Anda di halaman 1dari 63

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S.T DENGAN MASALAH UTAMA


GANGGUAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN
DIRUANGAN BRATASENA RS. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Marthen Budingkalor, S.Kep 18062028 Fanesia Sondakh, S.Kep 18062021


Aprilia Mamondol, S.Kep 18062005 Emilton A. Tsenawatme, S.Kep 18062062
Tiffani Putri Paath, S.Kep 18062013 Agnes Yuliantri Alo, S.Kep 18062052
Federika Panauhe, S.Kep 18062015 Benadikta F. Tandaju 18062042
Frischilla Salwoba, S.Kep 18062051 Kezia Esther Rumintjap, S.Kep 18062037
Pingkan Pantouw, S.Kep 18062034

CI :
Ns. Sudarma, S.Kep
Yoyo Haryono, SKp, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2019

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami kelompok Bratasena (III) Profesi Ners Fakultas Keperawatan
Unika De La Salle Manado panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
penyertaan-Nya, kami dapat menyusun “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S. T. Dengan
Masalah Utama Gangguan Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di Ruangan
Bratasena RS. Marzoeki Mahdi Bogor” dengan baik.
Adapun tujuan dari penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas praktek profesi ners keperawatan stase jiwa selama 2 minggu. Dalam penyusunan asuhan
keperawatan ini kami menemukan beberapa kendala, namun berkat bimbingan dan arahan serta
kerja sama dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini.
Pada kesempatan ini kami kelompok VI Profesi Ners Fakultas Keperawatan Unika De La
Salle Manado mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun asuhan keperawatan jiwa pada Tn. S.T, khususnya kami sampaikan terima kasih kepada
:
1. Direktur RS. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
dapat belajar dan praktek di RS. Marzoeki Mahdi Bogor
2. Bagian DIKLIT RS. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah membimbing dan memberikan arahan
selama kami praktek.
3. Ns. Sudarma, S.Kep sebagai koordinator CI dan pembimbing kelompok kami selama di RS
Marzoeki Mahdi Bogor
4. Yoyo Haryono, SKp, M.Kep sebagai CI yang telah membimbing kami selama di RS Marzoeki
Mahdi Bogor
5. Ns. Natalia E. Rakinaung, MNS sebagai CT yang telah membimbing kami selama kami praktek
di RS Marzoeki Mahdi Bogor
6. Helly Budiawan, S.Kep., Ns., sebagai CT yang telah membimbing kami selama kami praktek di
RS Marzoeki Mahdi Bogor
7. Seluruh kepala ruangan beserta dengan para perawat dan bidan yang telah bersedia menerima
dan membimbing kami selama di RS Marzoeki Mahdi Bogor.
Kami kelompok menyadari bahwa dalam penulisan asuhan keperawatan ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
bagi kelompok kami. Kiranya jika ada kesalahan dalam penyususan Asuhan Keperawatan
Maternitas ini kami mengucapkan permohonan maaf.

Bogor, 25 Maret 2019

KELOMPOK III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang tidak ada
berupa suara, penglihatan, pengecapan, dan perabaan (Damaiyanti, 2012). Menurut Valcarolis
dalam Iyus (2009) mengatakan lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi,
halusinasi yang sering terjadi yaitu halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi
penciuman, dan halusinasi pengecapan.
Menurut Videbeck (2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien
tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena
pasien menganggap ada yang berbicara dengannya. Bahaya secara umum yang dapat terjadi
pada pasien dengan gangguan halusinasi adalah gangguan psikotik berat dimana pasien tidak
sadar lagi akan dirinya, terjadi disorientasi waktu, dan ruang.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan didunia,
termasuk Indonesia. Menurut WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60
juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Hasil
analisis dari WHO (2013) sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia.
Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal dinegara berkembang, 8 dari 10 orang yang
menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada
usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Angka statistik dunia menyebutkan hampir 24 juta orang diseluruh dunia menderita
gangguan skizofrenia halusinasi dengan angka kejadian 1 per 1000 penduduk (pada wanita dan
pria sama) dan diperkirakan terdapat 4-10% resiko kematian sepanjang rentang kehidupan
penderita skizofrenia halusinasi, di Amerika Serikat 300.000 orang setiap tahun menderita
skizofrenia halusinasi dan negara maju yaitu Eropa berkisar 250.000 orang pertahun. Di Asia
tidak didapatkan angka statistic yang pasti mengenai skizofrenia halusinasi, sedangkan di
Indonesia sekarang diperkirakan 0,46 penduduk atau 1.700.000 jiwa. Provinsi Jawa Barat
sendiri tercatat sebanyak 1.065.000 jiwa penderita (Irwansyah, 2010).
Bedasarkan dengan data dari Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian
Republik Indonesia (RISKESDAS, 2013) menyimpulkan bahwa prevalensi gangguan mental
emosional yang menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 14 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang. Jumlah gangguan jiwa berat atau
skizofrenia tahun 2013 di Indonesia termasuk provinsi-provinsi yang memiliki gangguan jiwa
terbesar pertama antara lain adalah daerah Yogyakarta (0,27%), kemudian urutan kedua Aceh
(0,27%), urutan ketiga Sulawesi Selatan (0,26%), Bali menempati urutan keempat (0,23%) dan
Jawa Tengah menempati urutan kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah
penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun terus meningkat (RISKESDAS,
2013).
Jumlah penderita gangguan jiwa dari data Dinas Kesehatan Jawa Tengah menyebutkan
jumlah gangguan jiwa pada 2013 adalah 121.962 penderita. Sedangkan pada tahun 2014
junmlahnya meningkat menjadi 260.247 orang dan pada tahun 2015 bertambah menjadi
317.504 (Wibowo, 2016). Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah
penderita gangguan jiwa pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah pasien skizofrenia pada
tahun 2014 tercatat sebanyak 1.559.000 orang, pada tahun 2015 menjadi 2.136.000 orang
kemudian pada tahun 2016 sebanyak 2.034.000 orang. Adapun data yang diambil dari bulan
Januari-April 2017 disemua ruangan pasien rawat inap dengan skizofrenia menunjukkan angka
43-77% (Rekam Medis RSJD Surakarta, 2017).
Dampak adanya skizofrenia halusinasi dapat mengakibatkan seseorang mengalami
ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran
dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-
hari. Banyak hal yang dapat berdampak dari perilaku kekanak-kanakan, waham dan halusinasi
yang diperlihatkan oleh individu dengan skizofrenia halusinasi. Dampak lain bagi keluarga
diakibatkan gangguan jiwa skizofrenia halusinasi sulit diterima dalam masyarakat dikarenakan
perilaku individu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, individu akan dipandang
negatif oleh lingkungan, dikarenakan lingkungan masih belum terbiasa oleh kondisi yang terjadi
yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia halusinasi (Maramis, 2010).
Adanya dampak yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup penderita
gangguan jiwa halusinasi menjadikan faktor yang sangat kuat karena memang jenis gangguan
jiwa halusinasi merupakan penyakit yang paling terbanyak. Selain itu, penyakit gangguan jiwa
halusinasi juga merupakan salah satu jenis penyakit gangguan jiwa yang memang bersifat
terbuka dalam berkomunikasi secara langsung dalam terapi penyembuhan teknik komunikasi
yang dilakukan setiap hari oleh perawat, ini memang yang menjadi faktor pembeda dengan
jenis penyakit gangguan jiwa lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dengan uraian diatas maka kelompok merumuskan masalah yaitu: konsep
medis halusinasi dan asuhan keperawatan halusinasi.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk membantu rekan-rekan mahasiswa
dalam memahami konsep medis pasien halusinasi dan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Pasien dapat membina hubungan saling percaya
- Pasien dapat mengenal halusinasinya
- Pasien dapat mengontrol halusinasinya
- Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
- Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
BAB II

