Anda di halaman 1dari 27

Mini Project Program Internship Dokter Indonesia

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN


ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DI KELURAHAN KRANGGAN
WILAYAH UPTD PUSKESMAS GALUR II

Disusun oleh : dr. Nurul Hidayah

Pembimbing : dr. Niken Sudarningtyas

UPTD PUSKESMAS GALUR II

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KULON PROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN MINI PROJECT

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN


ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DI KELURAHAN KRANGGAN
WILAYAH UPTD PUSKESMAS GALUR II

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Program Internship Dokter Indonesia

Disusun oleh :

dr. Nurul Hidayah

SIP : 503/1.070/VIII/2020

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pendamping Dokter Internship

Kepala UPTD Puskesmas Galur II

dr. Niken Sudarningtyas

NIP :197605222007012005
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan menerapkan standar pelayanan minimal di bidang
kesehatan yang disebut sebagai SPM kesehatan. Pada Permenkes No 4
Tahun 2019 tentang Standar Tehnis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada
Standard Pelayanan Minimal Bidang kesehatan dijelaskan bahwa salah satu
jenis pelayanan dasar SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat.
Kementerian kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan
kesehatan melalui program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS-PK) dengan menetapkan 12 indikator yang tertuang dalam Permenkes
No 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan PIS-PK. Penderita
gangguan jiwa berat mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
merupakan indikator ke 8 dari 12 indikator.
Menurut data Riskesdas tahun 2018, prevalensi rumah tangga dengan
anggota rumah tangga gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis naik dari
1,7% menjadi 7%. Prevalensi tertinggi DI Yogyakarta 10,4 per 1.000
rumah tangga yang mempunyai ART mengidap skizofrenia/psikosis. Kulon
Progo menunjukan data tertinggi DIY yaitu sebesar 19,37% dari 4,47% data
Riskesdas2013.
Skizofrenia merupakan masalah global yang menjadi perhatian seluruh
dunia.World Health Organization (WHO, 2013) memperkirakan ada sekitar
450 jutaorang didunia yang mengalami gangguan jiwa, sedangkan National
Institute ofMental Health NIMH) menyatakan gangguan jiwa mencapai 13%
dari penyakitsecara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi
25% di tahun 2030. Prevalensi gangguan jiwa berat dengan penduduk yang
mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0%
(37.728 orang dari subyek yang dianalisis).
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama akan
menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian target-target Standar
Pelayananan Minimal melalui deteksi dini gangguan mental emosional,
melakukan diagnosis terduga ODGJ Berat, melakukan penatalaksaaan
medis dan pelaksanaan kunjungan rumah. Kegiatan kunjungan rumah
meliputi pemberian konseling informasi edukasi (KIE) kesehatan jiwa,
Perawatan diri, minum obat sesuai anjuran, kegiatan rumah tangga dan
aktivitas bekerja sederhana. Orang-orang dengan gangguan jiwa berat
biasanya disertai dengan gangguan dalam masalah perawatan diri, tingkat
kemandirian, kepatuhan minum obat, serta rawatan untuk masalah
kesehatan sehari-harinya.
Perbaikan mutu layanan mutlak perlu dilakukan baik yang ditujukan
langsung bagi orang dengan gangguan jiwa dalam hal peningkatan kapasitas
