Anda di halaman 1dari 8

SURAT PERMOHONAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENYULUHAN

Yth
Kepala Ruangan Bangsal Patimura RSUD Arjawinangun
di Tempat

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk melaksanakan kegiatan Penyuluhan


dengan topik:
Penyuluhan: Edukasi Keteraturan Minum Obat pada ODGJ (Orang Dengan Gangguan
Jiwa)
Dengan pembimbing: dr. Eri Achmad Achdiar, Sp.KJ
Bersama ini kami lampirkan proposal yang telah ditandatangani oleh pembimbing.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Cirebon, 05 Agustus 2019

Ketua Kelompok Co-ass Stase


Jiwa

Hasna Luthfiah Fitriani


Mengetahui,
Kepala Ruangan, Pembimbing,

H. Yoseph Nurudin B, S.Kep, Ners dr. Eri Achmad Achdiar, Sp.KJ

1
PROPOSAL PENYULUHAN
EDUKASI KETERATURAN MINUM OBAT PADA ODGJ
(ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA)

I. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini
ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. World Health Organization
(WHO) yaitu suatu badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia,
memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global WHO.
WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Alzheimer,
epilepsi, keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu
mendapatkan perhatian lebih serius lagi.
Secara global, diperkirakan sebanyak 24 juta orang telah menderita skizofrenia
(WHO, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2007) sebanyak 1 juta orang atau
sekitar 0,46% dari total pendududk Indonesia menderita skizofrenia. Sedangkan
yang mengalami gangguan mental emosional (cemas dan depresi) adalah 11,6%
atau sekitar 19 juta penduduk.
Obat gangguan jiwa dapat mengurangi gejala yang dialami pasien. Obat yang
diresepkan oleh dokter bekerja langsung memperbaiki atau menyeimbangkan kadar
senyawa kimia dalam otak untuk memperbaiki suasana hati dan mengurangi efek
samping fisik yang dapat menyertai gejalanya, seperti badan lemas, insomnia, mual,
dan lain sebagainya dengan harapan agar pasien dengan gangguan jiwa dapat
berpikir lebih jernih dan menemukan motivasi untuk bangkit kembali dari
keterpurukan.
Dengan mematuhi dosis dan aturan pakai obat, gangguan jiwa tertentu seperti
kecanduan, kleptomania, depresi, atau serangan panik bisa diatasi dan dipulihkan
sepenuhnya. Memang ada beberapa jenis gangguan jiwa yang tidak bisa sembuh
total, misalnya skizofrenia. Akan tetapi, kita masih bisa mengendalikan gejala dan
mengurangi keparahannya.

II. TOPIK KEGIATAN


Edukasi Keteraturan Minum Obat pada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)

III. TUJUAN KEGIATAN


1. Tujuan Umum
Untuk memberikan informasi mengenai keteraturan minum obat dan
dampaknya jika tidak dilakukan pada orang dengan gangguan jiwa
2. Tujuan Khusus
- Peserta mampu mengetahui tentang keteraturan minum obat dan
dampaknya jika tidak dilakukan terhadap pasien dengan gangguan jiwa

2
IV. TARGET KEGIATAN
Pasien dan Keluarga pasien gangguan jiwa yang mengantar pasien berobat ke
Ruang Pattimura RSUD Arjawinangun.

V. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN


Kegiatan ini akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal : Senin / 12 Agustus 2019
Waktu : 09.00 WIB - selesai
Tempat : Ruang Pattimura

VI. SUSUNAN PANITIA


1. MC : Shifa Khaunan
2. Pembicara : Hasna Luthfiah Fitriani
3. Sekertaris 1 : Karina Ajeng D.A.Ridwan
4. Sekertaris 2 : Anisa Carina
5. Dokumentasi : Veranisa Sucia

VII. TUGAS PANITIA


a. MC
Membuka dan memimpin keberlangsungan acara

b. Pembicara
Menyampaikan penyuluhan

c. Sekertaris
Mendata peserta yang datang dan membuat resume kegiatan

d. Dokumentasi
Mendokumentasikan kegiatan

3
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di
masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada
yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh
bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang
salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa
tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.

Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14
juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1.7 per 1.000
penduduk.

Dukungan keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan jiwa, karena pada
umumnya pasien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat
yang akan diminum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkan agar klien
gangguan jiwa dapat minum obat dengan benar dan teratur1.

Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien meliputi dukungan emosional yaitu
dengan memberikan kasih sayang dan sikap menghargai yang diperlukan pasien, dukungan
informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan kepada klien untuk minum
obat, dukungan instrumental yaitu dengan menyiapkan obat dan pengawasan minum obat, dan
dukungan penilaian memberikan pujian kepada pasien jika minum obat tepat waktu2,3.

Kepatuhan minum obat sangat penting untuk pasien gangguan jiwa agar sembuh dan mencegah
kekambuhan. Hal ini sesuai dengan teori, kepatuhan minum obat meliputi tingkat ketepatan
perilaku seorang individu dengan nasihat medis, penggunaan obat sesuai dengan petunjuk serta
mencakup penggunaan pada waktu yang benar4.

4
Perilaku ketidakpatuhan meliputi menghentikan minum obat, minum obat dengan dosis bukan
seperti yang dianjurkan, minum obat tidak tepat waktu, dan penyalahgunaan obat5. Sementara
Kludge (2007) membagi perilaku ketidakpatuhan menjadi ketidakpatuhan yang disengaja dan
ketidakpatuhan yang tidak disengaja.