TINJAUAN TEORI
I. MASALAH UTAMA
Halusinasi Pendengaran

II. Proses Terjadinya

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang
ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Stuart, 2013 )
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan
tersebut disadari dan mengerti penginderaan atau sensasi. Gangguan persepsi
adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul
dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan dan
Rusdi, 2013). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah halusinasi.
Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pendengaran,
pengecapan, perabaan dan penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2010).
Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan suatu stimulus
yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan,
bau-bau, pengecapan maupun perabaan . karakteristik lainnya seperti klien
berbicara sendiri , senyum dan tertawa sendiri pembicaraan kacau dan kadang
tidak masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, menarik
diri dan menghidar dari orang lain, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, dan
kontak mata kosong (Yosep, 2011). Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan,
pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran ( Direja, 2011).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar


dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi
pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang,
berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak
suara, dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk
halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan,
sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya
(Videbeck, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, dapat menyimpulkan


bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa
adanya obyek yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana
klien mendengarkan suara, terutama suara-suara orang yang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang
kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.

2. Etiologi

1. Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :

a. Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol


emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan
membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan, kesepian
dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
dn metytranferase sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah


terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan


yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor presipitasi

Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut ( Rawlins, 1993
dalam Yosep, 2011).

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjdi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua
perilaku klien.

d. Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat


membahayakan, klien asyik dengan halusinasinya, seolah- olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama,
dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan menupayakan
suatu prosesinteraksi yang menimbulkan pengalam interpersonal yang
memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.

e. Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rtinitas tidak bermakna, hilangnya


aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, memyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Tanda dan Gejala


Klien pada halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk
terpaku pada pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
Tanda dan gejala menurut Direja ( 2011 )
a. Halusinasi pendengaran : berbicara sendiri atau tertawa sendiri, marah- marah
tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga,
mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang bercakap-cakap,
mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahya.
b. Halusinasi penglihatan : Melihat bangunan, melihat hantu, menunjuk- nunjuk
ke arah tertentu, ketakutan terhadap sesuatu yang berbahaya.
c. Halusinasi penghidungan : membaui bau-bau seperti darah, urien, feses,
(kadang-kadang bau itu menyenangkan), menghidung seperti sedang membaui
tertentu, menutup hidung.
d. Halusinasi pengecap : merasakan rasa seperti darah, urien yang sering ingin
meludah, muntah.
e. Halusinasi perabaan : mengatakan adanya serangan dipermukaan kulit, merasa
tersengat listrik, menggaruk-garuk permukaan kulit.

4. Jenis- jenis Halusinasi


Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu
Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan,
senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai
berikut :
a. Halusinasi pendengaran

Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar
dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain
termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.

b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster.

c. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-
bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.

d. Halusinasi pengecapan

Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti


darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan

Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Halusinasi Senestetik

Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena


dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinestetik

Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.

5. Fase Halusinasi
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh
intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan
dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu
fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh
intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan
dari luar. Menurut Depkes 2000 dalam Rusdi, 2013 Halusinasi

berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase
controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fase comforling

Fase di mana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat ansietas


sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan. Karakteristik atau
Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
b. Fase condemminf

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.tingkat kecemasan berat secara
umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.
Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat
mengontrolnya.

c. Fase controlling

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat
ditolak.
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan


halusinasinya.klien yang sepenuhnya sudah dikuasai dan menimbulkan
kepanikan dan ketakutan .
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

6. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dengan seseorang yang mengalami
halusinasi akan menganggap sumber dari galusinyasinya berasal dari lingkungan
stimulasi eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasal
dari dalam dirinya tanpa ada stimulus eksternal ( Yosep, 2011 ). Pada fase awal
masalah itu menimbulkan.

peningkatan kecemasan yang terus-menerus dan sistem pendukung yang kurang


akan nmembuat persepsi untuk membedakan yang dipikirkan dengan perasaan
sendiri, klien sulir tidur sehingga terbiasa menghayal dan klien biasa menggap
lamunan itu sebagai pemecahan masalah. Meningkatnya pula pada fase
comforting, klien mengalami emosi yang berlanjurt seperti adanya cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur. Pada fase ini merasa
nyaman dengan halusinasinya.
Halusinasi jadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrol dan
berupaya menjaga jarak dengan obyek yang dipesepsikan. Pada fase codeming
klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling klien bisa
merasakan kesepian. Pada fase conquering lama-kelamaan pengalamn sensorinya
terganggu, klien merasa teranam dengan halusinasinya terutama bila menuruti
kemauan dari halusinasinya tersebut.