untuk lebih mampu dan mandiri melakukan perawatan diri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dukungan keluarga terhadap tingkat kemandirian ODGJ
dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari?
2. Bagaimana dukungan keluarga terhadap tingkat kemandirian ODGJ
dalam terapi minum obat rutin.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat kemandirian penderita ODGJ dalam perawatan diri
dan aktivitas sehari-hari di Kelurahan Kranggan wilayah UPTD
Puskesmas Galur II.
2. Mengetahui tingkat kemandirian penderita ODGJ dalam terapi minum
obat rutin di Kelurahan Kranggan wilayah UPTD Puskesmas Galur II.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Jiwa
Kesehatan merupakan keadaan sejahteradari badan, jiwa dan sosial
yangmemungkinkan seseorang hidup produktifbaik secara sosial maupun
ekonomi(Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).Kesehatan
dapat menjadi investasi dalammeningkatkan kualitas sumber dayamanusia
sehingga kesehatan memberikanmakna bahwa kesehatan harus dilihatsecara
keseluruhan dimana kesehatan jiwamenjadi salah satu bagian yang sangatpenting
dalam hal tersebut.Kesehatan jiwa adalah sehatsecara fisik, mental, spiritual dan
sosial sehingga bisa menyadarikemampuan sendiri, mengatasi tekanan,produktif,
dan memberikankontribusi untuk komunitasnya (UU Nomor18 Tahun
2014tentang Kesehatan Jiwa).
Selain itu, kesehatan jiwa bisa dikatakan sebagaisuatu kondisi sehat baik
emosional,psikologis dan juga social yangditunjukkan dalam hubungan
interpersonalyang memuaskan antara individu denganindividu lainnya, memiliki
koping yangefektif, konsep diri positif dan emosi yangstabil (Videbeck, 2010).
Tidakberkembangnya koping individu secarabaik dapat menyebabkan
terjadinyagangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakansekumpulan keadaan-
keadaan yang tidaknormal, baik yang berhubungan denganfisik maupun dengan
mental.
Orang yang mengalami gangguan pada kesehatanjiwanya dibagi menjadi dua
yaitu Orang DenganMasalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang DenganGangguan
Jiwa (ODGJ). ODMK adalah orang yang risikomengalami gangguan jiwa.
Sedangkan ODGJadalah orang yang mengalami gangguan dalampikiran, perilaku,
dan perasaan yang menimbulkanhambatan dalam menjalankanfungsi orang
sebagai manusia.
Banyak metode yang dapat dilakukandalam menangani pasien gangguan
jiwayaitu dengan pemberian psikofarmaka danpenanganan secara psikologis baik
yangdilakukan dokter maupun perawat melaluipemberian terapi. Selain unsur
dokter danperawat, keluarga juga sangat berperandalam proses penyembuhan
gangguan jiwapada pasien. Peran serta keluarga dalampenanganan pasien
gangguan jiwa menjadipenting dimana individu memulaihubungan
interpersonalnya didalamlingkungan keluarga. Keluarga jugamembantu individu
dalam belajarmengembangkan nilai, keyakinan, sikapserta perilaku sehingga
individu siapberperan didalam masyarakat.
B. Skizofrenia
a. Pengertian
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia terdiri dari kata skizo artinya terpecah-
belah atau bercabang dan fren artinya jiwa. Jadi Skizofrenia adalah jiwa yang
terpecah-belah, adanya keretakan atau ketidakharmonisan antara proses berpikir,
perbuatan, dan perasaan (Maramis et al., 2009).
Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, progresif
dancenderung memburuk yang melibatkan banyak faktor dalam kehidupan serta
masalahekonomi. Diperkirakan angka kejadian melibatkan sekitar 1% penduduk
dunia, di manapenyakit ini muncul di awal usia 20 tahun, serta memberi akibat
yang buruk (Buchanan &Carpenter, 2005).
b. Tanda dan Gejala

