Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

(HALUSINASI)

Dosen Pembimbing :

Dhita Kurnia Sari S.Kep.,Ns.

Disusun oleh:

Kelompok 4 (IPN 4A)

1. Adriano (1711B000)
2. Arda Elfista (1711B000)
3. Ahmad Ibnu Amarullah (1711B000)
4. Cici Bagawanti (1711B0013)
5. Frita Ratu Kencana (1711B0023)
6. Heri Herdian (1711B00)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKes SURYA MITRA HUSADA KEDIRI

KEDIRI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya makalah dengan judul “KEPERAWATAN JIWA
(HALUSINASI). Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II dan juga membantu mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman pembaca terhadap halusinasi.

Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga
dapat membantu pembaca dalam mengerti makalah ini. Dalam menyusun
makalah ini, kami banyak memerlukan bantuan bimbingan dari berbagai pihak,
untuk itu kesempatan ini kami mengucapkan terima terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing Ibu Dhita Kurnia Sari S.Kep.,Ns.

2. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dan juga yang telah memberi
masukan- masukan dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini dapat ditemukan informasi yang berguna untuk tahu
dan menambah wawasan pembaca tentang haluinasi. Makalah ini jauh dari kata
sempurna, Maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun.

Kediri, 21 Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL .........................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang………………………………………………………...
B. Tujuan ………………………………………………………………..
C. Manfaat……………………………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .........................................................

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………

A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO,
kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita


gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan
kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita
gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009
menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang
mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa
Tengah mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data
kunjungan rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari
- April 2013 didapat 785 orang.

Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka


kejadian 44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati
urutan kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173
orang, pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga
dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien,
pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka
kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan
waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai definisi halusinasi
2. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai
3. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai
4. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai
5. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai
6.

Manfaat
1.Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis
makalah dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih
mengerti tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Halusinasi


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi
atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata ada oleh klien.

2.1.1. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-
faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

2.1.2. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis  Kadang-  Waham
 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa

2.1.3 Jenis Halusinasi


Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart dan Sundeen 1998 adalah :

1) Halusinasi pendengaran atau auditori


Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara
dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara
mengenai klien, klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-
kadang melakukan hal yang berbahaya.
2) Halusinasi penglihatan atau visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometris, gambar kartun dan panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
3) Halusinasi Penciuman atau olfaktori
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang
menjijikan seperti darah, urine atau feses. Halusinasi penciuman khususnya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.
4) Halusinasi Pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan seperti darah, urine dan feses.
5) Halusinasi peraba atau tartil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulasi yang terlihat . merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

2.1.4 Tanda Gejala


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998)
dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.
Perabaan Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

2.1.4. Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
menjijikkan Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan
keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling
percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.
Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan
pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang
dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu
perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien.
Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan
aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya.
Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun
pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi
perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya
adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih
bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi
halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien
mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk
mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara
tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara
yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan cara-cara
baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara
yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun
(2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Seorang pasien berumur 25 tahun yang berstatus belum menikah bernama
Ny. A dibawa kerumah sakit dengan keadaan ngomong sendiri mengatakan ia
seorang putri yang paling cantik didunia yang akan menikan dengan seorang
pangeran. Ibu pasien mengatakan Ny. A seperti ini karena jelang h-2 pernikahan
sang suami meninggal karena pernikahan. Seminggu setelah kejadian itu Ny.A
Menangis, mengurung diri, bicara sendiri dan susah diajak untuk komunikasi. Ny.
A juga tidak mau makan, makan hanya 2 sendok tubuhnya kurus, turgor kulit
kuring dan konjungtiva anemis. Ny. A juga sering menolak saat akan disuapi ibu
juga mengatakan bahwa bahwa kondisi Ny. A semakin hari semakin
menghawatirkan bahkan Ny. A juga kadang- kadang mencoba bunuh diri.
Keadaan Ny. A semakin parah karena ia juga dijauhi oleh teman-teman sebayanya
dan lingkungan sekitarnya yang membuat ia tidak mau keluar rumah dan tidak
mau diajak bicara oleh siapapun. Ibu juga ngatakan bahwa Ny. A tidak mau diajak
mandi, bahkan hanya untuk berganti pakaian pun ia juga tidak mau karena ia
sudah mengaanggap dirinya seorang putri yang paling cantik, padahal tubuh Ny.
A sudah tampak kotor dan tidak terawat. Saat dirumah Ny. A sangat sulit untuk
tidur, tidur hanaya 3 jam per hari yang membuat kondisi tubunya semakin hari
semakin menurun, dan juga membuat matanya menjadi sembab.
4.1.1. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah

1. Ds: Risiko bunuh diri

-Ibu pasien mengatakan


kondisi Ny. A semakin hari
semakin mengkhawatirkan
bahkan kadang-kadang
mencoba untuk bunuh diri.