7. Rentan Respon Halusinasi


Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon yang terjadi dapat berada dalam
rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Respon Adaptif ResponMaladaptif

1. Pikiran logis
2. Pikiran 3. Kelainan Fisik
 Persepsi
akurat menyimpang  Halusinasi
 Emosi
konsisten  ilusi  Tidak mampu
dengan mengontrol
pengalaman  Emosional emosi
Perilaku sesuai  Ketidakmamp
 Hubungan sosial  perilaku ganjil
uan perilaku
 Menarik diri Isolasi sosial

Faktor Predisposisi

Biologis Psikologis Lingkungan Sosial Budaya


Stressor Persepsi Halusinasi

Biologis Penilaian terhadap stressor Pemicu Gejala


Penurunan Koping

Mekanis Koping

Menarik Diri Proyeksi Regresi Penyangkal/denial

Konstruktif Rentang Respon Destruktif

1) Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart,
(2007) meliputi :
a) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima
akal.

b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa


secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa
yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang tidak bertentangan dengan moral.
e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan
orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2) Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007)
meliputi:
a) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan
dan mengambil kesimpulan.
b) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c) Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam
berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di
sekitarnya.

3) Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart,
(2007) meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau
menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban, dan kedekatan.
d) Ketidakteraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan
gerakan yang ditimbulkan.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

III. Pohon Masalah


Resiko perilaku kekerasan ........................... (Effect)

Gangguan sensori persepsi : ..............(Core Problem)


Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial ........................................(Cause)

( Sumber Yosep, 2011 )

IV. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

a Data Subjektif (Mayor)


Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak
b Data Objektif (Minor)
Apakah pasien terdapat tanda dan gejala seperti dibawah ini :
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
berbicara
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara
atau kepada benda mati seperti mebel, tembok, dll.
3) Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara
4) Tidur kurang/terganggu
5) Penampilan diri kurang
6) Keberanian kurang
7) Bicara tidak jelas
8) Merasa malu
9) Mudah panik
10) Duduk menyendiri
11) Tampak melamun
12) Tidak peduli lingkungan
13) Menghindar dari orang lain
14) Adanya peningkatan aktifitas motorik
15) Perilaku aktif ataupun destruktif

V. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah ( Dermawan & Rusdi, 2013).
Perumusan diagnosa keperawatan :
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera
yang lebih tinggi.
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu.
Menurut Yosep , (2011) diagnosa keperawatan Halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi


2. Isolasi sosial : menarik diri.
3. Resiko perilaku kekerasan .
VI. Rencana Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari
status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di
harapkan. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan
perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat
memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas tinggi dan konsisten.Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur
pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan
tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang ( Yosep, 2011).
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP1)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif :
- Pasien mengarahkan mendengar suatu jurangan yang menyuruhnya untuk makan
sesuatu
- Pasien mengarahkan suara itu datangsetiap hari

Data objektif :

- Pasien tampak berbica sendiri


- Pasien tampak mengarahkan telinganya kesuatu tempat

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pedengaran

3. Tujuan
- Pasien mampu membina hubungan saling percaya
- Pasien mampu mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik
- Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
- Pasien mamou mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari

4. Tindakan Keperawatan
- Membina hubungan saling percaya
- Membantu pasien menyadari halusinasi sensori persepsi halusinasi
- Melatih pasien cara mengontrol halusinasi

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi :
a. Salam : “ selamat pagi, perkenalkan nama …. , saya mahasiswa dari unika de
la sale manado, saya dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini
saya dinas diruangan ini dari jam 07.00 – 13.00 WIB dan saya
akan merawat bapak. Nama bapak siapa ? biasanya dipangil apa ?”
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan bapak sekarang ? apa yang membuat bapak s masuk rumah
sakit ? “
c. Kontrak
Waktu : Berapa lama bapak s mau berbincang-bincang ?
Tempat : Dimana bagusnya kita akan berbincang-bincang ? bagaimana
kalau kita duduk diruangan makan ?
Topik : Ok. Kalau begitu kita akan berbincang-bincang tentang suara
yang sering bapak dengar itu ?

d. Tujuan : pasien dapat membina hubungan sering percaya dengan perawat.


Pasien mampu mengenal halusinasi dan mampu mengontrol
halusinasi dengan menghardik, pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan enam benar minum obat. Pasien mampu
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap pasien mampu
mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari.

2. Fase Kerja
” apakah bapak S mendengar suara tanpa ada wujudnya ? apa yang dilakukan oleh
suara yang bapak dengar ? kapan yang paling sering bapak mendengar suara itu ?
barapa kali dalam sehari yang paling sering bapak mendengar suara itu ? pada
keadaan apa suara itu terdengar ? apakah pada wkatu sendiri ? bagaimana perasaan
bapak ketika mendengar suara itu ? kemudian apa yang bapak lakukan setelah
mendengar suara itu ? “

3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif
“ bagaimana perasaan bapak S setelah kita berbincang-bincang ? baiklah bapak
jika suara itu masih terdengar, seperti yang telah kita pelajari bila suara-suara itu
muncul bapak bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dengar kamu suara
itu palsu”.

b. Tindakan Lanjut
“bapak lakukan sampai suara itu tidak terdengar lagi. Lakuka itu selama 3 kali
sehari yaitu jam 07.00 – 13.00 WIB atau disaat bapak mendengar suara tersebut.
Cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai dengan jadwal kegiatan harian
yang kita buat tadi ya bapak”.

c. Kontrak yang akan datang


“ baiklah bapak, bagaimana kalau bapak besok kita berbincang-bincang tentang
cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orng lain untuk mencegah suara-
suara itu muncul, apakah bapak bersediah ? bapak mau jam berapa ? bagaimana
kalau 17.00 WIB ? bapak maunya dimana kita berbincang-bincang ? baiklah
bapak S besok saya akan kesini jam 17.00 WIB yah bapak. Saya permisi yah
bapak “.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP2)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas

Data Objektif :

- Pasien tenang

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

3. Tujuan
Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain

4. Tindakan Keperawatan
Diskusikan dengan pasien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik : “ selamat sore, bapak bagaimana kabarnya hari ini ? masih
ingat dengan saya ? bapak sudah mandi atau belum ?
apakah sudah makan ? “
b. Evaluasi / Validasi : “bagaimana perasaan bapak hari ini ? kemarin kita sudah
berdiskusi tentang halusinasi, apakah bapak bisa
menjelaskan kepada saya tentang isi suara yang bapak
dengar dan apakah bapak bisa memprakteka cara mengotrol
halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik ?”
c. Kontrak
Topik :“sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang
diruangan makan mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering bapak
dengar dulu agar agar suara itu tidak muncul lagi dengar cara yang kedua
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. “
Waktu :“Berapa lama kita akan berbincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit
saja. Bagaimana bapak setuju ? “
Tempat :“Dimana tempat yang menurut bapak cocok untuk kita untuk
berbincang-bincang ? bagaimana kalau diruang makan ? bapak setuju ?