Menurut Maramis et al. (2009), gejala psikotik ditandai dengan


ketidaknormalan bentuk dan isi pikir, persepsi, dan emosi serta perilaku. Berikut
gejala yang bisa diamati pada penderita skizofrenia.
1. Penampilan dan Perilaku Umum
Tidak ada yang khas pada skizofrenia, bahkan bisa berpenampilan
dan berperilaku seperti orang normal.Pasien skizofrenia kronis cenderung
menelantarkanpenampilannyakerapian dan kebersihan diri juga
terabaikan.mereka juga menarik diri secara sosial.
2. Gangguan Pembicaraan
Misalnya kalimat yang dibicarakan tidak saling berhubungan,
kadang satu ide belum selesai sudah lompat di ide yang lain atau bisa
terjadi pemindahan maksud, seperti mengatakan “tani”, tetapi yang
dimaksud “sawah”. Selain itu, mereka sering menggunakan kata simbolik,
seperti “merah” jika yang dimaksud “berani” atau akhiran bunyi yang
sama, seperti saya di pagi hari melihat matahari lalu saya lari.
3. Gangguan Perilaku
Misalnya penderita diam dan membentuk postur tertentu, tidak
mau digerakkan, tidak mau makan minum, tidak mau berbicara, dan tidak
merespon (disebut stupor) atau penderita mengamuk (disebut gaduh-
gelisah).Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi dipertahankan untuk
waktu yang lama.
Stereotipi dan mannerisme, yaitu melakukan perbuatan atau mimik
wajah yang berulang-ulang.Misalnya mencabuti rambut sendiri berulang-
ulang.Negativisme : melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
perintah, sedangkan otomatisme komando : melakukan apapun yang
diperintahkan. Mungkin juga penderita meniru kata-kata atau perbuatan
yang kita lakukan.
4. Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga
dan masa depannya. Selain itu, bisa terjadi apa yang seharusnya
menimbulkan perasaan gembira, pada penderita timbul rasa sedih (disebut
parathimi). Penderita merasa senang dan gembira, tetapi penderita
menangis (disebut paramimi).
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak sesuai, misalnya
sehabis membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya seperti tertawa.
4. Gangguan Persepsi
Pada skizofrenia biasanya sering merasakan halusinasi
pendengaran, misalnya mendengar suara orang, benda, atau siulan yang
sebenarnya tidak ada.
5. Gangguan Pikiran
Waham adalah sesuatu yang salah dan sangat diyakini benar oleh
penderita gangguan jiwa dan diyakini tidak bisa diubah oleh apapun. Pada
skizofrenia biasanya mempunyai waham yang aneh dan tidak logis sama
sekali. Waham mempunyai dua jenis, yaitu waham primer dan
sekunder.Waham primer timbul secara tidak logis dan tanpa penyebab
apa-apa dari luar. Misalnya penderita berkeyakinan dunia akan segera
kiamat karena dia melihat anjing yang mengangkat satu kakinya saat
kencing. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya, misal dia
berkeyakinan bahwa dirinya adalah raja Mesir Kuno.
c. Jenis - Jenis Skizofrenia
Menurut Maramis et al. (2009), jenis-jenis skizofrenia adalah sebagai
berikut
1. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia jenis ini mempunyai perjalanan penyakit yang
cenderung konstan jika dibandingkan dengan skizofrenia jenis
lainnya.Gejala yang paling mencolok adalah waham primer, disertai
waham sekunder dan halusinasi.Selain itu, ada gejala lain juga, seperti
gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi, dan kemauan.
Skizofrenia paranoid sering dimulai pada usia di atas 30 tahun.
Kepribadian penderita sebelum sakit biasanya tipe skizoid. Mereka mudah
tersinggung, suka menyendiri, agak sombong, dan kurang percaya pada
orang lain.
Contoh gejala yang dirasakan pasien adalah seolah-olah selalu
dikejar-kejar orang dan ingin dibunuh.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Permulaan penyakitnya perlahan-lahan dan sering timbul pada
masa remaja atau usia 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan, dan adanya depersonalisasi
atau berkepribadian ganda. Selain itu, bisa muncul gangguan neologisme
(Bahasa ciptaan sendiri yang hanya dia saja yang paham), mannerisme
(melakukan tindakan berulang-ulang), atau perilaku kekanak-
kanakan.Waham dan halusinasi banyak sekali.
Misal gejalanya, seseorang yang mengumpulkan barang-barang di
gerobak dan dijaga baik-baik dan dia berpikir sedang “merencanakan
sesuatu yang menggemparkan.”Selain itu, misal seseorang yang sering
berbicara sendiri dan tertawa cekikikan sendirian.
3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15-30 tahun dan biasanya
didahului stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik. Stupor katatonik adalah penderita tidak menunjukkan
perhatian sama sekali terhadap lingkungannya. Emosi sangat dangkal.
Gejala yang penting adalah sebagai berikut
1) Tidak mau berbicara sama sekali (mutisme)
2) Muka topeng/tanpa ekspresi
3) Stupor atau penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,
beberapa hari bahkan sampai beberapa bulan
4) Bila diganti posisi penderita menolak (negativisme)
5) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di mulut dan
meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
6) Terdapat grimas atau katalepsi