Fleischhacker, et al. (2003) mengungkapkan empat faktor penyebab yang mempengaruhi


ketidakpatuhan pasien gangguan jiwa, yaitu: faktor yang berhubungan dengan pengobatan,
faktor yang berhubungan dengan pasien, faktor yang berhubungan dengan lingkungan, dan
faktor yang berhubungan dengan hubungan pasien dan tenaga kesehatan.

Penyebab tidak patuh dari aspek pasien dan keluarga adalah rendahnya insight akan kondisi
pasien yang memerlukan obat dalam jangka waktu lama sebagai tindakan pencegahan
kekambuhan. Efek samping, rasa obat, dan kompleksitas penggunaan obat merupakan
penyebab ketidakpatuhan dari aspek obat, Adanya ungkapan yang bersifat menurunkan
motivasi dan penjelasan yang kurang jelas adalah penyebab ketidakpatuhan dari aspek tenaga
kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas, proposal ini diajukan untuk mengajak pasien serta keluarga pasien
menghadapi tantangan dalam menjalani regimen terapi pengobatan pasien.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kunci dari pengobatan adalah kepatuhan minum obat. Jika tidak, akan terjadi kekambuhan. Pasalnya,
gangguan fungsi otak kronik membutuhkan terapi jangka panjang. Kekambuhan berulang akan
menyebabkan semakin sulit pasien kembali ke kondisi sebelum kambuh.

Ada beberapa jenis terapi yang digunakan dalam menjalankan pengobatan atau pengembalian
keberfungsian sosial pasien gangguan jiwa. Diantaranya dengan beberapa cara medis maupun spiritual
keagamaan. Farida (2011) dalam bukunya menyebutkan 10 jenis-jenis terapi yaitu:

1. Psikofarmakoterapi: terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan. Obat yang


diberikan adalah jenis psikofarmaka atau psikotropika, yang memberikan efek terapeutik secara
langsung kepada mental klien. Terapi ini bermanfaat untuk memberikan efek tenang pada
pasien.
2. Terapi somatis: terapi yang ditujukan pada fisik klien gangguan jiwa, dengan tujuan dapat
merubah perilaku maladatif menjadi adaptif.
3. Pengikatan: terapi menggunakan alat mekanik atau manual yang membatasi aktivitas klien,
bertujuan menghindarkan cedera fisik pada diri klien atau orang lain.
4. Isolasi: terapi dimana klien diberikan ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilaku dan
melindungi orang lain disekitarnya dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. Akan tetapi
terapi ini tidak cocok untuk klien yang berpotensi bunuh diri, karena dengan diisolasi bisa saja
pasien tersebut malah bunuh diri.
5. Fototerapi: adalah cara memaparkan klien pada sinar terang 5- 20x lebih terang dari sinar
ruangan, dengan posisi duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di depannya diletakan lampu
setinggi mata. Terapi ini berhasil mengurangi 75% dengan efek seperti ketegangan pada mata,
sakit kepala, cepat terangsang, mual, kelelahan dan sebagainya.
6. Terapi deprivasi tidur: terapi yang dilakukan dengan cara mengurangi tidur klien sepanjang 3,5
jam. Cocok untuk yang depresi, karena terapi ini bertujuan untuk memperbanyak aktifitas klien
supaya tidak terlalu berfikir keras tentang masalahnya
7. Terapi keluarga: merupakan sistem utama dalam memberi perawatan, baik dalam keadaan sakit
maupun sehat. Keluarga harus tahu bagaimana keadaan anggota keluarga yang lain. Supaya
dapat saling mengontrol dan memberikan masukan. Adapun tujuan dari terapi keluarga adalah
menurunkan konflik dan kecemasan, meningkatkan kesadaran akan kebutuhan masing-masing
angota keluarga.
8. Terapi rehabilitasi: terapi yang terdiri atas terapi okupasi (bekerja), rekreasi, terapi gerak dan
terapi musik.

6
9. Terapi psikodrama: psikodrama mengunakan masalah emosi atau pengalaman klien dalam
suatu drama. Terapi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyadari pikiran,
perasaan, perilaku yang mempengaruhi orang lain. Terapi bermain peran ini bertujuan
memfokuskan pemikiran klien supaya sadar akan fungsi dan keberadaan dirinya.
10. Terapi lingkungan: suatu tindakan penyembuhan dimana lingkungan menjadi faktornya,
dengan cara manipulasi lingkungan yang dapat mendukung kesembuhan klien. Seperti adanya
udara bersih, air jernih dan sehat, pembuangan yang aman dan memadai, serta lingkungan yang
bersih (Farida, 2010).

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasir A., dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
2. Bart S. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
3. Wardani I Y, Achir Y S H, Wiwin W dkk. 2012. Dukungan Keluarga: Faktor Penyebab
Ketidakpatuhan Klien Skizofrenia Menjalani Pengobatan. Fakultas Ilmu Keperawatan
Univeritas Indonesia. (http: //id. portalgaruda. org/article =134653, diakses tanggal 3
Agustus 2019).
4. Arisandy W dan Ismalinda M. 2014. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit dr. Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan. Akademik Keperawatan Aisyiyah Palembang.
(http://stikesaisyiyahpalembang.ac.id pdf, diakses tanggal 3 Agustus 2019).
5. Husar, D. 1995. Helping Your Patient Follow His Drug Regimen. Nursing, 25 (10), 62.

Anda mungkin juga menyukai