2. Fase Kerja
“ kalau bapak mendengar suara yang kata bapak kemarin yang mengganggu dan
membuat bapak jengkel. Apa yang bapak lakukan pada saat itu ? apa yan telah saya
ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan ? “
“ cara kedua adalah bapak langsung pergi keperawat katakana pada perawat bahwa
bapak mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak bapak ngobrol sehingga suara
itu hilang dengan sendirinya”.

3. Fase Terminasi
Evaluasi Subjektif : “Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang
sekali bapak mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang ?”
Evaluasi Objektif : “Jadi seperti yang bapak katakana tadi, cara yang bapak pilih
untuk mengontrol halusinasinya adalah …. “
Tindak lanjut : “nanti kalau suara itu terdengar lagi, bapak terus praktekan cara
yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai
pikiran bapak “
Kontrak yang akan datang
Topik :“bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu menyebutkan diri
dengan kegiatan yang bermanfaat. “
Waktu : “Jam berapa bapak bisa ? bagaimana kalau besok jam 17.00 WIB ?
bapak setuju ?
Tempat : “Besok kita berbincang-bincang disini atau ditempat lain ? trimah kasih
bapak sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok
lagi. “

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP3)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
DS: Pasien mengatakan mendengar ada suara-suara.
DO: Pasien tampak tenang.
2. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan:
Pasien dapat memahami cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas
harian/kegiatan harian.

4. Tindakan Keperawatan:
Anjurkan pasien mengorntrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas kegiatan
harian pasien.
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi:
a. Salam Terapeutik: Selamat sore pak, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/Validasi: Bapak tampek segar hari ini, bagaimana perasaan bapak hari
ini? Sudah siap berbincang-bincang? Apakah bapak masih mendengar suara-suara
yang kita bicarakan kemarin?
c. Kontrak
Topik: Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-bincang
tentang suara-suara yang sering bapak dengar agar bisa dikendalikan dengan cara
melakukan aktifitas/kegiatan harian.
Waktu: Kita nanti akan berbincang-bincang kurang lebih 10 menit, bagaimana
bapak setuju?
Tempat: Dimana tempat yang cocok menurut bapak untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau diruang makan? Bapak setuju?
2. Fase Kerja
‘‘Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang cara
pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu cara ketiga adalah
bapak menyibukan diri dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat.’’
‘‘Jika bapak mulai mendengar suara-suara, segera menyibukan diri dengan kegiatan
seperti menyapa, mengepel atau menyibukan diri dengan kegiatan lain.’’
3. Fase Terminasi
-Evaluasi Subyektif: Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang
sekali bapak mau berbincang dengan saya, bagaimana bapak setelah kita berbiincang-
bincang?
-Evaluasi Objektif: Coba bapak jelaskan cara mengontrol halusinasi yang ketiga?
-Kontrak Yang Akan Datang
Topik: Bagaimana bapak kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara keempat yaitu dengan patuh obat.
Waktu: Jam berapa bapak bisa? Bagimana kalau jam 17:00? Bapak setuju?
Tempat: Besok kita berbincang-bincang disini atau tempat lain? Terima kasih bapak
sudah mau berbincang-bincang dengan saya, sampai ketemu besok sore.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP4)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Pasien mengatakan masih mendengar suara-suara
DO: Pasien tampak tenang
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori:Halusinasi
3. Tujuan: Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat
4. Tindakan Keperawatan
Anjurkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis,dosis,waktu,manfaat, dan efek samping).
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik: Selamat sore bapak, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/Validasi: Bapak tampak segar hari ini, bagaimana perasaan bapak hari
ini? Sudah siap kita berbincang-bincang? Masih ingat dengan kesepakatan kita,
apa itu? Apakah bapak masih mendengar suara-suara yang kita bicarakan
kemarin?
c. Kontrak
Topik: Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-bincang
tentang obat-obatan yang bapak minum?
Tempat: Dimana tempat yang menurut bapak cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau diruang makan? Bapak setuju?
Waktu: Kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana bapak
seuju?
2. Fase Kerja
“Ini obat yang harus diminum oleh bapak setiap hari, obat yang warnanya…… ini
namanya…… dosisnya……mg obat yang warnanya…… ini berfungsi untuk
mengendalikan suara yang sering bapak dengar sedangkan yang warnanya putih agar
bapak tidak gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut
kering, mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancer, sudah jelas pak?
Tolong nanti bapak sampaikan ke Dokter apa yang bapak rasakan setelah minum obat
ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kemudian bapak jangan berhenti minum obat tanpa sepengatuhan Dokter, gejala
seperti yang bapak alami sekarang akan muncul lagi. Tadi ada lima yang harus
diperhatikan oleh bapak pada saat minum obat yaitu benar obat, dosis, cara, waktu,
dan frekuensi. Ingat pak?
3. Fase Terminasi
- Evaluasi Subyektif: Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya
senang sekali bapak mau berbincang dengan saya, bagaimana perasaan bapak
setelah berbincang-bincang?
- Evaluasi Obyektif: Coba bapak jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi?
Kemudian berapa dosisnya?
- Tindak Lanjut: Tolong nanti bapak minta obat ke perawat kalau saatnya minum
obat
- Kontrak yang akan datang
Topik: bagaimana bapak kalau kita akan mengikuti TAK yaitu menggambar
sambil mendengarkan music
- Waktu: Jam berapa bapak bisa? Bagaimana kalau jam 17:00? Bapak setuju?
- Tempat: Besok kita akan melakukan kegiatan diruang makan, untuk itu terima
kasih bapak sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok
pagi
BAB III

TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

DI UNIT RAWAT INAP BRATASENA RS Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Ruang Rawat : Bratasena Tanggal di Rawat : 18 Maret 2019 No. RM : 36.66.21

1. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Tn. S.T
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Pengkajian : 19 Maret 2019
Umur : 40 Tahun
Pendidikan : STM
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Raya Hankam RT 004/002 Kel. Jatirahayu Kec. Pondok
Melati Kota Bekasi
2. Alasan Masuk : Pasien mengalami sakit sejak 15 tahun yang lalu. Sejak 4 bulan
Yang lalu pasien sering bicara sendiri, sering keluyuran, makan
dan minum mau, dan paling banyak menyendiri di kamar.
3. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : Tidak
2. Pengobatan sebelumnya : Pasien belum pernah berobat ke RS selama 15 tahun
mengalami penyakit gangguan jiwa, tetapi sejak masuk RS pasien tidak
pernah putus obat.
3. Aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, tindakan
criminal :Tidak Ada
4. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : Tidak Ada

4.Fisik
1. Tanda Vital :

TD : 110/70 mmHg N : 84x/menit

SB : 36,5°c R : 20x/menit

TB :170 cm BB : 43Kg

2. Keluhan Fisik : Tidak Ada

Masalah Keperawatan : -

5.Psikososial

A. Genogram

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-Laki
: Meninggal

: Orang yang tinggal serumah

: Pasien

Jelaskan :

B.Konsep Diri :

a. Gambaran Diri : pasien mengatakan puas terhadap tubuhnya

b. Identitas : tidak ada gangguan identitas

c. Peran :

d. Ideal diri :

e. Harga diri :

Masalah Keperawatan

C. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti : Belum terkaji

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : belum terkaji

c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain :

Masalah Keperawatan :

D. Spritual

a. Nilai dan keyakinan :


b. Kegiatan Ibadah :

Masalah keperawatan :

6.Status Mental

a. Penampilan : Kurang rapi. Pasien berpakaian seadanya.

Masalah keperawatan : Resiko kurangnya perawatan diri

b. Pembicaraan : Lambat. Pasien menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tidak jelas dan
terputus-putus, kadang-kadang tidak nyambung dengan apa yang ditanyakan.

Masalah Keperawatan : Gangguan Pola komunikasi verbal

c. Aktivitas Motorik :Lesu. Saat wawancara, pasien sedang duduk termenung dan memandang di
kejauhan serta terlihat loyo.

Masalah Keperawatan : Kelemahan Aktivitas

d. Alam Perasaan : Sedih. Ekspresi wajah pasien Nampak sedih saat wawancara

Masalah Keperawatan : Depresi

e. Afek : Labil

Masalah Keperawatan :

f. Interaksi selama wawancara : kontak mata kurang. Selama wawancara pasien lebih banyak
melihat ketempat lain dan menjawab pertanyaan dengan tidak melihat perawat

g. Persepsi : Halusinasi pendengaran. Pasien mengatakan ia sering mendengar suara bisikan dari
juragannya.

Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

h. Isi Pikir
i. Proses piker

j.Tingkat kesadaran : CM, disorientasi waktu tempat dan orang tidak ada. Selama wawancara
pasien tampak sadar

Masalah keperawatan : -

k. Memori : ada gangguan daya ingat jangka panjang. Saat pasien diminta menyebutkan
peristiwa di masa lalu, pasien tampak bingung.

Masalah keperawatan : Demensia

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Mudah beralih, mampu berhitung sederhana. Saat
wawancara pasien menoleh ke satu arah.

Masalah keperawatan : Halusinasi

m. Kemampuan penilaian :

n. daya tilik diri

Pohon Masalah Kasus

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Core Problem

Isolasi Sosial
ANALISA DATA

DATA MASALAH KEPERAWATAN

DS : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


“Pasien mengatakan sering mendengar Pendengaran
suara bisikan lelaki atau kadang-kadang
juragan yang menyuruh ia makan,
sehingga ia harus mengikutinya”

DO :
- Kontak mata kurang
- Pasien tampak melirik mata ke kiri
dan kanan
- Pasien tampak bicara sendiri
- Suara pasien pelan dan tidak jelas
- Pasien tampak kadang melamun
- Pasien tampak binggung
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Insial Pasien : Tn. S.T

Umur :

Hari/ Dx Perencanaan
No Tangg Keperawata Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Raisonal
al n
1 Selasa, Gangguan TUM: 1. Setelah 1 x 1. Bina hubungan 1. Hubungan
19 sensori Klien interaksi klien saling percaya saling
Maret persepsi: dapat menunjukkan tanda dengan percaya
2019 halusinasi mengon – tanda percaya menggunakan merupakan
(lihat/dengar trol kepda perawat : prinsip dasar
/penghidu/ra halusina  Ekspresi komunikasi terjadinya
ba/kecap) si yang wajah terapeutik : komunikasi
dialami bersahabat.  Sapa klien terapeutikse
nya  Menunjukka dengan hinga
Tuk 1 : n rasa ramah baik tercipta
Klien senang. verbal suasana yang
dapat  Ada kontak maupun non kondusif
membin mata. verbal untuk
a  Mau  Perkenalkan mengekspres
hubung berjabat nama, nama ikan
an tangan. panggilan perasaan ,
saling  Mau dan tujuan emosi dan
percaya menyebutka perawat haeaopan
n nama. berkenalan klien
 Mau  Tanyakan
menjawab nama
salam. lengkap
 Mau duduk dan nama
berdamping panggilan
an dengan yang
perawat. disukai
 Bersedia klien
mengungka  Buat
pkan kontrak
masalah yang jelas
yang  Tunjukkan
dihadapi. sikap jujur
dan
menepati
janji setiap
kali
interaksi
 Tunjukan
sikap
empati dan
menerima
apa adanya
 Beri
perhatian
kepada
klien dan
perhatikan
kebutuhan
dasar klien
 Tanyakan
perasaan
klien dan
masalah
yang
dihadapi
klien
 Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
ekspresi
perasaan
klien
TUK 2 : 2. Setelah 4 x 2. Adakan kontak 2. Kontak
Klien interaksi klien sering dan singkat sering dan
dapat menyebutkan : secara bertahap. singkat
mengen o Isi Observasi tingkah meminima
al o Waktu laku klien terkait lisir
halusina o Frekuensi dengan halusinasi
sinya o Situasi dan halusinasinya (* klien
kondisi dengar /lihat karena ada
yang /penghidu /raba stimulus
menimbulka /kecap), jika dari luar
n halusinasi menemukan klien sehingga
yang sedang fokus
halusinasi: klien pada
halusinasi
 Tanyakan
nya
apakah
berkurang
klien
mengalam
i sesuatu (
halusinasi
dengar/
lihat/
penghidu
/raba/
kecap )
 Jika klien
menjawab
ya,
tanyakan
apa yang
sedang
dialaminy
a
 Katakan
bahwa
perawat
percaya
klien
mengalam
i hal
tersebut,
namun
perawat
sendiri
tidak
mengalam
inya (
dengan
nada
bersahabat
tanpa
menuduh
atau
menghaki
mi)
 Katakan
bahwa ada
klien lain
yang
mengalam
i hal yang
sama.
 Katakan
bahwa
perawat
akan
membantu
klien
Jika klien
tidak sedang
berhalusinasi
klarifikasi
tentang
adanya
pengalaman
halusinasi,
diskusikan
dengan klien :
 Isi,
waktu
dan
frekue
nsi
terjadi
nya
halusin
asi (
pagi,
siang,
sore,
malam
atau
sering
dan
kadang

kadang
)
 Situasi
dan
kondis
i yang
menim
bulkan
atau
tidak
menim
bulkan
halusin
asi

2.1 Setelah 1 x 2.1 Diskusikan 2.1


interaksi klien dengan klien Ungkapan
menyatakan apa yang perasaan
perasaan dan dirasakan jika saat
responnya saat terjadi halusinasi
mengalami halusinasi dan datang
halusinasi : beri dapat
 Marah kesempatan menggamba
 Takut untuk rkan
 Sedih mengungkapka sejauhmana
 Senang n perasaannya. klien
 Cemas terpengaruh
 Jengkel dan masuk
kedalam
halusinasin
ya serta
dampak
pada klien
sehingga
intervensi
yang akan
dilakukan
tepat

2.1 Diskusikan
dengan klien 2.2
apa yang Mengevalua
dilakukan si koping
untuk individu
mengatasi klien
perasaan
tersebut.
2.2 Diskusikan
tentang 2.3 Agar

dampak klien

yang akan termotiv

dialaminya asi untuk

bila klien melawan

menikmati halusinas

halusinasiny i nya

a.

TUK 3 : 3. Setelah 4 x 3.1 Identifikasi 3.1 Yang


Klien interaksi klien bersama klien biasa
dapat menyebutkan cara atau tindakan dilaukan
mengon tindakan yang yang dilakukan saat
trol biasanya dilakukan jika terjadi halusina
halusina untuk halusinasi (tidur, si dapat
sinya mengendalikan marah, digunak
halusinasinya menyibukan diri an
3.1.Setelah 4 x dll) sebagai
interaksi klien cauan
menyebutkan pemiliha
cara baru n koping
mengontrol yang
halusinasi 3.2. Diskusikan lebih

cara yang efektif


3.2.Setelah 4 x digunakan 3.2 Mengev
interaksi klien klien, aluasi
dapat memilih prilaku
 Jika cara
dan respon
yang
memperagakan klien
digunaka
cara mengatasi terhadap
n adaptif
halusinasi halusina
beri
(dengar/lihat/pe sinya (
pujian.
nghidu/raba/kec evaluasi
 Jika cara
ap ) adaptif
yang
dan
digunaka
3.3.Setelah 4 x maladap
n
interaksi klien tive)
maladapti
melaksanakan
f
cara yang telah
diskusika
dipilih untuk
n
mengendalikan
kerugian
halusinasinya
cara
3.4.Setelah 4 X
tersebut
pertemuan klien
3.3. Diskusikan
mengikuti terapi
cara baru
aktivitas 3.3 Cara
untuk
kelompok untuk
memutus/ mengont
mengontrol rol
timbulnya halusina
halusinasi : si yang
baruem
 Katakan
mungkin
pada diri
kan
sendiri
klien
bahwa ini
untuk
tidak nyata
berinisia
( “saya
tif
tidak mau
memilih
dengar/
cara
lihat/
yang
penghidu/
sesuai
raba /kecap
dengan
pada saat
keingina
halusinasi
nnya
terjadi)
sehingga
 Menemui
koping
orang lain
yang
(perawat/te
dipilih
man/anggot
nisa
a keluarga)
dilakuka
untuk
n dengan
menceritaka
efektif
n tentang
halusinasin
ya.
 Membuat
dan
melaksanak
an jadwal
kegiatan
sehari hari
yang telah
di susun.
 Meminta
keluarga/te
man/
perawat
menyapa
jika sedang
berhalusina
si.
3.4 Bantu klien
memilih cara 3.4 Memoti
yang sudah vasi
dianjurkan dan klien
latih untuk untuk
mencobanya. menentu
kan

3.5 Beri pilihan

kesempatan
untuk 3.5 Meningk
melakukan cara atkan
yang dipilih dan kemamp
dilatih. uan
3.6 Pantau klien
pelaksanaan 3.6 Mengev
yang telah aluasi
dipilih dan kemamp
dilatih , jika uan
berhasil beri klien
pujian yang
diajarka
n,
meningk
atkan
rasa
percaya
diri
3.7 Anjurkan klien
3.7 Memban
mengikuti
gkitkan
terapi aktivitas
motivasi
kelompok,
klien
orientasi
bagi
realita,
kemajua
stimulasi
n fungsi
persepsi
psikolog
is baik
kognitif
dan
adaptif

TUK 4 : 4.1.Setelah … X 4.1 Buat kontrak 4.1 Memberi


Klien pertemuan dengan waktu
dapat keluarga, keluarga bagi
dukung keluarga untuk keluarga
an dari menyatakan pertemuan ( untuk
keluarg setuju untuk waktu, mempers
a dalam mengikuti tempat dan iapkan
mengon pertemuan topik ) diri
trol dengan perawat 4.2 Menamb
halusina 4.2.Setelah ……x ah
sinya interaksi pengetah
4.2 Diskusikan
keluarga uan
dengan
menyebutkan keluarga
keluarga (
pengertian, sehingga
pada saat
tanda dan mampu
pertemuan
gejala, proses bersiska
keluarga/
terjadinya p
kunjungan
halusinasi dan kooperat
tindakan untuk rumah) if
mengendali kan  Pengertian
halusinasi halusinasi
 Tanda dan
gejala
halusinasi
 Proses
terjadinya
halusinasi
 Cara yang
dapat
dilakukan
klien dan
keluarga
untuk
memutus
halusinasi
 Obat-
obatan
halusinasi
 Cara
merawat
anggota
keluarga
yang
halusinasi
di rumah (
beri
kegiatan,
jangan
biarkan
sendiri,
makan
bersama,
bepergian
bersama,
memantau
obat –
obatan dan
cara
pemberiann
ya untuk
mengatasi
halusinasi )
 Beri
informasi
waktu
kontrol ke
rumah sakit
dan
bagaimana
cara
mencari
bantuan jika
halusinasi
tidak tidak
dapat
diatasi di
rumah