Secara tiba-tiba penderita bisa keluar dari keadaan stupor dan mulai
bergerak dan berbicara.Gaduh-gelisah katatonik adalah aktivitas fisik yang
berlebihan, tetapi tidak disertai emosi yang sesuai dan tidak dipengaruhi oleh
rangsangan dari luar.
Penderita bisa terus bebicara atau bergerak saja.Ia tidak dapat tidur, tidak
makan dan tidak minum sehingga bisa kekurangan cairan/dehidrasi dan
kadang-kadang bisa menimbulkan kematian (kehabisan tenaga dan penyakit
organ dalam).
4. Skizofrenia Simpleks
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utamanya
adalah kedangkalan emosi atau kemunduran kemauan.Waham dan
halusinasi jarang ditemui.Jenis ini timbul sangat perlahan-lahan.Pada
tahap awal penderita mungkin mulai tidak memperhatikan keluarganya
atau mulai menarik diri dari pergaulan.Semakin lama dia makin mundur
dari pekerjaannya atau pelajarannya dan akhirnya menjadi
pengangguran.Bila tidak ada yang menolongnya bisa menjadi pengemis,
pelacur atau “penjahat”.
5. Skizofrenia Residual
Jenis ini adalah keadaan yang kronis dari skizofrenia dengan
riwayat minimal satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol.Gejala negatif
terdiri dari kelambatan gerak, penurunan aktivitas, perasaan yang tumpul,
pasif dan tidak ada inisiatif, jarang berbicara, ekspresi nonverbal
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
d. Terapi Keluarga

Terapi keluarga (family therapy) membantu suatu keluarga untuk


salingmengerti, saling membantu satu dengan yang lain dalam menghadapi
suatu masalah ataupenyakit. Banyak penelitian menunjukkan pendekatan ini
dapat mengurangi angkakekambuhan, memperbaiki hasil akhir penyembuhan
serta kualitas hidup pasienskizofrenia.
Dasar terapi ini adalah dukungan keluarga dalam menghadapi
pasienskizofrenia. Termasuk dukungan emosional, pengetahuan tentang
skizofrenia sertabantuan dalam menghadapi masalah. Pendekatan ini
melibatkan pasien dengan sedikitnya satu anggota keluarga,pasangan hidup,
saudara atau orang tua sehingga komunikasi antar pasien dan
keluargadiharapkan menjadi lebih baik, ekspresi emosi diharapkan lebih
rendah, bersama-samasaling mendukung dalam menghadapi dan
memecahkan suatu masalah serta keluargadapat mengenal secara dini gejala
kekambuhan pasien (Miklowitz et al.,2007).
Menurut Nurbani (2009), psikoedukasi keluarga dapat digunakansebagai
terapi yang dilakukan untukmengatasi masalah psikososial di masyarakat.
Terapi bagi penderitagangguan jiwa bukan hanya pemberianobat dan
rehabilitasi medis, namundiperlukan peran keluarga dan masyarakat untuk
sosialisasi ulang dan pencegahankekambuhan.
Dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk kemandirian ODGJ
karena dengan adanya dukungan dari keluarga, ODGJakan merasa
dipedulikan sehingga menjadi jiwa lebih percaya diri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dan psikologinya akan tertanam lebih baik. Dukungan
keluarga seperti kebiasaan keluarga melibatkan ODGJ dalam kegiatan rutin
harian dirumah, kebiasaan keluarga melibatkan ODGJ dalam
mengembangkan hubungan sosial, dan kebiasaan keluarga melibatkan ODGJ
dalam pengelolaan lingkungan yang ada disekitar ODGJ. Faktor yang
mempengaruhi tingkat kemandirian ODGJ terdapat dua faktor, yaitu faktor
internal: kondisi fisiologis dan kondisi psikologis sedangkan faktor eksternal
tediri dari: pola asuh, rasa cinta dan kasih, pengalaman dalam kehidupan, dan
lingkungan keluarga (dukungan keluarga).

