Anda di halaman 1dari 48

Asuhan Keperawatan pada Ny.

SH dengan Masalah Utama:


Halusinasi di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi, Bogor

Makalah Case Conference

Disusun oleh:
Christyna Marissani
Dika Rina Rahayu
Mersiliya Sauliyusta
Richard Hudson Siahaan
Shofura Qonita Lillah
Siti Nurul A’ini
Suci Juwita
Wulan Nurhidayah

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
FEBRUARI 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
Nya kelompok mampu menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Halusinasi di RS dr. Marzoeki Mahdi,
Bogor. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas yang harus dipenuhi dalam
program studi profesi keperawatan dalam stase keperawatan jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih
perlu banyak perbaikan. Kelompok juga menyadari bahwa dalam penyelesaian
makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu,
kelompok mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr Bambang, selaku Direktur RS DR. Marzoeki Mahdi yang telah
mengijinkan kami untuk melaksanakan praktik prosesi jiwa.
2. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan.
3. Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kep., M.Kep., Sp.KepJ, selaku Koordinator
Keperawatan Jiwa sekaligus pembimbing akademik.
4. DR. Novy HC Daulima S.Kp, M.Sc, selaku pembimbing akademik.
5. Ns. Yudi Ariesta Chandra S.Kep , selaku pembimbing akademik
6. Ns. Merry Yuliana Pasaribu , S.Kep dan Ns. Sri Andayani, S.Kep, selaku
Pembimbing Klinik yang telah membantu kami dalam proses praktek serta
dalam pembuatan makalah.
7. Kepala ruangan beserta staff ruang Utari RS dr. Marzoeki Mahdi, yang
telah memberikan kesempatan bagi kami dan membimbing selama proses
praktek.
Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian makalah
ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta dalam
pengembangan ilmu.
Bogor, 22 Februari 2016
Kelompok

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
kehidupan. Menurut World Health Organization (2015) sehat merupakan
suatu kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Sementara
itu, berdasarkan undang-undang tentang kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal
1 ayat 1 menjelaskan definisi kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,
mental, sosial dan spiritual yang memungkin setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa sehat tidak hanya terbebas dari penyakit atau kondisi fisik saja tetapi
juga mental, sosial dan spiritual yang utuh, tidak cacat, dan membuat hidup
seseorang menjadi produktif.

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang


memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia. Jika kesehatan jiwa terganggu maka akan mempengaruhi seseorang
dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari yang dapat
berdampak pada penurunan produktifitas. Rentang sehat-sakit seseorang
bergantung pada respon koping yang dilakukan terhadap faktor stres yang
diterima. Respon yang maladaptif akan membawa seseorang pada suatu
masalah kesehatan jiwa yang lebih dikenal dengan istilah gangguan jiwa
(Keliat et al., 2009).

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang


menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. Gangguan jiwa terdiri dari dua kategori yaitu gangguan mental
emosional dan gangguan jiwa berat atau disebut dengan Skizofrenia. Menurut

1
WHO (2015), penderita yang mengalami Skizofrenia mencapai lebih dari 21
juta penduduk di dunia. Sementara di Indonesia, berdasarkan data survei,
prevalensi penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 per mil atau 1-2 orang dari
1000 penduduk Indonesia (Depkes RI, 2013). Data Riskesdas 2013
menyebutkan ada peningkatan pasien gangguan jiwa ringan hingga berat di
Jawa Barat. Pasien gangguan jiwa d Jawa Barat pada tahun 2012 sejumlah
296.947 orang jumlah ini meningkat menjadi 465. 975 ditahun 2013.
Peningkatan jumlah pasien gangguan jiwa di Jawa Barat mencapai 63% dalam
rentang 1 tahun. Berdasarkan data tersebut, gangguan jiwa menjadi masalah
penting yang akan mempengaruhi angka morbiditas dan lingkungan sosial
suatu bangsa.

Pasien dengan Skizofrenia biasanya memiliki kumpulan gejala psikotik berupa


gangguan fungsi berpikir, komunikasi dan afektif, serta kemampuan menerima
dan menginterpretasikan realitas. Perilaku maladaptif yang menyertai pada
pasien Skizofrenia yaitu perilaku agresif, kacau, agitasi, dan negativisme.
Munculnya pikiran negatif pada pasien Skizofrenia disebabkan karena
kesulitan dalam berpikir jernih dan logis, serta gangguan konsentrasinya dan
perhatian sehingga pasien cenderung mudah merasa gelisah dan gaduh. Oleh
karena itu, pasien dengan skizofrenia sangat dekat dengan gejala perilaku
kekerasan dan memiliki risiko melakukan perilaku kekerasan (Stuart & Laraia,
2009).

Gejala – gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas yaitu
gejala positif dan gejala negatif (Departemen Kesehatan, 2007). Gejala positif
termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini
disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh
orang lain. Delusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak masuk akal.
Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televusu, berkeyakinan
bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa raadio atau televisi memperi
pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan. Halusinasi
yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak

2
ada. Sebagian penderita mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau
tidak menakutkan. Sedangkan yang lainnya mungkin mengganggap
suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah
tertentu. Sedangkan gejala- gejala negatif merupakan kehilangan dari ciri khas
atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu
menampakan/ mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya
dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang
disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Ruang Utari RSMM ialah ruang rawat intermediate untuk pasien dengan
gangguan jiwa pada tahap gejala sedang (telah melalui tahap gejala akut).
Berdasarkan hasil analisa dari catatan keperawatan di ruangan tersebut,
masalah halusinasi menjadi masalah pertama yang paling banyak dialami oleh
pasien di ruang utari. Pada bulan november 2015 pasien yang menderita
halusinasi sebanyak 28 (22,4%) orang , pada bulan Desember 2015 pasien
yang menderita halusinasi sebanyak 46 (27,54%) orang dan pada bulan
Januari 2016 pasien yang menderita halusinasi sebanyak 38 (23,45%) orang.

Kelompok memilih kasus keloaan Ny. SH yang memiliki masalah halusinasi


yang ditunjukan dengan klien tampak berbicara sendiri, tertawa sendiri,
respon verbal lambat, dan menyendiri, namun klien menyangkal ketika dikaji
leboh lanjut mengenai halusinasi pendengaran yang dialaminya. Hal menarik
dari pasien tersebut ialah bahwa pasien sudah lama terdiagnosa Skizofrenia
Hebefreni sejak 27 tahun yang lalu dan menjalani perawatan namun kondisi
pasien hingga saat ini masih belum mampu mengenal dan mengontrol gejala
dari skizofrenia yang dialami. Berdasarkan pengalaman mahasiswa dalam
satu minggu awal berpraktik di ruang Utari, pasien tersebut sulit untuk
berinteraksi dan dikaji secara mendalam mengenai masalah yang dimilikinya.
Pasien terlihat defensif dan sering menunjukkan pembicaraan yang aneh dan
kacau dan tidak memiliki asosiasi antar kalimat sehingga hal tersebut
menyulitkan perawat untuk mendapatkan data pengkajian pasien.

3
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memberikan gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan pasien dengan masalah halusinasi di Ruang Utari, RS. DR.
Marzoeki Mahdi, Bogor.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan kondisi pasien kelolaan kelompok di Ruang Utari, RS. DR.
Marzoeki Mahdi, Bogor.
b. Menjelaskan konsep masalah utama terkait kondisi pasien kelolaan yakni
halusinasi.
c. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien kelolaan
yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
d. Mendokumentasikan dan menyampaikan hasil pendokumentasian asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien kelolaan.
e. Menjelaskan kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan kasus

1.3 Proses Pembuatan Makalah


Pengambilan kasus kelolaan untuk case conference dilakukan di Ruang Utari
dengan memilih pasien Ny. SH dengan masalah utama halusinasi. Masalah
tersebut sesuai dengan persentase masalah keperawatan yang paling banyak
ditemukan dalam 3 bulan terakhir di Ruang Utari, RS. DR. Marzoeki Mahdi,
Bogor. Selain halusinasi, masalah penyerta yang juga ditemukan pada pasien
kelolaan kelompok adalah isolasi sosial, harga diri rendah dan defisit
perawatan diri.

Kelompok memilih Ny. SH sebagai pasien kelolaan bersama karena memiliki


beberapa keunikan dibandingkan dengan pasien lainnya. Pasien sangat sulit
untuk diajak berinteraksi dan konsentrasinya mudah buyar. Hal tersebut
membutuhkan usaha lebih kreatif dengan modifikasi pendekatan terhadap

4
pasien sehingga pasien mudah diajak berinteraksi dan perawat mendapatkan
data yang lebih dalam mengenai masalah pasien.
Keunikan lainnya yaitu regimen terapeutik dari diri pasien yang kurang
efektif. Padahal pasien telah dirawat sejak 27 tahun yang lalu sehingga semua
SP tindakan keperawatan secara lengkap telah dilakukan kepada pasien.
Evaluasi dari tanda dan gejala dari masalah pasien tersebut masih sering
muncul seperti pasien suka banyak berbicara namun tidak jelas inti
pembicaraannya, topik pembicaraan yang diungkapkan selalu berbeda-beda
(flight of idea). Pasien belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri seperti
mandi dan toileting padahal ia merupakan pasien lama RSMM sejak 27 tahun
lalu. Hal tersebut terjadi karena pasien belum mampu secara mandiri
mengimplementasikan latihan yang telah diajarkan ke dalam kegiatan
hariannya. Pasien secara psikomotor belum membiasakan latihan SP tindakan
keperawatan sehingga membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk
menangani masalah pasien.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh kelompok, pasien tersebut kurang


kooperatif untuk diajak komunikasi dan melakukan saran dari perawat. Selain
itu, tangan pasien tampak kotor, kuku kehitaman, pasien sering terlihat
meyiram tanaman dan melakukan hal-hal yang tidak ada maknanya. Pasien
selalu berupaya mengalihkan perbincangan dengan perawat dengan
komunikasi verbal yang inkoheren dan topik kalimat yang tidak berasosiasi
sama sekali. Namun, kelompok berupaya untuk mencoba berbagai metode dan
strategi yang berbeda untuk mendapatkan data verbal langsung dari pasien
dengan menjalin hubungan saling percaya kepada pasien terlebih dahulu.
Selama satu minggu, kelompok mahasiswa terus melakukan pengkajian
beserta pendekatan kepada Ny. SH. Pada akhirnya, kelompok semakin merasa
tertantang untuk mencoba memberikan intervensi keperawatan kepada Ny.
SH.

5
BAB 2
GAMBARAN KASUS

BAB 2
GAMBARAN KASUS

2.1 Pengkajian
Klien Ny. SH, 50 tahun, No. Rekam medik 281077, dengan diagnosa medis
skizofrenia hebefrenik dirawat di Ruang Utari RSMM Bogor pada tanggal 21
Desember 2015 dengan alasan sering marah-marah, bicara kacau, mendengar
suara bisik-bisik, sering berbicara sendiri, tidak mampu merawat diri, sulit
tidur, mudah curiga, BAK dan BAB disembarang tempat, suka melempar
barang, nafsu makan kurang dan keluyuran.

Klien mengalami gangguan jiwa sejak 27 tahun yang lalu, tahun 2014
keluarga membawa klien ke pesantren untuk diobati tetapi klien tidak ada
perubahan dan menunjukkan gejala yang lebih buruk yaitu kurang merawat
diri, BAK dan BAB sembarangan, dan memakan fesesnya. Pada tanggal 11
Februari 2014 klien dibawa berobat oleh keluarga ke RSMM. Pengobatan
sebelumnya tidak berhasil karena klien putus obat. Keluarga mengatakan ada
anggota keluarga lain yang pernah mengalami gangguan jiwa yang sama
dengan klien yaitu paman dari ibu klien. Gejala yang muncul pada klien mirip
dengan yang terjadi pada paman kandung klien yaitu marah-marah dan sering
merusak barang-barang. Masalah keperawatan yang muncul adalah koping
individu tidak efektif.

Saat dilakukan pengkajian fisik didapat tanda-tanda vital didapat tekanan


darah 120/70mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36oC, pernapasan 16x/menit, tinggi
badan 155cm, berat badan 47 kg. Klien tidak memiliki keluhan kesehatan
fisik.

6
Pada aspek spiritual, pasien meyakini dirinya beragama islam. Pasien terlihat
melakukan sholat berkali-kali dengan waktu yang tidak sesuai Klien fokus
berbicara sendiri dan ingin didengarkan, sering menyendiri, BAB tidak pada
tempatnya. Dari hasil pengkajian status mental, penampilan klien terlihat
tidak rapi, gigi kotor dan tercium bau tidak sedap, tangan dan pakaian tampak
kotor. Klien mengetahui cara merawat diri seperti mandi, berhias, dan
toileting namun kondisi klien menyebabkan klien kurang memiliki motivasi
dan kesadaran untuk merawat kebersihan diri. Masalah keperawatan yang
muncul adalah defisit perawatan diri. Respon pembicaraan klien cepat, ketika
menjawab inkoheren dan saat diajak berinteraksi klien tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan. Masalah keperawatan yang muncul
adalah gangguan komunikasi verbal. Aspek aktivitas mootorik, terlihat klien
melakukan kegitan berulang seperti bercocok tanam dan menyirm tanaman di
pagi hari dan menggaruk bagian dada atas klien Alam perasaan tidak terkaji.
Masalah yang muncul adalah koping individu tidak efektif. Saat dikaji afek
cenderung merespon lebih lama, klien tampak tidak peduli dengan kondisi
sekelilingnya. Interaksi selama wawancara klien tidak mampu
mempertahankan kontak mata, tatapan mata klien kosong dan sesekali tidak
kooperatif. Masalah keperawatan adalah harga diri rendah.

Klien mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan. Saat dikaji klien


mengatakan mendengar bisikan yang menyuruhnya keluar rumah, klien
mendengar bisikan-bisikan saat sedang sendiri dan tidak melakukan apa-apa.
Respon klien saat halusinasinya datang cenderung mendengarkan dan
melakukan halusinasinya. Masalah keperawatan adalah halusinasi. Klien
kadang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan namun jawabannya

7
tidak sesuai. Klien juga sering tiba-tiba memulai percakapan, mengulang
pembicaraan, kehilangan asosiasi, pembicaraan yang meloncat dari satu topik
ke topik lain yang masih berhubungan walaupun tidak logis . Masalah
Keperawatan adalah gangguan proses pikir. Isi pikir klien menunjukkan ide
yang terkait, contohnya: kalau ada rumah baru dan rumah lama, mau
dirubuhkan. Rumah baru adalah rumah saya.
Pada pengkajian psikososial didapat klien merupakan anak ketujuh dari
delapan bersaudara. Klien belum menikah dan tidak mempunyai anak. Ayah
klien telah meninggal dan klien hanya tinggal bersama dengan ibunya saja.
Orang terdekat dengan klien adalah ibu klien. Masalah keperawatan yang
muncul adalah koping keluarga tidak efektif.

Orang yang sangat berarti untuk klien adalah ibu klien. Saat ini klien aktif
mengikuti kegiatan di RS seperti senam pagi dan kegiatan lainnya tetapi klien
tampak lebih sering sendiri. Saat ini klien terlihat fokus berbicara sendiri dan
ingin didengarkan. Klien tampak menyendiri, jarang terlihat berinteraksi
dengan klien lainnya. Masalah keperawatan adalah isolasi sosial. Spiritual
klien beragama islam, klien mengetahui bahwa ibadahnya berwudhu dan
shalat. Klien mengatakan melakukan shalat tiap hari. Klien tampak
melakukan ibadah shalat berlebihan dan tidak sesuai dengan semestinya.
Klien shalat lebih dari 5 waktu. Gerakan shalat yang dilakukan oleh klien
tidak sesuai, misalnya melempar-lempar plastik setelah ruku dan setelah itu
klien kembali melanjutkan shalatnya. Klien juga tidak menggunakan alat
shalat sesuai ketentuan, misalnya klien hanya menggunakan sarung tanpa
menutup dengan mukena atau menggunakan mukena tanpa alas shalat.

Tingkat kesadaan klien saat dikaji klien tampak sadar dan kooperatif ketika
diajak ngobrol. Klien terorientasi tempat tetapi tidak terorientasi waktu dan
orang. Klien tampak sulit mengingat kejadian-kejadian yang terjadi sebelum
klien masuk RS. Klien sulit saat diminta untuk mengulangi penjelasan yang
sudah diberikan mahasiswa. Masalah keperawatan gangguan proses pikir.
Klien tidak mampu menentukkan tujuan tindakannya dan tidak dapat

8
melakukan ADL secara mandiri. Klien mengingkari penyakit yang diderita
karena saat ditanya pasien tidak menjawab.

Kebutuhan persiapan klien antara lain: klien mampu makan sendiri, ganti baju
sendiri, dan memerlukan bantuan minimal untuk mandi, BAB dan BAK.
Klien memerlukan bantuan total untuk berhias. Masalah keperawatan defisit
perawatan diri. Penggunaan obat memerlukan bantuan total karena pasien
memerlukan perawatan lanjutan supaya tidak terjadi putus obat. Klien dapat
dimotivasi untuk melakukan kegiatan didalam rumah seperti menyapu rumah,
mencuci piring.

Masalah Psikososial dan lingkungan adalah klien mendapat dukungan dari


Ibunya. Selama dilingkungan panti klien jarang berinteraksi dengan klien
lain, ataupun perawat. Klien lebih suka menata pot bunga, menyiram
tanaman. Masalah dengan pendidikan, klien lulusan SMA.Masalah dengan
pekerjaan: klien tidak memiliki pekerjaan, hanya membantu kakaknya bekerja
menggunakan komputer. Masalah dengan perumahan: klien mengatakan
tinggal dengan ibunya. Selama klien sakit kebutuhan finansial dipenuhi oleh
ibu dan saudara-saudaranya. Masalah pelayanan kesehatan: tidak dapat dikaji.

Kurang pengetahuan tentang koping adaptif individu dalam menghadapi


masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu, klien juga tidak memiliki
pengetahuan yang adekuat terkait sistem pendukung serta masalah terkait
penyakit jiwa serta bagaimana penanganannya. Terapi medikasi klien saat ini
adalah Risperidon 2x3mg, haloperidol 3x 5mg dan Clozapin 25mg: 1x25mg,
Trihexipenidil 3x 2mg, depacote ER 1x250mg

2.2 Masalah Keperawatan


1. Gangguan proses pikir
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Defisit perawatan diri
4. Isolasi sosial

9
5. Koping individu tidak efektif
6. Koping keluarga tidak efektif
7. Harga diri rendah
8. Risiko perilaku kekerasan

2.3 Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit Perawatan diri


.
Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif koping keluarga tidak efektif

ANALISA DATA

No. DATA MASALAH


1. DS: halusinasi
- Klien mengatakan mendengar
bisikan yang menyuruhnya
keluar rumah
- Klien mengatakan ia
berbicara dengan temannya
tetapi temannya hanya
melihat saja
DO:
- Klien tampak berbicara
sendiri
- Klien tampak tertawa sendiri
- Klien tampak mondar-mandir
- Klien melihat kearah yang
tidak ada wujudnya
- Klien tampak menyendiri

10
No. DATA MASALAH

2. DS: Risiko Perilaku


- Klien mengatakan sebelum Kekerasan
masuk RS klien marah-marah
dan melempar barang
DO:
- Wajah klien tampak tegang
- Tampak mata melotot
- Rahang mengatup
- Klien tampak mengepalkan
tangan
DS: koping individu tidak
- Klien mengatakan pernah efektif.
membakar dirinya
DO:
3. - Klien tampak sulit
berkonsentrasi, tidak focus
saat berinterasi dengan
perawat

DS: koping keluarga tidak


- Keluarga mengatakan klien efektif.
dibawa ke pesantren tahun
2014 untuk diobati
DO:
4.
- Klien tinggal bersama
ibunya, ayah klien sudah
meninggal
- Paman klien mengalami
penyakit yang sama
DS: Defisit Perawatan diri
- Klien mengatakan pakaian
masih bersih
- Klien mengatakan sudah
mandi
5. DO:
- penampilan klien terlihat
tidak rapi, gigi kotor dan
tercium bau tidak sedap,
- tangan dan pakaian tampak
kotor
6. DS: Gangguan proses pikir

11
No. DATA MASALAH
-
DO:
- Klien berbicara cepat, ketika
menjawab inkoheren dan saat
diajak berinteraksi klien tidak
mampu menjawab pertanyaan
yang diberikan.
- Klien tiba-tiba memulai
percakapan, mengulang
pembicaraan, pembicaraan
meloncat dari satu topik ke
topik lain yang masih
berhubungan walaupun tidak
logis

DS: Isolasi sosial


-
DO:
7.
- Klien tampak menyendiri
- Klien jarang bersosialisasi
dengan klien lain
DS: Harga diri rendah
-
DO:
8. - Klien tampak menyendiri,
jarang bersosialisasi dengan
klien lain
- Kepala menunduk

BAB 3

12
TINJAUAN TEORI

3.1 PENGERTIAN HALUSINASI


Halusinasi merupakan suatu kondisi individu yang menganggap jumlah serta
pola stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai
dengan kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus
tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai
(Townsend, 2010). Menurut Keliat & Akemat (2010) Halusinasi merupakan
satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penghiduan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar namun pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

3.2 TANDA DAN GEJALA HALUSINASI


Menurut Stuart (2013) tanda dan gejala halusinasi yaitu :
 Data Objektif :
1. Bicara, tertawa, tersenyum sendiri
2. Sulit konsentrasi
3. Inkoheren
4. Nadi cepat
5. Tekanan darah meningkat
6. Marah-marah
7. Menarik diri dari orang lain
 Data Subjektif :
1. Mengatakan mendengar, melihat, mengecap, menghirup, dan
merasakan sesuatu yang tidak nyata
2. Mengatakan takut atau cemas karna mendengar/melihat sesuatu yang
menakutkan/ mengganggunya

3.3 JENIS-JENIS HALUSINASI

13
Menurut Stuart (2013) jenis-jenis halusinasi yaitu :
1) Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
3) Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
7) Kinisthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3.4 FASE HALUSINASI


Menurut Townsend (2010) fase halusinasi yaitu:
1. Tahap I : Menenangkan, ansietas tingkat sedang. Secara umum
menyenangkan .

14
Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi ancietas. . individu mengetahui
bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa
diatasi ( non psikotik).
Perilaku yang teramati :
a. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara
c. Respon verbal yang lambat .
d. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan .
2. Tahap II: menyalahkan , ancietas tingkat berat . Halusinasi menjijikan .
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan,
orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan ,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain ( non psikotik ): Perilaku klien yang teramati :
a. Peningkatan SSO yang menunjukan ancietas. misalanya
peningkatan nadi, TD dan pernafasan .
b. Penyempitan kemampuan kosentrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
3. Tahap III; pengendalian, ansietas tingkat berat .Pengalaman sensori
menjadi penguasa.
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman tersebut berakhir. (Psikotik ). Perilaku klien
yang teramati:
a. Lebih cendrung mengikuti petunjukyang diberikan oleh halusinasinya
dari pada menolak .
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

15
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietas berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak mampuan mengikuti
petunjuk.
4. Tahap IV: menaklukan , ansietas tingkat panik. Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu
tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam
atau hari apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ). Perilaku yang
teramati :
a. Perilaku menyerang – teror seperti panik .
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh
orang lain .
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
seperti : amuk, agitasi, menarik diri.
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
komplek .
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang .

3.5 FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


Menurut Boyd (2011) dan Townsend (2010) faktor predisposisi, yaitu:

1. Faktor Predisposisi
a. Biologis :
1) Genetik: Diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom
keberapa masih dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak
yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena
penyakit adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu
orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika
kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35 persen.
Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%,
sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15%

16
2) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik.Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotonin
3) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma,
penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi,
malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan,
infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. anak yang dilahirkan
dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak. Anak yang
dilahirkan dalam lingkungan yang dingin sehingga memungkinkan
terjadinya gangguan pernapasan
4) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
5) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang
tidur, gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan
aktivitas, malas untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan
6) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat halusinogen, riwayat
terkena infeksi dan trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya
7) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3
kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena
mengganggu fisiologi otak.
b. Psikologis
1) Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan
kurangnya suplay oksigen terganggu dan glukosa sehingga
mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil misalnya: mental
retardasi (IQ rendah).
2) Ketrampilan verbal
a) Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam
keluarga, seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada
komunikasi, komunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi
tertutup,

17
b) Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya
riwayat Stroke, trauma kepala
c) Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
3) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home,
konflik, Lapas.
4) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa
dan menutup diri
5) Pengalaman masa lalu :
a) Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
b) Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu
menyayangi anaknya
c) Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tak berperasaan
d) Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
e) Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien baik sebagai korban, pelaku maupun saksi
f) Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
6) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis,
identitas diri tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran
diri negative
7) Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
8) Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan
adanya riwayat gangguan perkembangan
9) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang
datang, misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman,
pengecapan, gerakan
c. Social cultural
1) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran
gender

18
3) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan
gagal sekolah
4) Pendapatan : Penghasilan rendah
5) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
6) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
7) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti
paternalistik dan adanya stigma masyarakat, adanya kepercayaan
terhadap hal-hal magis dan sihir serta adanya pengalaman
keagamaan
8) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran
agama tertentu
9) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
10) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya
bencana, perang, kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam
pekerjaan dan kesulitan mendapatkan pekerjaan
11) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma
yang negatif dari masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga
negative

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi menurut Townsend (2010), yaitu:
a. Nature
Enam bulan terakhir terjadi hal-hal berikut ini:

1) Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara


umum (menderita penyakit jantung, kanker, mengalami trauma
kepala atau sakit panas hingga kejang-kejang), sensitivitas biologi
(terpapar obat halusinogen atau racun, asbestosis, CO)
2) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau gangguan dalam
ketrampilan komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri, ada
pengalaman masa lalu tidak menyenangkan (misalnya: menjadi
korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai pelaku,

19
konsep diri yang negatif (harga diri rendah, gambaran citra tubuh,
keracuan identitas, ideal diri tidak realistis, dan gangguan peran),
kurangnya penghargaan, pertahanan psikologis rendah (ambang
toleransi terhadap stres rendah), self control (ada riwayat terpapar
stimulus suara, rabaan, penglihatan, penciuman dan pengecapan,
gerakan yang berlebihan dan klien tidak bisa mengontrolnya
3) Faktor social budaya : usia, gender, pendidikan rendah/putus atau
gagal sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya, status
social jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di masyarakat, latar
belakang budaya, tidak dapat menjalankan agama dan keyakinan,
keikutsertaan dalam politik tidak bisa dilakukan, pengalaman sosial
buruk, dan tidak dapat menjalankan peran sosial.
b. Origin
1) Internal :Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang
lain dan lingkungannya.
2) Eksternal :Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang
dukungan kelompok/teman sebaya
c. Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-
ulang/ terus menerus
d. Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai
masalah yang sangat berat.

3.6 DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri

2. Data yang perlu dikaji


a. Resiko perilaku kekerasan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

20
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :

- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
- Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri


Data Subyektif :
- Klien mengatakan tidak mau berkomunikasi dengan orang lain

21
- Klien mengatakan malu berbicara dengan orang lain
- Klien mengatakan sulit bersosialisasi dengan orang lain
Data Obyektif :
- Klien terlihat lebih suka sendiri,
- Apatis
- Ekspresi sedih
- Komunikasi verbal kurang
- Aktivitas menurun
- Kurang memperhatikan kebersihan diri

3.7 POHON MASALAH


Resiko perilaku kekerasan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Prioritas masalah:
1. Perubahan sensori perseptual : Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan

3.8 DAMPAK HALUSINASI


Dampak dari halusinasi adalah resiko perilaku kekerasan. Selain itu, klien
tidak mampu menilai dan berespon pada realitas. Klien juga tidak dapat
membedakan rangsang internal maupun eksternal serta tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Pada kondisi ini, klien tidak mampu
berespon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan
mungkin menakutkan. Gangguan sensori persepsi meliputi: gangguan pada
fungsi kognitif dan persepsi yang mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan pada fungsi emosi, motorik dan sosial

22
mengakibatkan kemampuan berespon terganggu yang tampak dari perilaku
nonverbal (ekspresi muka dan gerakan tubuh), sedangkan perilaku verbal
(penampilan hubungan social).

3.9 TINDAKAN KEPERAWATAN


Menurut Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2015), tindakan keperawatan
pada pasien halusinasi dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Intervensi ditujukan ke klien
i. Tujuan keperawatan
1) Klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
ii. Intervensi
1) Bantu klien mengenali halusinasi
Untuk membantu klien mengenali halusinasi, klien dapat
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar,
dilihat atau dirasa), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasinya
muncul dan respons klien saat halusinasi muncul.

2) Melatih klien mengontrol halusinasi


Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi,
perawat dapat melatih klien empat cara yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi
adalah sebagai berikut:

a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan
halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, klien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang

23
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan
kemampuan ini, klien tidak akan berlarut untuk menuruti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan
perawat dalam mengajarkan klien:

(1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi


(2) Memperagakan cara menghardik
(3) Meminta klien memperagakan ulang
(4) Memantau penerapan cara dan menguatkan perilaku klien
b) Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien
juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai
dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga klien
mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk
mencapai kondisi seperi semula akan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu, klien harus dilatih minum obat sesuai program
dan berkelanjutan. Berikut ini intervensi yang dapat dilakukan
perawat agar klien patuh minum obat:

(1) Jelaskan kegunaan obat


(2) Jelaskan akibat jika putus obat
(3) Jelaskan cara mendapatkanobat/berobat
(4) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis,
dan teratur).
c) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu
mengontrol halusinasi. Ketika klien bercakap-cakap dengan
orang lain, terjadi distraksi, fokus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang
lain.

d) Melakukan aktivitas yang terjadwal

24
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan
aktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan
aktivitas yang terjadwal, yaitu:

(1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk


mengatasi halusinasi
(2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
(3) Melatih pasien melakukan aktivitas
(4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai
aktivitas mulai dari bangun tidur pagi sampai tidur malam
(5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan
penguatan terhadap perilaku perilaku pasien yang positif

2.Intervensi ditujukan ke keluarga


a) Tujuan
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan klien, baik di rumah sakit
maupun di rumah
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien
b) Intervensi keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama
klien dirawat di rumah sangat dibutuhkan sehingga klien termotivasi untuk
sembuh. Demikian juga saat klien tidak lagi dirawat di rumah sakit.
Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien
mampu mempertahankan progran pengobatan secara optimal. Namun, jika
keluarga tidak mampu merawat klien, mereka akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus

25
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu
menjadi pendukung yang efektif bagi klien dengan halusinasi, baik saat di
rumah sakit maupun di rumah. Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan untuk keluarga klien halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat klien halusinasi
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat klien dengan halusinasi langsung dihadapan klien
4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

3.10 Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang memengaruhi otak
dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan
perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefiniskan
sebagai penyakit sendiri namun diduga sebgai suatu sindrom atau proses
penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala seperti
kanker. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori utama: gejala positf
atau gejala nyata yang mencakup waham, halusinasi, dan disorganisasi
pikiran, bicara, dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negative atau
gejala samar, seperti afek datar, tidak memiliki kemamuan, dan menarik
diri dari masyarakt atau rasa tidak nyaman. Gejala positif dapat dikontrol
dengan pengobatan, tetapi gejala negatif sering kali menetap setelah
gejala psikotik berkurang. Gejala negatif sering kali menetap sepanjang
waktu dan menjadi penghambat utama pemulihan dan perbaikan fungsi
dalam kehidupan sehari-hari klien (Videback, 2009; Copel, 2007).

Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala


utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-
golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin
seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam satu jenis.

26
Pembagiannya adalah sebagai berikut (Videback, 2009; Townsend,
2010):
a. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.Permulaanya
mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita
sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah
tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada
orang lain.
b. Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat
pada skizofrenia hebefrenik, waham dan halusinasinya banyak sekali.
Menurut Lane (2015) pasien yang didiagnosis skizofrenia herbefrenik
biasanya menampilkan tiga gejala yang khas yaitu bicara tidak
koheren, perilaku tidak teratur, dan afek tumpul.
c. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya
akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.

e. Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala
negative terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,

27
penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya
perawatan diri dan fungsi sosial.

28
BAB 4
PELAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Halusinasi

Tujuan Umum:
Klien mampu mengontrol halusinasinya

Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan:


Klien Ny. SH masuk dengan alasan yang berkaitan dengan halusinasi antara
lain: sering marah-marah, bicara kacau, mendengar suara bisik-bisik, sering
berbicara sendiri dan sulit tidur. Saat pengkajian didapatkan data objektif klien
sering berbicara sendiri, klien tampak tertawa sendiri dan tampak mondar-
mandir. Sedangkan data subjektif didapatkan data klien mengatakan
mendengar bunyi yang tidak nyata, klien mengatakan melihat gambaran yang
tidak nyata, ingin memukul/melempar barang-barang . Klien belum mampu
untuk menghardik.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan oleh perawat selama kurang lebih
1 minggu yaitu strategi pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan halusinasi. Implementasi pertama dilakukan pada tanggal
16 Februari 2016. Perawat melakukan pengkajian sekaligus intervensi
keperawatan Ny.SH terkait halusinasi. Data yang muncul adalah klien tampak
berbicara sendiri dan tampak mondar-mandir, klien juga mengatakan
mendengar suara-suara yang tidak orang lain dengar. Implementasi yang
dilakukan adalah SP 1 yaitu mengenal halusinasi yaitu mengkaji jenis, isi,
frekuensi, respon, waktu dan situasi halusinasi klien serta menghardik.

Setelah dilakukan implementasi didapatkan evaluasi data subjektif klien


mengatakan . masih mendengar suara. Sedangkan dari data objektif terlihat
klien tampak belum mampu untuk meredemonstrasikan cara menghardik.

29
Perawat juga sudah menyusun jadwal aktivitas harian untuk Ny. SH untuk
latihan menghardik dua kali sehari, pukul 10.00 pagi dan pukul 15.00 sore.
Implementasi kedua terkait dengan masalah halusinasi dilakukan pada tanggal
18 Februari 2016. Data yang muncul adalah klien tampak berbicara sendiri
dan tampak mondar-mandir, klien juga mengatakan mendengar suara-suara
yang tidak orang lain dengar. Implementasi yang dilakukan adalah SP 1 yaitu
mengenal halusinasi yaitu mengkaji jenis, isi, frekuensi, respon, waktu dan
situasi halusinasi klien serta menghardik.

Setelah dilakukan implementasi didapatkan evaluasi data subjektif klien


mengatakan . masih mendengar suara. Sedangkan dari data objektif terlihat
klien tampak belum mampu untuk meredemonstrasikan cara menghardik.
Perawat juga sudah menyusun jadwal aktivitas harian untuk Ny. SH untuk
latihan menghardik dua kali sehari, pukul 10.00 pagi dan pukul 15.00 sore.

Selanjutnya pada tanggal 23 Februari 2016 dilakukan implementasi ketiga


dengan data subjektif yang muncul klien mengatakan klien melihat orang yang
mengajak berbicara. Sedangkan data objektif yang muncul klien bicara sendiri
tanpa ada stimulus dari orang lain serta klien tidak mampu mempertahankan
konsentrasi. Implementasi yang dilakukan adalah SP 1 yaitu mengenal
halusinasi yaitu mengkaji jenis, isi, frekuensi, respon, waktu dan situasi
halusinasi klien serta menghardik.

Setelah dilakukan implementasi didapatkan evaluasi data subjektif klien


mengatakan bicara dengan temannya namun temannya diam saja, klien
menjawab “ya” saat ditanya adakah hal yang dilihat namun tidak nyata serta
klien menjawab “ya” saat ditanya adakah hal yang didengar namun tidak nyata.
Sedangkan dari data objektif terlihat klien mampu mengidentifikasi isi
halusinasinya dengan bantuan namun klien tidak mampu mendemonstrasikan
menghardik. Perawat juga sudah menyusun jadwal aktivitas harian untuk Ny.
SH untuk latihan menghardik dua kali sehari, pukul 10.00 pagi dan pukul 15.00
sore.

30
Seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan terkait dengan halusinasi
berfokus pada peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor klien untuk
mengontrol halusinasi secara mandiri. Klien belum mampu untuk mengenali
dan mengontrol halusinasi yang dialaminya. Maka dari itu, perawat harus
selalu memotivasi dan menuntun klien untuk melakukan mengontrol halusinasi
dengan menghardik secara terus-menerus. Pembicaraan klien yang inkoheren
dan flight of idea dan tidak mampu mempertahanakan konsentrasi membuat
perawat harus modifikasi dengan menggunakan tulisan untuk berkomunikasi
saat melakukan intervensi dan memfokuskan klien karena klien diketahui lebih
senang membaca daripada berkomunikasi secara langsung.

2. Defisit Perawatan Diri

Tujuan Umum:
Klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri

Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan:


Klien Ny. SH, 50 tahun, No. Rekam medik 281077, dengan diagnosa medis
skizofrenia herbefrenik dirawat di Ruang Utari RSMM Bogor dengan salah
satu diagnosa keperawatan defisit perawatan diri. Hasil pengkajian dari hari
Rabu hingga Jumat, tanggal 15-17 Februari 2016 penampilan klien terlihat
tidak rapi, gigi kotor dan tercium bau tidak sedap, tangan dan pakaian tampak
kotor. Klien tidak mengetahui cara merawat diri.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan oleh perawat selama kurang lebih
1 minggu yaitu strategi pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri. Implementasi pertama dilakukan
pada tanggal 15 Februari 2016. Perawat melakukan pengkajian sekaligus
intervensi keperawatan Ny.SH terkait dengan defisit perawatan diri. Data
subjektif yang muncul adalah klien mengatakan ingin BAB, klien mengatakan
bajunnya masih bersih dan rapi. Sedangkan data objektif berdasarkan hasil
observasi perawat adalah klien bab di kebun, baju dan tangan klien tampak

31
kotor, klien mencuci tangan tanpa sabun serta tercium bau tidak sedap.
Implementasi yang telah dilakukan adalah sp 1 defisit perawatan diri,yaitu
melatih klien cara-cara kebersihan diri. Perawat berdiskusi mengenai
pentingya kebersihan diri, menjelaskan alat-alat kebersihan diri, menjelaskan
cara-cara menjaga kebersihan diri yaitu dengan mandi, mencuci rambut, dan
mengganti pakaian. Setekah itu, perawat juga melatih klien untuk mandi dan
mengganti pakaiannya.

Setelah dilakukan implementasi didapatkan evaluasi data subjektif klien


mengatakan segar setelah mandi dan mengganti pakaiannya. Sedangkan dari
data objektif terlihat klien tampak bersih dan rapi, tercium bau wangi, dan klien
mampu mandi serta mengganti pakaiannya dengan motivasi. Perawat juga
sudah menyusun jadwal aktivitas harian Ny. SH untuk mandi dua kali sehari,
pukul 06.00 pagi dan pukul 17.00 sore, mencuci rambut dua kali seminggu,
serta mengganti pakaiannya satu kali sehari yaitu pada pagi hari.

Implementasi kedua terkait dengan masalah defisit perawatan diri dilakukan


pada tanggal 17 Februari 2016. Data objektif yang muncul adalah klien tampak
kotor dan tidak rapi, kuku tampak panjang dan kotor serta tercium bau tidak
sedap. Tindakan yang telah dilakukan adalah mengevaluasi kegiatan harian
klien terkait perawatan diri, melatih klien cara merawat diri: memotong kuku
dan melatih klien cara mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
makan. Setelah dilakukan implementasi, didapatkan evaluasi data subjektif
adalah klien mengatakan berterima kasih karena sudah dibantu memotong
kuku, sedangkan evaluasi data objektif yang muncul adalah klien tidak mampu
memotong kukunya dengan mandiri, kuku tampak pendek dan bersih.

Selanjutnya pada tanggal 23 Februari 2016 dilakukan implementasi ketiga


dengan data subjektif yang muncul klien mengatakan badannya terasa gatal,
dan ingin BAB. Sedangkan data objektif yang muncul tercium bau tidak sedap
dari tubuh klien, rambut tampak berantakan dan pakaiannya terlihat kotor.
Tindakan yang telah dilakukan adalah mengevaluasi jadwal harian terkait

32
dengan kegiatan perawatan diri, melatih klien toileting, makan dan mencuci
tangan. Evaluasi dari implementasi yang dilakukan adalah klien mengatakan
sudah membersihkan diri dengan sabun setelah BAB dari bagian depan ke
belakang. Sedangkan data objektif yang muncul adalah klien mampu
melakukan perawatan diri toleting dengan motivasi, klien mampu mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan dengan motivasi.

Seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan tekait dengan defisit


perawatan diri berfokus pada peningkatan kemampuan psikomotor klien untuk
melakukan perawatan diri secara mandiri. Klien belum mampu untuk
mengenali masalah keperawatan yang dialaminya. Maka dari itu, perawat harus
selalu memotivasi dan menuntun klien untuk melakukan perawatan diri dengan
terus-menerus. Pembicaraan klien yang inkoheren dan flight of idea dan tidak
mampu mempertahanakan konsentrasi membuat perawat harus modifikasi
dengan menggunakan tulisan untuk berkomunikasi saat melakukan intervensi
karena klien diketahui lebih senang membaca.

33
BAB 5
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas tentang masalah yang unik
dari Ny. SH yang perlu dibahas lebih lanjut dengan membandingkan antara teori
dengan kesenjangan yang menyebabkan keadaan Ny. SH saat ini. Ny.SH (50
tahun) terdiagnosa medis skizofrenia hebefrenik. Klien masuk RS dengan alasan
sering marah-marah, bicara kacau, mendengar suara bisik-bisik, sering berbicara
sendiri, tidak mampu merawat diri, sulit tidur, mudah curiga, BAK dan BAB
disembarang tempat, suka melempar barang, nafsu makan kurang dan keluyuran.
Masalah keperawatan jiwa yang tampak pada Ny. SH yaitu halusinasi
pendengaran dan penglihatan, isolasi sosial, risiko perilaku kekerasan, defisit
peraatan diri dan harga diri rendah. Periaku klien dapat diarahkan, ADL dibantu,
pembicaraan inkoheren, dan gangguan kognitif.

Klien mengalami gangguan jiwa sejak 27 tahun yang lalu, tahun 2014
keluarga membawa klien ke pesantren untuk diobati tetapi klien tidak ada
perubahan dan menunjukkan gejala yang lebih buruk yaitu kurang merawat diri,
BAK dan BAB sembarangan, dan memakan fesesnya. Pada rekam medis klien,
klien mengalami diagnosa medis skizofrenia hebefrenik. Skizophrenia hebefrenik
yang merupakan suatu bentuk skizofrenia di mana perubahan afektif yang
menonjol, delusi dan halusinasi sekilas, perilaku tidak teratur, mudah mengalami
perubahan mood, pikiran tidak teratur, berbicara inkoheren, dan kecenderungan
untuk isolasi sosial. Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun (Lane, 2015). Biasanya skizofrenia
hebefrenik ini memiliki prognosis buruk karena pesatnya perkembangan gejala
negatif berupa seperti afek datar, tidak memiliki kemampuan, dan menarik diri
dari masyarakat atau rasa tidak nyaman dan kehilangan kemauan (Videback,
2009).

34
Selain itu, menurut Lane (2015) pasien yang didiagnosis skizofrenia
herbefrenik biasanya menampilkan tiga gejala yang khas yaitu bicara tidak teratur,
perilaku tidak teratur, dan afek tumpul. Pada Ny. SH tiga gejala tersebut sangat
aktual, ia bicara tidak teratur itu sebenarnya disebabkan karena gangguan proses
berpikirnya. Hal ini membuat perawat sangat sulit untuk melakukan pengkajian
atau memberikan intervensi tindakan keperawatan untuk membantu mengatasi
masalah klien tersebut. Keadaan ini karena klien sulit untuk mengatur pikiran
mereka. Jika perawat mencoba untuk berkomunikasi dengan klien, klien terus-
menerus berbicara melompat dari satu hal ke hal lainnya (flight of idea). Mereka
juga mungkin mengalami "pikir memblokir", yang menyebabkan mereka tiba-tiba
berhenti di tengah kalimat seolah-olah pikiran mereka tiba-tiba hilang.

Hasil obervasi yang dilakukan perawat pada Ny. SH adalah klien


menampilkan perilaku tidak teratur. Pasien dengan jenis skizofrenia ini tidak
dapat memulai tugas tertentu (misalnya mandi atau memasak makanan) atau
menyelesaikannya setelah mereka mulai. Ini adalah salah satu alasan bahwa
prognosis penyakit ini sangat buruk untuk jenis skizofrenia ini. Hal ini juga
mengakibatkan disorganisasi parah pada perilakunya sehingga mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Keadaan ini dapat mengakibatkan
klien sering mengabaikan kebersihan pribadi mereka dan tampak kusut (Lane,
2015 ; WHO, 2004).

Selain itu, Ny. H sulit untuk mengungkapkan perasaannya, Mereka hanya


menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada emosi dalam ekspresi wajah, tingkah
laku, atau nada suara mereka. Jika mereka menunjukkan emosi itu mungkin
benar-benar tidak sesuai dengan situasi yang ada, seperti tertawa histeris pada
kisah sedih. Tidak seperti skizofrenia paranoid, dimana halusinasi dan / atau
delusi adalah gejala utama, orang dengan skizofrenia tidak teratur mungkin tidak
memiliki halusinasi atau delusi (Videback, 2009). Jika mereka melakukannya,
mereka tidak menonjol, juga tidak berputar di sekitar tema tertentu (seperti agama
atau penganiayaan).

35
Namun, pada kasus ini klien memiliki masalah utama yaitu Halusinasi.
Halusinasi adalah suatu kondisi individu yang menganggap jumlah serta pola
stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan
kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik
respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai (Townsend, 2010).
Halusinasi biasanya merupakan akibat dari isolasi sosial yang dialami oleh klien.
Isolasi sosial itu sendiri adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebgai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang mengancam
(Towsend, 2008). Keadaan ini terjadi karena klien mengalami kegagaln
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya orang lain, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh perawat, Ny. SH


menunjukan tanda dan gejala yang mengarah pada halusinasi seperti terlihat
berbicara sendiri, menyendiri, tertawa sendiri, tampak mondar-mandir, klien
melihat kearah yang tidak ada wujudnya, klien mengatakan mendengar bisikan
yang menyuruhnya keluar rumah, dan klien mengatakan ia berbicara dengan
temannya tetapi temannya hanya melihat saja. Selain itu, perawat mencoba
menggali frekuensi, waktu dan respon pada saat halusinasi namun tidak dapat
dikaji. perawat sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
dapat mendapatkan informasi hal terkait. Hal ini disebabkan karena pasien sangat
sulit untuk fokus ketika diajak berkomunikasi, selain itu pasien inkoheren ketika
menjawab pertanyaan yang diajukan. Menurut Shives (2012), klien yang
mengalami skizofrenia hebrefrenik memiliki tanda dan gejala seperti konfusi atau
gangguan kognitif, berbicara inkoheren, berbicara tidak teratur, melakukan
tindakan berulang, kurang fokus/konsentrasi pada saat bicara.

Melihat kejadian ini kelompok memodifikasi teknik komunikasi saat


intervensi dengan menulis pertanyaan tertutup pada selembar kertas,meminta
klien untuk membaca dan menjawab pertanyaan dengan pilihan ya atau tidak.
Tujuan melakukan komunikasi ini adalah mencoba memfokuskan klien saat

36
berinteraksi yang merupakan salah satu teknik komunkasi terapeutik (Potter &
Perry, 2010). Selain itu, teknik komunikasi dengan Ny. SH adalah mengobservasi
dan memvalidasi kebenaran dari rekam medis kepada perawat ruangan karena
pasien inkoheren saat diajak berkomunikasi.
Pada proses implementasi terhadap halusinasi yang dialami klien,
kelompok hanya dapat melakukan cara menghardik. Kelompok melakukan
implementasi ini beberapa kali namun klien belum mampu mengenal halusinasi
dan mengontrol halusinasi dengan menghardik. Kelompok telah mencoba untuk
mendemonstrasikan cara menghardik dan meminta klien melakukan
redemonstrasi. Akan tetapi, klien tidak mampu melakukan instruksi yang
diberikan sebab pasien berbicara terus menerus, tidak terkontrol, dan inkoheren.

Masalah keperawatan lain yang klien miliki yaitu defisit perawatan diri.
Defisit perawatan diri merupakan ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
berhias, makan, dan toileting secara mandiri (Keliat, Akemat, Helena, dan
Nurhaeni, 2015). Klien sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan
perawatan diri namun klien tidak memiliki motivasi yang cukup untuk melakukan
secara mandiri. Maka dari tiu, klien harus diarahkan dan dimotivasi oleh perawat
untuk melakukan perawatan diri. Klien mengatakan selalu mandi setiap hari
namun hasil observasi menunjukkan penampilan klien terlihat tidak rapi, gigi
kotor dan tercium bau tidak sedap dari tubuh klien.

Selain itu, tangan klien juga tampak kotor karena klien sangat jarang
mencuci tangannya ketika hendak makan, setelah dari kamar mandi, atau setelah
memegang hal-hal yang kotor seperti sampah dan tanah. Pakaian klien juga
tampak kotor namun klien menolak saat diminta mengganti pakaian dan
mengatakan pakaiannya masih bersih. Defisit perawatan diri toileting juga dialami
oleh klien. Berdasarkan observasi yang dilakukan, klien tampak BAB dan BAK
tidak pada tempatnya. Klien juga tampak beberapa kali memakan fesesnya.
Kondisi klien ini memiliki kesesuaian dengan tanda dan gejala schizofrenia
herbefrenik yaitu memiliki perhatian yang rendah terhadap pemenuhan kebutuhan
perawatan diri.

37
Gangguan proses pikir yang dialami klien menyebabkan klien tidak
mampu mempertahankan konsentrasi, flight of idea dan berbicara inkoheren.
Gejala tersebut sesuai dengan tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan
Skizofrenia heberenik (Videback, 2009; Townsand, 2010). Maka dari itu,
tindakan keperawatan yang telah dilakukan terkait dengan masalah defisit
perawatan diri difokuskan kepada peningkatan kemampuan psikomotor klien
untuk melakukan perawatan diri secara mandiri. Klien belum mampu untuk
mengenal masalahnya sehingga perawat perlu memotivasi dan menuntun klien
untuk melakukan perawatan diri dengan mandiri.

Hambatan selama interaksi dengan Ny.SH adalah komunikasi antara


perawat dan klien. Hal ini menyebabkan pendidikan kesehatan yang diberikan
oleh perawat tidak dilakukan secara mandiri. Pasien membutuhkan bimbingan dan
bantuan dari perawat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Klien juga tidak
mampu untuk mempertahankan konsentrasinya sehingga perawat perlu usaha
lebih untuk memfokuskan klien seperti memegang tangan klien, memandang klien
dan berbicara dengan tegas. Selain itu, modifikasi yang dilakukan oleh perawat
untuk mempertahankan fokus klien adalah dengan memberikan instruksi atau
arahan klien dengan tulisan karena diketahui klien senang membaca. Pasien
dengan skizofrenia hebefrenik biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup.
Obat antipsikotik dapat membantu mengurangi dan mengendalikan beberapa
gejala yang memungkinkan orang untuk menjalani kehidupan yang lebih
fungsional dan memuaskan.

38
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Klien Ny.SH (50 tahun) memiliki riwayat di rawat di RS jiwa pada tahun
2014. Pasien dirawat di Ruang Utari RSMM Bogor pada tanggal 21
Desember 2015 dengan diagnosa medis skizofrenia hebefrenik. Klien
mengalami gangguan jiwa sejak 27 tahun yang lalu, tahun 2014 keluarga
membawa klien ke pesantren untuk diobati tetapi klien tidak ada perubahan
dan menunjukkan gejala yang lebih buruk yaitu kurang merawat diri, BAK
dan BAB sembarangan, dan memakan fesesnya. Pada tanggal 11 Februari
2014 klien dibawa berobat oleh keluarga ke RSMM. Pada saat pengkjian
awal masalah yang teridentifikasi adalah halusinasi dan defisit perawatan diri.
Berdasarkan diagnosis tersebut penulis membuat perencanaan tindakan
keperawatan yang sesuai dengan teori dan memiliki kriteria evaluasi serta
kriteria waktu yang sesuai dengan kondisi klien. Pada pelaksanaan tindakan
keperawatan penulis melakukan intervensi halusinasi dan defisit perawatan
diri. Pada tahap akhir asuhan keperawatan penulis mengevaluasi tindakan
keperawatan yang telah dilakukan melalui catatan perkembangan dan jadwal
harian klien. Berdasarkan hasil evaluasi, pasien mampu melakukan perawatan
diri walaupun perlu dibantu namun untuk mengatasi masalah halusinasi tidak
optimal.

6.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki mutu asuhan keperawatan jiwa
pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah:
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang proses
keperawatan jiwa khususnya pada klien dengan halusinasi yang memiliki
gangguan kogitif

39
2. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat memperkaya referensi kasus yang dapat
memberikan gambaran tentang proses keperawatan pada penderita
schizoprenia hebefrenik khususnya klien dengan halusinasi, sehingga
dapat dilakukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan untuk klien dan
keluarga dengan skozofrenia hebefrenia khususnya mengenai pengetahuan
tentang gangguan kesehatan klien, kepatuhan minum obat serta pemenhan
kebutuhan dasar klien.

40
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M. A. (2011). Psychiatric nursing : contemporary practice. America:


Psychiatric Publishing.
Copel, L.C. (2007). Psychiatric and mental health care: Nurse’s clinical guide.
2nd Edition. USA: Lippincott William & Wilkins.
Departemen Kesehatan. (2007).
http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f137525
8333-schizophrenia.pdf (diunduh pada 21 febuari 2016 pukul 20:00)

Keliat, B.A., Akemat., Helena, N., dan Nurhaeni. (2015). Keperawatan


Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Nurse). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Stuart, G.W. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing. 10th Edition.
St. Louis: Mosby Elsevier.

Townsend, M.C. (2008). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Townsend, M.C. (2010). Model praktik keperawatan professional jiwa. Cetakan


1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tomb, D. A. (2004). House officer series psychiatry. USA: Lippincott William &
Wilkins.
World Health Organization. (2004). Mental behavior disorders.
http://apps.who.int/classifications/apps/icd/icd10online2004/fr-
icd.htm?gf20.htm+ (Diakses tanggal 23 Februari 2016 jam 16.30)
Lane, C. (2015). Schizophrenia ( Disorganized Type / Hebephrenic ).
http://www.psyweb.com/Mdisord/SchizoDis/distype.jsp
(Diakses tanggal 23 Februari 2016 jam 17.00).
Videback, (2009). Psychiatric mental health nursing. Philadelphia: Lippincot &
William Wilkins.

41
CATATAN KEPERAWATAN Lampiran 1

Nama Klien : Ny. SH


Ruang/ No. CM : Utari/ 281077

Implementasi ke-1 Evaluasi


Hari/tanggal: Senin, 15 Februari 2016
Waktu: 10.00 – 10.30

DS: S:
- Klien mengatakan mau pergi - Klien mengatakan sudah mandi
BAB dan ganti baju
- Klien mengatakan baju masih O:
bagus dan rapi - Klien tampak bersih dan rapih
- Berbau wangi
DO: - Klien tampak tersenyum
- Klien muncul dari halaman - Klien dapat melakukan mandi
belakang dan memakai pakaian
- Baju dan tangan klien tampak
kotor A:
- Klien tampak mencuci tangan Defisit perawatan diri
dengan air mengalir tanpa sabun
- Badan klien berbau P:
- Melakukan mandi 2 kali sehari
Diagnosa: pada jam 6 pagi dan 5 sore
Defisit perawatan diri dengan sabun mandi
- Mengganti pakaian 1 kali sehari
Intervensi: pada pagi hari
- Mengkaji mandi klien
- Mengganti baju klien
- Menganjurkan klien untuk β
memasukkan pada jadwal harian kel. Utari
klien

RTL:
- Latih klien berdandan.

Implementasi ke-2 Evaluasi


Hari/tanggal: Selasa, 16 Februari 2016
Waktu: 10.30 – 10.45

DS: S:
- Klien mengatakan mendengar - Klien mengatakan masih
suara-suara yang tidak orang mendengar suara
lain dengar
O:
DO: - Klien belum mampu untuk

42
- Klien tampak mondar-mandir menghardik
- Klien tampak berbicara sendiri - Klien masih tampak berbicara
- Klien tampak melihat fokus sendiri
pada satu titik
A: Halusinasi
Diagnosa:
Halusinasi P:
- Latihan menghardik 2 kali
Intervensi: sehari jam 10.00 dan 15.00
- Membantu klien mengenal
halusinasi (jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi dan respons)
- Melatih klien menghardik

RTL:
- Latih menghardik kembali
β
kel. Utari

Implementasi ke-3 Evaluasi


Hari/tanggal: Rabu, 17 Februari 2016
Waktu: 10.00 – 10.30

DS: S:
- Klien mengatakan sudah mandi - Klien mengatakan terimakasih
setelah dipotong kukunya
DO: O:
- Kuku tampak kotor, tampak - Klien tidak mampu memotong
kuku panjang, kukunya dengan mandiri
- Klirn tercium bau tidak sedap - Kuku tampak pendek dan bersih
- Rambut tampak berantakan A:
Defisit perawatan diri
Diagnosa:
Defisit perawatan diri P:
- Memotong kuku seminggu
Intervensi: sekali atau bila kuku panjang
- Mengevaluasi kegiatan harian
klien
- Menjelaskan manfaat β
memotong kuku kel. Utari
- Melatih klien cara perawatan
diri : memotong kuku
- Melatih klien cara mencuci
tangan dengan sabun

RTL:
- Ajarkan klien cara perawatan

43
diri : menggosok gigi

Implementasi ke-4 Evaluasi


Hari/tanggal: Kamis, 18 Februari 2016
Waktu: 09.30 – 10.00

DS: S:
- Klien mengatakan mendengar - Klien mengatakan masih
suara-suara yang tidak orang mendengar suara
lain dengar
O:
DO: - Klien belum mampu untuk
- Klien tampak mondar-mandir menghardik
- Klien tampak berbicara sendiri - Klien masih tampak berbicara
- Klien tampak melihat fokus sendiri
pada satu titik
A: Halusinasi
Diagnosa:
Halusinasi P:
- Latihan menghardik 2 kali
Intervensi: sehari jam 10.00 dan 15.00
- Membantu klien mengenal
halusinasi (jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi dan respons)
- Melatih klien menghardik

RTL:
- Latih menghardik kembali
β
kel. Utari

Implementasi ke-5 Evaluasi


Hari/tanggal: Senin, 22 Februari 2016
Waktu: 11.30 – 12.00

DS: S:
- Klien mengatakan ingin BAB Klien mengatakan menggunakan sabun
- Klien mengatakan gatal setelah BAB dari bagian depan ke
belakang
DO:
- Klien tercium bau tidak sedap -
dari badannya O:
- Pakaian klien terlihat kotor - Klien mampu melakukan
perawatan diri toileting dengan
Diagnosa: motivasi
Defisit perawatan diri - Klien mampu mencuci tangan
sebelum dan setelah makan

44
Intervensi: dengan motivasi
- Melatih klien perawatan diri:
toileting A:
- Melatih klien perawatan diri: Defisit perawatan diri
makan
- Melatih klien perawatan diri: P:
mencuci tangan - Latihan cara perawatan diri
- Menganjurkan klien untuk mencuci tangan dengan sabun
memasukkan pada jadwal harian setelah dari kamar mandi dan
klien sebelum makan

RTL: β
- Latih klien berhias (SP 2 DPD) kel. Utari

Implementasi ke-6 Evaluasi


Hari/tanggal: Selasa, 23 Februari 2016
Waktu: 11.20-12.00

DS: S:
- Klien melihat orang yang - Klien mengatakan bicara
mengajak berbicara dengan temannya namun
temannya diam saja
DO: - Klien menjawab “ya” saat
- Klien bicara sendiri tanpa ada ditanya adakah hal yang dilihat
stimulus dari orang lain namun tidak nyata
- Klien tidak mampu - Klien menjawab “ya” saat
mempertahankan konsentrasi ditanya adakah hal yang
didengar namun tidak nyata
Diagnosa: O:
Halusinasi penglihatan - Klien mampu mengidentifikasi
isi halusinasinya dengan
Intervensi: bantuan
- Membantu klien mengenal - Klien tidak mampu
halusinasi (jenis, isi, waktu, mendemonstrasikan menghardik
frekuensi, situasi dan respons)
- Melatih klien menghardik
A:
RTL: Halusinasi penglihatan
- Latih cara menghardik lagi

P:
- Latihan menghardik 2x sehari
jam 10.00 dan 15.00

β
kel. Utari

45
46

Anda mungkin juga menyukai