TUK 5 : 5.1.Setelah ……x 5.1 Diskusikan 5.1 Pengeta


Klien interaksi klien dengan klien huan
dapat menyebutkan; tentang klien
memanf o Manfaat manfaat dan tentang
aatkan minum kerugian progra
obat obat tidak minum m
dengan o Kerugian obat, nama , pengob
baik tidak warna, dosis, atan
minum cara , efek dapat
obat terapi dan meotiv
o Nama,warn efek samping asi
a,dosis, penggunan klien
efek terapi obat untuk
dan efek 5.2 Pantau klien patuh
samping saat minum
obat penggunaan obat
5.2.Setelah ……..x obat 5.2 Memas
interaksi klien tikan
mendemontrasi obat
kan penggunaan benar-
obat dgn benar benar
5.3.Setelah ….x 5.3 Beri pujian dikonsu
interaksi klien jika klien msi
menyebutkan menggunakan 5.3 Membe
akibat berhenti obat dengan rikan
minum obat benar perharg
tanpa konsultasi 5.4 Diskusikan aan
dokter akibat berhenti kepada
minum obat klien
tanpa 5.4 Pemaha
konsultasi man
dengan dokter tentang
akibat
mening
katkan
kesadar
an klien
penting
5.5 Anjurkan klien nya
untuk progra
konsultasi m
kepada pengob
dokter/perawat atan
jika terjadi hal 5.5 Konsult
– hal yang asi
tidak di dengan
inginkan . dokter
atau
perawat
memba
ntu
membe
rikan
penang
anan
yan
tepat

IMPLEMENTASI & EVALUASI

No Hari/Tangga Diagnosa Implementasi Evaluasi


l/Jam
1 Selasa, Gangguan presepsi 1. Membina hubungan
20/03/2019 sensori : Halusinasi saling percaya S:
10.30 pendengaran 2. Mengidentifikasi - Pasien mengatakan
halusinasi : jenis, isi, sering mendengar
waktu, frekuensi, suara- suara bisikan
situasi halusinasi dari juragan di
3. Mengidentifikasi telinganya, suara
perasaan dan respon sering di dengar pada
pasien terhadap saat pagi, siang dan
halusinasi malam hari tetapi
4. Mengajarkan cara paling sering pada
menghardik malam hari.
5. menganjurkan pasien
memasukan ke jadwal O:
harian - Pasien menjawab
salam
- Kontak mata kurang
- Pasien berkenalan
dan berjabat tangan
- Pasien menjawab
pertanyaan perawat
- Pasien menjelaskan
halusinasinya
- pasien mampu
mengontrol
halusianasinya
dengan cara
menghardik

A:
- Pasien mampu
membina hubungan
saling percaya
- Pasien mampu
menjelaskan
halusinasinya
- Pasien mampu
menghardik
halusinasinya
P:
Pasien :
- Anjurkan pasien
belajar mengontrol
halusinasinya dengan
cara menghardik
Perawat :
- Lanjut SP 1

2 Rabu, Gangguan presepsi 1. Mengevaluasi cara


21/03/2019 sensori : Halusinasi menghardik S:
17.30 pendengaran 2. Melatih pasien - Pasien mengatakan
mengendalikan masih sering
halusinasinya dengan mendengar suara-
bercakap- cakap suara bisikan
dengan orang lain - Pasien mengatakan
3. membimbing pasien sudah berkenalan
memasukan dalam dengan teman-teman
jadwal kegiatan harian diruangan

O:
- Pasien mulai
mempertahankan
kontak mata
- Pasien mampu
mempraktekan cara
menghardik
- Pasien berkenalan
dengan pasien lain
diruangan

A:
- Pasien mampu
mempraktekan cara
menghardik
- Pasien mampu
berkenalan dengan
teman-teman

P:
1. Evaluasi jadwal
kegiatan harian
pasien
2. Latih pasien
mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
aktivitas fisik sesuai
kemampuan
3. Menganjurkan pasien
memasukan ke dalam
jadwal harian
3 Kamis, Gangguan presepsi 1. Mengevaluasi jadwal
22/03/2019 sensori : Halusinasi kegiatan harian pasien S:
17.45 pendengaran 2. Melatih pasien 1. Pasien mengatakan
mengontrol halusinasi masih sering
dengan cara mendengar suara-
melakukan aktivitas suara bisikan
fisik sesuai 2. pasien mengatakan
kemampuan sudah mulai
(merapikan tempat mengontrol
tidur) halusinasi dengan
3. Menganjurkan pasien cara yang diajarkan
memasukan ke dalam
jadwal harian

O:
- Pasien
mempertahankan
kontak mata
- Pasien melakukan
cara mengontrol
halusinasi yang
diajarkan

A:
Pasien mampu
melakukan aktivitas fisik
yang sesuai

P:
1. Evaluasi jadwal
kegiatan harian
pasien
2. Lanjut SP 4
4. Jumat, Gangguan presepsi 1. Mengevaluasi cara S:
23/03/2019 sensori : Halusinasi kontrol halusinasi yang - Pasien mengatakan
pendengaran telah diajarkan sudah melakukan
2. mengajarkan pada cara kontrol
pasien tentang cara halusinasi yang
minum obat (5 benar) diajarkan
Menganjurkan pasien - Pasien mengatakan
memasukan ke dalam minum obat tiap pagi,
jadwal harian siang dan sore
3. Menganjurkan pada
pasien untuk
O:
memasukan dalam - Pasien
jadwal kegiatan harian mempertahankan
kontak mata
- Pasien melakukan
cara mengontrol
halusinasi yang
diajarkan
- Pasien minum obat
pagi, siang, dan sore

A:
- Pasien mampu
mengingat dan
menyebutkan
kembali cara kontrol
halusinasi yang sudah
diajarkan

P:
1. Mengevaluasi pasien
dalam mengontrol
halusinasi
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari didapatkan bahwa klien (Tn. S.T) berusia 40 tahun
dengan diagnose Medis Skozofrenia dengan Masalah utama gangguan sensori: persepsi halusinasi
pendengaran. pasien merasa sedih dan kacau, pasien perna mengalami putus cinta dan sering
menyendiri dirumah di saat terjadinya keterpurukan sehingga timbul gangguan sensori persepsi
halusinasi. Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan lelaki atau kadang-kadang juragan
yang menyuruh ia makan, sehingga ia harus mengikutinya. Suara tersebut didengar jika sendiri
dan melamun.