Do:

-Emosi pasien tampak tidak


terkontrol.

2. Ds: Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
-Ibu pasien mengatakan bahwa
kebutuhan tubuh
Ny.A tidak mau makan, makan
hanya 2 sendok, selalu menolak
saat akan disuapi.

Do:

-Tubuh pasien terlihat kurus

- Turgor kulit kering

-Kongjungtiva anemis

3. Ds: Stres berlebihan

Do:

- Pasien tampak ngomong


sendiri
- Sulit saat diajak komunikasi
4. Ds: Ganggu pola tidur

-Ibu mengatakan Ny. A sulit untuk


tidur, tidur hanya 3 jam /hari.

Do:
- Mata tampak sembab.

5 Ds: - Defisit perawatan


diri : mandi
- Ibu mengatakan Ny. A tidak
mau diajak mandi

Do :

- Tubuh pasien tampak terlihat


kotor dan tidak terawat.

Ds :

- Ibu mengatakan bahwa untuk


berganti pakaianpun ia tidak
mau Defisit perawatan
diri: berpakaian

Do

- pasien tampak tidak terawat

6. Ds: Hambatan
komunikasi verbal
-Ibu mengatakan seminggu
setelah kejadian tersebut Ny. A
menjadi semakin sering
menangis, mengurung diri, dan
susah untuk diajak komunikasi.

Do:

7. Ds: Isolasi sosial

-Ibu mengatakan kedaan Ny.


semakin parah karen ia dijauhi
oleh teman-teman sebayanya dan
lingkungan sekitarnya yang
membuat Ny.A semakin puruk

4.1.5. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan psikiatris
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurangan dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan psikososial
3. Stres berlebihan berhubungan dengan stesor
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan.
5. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan ansietas,defisit perawatan
diri: berpakaian berhubungan dengan ansietas.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan konsep diri.
7. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kesehatan.
INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Keperawatan
(NIC)
(NOC)

1. Nyeri akut b/d


agen cedera
biologis

2. Hambatan Eliminasi urine Manajemen cairan


eliminasi urine b/d terkontrol
− Timbang BB setiap hari
obstruksi anatomik − Jaga intake yang akurat dan catat
Setelah dilakukan
output
asuhan keperawatan − Masukan kateter urine monitor
selama ……..x 24 jam status hidrasi
: − Monitor TTV
Monitor cairan

− Monitor membran mukosa, turgor


− Berkemih lebih dari kulit dan respon haus
150cc setiap kali − Konsultasikan ke dokter
Bak. pengeluaran urin kurang dari 0,5
− Eliminasi urine ml/kg/jam atau asupan cairan orang
tidak terganggu : dewasa kurang dari 2000 dalam 24
bau, jumlah , warna jam
urine dalam rentang Manajemen pengobatan
yang diharapkan,
tidak ada hematuri,
disuria;

3. Defisien cairan b/d Kekurangan cairan Moniitor TTV


kekurangan asupan teratasi
− Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
cairan dan status pernapasan dengan tepat
− Identifikasi kemungkinan penyenab
perubahan TTV
Setelah dilakukan
Manajemen cairan
asuhan keperawatan
.. x 24 jam : − Monitor wama, jumlah dan
frekuensikehilangan cairandalam 24
jam
− Monitor status hidrasi : kelembaban
- Urine output (0,5-1 membran mukosa, nadi, suhu,
cc/kg BB/24 jam) respirasi dan tekanan darah
- Tidak ada tanda- Manajemen elektrolit dan asam
tanda dehidrasi : basa
elastisitas kulit baik,
membran mukosa − Monitor hasil lab : Hb,Hct,
lembab, Trombosit BUN, Albumin, Protein
- TTV dalam batas total dan BJ urine
normal − Kolaborasi pemeriksaan elektrolit :
Na,C1, Ca, K dan Mg.
BAB 4
KESIMPULAN dan SARAN

3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2016.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan
Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.

Anda mungkin juga menyukai