T DENGAN GANGGUAN
PRESEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG DOLOK
SANGGUL II RSJ. PROF.Dr. M. ILDREM
DISUSUN OLEH:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan asuhan Keperawatan
pada pasien jiwa dengan gangguan presepsi sensori halusinasi pendengaran pada Tn.t
yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan untuk menyelesaikan mata
kuliah keperawatan.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Harapannya makalah ini
dapat memberikan ilmu bagi insan keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan. Sebagai penulis kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dari
penampilan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu kelompok kami menginginkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami berharap makalah yang
kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah
ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi
tantangan dalam hidupnya, dapat menerima orang lain sebagaimana
seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
(KEMENKES, 2020)
Gangguan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan
oleh gangguan biologis, sosial, psikilogis, genetik, fisik atau kimiawi dengan
jumlah penderita yang terus meningkat dari tahun ketahun (WHO, 2017). Di
Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidup, pengecap dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Jenis halusinasi yang umum terjadi
adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan. Gangguan halusinasi ini
umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan orang lain, klien
sendiri dan lingkungan.
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan
mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi.
Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi dan 3,6%
gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18%
antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan
di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit yang dialami orang-orang yang
tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Gangguan jiwa
dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar
450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. (WHO, 2017).
Menurut UU No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa merupakan
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dan mampu memberikan konstribusi untuk
kominutasnya.
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat berharga di dalam
kehidupan sehingga peran serta masyarakat diperlukan untuk dapat
meningkatkan derajat kesehatan, begitu pula kesehatan jiwa yang sampai saat
ini masih menjadi permasalahan yang cukup signifikan di dunia termasuk di
Indonesia. (RI, 2014)
Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding
gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara
berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan
penanganan media. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan (Ashtukrkar & Dixit,
2013).
Menurut Yosep & Sutini (2016) pada pasien skizofrenia, 70% pasien
mengalami halusinasi. Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra
tanpa stimulasi eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman, dan perabaan). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
(Keliat, 2014).
Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016) menyatakan bahwa pasien dengan
halusinasi dengan diagnosa medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami
halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami
halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10%
mengalami halusinasi lainnya.
Menurut catatan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) dari Kemenkes RI
tahun 2018, prevalensi gangguan emosional pada penduduk usia 15 tahun ke
atas, meningkat dari 6% ditahun 2013 menjadi 9,8% di tahun 2018.
Sementara itu prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia meningkat dari
1,7% di tahun 2013 menjadi 7% di tahun 2018 (HIMPSI, 2020).
Saat ini diperkirakan jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah
sekitar 450 juta jiwa termasuk skizofrenia. Secara global, kontributor terbesar
beban penyakit (DAYLs) dan penyebab kematian saat ini adalah penyakit
kardiovakskuler (31,8%), namun jika dilihat dari YLDs maka kontributor
lebih besar pada gangguan mental (14,4%). Menurut perhitungan beban
penyakit pada tahu 2017 beberapa jenis gangguan jiwa yang diprediksi
dialami oleh penduduk di Indonesia diantaranya gangguan depresi, cemas,
skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku dan cacat intelektual (Indrayani,
2019).
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, gangguan otak yang parah
dan melumpuhkan yang ditandai dengan pikiran kacau, khayalan, berperilaku
aneh dan halusinasi (Pardede & Hasibuan, 2020). Dalam penelitian
(Nuruddani, 2021). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 didapatkan
estimasi prevalensi orang pernah menderita skizofrenia sebesar 1,8 per 1000
penduduk (Pardede & Hasibuan, 2020) dalam penelitian (Nuruddani, 2021).
Untuk mengatasi halusinasi dilakukan strategi pelaksaan untuk
mengontrol halusinasi yang terdiri dari 4 sesi yaitu (1) menghardik halusinasi
dengan menutup telinga, (2) menghardik halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain, (3) halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, dan
(4) menghardik dengan cara meminum obat secara teratur.
Terdapat beberapa faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di
rumah sakit, menurut Sullinger 1988 dalam (Yosep & Sutini,
2016) pertama yaitu klien dimana diketahui bahwa klien yang gagal memakan
obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh, kedua dokter
sebagai pemberi resep yang diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis
teraupetik yang dapat mencegah kambuh dan efek samping, ketiga yaitu
penanggung jawab klien setelah pulang ke rumah maka perawat puskesmas
tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah sakit dan yang
keempat yaitu ketidakmampuan keluarga dalam merawat klien juga sebagai
faktor penyebab kekambuhan klien.
Pada penelitian yang dilakukan oleh W.C.Hidayati (2014) yaitu
“pengaruh terapi religius dzikir terhadap peningkatan kemampuan
mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi di rsjd dr.
Amino gondohutomo semarang” menunjukan bahwa terapi religius dzikir
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi
pendengaran pada pasien halusinasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Pemberian terapi dzikir diberikan bersamaan dengan intervensi
berupa SP, dimana hasil dari pemberian terapi ini menunjukan perubahan
pada pasien terkait.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengetahui lebih dalam
tentang proses keperawatan pasien dengan melalui pengelolaan kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada TN.T dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi di ruang dolok sanggul 2 Rsj.prof. Dr.Ildrem” .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR MEDIS
a. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010) dalam laporan
(Ananda, 2019).
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi suara dan semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
(Fitria, 2010)
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah
persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari
luar meliputi semua sistem panca indera. (Damaiyanti, 2012). Halusinasi
merupakan salah satu bentuk perilaku yang sering ditemukan pada pasien dengan
gangguan jiwa (Arisandy, 2020).
b. Jenis Halusinasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu kadang
untuk membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidung
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang- kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda
mati atau orang lain, dan merasa ada serangga dipermukaan Kulit.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga
sering meludah dan muntah.
c. Tanda Dan Gejala
Tanda gejala yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara, senyum / tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara,melihat,mengecap, menghidung
3. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga dan bermusuhan.
8. Menarik diri, menghindari dari orang lain.
d. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang didapat yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi faktorbiologis, perkembangan, sosiokultural, biokimia,
faktor psikologis, faktor genetik. (Fitria, 2010)
b. Faktor biologis
Menurut Stuart 2010, Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah- masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia
b. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. (Stuart, 2015) Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien. (Stuart, 2015)
c. Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. (Fitria, 2015)
d. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi.
e. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. (Fitria,
2015).
Pemicu gejala yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu:
a. Kesehatan seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat sistem
saraf pusat, gangguan proses informasi, kurang olahraga, alam perasaan
abnormal dan cemas.
b. Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam hubungan
interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan, tekanan terhadap
penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola aktifitas sehari-hari,
kesepian ( kurang dukungan) dan tekanan pekerjaan.
e. Akibat yang ditimbulkan
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
f. Tanda dan gejala
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Menghardik Halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
2. Berinteraksi dengan orang lain
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain.
3. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau
dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien.
4. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif
tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul
ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
h. Therapi obat-obatan
a. Anti psikotik:
1. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3. Stelazine
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai
dengan evaluasi. (Keliat, 2014). Pengumpulan data pengkajian dalam teknis
pengisian formulir klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi antara lain:
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan dan hubungan klien dengan penangguang.
2. Alasan dirawat
Alasan dirawat tersebut meliputi keluhan utama dan riwayat penyakit
yang dialami klien. Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga
datang ke rumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit
terdapat faktor predisposisi dan presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji
tentang faktor-faktor pendukung klien yang mengalami gangguan persepsi
sensori: halusinasi. Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang
membuat klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3. Pemeriksaan fisik
4. Psikososial
Dalam psikososial dicantumkan genogram yang menggambarkan tentang pola
interaksi, faktor genetik dalam keluarga berhubungan dengan gangguan jiwa. Selain itu
juga dikaji tentang konsep diri, hubungan social serta spiritual. Dalam konsep diri data
yang umumnya didapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi.
5. Status mental
Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu motorik
menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya perubahan sensori
/ persepsi halusinasi yang terjadi pada klien.
6. Kebutuhan persiapan pulang
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan perse psi Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
sensori b.d
tindakan keperawatan Observasi
Gangguan
Pendengaran selama 1x8 jam 1. Monitor Perilaku yang
diharapkan persepsi mengindikasi halusinasi
sensori membaik dengan 2. Monitor isi halusinasi
kriteria hasil : Terapeutik
1. Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan yang
mendengar bisikan aman
dari menurun 2. Diskusikan perasaan dan respons
menjadi meningkat terhadap halusinasi
2. Perilaku halusinasi Edukasi
meningkat 1. Anjurkan memonitor sendiri
3. Menarik diri situasi terjadinya halusinasi
meningkat 2. Anjurkan bicara pada orang yang
Konsentrasi dipercaya untuk memberi dukungan
membaik dan umpan balik korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan melakukan distraksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian obat
anti psikotik dan anti ansietas, jika perlu
Promosi sosialisasi
Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi kemampuan
perubahan status tindakan keperawatan melakukan interaksi dengan
Mental selama 1x8 jam orang lain
2. Identifikasi hambatan melakukan
diharapkan
interaksi dengan orang lain
keterlibatan sosial
Terapeutik
meningkat dengan
1. Motivasi meningkatkan
kriteria hasil :
keterlibatan dalam suatu
1. Minat berinteraksi
hubungan
menjadi meningkat
2. Motivasi berpartisipasi dalam
2. Minat terhadap
aktivitas baru dan kegiatan
aktivitas
kelompok
meningkat
3. Motivasi berinteraksi di luar
3. Perilaku menarik
lingkungan
diri menurun
Edukasi
Kontak mata meningkat
1. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
sosial dan kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain
4. Anjurkan membuat perencanaan
kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
5. Latih bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan
komunikasi
Resiko Perilaku Setelah dilakukan Pencegahan Perilaku kekerasan
kekerasan d.d tindakan keperawatan Observasi
halusinasi
selama 1x8 jam 1. Monitor adanya benda yang
diharapkan kontrol diri berpotensi membahayakan
meningkat dengan 2. Monitor selama penggunaan barang
kriteria hasil : yang yang dapat membahayakan
1. Verbalisasi Terapetik
ancaman kepada 1. Pertahankan lingkungan bebas dan
orang lain bahaya secara rutin
meningkat
2. Libatkan keluarga dalam perawatan
2. Perilaku
Edukasi
menyerang
1. Anjurkan pengunjung dan keluarga
meningkat
untuk mendukung keselamatan
3. Perilaku melukai
pasien
diri sendiri/orang
Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan
lain meningkat
nonverbal
4. Perulaku merusak
lingkungan sekitar
meningkat
5. Perilaku
agresif/amuk meningkat
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dan kesehatan ( Kozier, 2011).
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk di
kerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respon yang di
timbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan ( Zaidin,
2014).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelekrual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai kemampuan pasien meliputi:
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
b. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik
h. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
BAB III
TINJAUN KASUS
b. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
Ya √ Tidak
2. Pengobatan sebelumnya.
Berhasil Kurang berhasil √ Tidak berhasil
3. Trauma Pelaku/Usia Korban/Usia
-
Saksi/Usia Aniaya fisik
-
Aniaya
-
seksual
Penolakan
Kekerasan dalam
keluarga Tindakan -
kriminal
Jelaskan :Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dengan
pengobatan kurang berhasil karena klien tidak meminum obat secara teratur.
Masalah Keperawatan : Regimen terapi inefektif
N : 96 x/menit
S : 36,5ºC
P : 24 x/menit.
2. Ukur : TB : 160 cm BB : 60 Kg
3. Keluhan fisik: Ya √ Tidak
Jelaskan : Pemeriksaan fisik yang didapatkan meliputi tanda- tanda
vital klien dalam batas normal dengan pengkajian keluhan fisik tidak
ada masalah yang dialami klien.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
d. Psikososial
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki X : Meninggal
: Perempuan
: Pasien ….. : Tinggal serumah
Jelaskan : Tn.T merupakan anak 1 dari 5 bersaudara dan saat ini klien
tinggal bersama kedua orang tuanya.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
e. konsep diri
1. citra tubuh :Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya
4. Ideal diri: Klien berharap ingin cepat sembuh dan cepat pulang
kerumah
f. Hubungan Sosial
1. Orang yang berarti : keluarga
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan di masyarakat
karena selalu tinggal dirumah.
3. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang Lain
Klien mengatakan takut menganggu orang lain
i. Status mental
1. Penampilan
√ Tidak Rapi √ Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : Klien berpakaian tidak rapi,klien mengatakan mandi 2 kali
sehari dan pakaian diganti setiap kali mandi.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
Sedih Ketakutan Putus asa
Pengecapan
Jelaskan : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak
nyata. Suara bisikan tersebut datang tidak menentu kapan biasanya 2 kali
dalam sehari, lamanya kurang lebih 3 menit, suara bisikian itu samar-
samar seperti memanggil namanya.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
8. Proses Pikir
√ Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi
flight of idea Blocking Pengulangan/persevarasi
Jelaskan : Ketika klien diajak berbicara, pembicaraan klien berbelit- belit
tetapi sampai pada tujuan sesuai dengan topik dan mampu menjelaskan
apa yang terjadi.
masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
10. Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Jelaskan : Klien tidak memiliki gangguan pada isi pikirnya serta tidak
mengalami gangguan pada waham.
masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
11. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi
Waktu Tempat Orang
6. Penggunaan obat
√ Bantuan minimal Bantual total
7. Pemeliharaan Kesehatan
√
Perawatan lanjutan Ya tidak
Perawatan pendukung √ Ya tidak
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan √ Ya tidak
Menjaga kerapihan rumah √ Ya tidak
Mencuci pakaian √ Ya tidak
Pengaturan keuangan Ya √ tidak
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja Ya √ tidak
Transportasi Ya √ tidak
√
Lain-lain Ya tidak
Jelaskan: Dalam pemeliharaan kesehatan klien tidak melakukan perawatan lanjutan
dan memerlukan perawatan pendukung seperti keluarga, kegiatan yang sering
dilakukan klien di dalam rumah yaitu mempersiapkan manakanan,menjaga kerapihan
rumah, serta mencuci pakaian.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
k. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
n. Aspek Medik
Diagnosa medik:Pasien dengan jenis obat yang pernah dikonsumsi
1. Clozapine 25 mg (1x1)
2. Risperidon 2 mg (2x1)
4. Defisit Spritual
5. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
ANALISA DATA
Data Masalah
Data subjektif :
1. pasien mengatakan sering Gangguan Persepsi Sensori:
mendengar suara-suara yang Halusinasi pendengaran
tidak nyata , namun terkadang
suaranya tidak jelas.suara
tersebut datang saat pasien
sedang sendiri. Suara bisikan itu
tidak jelas bunyinya 1-2 kali
dan pasien menutup telinga lalu
tidur untuk menghilangkan
suara tersebut.
Data objektif :
1. Interaksi selama wawancara
pasien mau berinteraksi bila
didahului, kontak mata ada
tetapi tidak tahan lama, pasien
tampak gelisah dan curiga
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Setelah 2 kali SP 2
pertemuan, klien dapat 1. Evaluasi kegiatan
mampu: menghardik.
1. Menyebutkan Berikan pujian
kegiatan yang 2. Latih cara
sudah dilakukan mengontrol
dan halusinasi dengan
2. Memperagakkan obat (jelaskan 7
cara 6 benar benar : pasien, obat,
minum obat dosis,waktu, cara
dengan benar pemberian,
dokumentasi dan
informasi )
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik dan
minum obat
Setelah 3 kali SP 3
pertemuan, klien 1. Evaluasi kegiatan
dapat mampu: latihan
1. Menyebutkan menghardik,
kegiatan yang minum obat. Beri
sudah dilakukan pujian
dan 2. Latih cara
2. Memperagakkan mengontrol
cara bercakap- halusinasi dengan
cakap dengan bercakap-cakap
orang lain saat terjadi
halusinasi
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik,
minum obat dan
bercakap-cakap
Setelah 4 kali SP 4
pertemuan, klien 1. Evaluasi kegiatan
dapat mampu: latihan
1. Menyebutkan menghardik,
kegiatan yang minum obat,
sudah dilakukan bercakap-cakap.
dan Berikan pujian
2. Membuat jadwal 2. Latih cara
sehari-hari dan mengontrol
mampu halusinasi dengan
melakukannya melakukan
(minimal dua kegiatan harian
kegiatan) (mulai 2 kegiatan
yaitu merapikan
tempat tidur dan
menyapu)
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik,
minum obat,
bercakap-cakap
dan kegiatan
harian.
4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : Tn.t
Umur : 48 tahun
12. 20 Wib
menghardik. 2. SP2 : Ajarkan klien cara
Hasil : Klien mau berlatih mengontrol halusinasi
mengontrol halusinasi dengan minum obat
12. 25 wib 4. Memasukkan dalam jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik.
Hasil : Klien setuju dan
memasukkannya di jadwal
harian
A. Kesimpulan
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang
sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi suara dan semua
sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan). (Fitria, 2010)
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah
persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber
dari luar meliputi semua sistem panca indera. (Damaiyanti, 2012). Halusinasi
merupakan salah satu bentuk perilaku yang sering ditemukan pada pasien
dengan gangguan jiwa (Arisandy, 2020).
1. Pengkajian dilakukan pada tanggal 1Maret 2023 yang merupakan
tahap awal dari proses keperawatan. Hasil pengkajian didapatkan
pada Tn.t data subjektifnya klien mengatakan sering mendengar suara
seperti memmanggi namanya namun terkadang suaranya tidak jelas,
klien hanya menutup telinga pada saat suara-suara tersebut muncul.
Data objektifnya klien mau berinteraksi saat diajak bicara meski,
kontak mata klien ada tapi kurang, klien tampak gelisah dan kurang
tenang.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Tn. t
yaitu gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul. Rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Tn.t yaitu mengajarkan klien pelaksanaan SP 1- 4
halusinasi untuk mengontrol halusinasi pengdengaran pada klien.
4. Implementasi Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan pada Tn.t dengan halusinasi pendengaran
telah disesuaikan dengan intervensi yang dibuat penulis. Penulis
melaksanakan SP 1-4 yaitu cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, minum obat dengan 6 benar, bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan harian.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn.t
yaitu klien dapat menerapkan strategi pelaksanaan dalam hal tahu
cara mengontrol halusinasi dengan strategi pelaksanaan yang pertama
yaitu tahu cara menghardik halusinasi, didukung dengan tetap patuh
mengkonsumsi obat secara benar dan tepat, bisa melakukan kontak
dengan keluarga atau orang lain dengan bercakap-cakap dan bisa
dengan mengerjakan aktivitas kegiatan harian. SP1-SP4 tercapai
meskipun pada SP2 sebelumnya pernah diabaikan yaitu tentang
kepatuhan minum obat.
B. Saran
Adapun saran pada kasus karya ilmiah akhir ini terkait dengan kasus
gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
a. Bagi perawat atau tenaga medis yaitu agar tetap melakukan strategi
pelaksanaan pada pasien dan penderita gangguan persepsi sensori
halusinasi, agar dapat sesering mungkin melakukan komunikasi taraupetik
pada pasien
b. Bagi pengembang dan studi kasus selanjutnya yaitu agar dapat
menggunakan hasil studi kasus ini sebagai dasar pengembangan strategi-
strategi lainnya, khususnya dalam menangani pasien gangguan persepsi
sensori halusinasi.
c. Bagi klien yaitu diharapkan untuk dapat terus berlatih dan mandiri dalam
melakukan strategi pelaksanaan untuk mengendalikan halusinasi
terkhususnya minum obat serta menerapkan strategi pelaksanaan yang
telah diberikan sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah dibuat
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, BJ.,Ladwig,G.B.,& Makic,M.B.F.(2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide To Planning care. (11th Ed).St. Louis: Elsevier.
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing (10th Ed). USA: Perason Education.
Dougherty, L & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Prosedures (9th ed),
UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.