Selama proses keperawatan berlangsung terdapat pengalaman baru yang perlu dibahas yaitu :

A. Pengkajian
Dari hasil penjabaran kasus diatas, dapat diketahui bahwa core problem kasus
adalah perubahan sensori persepsi halusinasi. Jenis halusinasi yang dialami oleh pasien
adalah halusinasi auditori. Hal ini ditandai dengan klien mendengar bisikan bisikan lelaki
atau kadang-kadang juragan yang menyuruhnya makan, pasien kadang berbicara sendiri
dan tersenyum sendiri. Saat mendengar suara tersebut pasien hanya diam saja sampai
akhirnya pasien merasa jengkel dan marah-marah dirumah. Pasien sudah mengalami
gangguan jiwa selama 15 tahun pasien sempat dibawa keluarga ke pengobatan alternative
(dukun), namun tidak pernah di kontrol ke rumah sakit. Pasien antar ke RS jiwa dr.
Marzoeki Mahdi tanggal 18 Maret 2019. Pada saat pengkajian pasien mengatakan bahwa
yang mengantarnya adalah tukang soto namun setelah dilihat di rekam medis yang
mengantar pasien adalah adik kandung pasien. Menurut Yosep (2011) faktor predisposisi
terjadinya perubahan sensori persepsi Halusinasi pendengaran adalah Faktor pengembangan
(adanya hambatan dalam tugas perkembangan dan adanya gangguan dalam hubungan
interpersonal), factor sosiokultural (pengasingan dari lingkungan yang mengakibatkan
seorang jadi merasa kesepian), faktor biokimia (stress yang berlebihan akan
mengakibatkan tubuh mengeluarkan zat yang bersifat halusigenik seperti bufenon), faktor
psikologis (ketidakharmonisan hubungan interpersonal).
Dalam kasus diketahui bahwa faktor predisposisi pasien adalah karena adanya
hambatan dalam tugas perkembangan pasien kurangnya mengontrol emosi akibat kejadian
atau pengelaman yang tidak mengenakan dan mekanisme koping keluarga yang kurang dan
keharmonisan keluarga menyebabkan pasien mudah frustasi dan merasa kesepian. Selain itu
keadaan lingkungan yang tidak mendukung (faktor psikologis dan sosiokultural) pasien yang telah
mengalami gangguan jiwa selama 15 tahun dan tidak pernah dikontrol kerumah sakit hanya
menggunakan pengobatan alternative. Faktor presipitasi yang terjadi pada klien adalah perasaan
cemas akan keadaan penyakitnya sehingga menimbulkan marah-marah tidak jelas, mondar-
mandir tidak jelas, berbicara sendiri . pasien tinggal bersama dengan orangtunya namun selama 15
tahun pasien dibiarkan dirumah saja sehingga tidak ada penanganan lebih lanjut dan dibawah
kerumah sakit pada tahun ini. Sehinga pasien mengalami halusinasi pendengaran yang berisi
perintah dari laki-laki dan juragan yang selalu memaksa Hal ini sejalan menurut yosep (2011)
bahwa dimensi emosional merupakan salah satu faktor presiptasi terjadinya halusinasi
pendengaran. Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjdi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Selama proses pengkajian, kelompok belajar cara bagaimana cara membina hubngan
saling percaya dengan klien yang akan dikaji. Membina hubungan saling percaya tidaklah mudah.
Membina hubungan saling percaya lebih baik dilakukan dengan menggunakan sikap dan
komnikasi terapeutik.komunikasi yang tidak terapeutik justru akan membuat ODGJ merasa tidak
dihargai dan merasa ditolak. Komunikasi melalui sikap, perkataan, ekspresi wajah sangat mudah
untk dinilai. Apabila kita tidak menggunakan komunikasi yang tidak terapeutik pada ODGJ dapat
beresiko terkena amarah atau pukulan dari pasien, bahkan pasien tidak akan mau berbincang-
bincang dengan kita.
B. Diagnose Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang ditemukan pada pasien berfokus pada gangguan sensori
persepsi:Halusinasi pendengara diagnose Keperawatan yang muncul pada klien:
1. Gangguan sensori persepsi Halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan
4. Harga diri rendah
5. Deficit perawatan diri
6. Mekanisme koping keluarga tidak efektif
C. Perencanaan

D. Evaluasi
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan
menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik
keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir
yang logis, ilmiah, sistematis, dan memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat
pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan
keperawatan yang baik khususnya pada klien halusinasi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
7. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian teoritis maupun
penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian.
8. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
9. Dalam tindakan pelaksanaan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat
dilaksanakan walaupun belum optimal.
10. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien tidak
teratasi semua sesuai dengan masalah klien
B. Masalah
1. Hendaknya mahasiswa dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari protap
dengan baik dan benar yang diperoleh selama pendidikan baik diakademik maupun
lapangan praktek.
2. Keluarga agar selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan gangguan
persepsi sensori:halusinasi pendengaran
3. Meningkatkan peralatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat meningkatkan
proses penyembuhan klien
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Devit Rahmatika Rahayu. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Halusinasi
Pendengaran. Purwokerto.

http://repository.ump.ac.id/983/3/DEVIT%20RAHMATIKA%20RAHAYU%20BAB%20II.pdf
Diakses pada 25 Maret 2019 jam 21.00.

Iyus, Yosep. (2011). Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama

Keliat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC

Stuart, G. W. (2013). Psyciatric Nursing. (Edisi 10). Jakarta: EGC

S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Videbeck, Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai