadi lambat dan
abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol.

3. Perawatan dan pengobatan komplikasi


a. Perawatan:Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung : menghindari
terjadinya aspirasi (dipasang pipa lambung); mengetahui adanya anuri
yang dini (di pasang kateter kandung kemih).

b. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di


sebabkan nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan
pemberian ion exchange resins, dialisis peritoneal serta pemberian
cairan yang di batasi.kerusakan otak di atasi dngan pemberian obat
hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian
oksigen yang adekuat.
Asuhan Keperawatan Cardiac Arrest

Pengkajian

A. Identitas klien

Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.

B. Keluhan utama

C. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

a) Alasan masuk rumah sakit

b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

c) Mekanisme atau biomekanik

d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2. Riwayat penyakit dahulu

a. Perawatan yang pernah dialami

b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

3. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit
jantung.

D. Pengkajian Primer

1. Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :


a) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan jalan
napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya
penggunaan otot-otot tambahan.

b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi napas


tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.

c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya


pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan


menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b. periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.

e. identifikasi dan keluarkan benda asing (darah,muntahan,sekret,ataupun benda


asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan
cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).

f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan


kepatenan jalan napas.

g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2. Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan tidakterlihat


adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola
pernapasan abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.

b) Listen : mendengar hembusan napas

c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.


b. Berikan therapy O2 (oksigen).

c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo


tracheal tube (ETT) jika perlu.

d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll.

3. Circulation/Sirkulasi

a. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis

b. Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

4. Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar


terhadap kejadian yang menimpa.

b. Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.

c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

Cara pengkajian :

a) Anamnesa (tanya) : nama dan kejadian

b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun.

2. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan suplai Oksigen tidak adekuat.

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan preload, afterload,
dan kontraktilitas.
Perencanaan

NO. Diagnosa NOC NIC

1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan RJP


jantung berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit
dengan kemampuan dihrapkan curah jantung dapat 2. Observasi TTV
pompa jantung kembali normal di buktikan 3. Kaji tingkat kesadaran
menurun dengan keefektifan pompa pasien
jantung, status sirkulasi, perfusi
jaringan (organ abdomen), dan 4. Observasi EKG/ irama
perfusi jaringan (perifer). jantung

dengan kriteria hasil : 5. Observasi CRT

1. Tekanan darah 6. Kolaborasi dengan


sistilik,diastolik dalambatas memberikan oksigen, IV
normal line, defibrilasi / AED, inj.
Epinephrin dan amiodrone
2. Denyut jantung dalam batas
normal

3. Tekanan vena sentral dan .


tekanan dala paru dbn

4. Hipotensi ortostatis tidak ada

5. Gas darah dbn

6. Bunyi napas tambahan tidak


ada

7. Distensi vena leher tidak ada

8. Edema perifer tidak ada

2. Gangguan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dalam


spontan berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit posisi sesuai kebutuhan
dengan abnormalitas diharapkan Sirkulasi spontan 2. Pertahankan kepatenan
kelistrikan jantung dengan kriteria hasil : jalan napas
3. Monitor TTV
4. Monitor SPO2
1. TTV dalam batas normal 5. Monitor kekuatan nadi
2. SPO2 95-100% perifer
3. Nadi perifer teraba kuat 4. Monitor perubahan
4. Akral hangat warna kulit
5. Tidak mengalami penurunan 5. Monitor EKG
kesadaran 6. Anjurkan pasien dan
6. Gambaran EKG tidak keluarga mengenai tanda-
menunjukkan kelainan tanda gangguan sirkulasi
8. kolaborasi memberikan
terapi oksigen sesuai
kebutuhan, AED /
defibrillator , pemberian
obat – obatan dan infuse.
3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan Kaki Lebih
tidak efektif keperawatan selama 3 x 8 menit Tinggi Dari Jantung
berhubungan dengan dihrapkan sirkulasi darah
kembali normal sehingga 2. Pantau Adanya Pucat,
perubahan preload, Sianosis Dan Kulit Dingin
transport O2 kembali lancar.
afterload, dan Atau Lembab
kontraktilitas Dengan kriteria hasil :
3. Pantau Pengisian
1. Pasien akan memperlihatkan Kapiler (CRT)
tanda-tanda vital dalam batas
normal 4. Kolaborasi Pemberian
O2, IV Line, Resusitasi
2. Warna dan suhu kulit normal Cairan (Atasi Penyebab)
5. Observasi GCS
3. CRT < 2 detik. 6. Observasi Pupil
7. Observasi Ttv Dan Spo2
4. Tidak ada tanda – tanda
8. Cek Tanda – Tanda
sianosis
Sianosis
5. SPO2 normal
6. Tingkat kesadaran meningkat

Implementasi

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan (intervensi),


menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang
telah ditentukan.

Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :


a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar

b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung

c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung secara
tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang
merupakan akibat terbanyak henti jantung.

Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena sirkulasi
oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang
menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk
meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.

Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang
digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai
kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation 2010

Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Des, P. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana (A. Kurniati, Trisyani, & Theresia
(eds.); 1st ed.). E. indo.

Fathoni, M., Rini, I. S., Tony, S., Suryanto, & Dewi, K. N. (2019). PERTOLONGAN
PERTAMA GAWAT DARURAT PPGD. In PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT
DARURAT PPGD (Pertama, p. 80). Tim UB Pres.

Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya. Penerbit Nuha
Medika. Yogyakarta.

Irianti, D. N. et al. (2018) ‘Henti Jantung Intra Operatif Intra-operative cardiac arrest’, 7, pp.
217–221.

Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta.
2003AHA Guidelines For CPR and ECC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai