Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN FIELD TRIP KEPERAWATAN JIWA

DI RSUD BANYUMAS
13 DESEMBER – 18 DESEMBER 2021

NAMA : ANTI ALYA NURETHA


NIM : 190103012

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah melakukan Field Trip Keperawatan Jiwa pada,


Hari/Tanggal : 13 Desember – 18 Desember 2021
Tempat : RSUD Banyumas
Ruang : Nakula

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Ns. Arni Nur Rahmawati,.S.Kep.,M.Kep Anti Alya Nuretha


LAPORAN FIELD TRIP KEPERAWATAN JIWA

A. PENDAHLUAN
Latar Belakang
Kesehatan mental atau dapat juga disebut kesehatan jiwa
merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara
mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan
hidupnya, khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi
masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang
dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan mental termasuk hal
penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya
kesehatan mental. Namun, peningkatan tersebut hanya berlaku
untuk masyarakat yang memiliki media sosial. Sedangkan sebagian
masyarakat yang belum terpapar informasi mengenai kesehatan
mental ini masih menganggap kesehatan mental sebagai hal yang
tabu. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa keperawatan kita dituntut
untuk lebih memahami tentang kesehatan mental mulai dari
masalah kesehatan mental hingga cara menanganinya.
Melalui metode Field trip yang diadakan Universitas Harapan
Bangsa selain untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa 2,
mahasiswa juga diharapkan bisa mempelajari dan mengamati
proses keperawatan dan cara berkomunikasi secara langsung pada
pasien jiwa yang dilakukan saat dilapangan. Hasil dari pengamatan
inilah yang akan menjadi bekal pemahaman mahasiswa
keperawatan dalam memberikan edukasi yang baik untuk
masyarakat sesuai dengan visi dan misi matakuliah keperawatan
jiwa Universitas Harapan Bangsa.
Field trip keperawatan jiwa ini juga mengenalkan
mahasiswa tentang profil RSUD Banyumas terutama Instalasi
Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu yang dibentuk guna
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa yang terpadu
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan jiwa bagi individu
dan masyarakat khususnya wilayah Banyumas. Instalasi Pelayanan
Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas memiliki visi dan misi
yaitu menjadi instalasi kesehatan jiwa terintegrasi dan
komprehensif pada tahun 2019; dan memberikan pelayanan
kesehatan jiwa individu, keluarga, masyarakat secara holistic dan
terpadu. Adapun pelayanan yang terdapat pada Instalasi
Pelayanan Kesehatan Jiwa RSUD Banyumas meliputi Rawat Inap,
Rawat Jalan, Napza, Psikologi, IGD Psikiatri, NAPZA, Psikiatri
Forensik, Gelandangan Psikotik. Ruang perawatan meliputi:
1. Ruang Arjuna adalah ruang kelas utama dengan pasien
GMO (Gangguan Mental Organik). Ruangan ini melmiliki
kapasitas sejumlah 18 tempat tidur, dan pasien dapat
ditemani oleh keluarganya.
2. Ruang Bima adalah ruang kelas dua dengan pasien
gangguan jiwa yang dapat terkontrol dengan psikofarmaka.
Ruangan ini memiliki kapasitas sejumlah 26 tempat tidur.
3. Ruang Sadewa adalah ruang yang digunakan bagi pasien
dengan gangguan jiwa pada fase akut, biasanya saat pasien
pertama kali masuk akan ditempatkan di ruangan ini.
Ruangan ini memiliki kapasitas sejumlah 50 tempat tidur
4. Ruang Nakula adalah ruangan yang digunakan untuk pasien
yang sudah pada tahap maintenance, biasanya pasien dari
ruang Sadewa yang sudah masuk tahap maintenance akan
ditempatkan pada ruang ini. Ruangan ini memiliki kapasitas
sejumlah 18 tempat tidur.

B. ISI (HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI)


1. Cara pengkajian kepada klien dengan gangguan jiwa untuk bisa
menentukan diagnosa keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal untuk melakukan proses
keperawatan. Hasil dari pengkajian akan memunculkan
diagnosa keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk
menentukan intervensi yang tepat untuk diimplementasikan
pada pasien gangguan jiwa. pengkajian keperawatan pada
pasien dengan gangguan jiwa meliputi :
a. Menanyakan identitas pasien dan penanggung jawab atau
orang yang membawa pasien ke rumah sakit
b. Keluhan utama adalah masalah yang menyebabkan pasien
dirawat. Contohnya : ngamuk-ngamuk, halusinasi, marah-
marah.
c. Factor Predisposisi
 Biologi meliputi riwayat kesehatan sebelumnya.
Kemungkinan penyakit yang dialami pasien dapat
menyebabkan gangguan jiwa. Misalnya, penyakit
yang menyerang neurotransmitter otak seperti abses
serebri, stroke, dll.
 Genetic yang dikaji adalah hubungan keluarga, gejala
yang dialami anggota keluarga yang terkena
gangguan jiwa, dan riwayat pengobatannya. Ayah
atau ibu yang mengalami gangguan jiwa 18% akan
menurun pada keturunannya. Ibu dengan gangguan
jiwa dapat menurunkan ganguan jiwa dapat karena
stress berlebih saat hamil, atau juga dengan pola
asuh yang buruk.
 psikososial :
1) Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan
2) Riwayat penganiayaan yang dikaji antara lain
adalah riwayat aniaya fisik, Aniaya Seksual,
penolakan, kekerasan dalam keluarga,
tindakan criminal pada pasien gangguan jiwa
baik sebagai korban/pelaku/saksi.
d. Genogram
Genogram merupakan pohon keluarga dengan tiga generari.
Dalam pengkajian genogram dilengkapi dengan siapa yang
mengambil keputusan dalam keluarga, serta pola
komunikasi apa yang digunakan dalam keluarga. Pola
komunikasi yang dilakukan misalnya jika ada masalah dalam
keluarga maka keluarga dikumpulkan dan diajak komunikasi
terbuka mengenai masalah yang dihadapi.
e. Faktor Presipitasi adalah factor pencetus
 peristiwa yang baru dialami dalam waktu dekat
 perubahan aktivitas hidup sehari-hari
 perubahan fisik
 lingkungan penuh kritik

Catatan : dengan kedua factor diatas yaitu factor predisposisi dan


presipitasi seorang perawat dapat menarik kesimpulan masalah atau
diagnose keperawatan apa yang sedang dialami pasien.

f. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital,


keluhan pasien, dan pemeriksaan head-to-toe pada pasien
gangguan jiwa.
g. Sosial Kultural-Spiritual
Budaya dapat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang,
budaya yang terlalu ekstrim dapat menyebabkan masalah
kejiwaan pada anggota masyarakatnya. Misalnya di Papua
masih identik dengan perang antar desa.
Sedangkan spriritual merupakan hubungan manusia dengan
Tuhannya meliputi ibadah sehari-hari. Seseorang yang
memiliki spiritual yang baik akan cenderung memiliki
kesehatan jiwa yang baik.
h. Status mental
Status mental pasien dapat dikaji melalui :
 Kerapian pasien yaitu cara berpakaian. Apakah
pasien tidak rapi atau tidak sesuai dengan biasanya
atau pennggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berjalan dan sikap tubuh
 Kebersihan,ekspresi wajah dan kontak mata
i. Pembicaraan
Saat mengkaji pembicaraan pasien, dapat dilihat dari cara
bicara pasien apakah lambat, cepat, gagap, apatis,
membisu, inkonheren,tidak mampu memulai pembicaraan,
ataupun keras.
j. Jenis aktivitas
Jenis aktivitas yang dimaksud adalah motoric pasien antara
lain lesu atau tegang, gelisah, agitasi, Grimasen,tremor, dan
tic
k. Afek
Afek adalah respon pasien jika dikasih rangsangan sesuatu.
Respon pasien meliputi datar, tidak sesuai, tumpul, labil,
ambivalen.
l. Halusinasi adalah munculnya persepsi setelah melihat,
mendengar, menyentuh, merasakan, atau mencium sesuatu
yang tidak benar-benar ada.
m. Ilusi adalah distorsi indra, yang dapat mengungkapkan
bagaimana otak manusia biasanya mengatur dan
menafsirkan rangsangan sensorik. Meskipun ilusi mengubah
persepsi kita tentang realitas, ilusi umumnya dimiliki oleh
kebanyakan orang.
n. Depersonalusasi merupakan suatu fenomena di mana
seseorang merasa terpisah dari pikiran, perasaan, dan
tubuhnya sendiri, atau merasa terputus dengan lingkungan
sekitarnya.
o. Arus pikir
Arus piker yang dapat diperoleh dalam pengkajian pasien
dengan gangguan jiwa antara lain flight of idea, inkoheren,
sirkumvasial, blocking, lohlrea bnyk omong, irelevan)
p. Waham merupakan keyakinan atau kenyataan semu yang
diyakini terus menerus meskipun bukti atau kesepakatan
berlawanan. Macam-macam waham antara lain agama,
nihilistic, somatic, sisi pikir, kebesaran, curiga, control pikir.
q. Kesadaran yang dikaji untuk mengetahui apakah pasien
mengalami kebingungan,sedasi,stupor, disorientasi
tempat/waktu/orang.
r. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan daya pertahanan mental
pasien meliputi adaptif/Maladaptif

2. Pemberian obat psikofarmaka


Obat psikotropik atau psikofarmaka adalah obat yang
bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku
(mind and behavior altering drugs), digunakan pada gangguan
psikiatrik (pshychotherapeutik medication).
Hasil observasi obat psikotropik yang diberikan pada pasien
gangguan jiwa di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu
antara lain :
a. Diazepam
Merupakan obat penenang (sedasi). Dosis yang
diberikan melalui injeksi intramuscular 2 ampul. Warna
obat diazepam adalah bening, label obat bergaris biru
muda.
b. Trihexyphenidyl (THP)
Merupakan obat untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal
(gejala yang ditimbulkan akibat penggunaan obat
antipsikotik). Dosis yang diberikan melalui oral 2 mg.
Warna obat Trihexyphenidyl adalah kuning.
c. Alprazolam
Merupakan obat untuk mengatasi kecemasan dan panic.
Dosis yang diberikan melalui oral 0,5 mg atau 1 tablet.
Warna obat Alprazolam adalah pink.
d. Clozapine
Merupakan obat untuk mengurangi gejala psikosis
(kondisi dimana penderitanya tidak dapat membedakan
kenyataan dengan khayalan). Dosis yang diberikan
melalui oral 25 mg atau 100 mg. Warna obat Clozapine
adalah kuning.
e. Trifluoperazine
Merupakan obat untuk membantu substansi tubuh di otak
dan berpikiran jernih, dan untuk mengurangi halusinasi
dan perilaku kekerasan serta kecemasan. Dosis yang
diberikan melalui pral adalah 5 mg / 1 tablet. Warna obat
Trifluoperazine adalah biru.
f. Risperidon
Merupakan obat untuk skizofrenia, gangguan bipolar,
atau gangguan tingkah laku. Dosis yang diberikan
melalui oral 2 mg. Warna obat Risperidon adalah orange.
g. Haloperidol
Merupakan obat antipsikotik untuk mengatasi penyakit
mental jangka panjang yang mempengaruhi kinerja otak.
Dosis yang diberikan melalui injeksi iv/im/sc 5mg/10mg/2
ampul. Warna obat Haloperidol adalah cair bening.
3. Pelaksanaan terapi modalitas yang di ruang Nakula
Menurut mba Ari, sebelum masa pandemi terapi modalitas
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa, rutin
dilaksanakan seuai jadwal. Terapi modalitas yang ada di ruang
nakula sebelum pandemic meliputi terapi aktivitas kelompok,
terapi okupasi, terapi lingkungan, psiko edukasi, terapi olahraga,
terapi music, dsb. Namun, saat kami mengobservasi hanya 3
terapi yang dilakukan di ruang Nakula, hal ini dilakukan untuk
mengurangi kerumunan. Tiga terapi yang dilakukan di ruang
Nakula meliputi :
a. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelmpok merupakan terapi yang
sering digunakan dal am praktik kesehatan jiwa, bahkan
menjadi hal yang penting dan ketera mpilan terapeutik dalam
ilmu keperawatan. TAK dapat diisi dengan keuin ikan
individu untuk mendorong anggota kelompok untuk
mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan dalam
menyelesaiakn masalahnya dari kelompok, perawat juga
adaptif dalam menilai respon pasien selama dalam
kelompok.
Terapi Aktivitas kelompok yang terobservasi pada hari
kamis dan jumat adalah terapi kelompok yang berupa
olahraga bersama yaitu senam dan badminton. Tujuan dari
terapi TAK ini adalah untuk memberikan pelatihan pada
pasien sosialisasi, pengendalian emosi, dan empati.
Sebelum melakukan terapi TAK ini, perawat menyiapkan
alat-alat yang dibutuhkan yaitu tipe, music untuk senam,
raket dan kok. Setelah dirasa peralatan sudah siap maka
selanjutnya perawat mempersiapkan pasien. Pasien diajak
kerjasama terlebih dahulu untuk keluar satu-satu dari
ruangan dan dihitung dan diawasi oleh perawat untuk
berjaga-jaga agar tidak kabur dari jalur. Pasien dipersiapkan
untuk baris dan rentangkan tangan, lalu pasien
diinstruksikan mengikuti gerakan pemimpin senam.
Kegiatan senam ini dilakukan kurang lebih 15 menit
lalu dilanjutkan dengan kegiatan badminton. Beberapa
pasien nakula antusias mengikuti kegiatan badminton, dan
beberapa pasien yang lain duduk dan bernyanyi music yang
diputarkan. Kendala yang dihadapi saat terapi ini adalah
pasien dengan gangguan halusinasi yang cukup parah
kurang bisa mengikuti dan cenderung kebingungan.
b. Terapi lingkungan
Terapi lingkungan "Millieu Terapi" merupakan suatu
bentuk manipulasi ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan
perubahan pada perilaku pasien guna m enghasilkan
perubahan pada perilaku pasien dan untuk mengembangkan
ket erampilan esmosional sosial dan lain sebagainya melalui
pengenalan lingkungan sekitar yang ada.
Terapi lingkungan di ruang Nakula yang terobservasi
adalah terapi yang dilaksanakan pada pagi hari. Terapi ini
dilakukan dengan cara bersih-bersih lingkungan pasien dan
merapikan bed pasien. Terapi ini memiliki tujuan ntuk
menjaga lingkungan pasien agar tetap bersih dan melatih
pasien untuk dapat bertanggung jawab atas kebersihan
tempat tidurnya masing-masing. Saat melakukan terapi
lingkngan, pasien yang tertidur dibangunkan terlebih dahulu
dan diajak kerjasama untuk membantu perawat merapikan
tempat tidur mereka.
c. Terapi okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni
pengarahan parisipasi seorang pasien untuk melaksanakan
tugas tertentu yang sudah ditetapkan. Terapi okupasi
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada
pada pasien, peningkatan ini bertujuan untuk membentuk
pasien agar mandiri ata u tidak bergantung dengan orang
lain, serta bertanggungjawab atas tindaka nnya. Terapi
okupasi biasanya digunakan pada pasien dengan gangguan
komunikasi, tidak mampu merespon stimulus, pasien
dengan cacat tubuh.
Terapi okupasi pada pasien diruang nakula
didapatkan hasil bahwa beberapa pasien sudah dapat
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi dan makan,
bak dan bab tanpa bantuan perawat serta dapat mengganti
pakaian sendiri dan mengganti seprai sendiri.
4. Cara melakukan komunikasi terapeutik pada klien gangguan
jiwa
Hari Selasa tanggal 13 Desember 2021 di Aula ruang Bima
dilaksanakan pengarahan mengenai cara komunikasi terapeutik
pada pasien dengan gangguan jiwa. pengetahuan mengenai
cara komunikasi terapeutik terhadap pasien dengan gangguan
jiwa merupakan hal yang sangat penting, mengingat bahwa
orang dengan gangguan jiwa sangat berbeda dengan orang
normal yang biasanya kita ajak mengobrol. Proses komunikasi
terapeutik pada pasien dengan gangguan jiwa ini memiliki
empat tahap, yaitu :
a. Tahap pre-interaksi
Tahap pre-interaksi merupakan tahap awal perawat
sebelum bertemu dengan pasien. Hal yang harus
dilakukan pada tahap ini antara lain :
1) Mencari informasi mengenai masalah yang
dihadapi pasien
2) Mencari literatur mengenai masalah yang
dihadapi pasien meliputi pengertian serta tanda
dan gejala
3) Menyiapkan mental dan kesiapan diri terlebih
dahulu sebelum bertemu dengan pasien,
apabila belum siap maka pertemuan dengan
pasien harus ditunda terlebih dahulu.
4) Membuat rencana pertemuan dengan pasien
meliputi metode dan setting tempat yang akan
digunakan.
b. Tahap orientasi
Tahap orientasi merupakan tahap dimana seorang
perawat sudah bertemu dengan pasien dan memulai
pembicaraan dengan pasien. Pada tahap ini, terdapat
9 point yang harus dilaksanakan antara lain :
1) Salam terapeutik
“selamat pagi/siang/sore/malam”
“assalamualaikum”
2) Memvalidasi nama pasien dan panggilan yang
disukai pasien
“apakah benar dengan mas saiful? Mas
senang dipanggil dengan sebutan apa?”
3) Memperkenalkan diri
“perkenalkan pak/bu/mas/mba saya Anti Alya
Nuretha, biasa dipanggil Anti”
4) Peran
“saya mahasiswi keperawatan dari Universitas
Harapan Bangsa”
5) Tanggung jawab
“saya yang akan merawat mas saeful disini,
saya shift pagi dari jam tujuh pagi sampai jam
dua siang, nanti kalua mas saeful butuh apa-
apa, mas saeful bisa menghubungi saya”
6) Tema kegiatan yang akan dilakukan
“disini kita mau mengobrol mengenai alasan
kenapa mas saeful dibawa kesini”
7) Tujuan
“nanti supaya kita tau kapan mas saeful bisa
pulang” (biasanya pasien akan senang jika
mendengar kalimat kapan bisa pulang)
8) Setting tempat dan waktu
“untuk tempatnya disini aja, nanti waktunya
sekitar sepuluh menit” (untuk pasien dengan
isolasi social dan harga diri rendah hindari
interaksi lebih dari 10 menit)
9) Kerahasiaan
“nanti mas cerita saja apa yang mas alami,
untuk kerahasiaan akan kami jaga untuk
kepentigan pengobatan”
c. Tahap kerja
Tahap kerja adalah tahap dimana kegiatan dimulai.
Hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain :
1) Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
“sebelum saya lanjutkan, apakah ada yang
mas pertanyaan?”
2) Menanyakan kondisi pasien
“hari ini mas ada yang dikeluhkan ga ?
misalkan pusing atau apa?” (apabila pasien
merasa tidak enak badan dan menolak maka
jangan memaksakan untuk melanjutkan
kegiatan)
3) Mengkaji memori pasien
“apa mas ingat mas dibawa kesini karena
apa?” (apabila pasien tidak ingat maka perawat
harus mengingatkan)
4) Memulai pembahasan mengenai masalah yang
dihadapi pasien

Catatan : interaksi pada pasien jiwa berbeda


dengan interaksi pada pasien biasa tanpa
gangguan jiwa, pada proses interaksi ini terkadang
bisa diulang-ulang berulang kali hingga respon
pasien sesuai dengan yang diharapkan.

5) Evaluasi subjektif dan objektif


“setelah mengobrol tadi apa yang mas rasakan
sekarang?”
6) Mengkaji memori pasien
“apa mas masih ingat tadi kita membahas apa
saja?”
d. Tahap terminasi
Tahap terminasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan. Hal yang dilakukan pada tahap ini
antara lain :
1) Membuat kesimpulan
“berarti mas masuk sini karena mendengar
bisikan-bisikan berarti mas mengalami
halusinasi pendengaran”(sesuai dengan
pembahasan masalah pasien sebelumnya)
2) Memberikan reinforcement
“oke setelah kita ngobrol-ngobrol tadi, mas
sudah menunjukan sikap yang baik dan
terbuka dengan saya”(hindari kata terimakasih)
3) Menentukan rencana tindak lanjut
Rencana tindak lanjut sesuai dengan kondisi
yang diperlukan pasien. Rencana tindak lanjut
disertai dengan seting tempat dan waktu.
“baik mas, besok kita melakukan latihan
menghardik dan mengabaikan halusinasi ya
mas, untuk waktunya sekitar jam delapan pagi,
tempatnya disini”
4) Penutupan dengan bahasa yang baik
“baik mas, tadi kan sudah janjian ngobrolnya
sepuluh menit ya mas, ini sudah sepuluh menit,
jadi mas bisa kembali beristirahat”

C. PEMBAHASAN
Permasalahan penelitian tidak hanya pada bagaimana
implementasi asuhan keperawatannya saja, namun juga pada
formulir pencatatan atau dokumentasi. Suatu contoh penelitian
sebelumnya oleh Ah Yusuf dkk (2016) hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa kompetensi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dipengaruhi oleh
beberapa aspek, salah satunya adalah format dokumentasi,
formulir dokumentasi harus disediakan dan disesuaikan dengan
item kebutuhan pada proses pengkajian keperawatan jiwa mulai
dari identitas, alasan masuk, faktor predisposisi, presiptasi,
psikososial, status mental, mekanisme koping, dan kebutuhan
persiapan pulang. Contoh lain pada penelitian Rahmi Imelisa
(2013) hasil penelitiannya menyebutkan pengkajian pasien
gangguan jiwa didapatkan berdasarkan data identitas pasien, faktor
predisposisi, penilaian stressor, sumber koping, mekanisme koping,
dan dukungan sosial, namun formulir dari pengkajian belum
tersedia sehingga tidak dapat dicantumkan pada hasil penelitian.
Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa tahapan pengkajian
keperawatan yang dijelaskan dan dilakukan oleh perawat jiwa di
RSUD banyumas telah menerapkan teori dalam setiap pengkajian
keperawatan sehingga didapatkan data-data yang valid untuk
menentukan masalah keperawatan pada pasien gangguan jiwa.
Pada hasil observasi didapatkan bahwa pasien yang aktif
saat dilakukannya TAK berupa senam, jauh lebih dapat diajak
komunikasi dan dapat mengontrol halusinasinya dibandingkan
pasien yang sedikit gerak. Hal ini sesuai dengan penelitian
Purnamasari, Made, Sukawana, Wayan, Suarnatha, dan Ketut
(2013) tentang senam aerobic low impact terhadap penurunan
depresi pada narapidana wanita didapatkan hasil senam aerobic
low impact dapat menurunkan tingkat depresi pada narapidana
wanita. Selain itu, penurunan efek samping obat sesudah terapi
senam lebih baik dibandingkan penurunan efek samping sebelum
terapi senam. Hal ini sesuai dengan pengertian senam yaitu,
senam merupakan suatu cabang olahraga yang melibatkan
performa gerakan yang membutuhkan kekuatan, kecepatan dan
keserasian gerakan fisik yang teratur, dan bermanfaat untuk
meningkatkan kebugaran secara menyeluruh baik fisik, mental dan
sosial, meningkatkan kekuatan otot-otot tubuh dan memberikan
rasa senang dan kegembiraan (Wikipedia, 2013).
Terapi okupasi dan terapi lingkungan merupakan satu
kesatuan khusus dalam peningkatan kemandirian pasien dengan
gangguan jiwa. Hasil dari pengamatan teknik-teknik yang dilakukan
perawat jaga lakukan memberikan pengaruh positif terhadap
kemandirian pasien dan tanggung jawab pasien terhadap dirinya
dan lingkungan yang ditempati. Hal ini sesuai dengan penelitian
Melida puspita (2020) tentang penurunan halusinasi yang
disebabkan karena terapi okupasi berpengaruh terhadap
perubahan pada responden dengan halusinasi karena proses terapi
okupasi adalah merangsang atau menstimulasikan pasien melalui
aktivitas yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah
dilakukan untuk mengalihkan halusinasi pada dirinya.

D. PENUTUP
Kesimpulan
Menurut hasil kegiatan field trip yang dilakukan di RSUD
banyumas selama satu minggu oleh mahasiswa prodi S1
Keperawatan Universitas Harapan Bangsa Purwokerto dapat
disimpulkan bahwa teori keperawatan jiwa dapat diaplikasikan
dengan baik serta sesuai dengan kondisi pasien dan mahasiswa
mengobservasi bagaimana cara melakukan pengkajian secara
langsung dan berperan aktif dalam kegiatan di ruang jiwa seperti
TAK (Terapi Aktivitas Kelompok), Terapi Lingkungan, dan Terapi
okupasi yang bertujuan untuk membuat pasien gangguan jiwa
untuk segera kembali sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa.

Anda mungkin juga menyukai