C. Tingkat Kemandirianpada Orang dengan Gangguan Jiwa


Tingkat kemandirian pasien dengan gangguan jiwa berat, skizofrenia
misalnya, tergantung dari level kognitif pasien yaitu mulai dari tidak didapatkan
gangguan, gangguan kognitif ringan sampai gangguan kognitif berat. Mandiri
dapat bermakna bisa melakukan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan
diri sendiri dengan sadar dan tanpa campur tangan orang lain serta berpikir
tentang risiko yang dihadapi setiap melakukan sesuatu, juga bisa berarti
memahami mana yang salah dan mana yang benar tanpa pengaruh dari orang lain.
Kemandirian aktivitas seseorang akan sangat mempengaruhi kualitas
fungsisosialnya sehingga kemandirian harus dijaga dan dipertahankan.
Gangguan jiwa merupakan salah satu penyakit yang
mempunyaikecenderungan untuk menjadi kronis. Penderita gangguan jiwa
terutama gangguan jiwa berat, sering dijumpai adanya penurunan fungsi
(disabilitas) di bidang pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri
yaitu tidak peduli atau merasa enggan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
(Activity of Daily Living). Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan
Activities Daily Living adalah kondisifisikmisalnya penyakit menahun,
gangguan mata dan telinga, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan
depresi, penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh, dan dukungan anggota
keluarga.
Sebagai akibat dari penurunan fungsi-fungsi tersebut, maka penderitanya
cenderung menggantungkan sebagian aspek kehidupannya pada pihak lain, seperti
keluarga atau pihak lainnya yang memilikikepedulian terhadapnya. Derajat
disabilitas seorang penderita sangatbergantung pada jumlah dan durasi episode
penyaikitnya. Semakin seringterjadi kekambuhan dan atau semakin lama durasi
episode penyakit seorang penderita, maka akan semakin besar disabilitas yang
dialaminya.Di Indonesia ada beberapa instrumen untuk menilaitingkat
kemandirian dalam aktivitas sehari-hari yang bisa diterapkan pada pasien
stroke,gangguan jiwa maupun pada lansia. Di antaranya indeks Barthel,indeks
Katz dan Functional Independence Measure (FIM).
Kuesioner kemandirian ini menggunakan metode (Indeks Kemandirian Katz )
untuk mengukur tingkat kemandirian fungsionaldalam hal perawatan diri. IK
digunakan karena dapat memeriksa status fungsional, dan mengevaluasi
ketidakmampuan pasien terhadap perawatan diri pasien, IK
dapatdipercayadantelahdivalidasi.Validasi ini merupakan alat ukur yang hampir
mencapai 90%.IK terdiri dari 6 item pertanyaan yaitu kemampuanmengontrol
buang air besar dan buang air kecil, membersihkan diri, berpindah dari tempat
tidur ke kursi, berpakaian dan mandi.Indeks Katz merupakan skala yang bisa
diambil dari keseharian penderita, pengamatan langsung atau bertanya kepada
keluarga penderita. Skala untuk masing-masing item kemudian diberi tanda ( √ )
pada point yang sesuai kondisi pasien.
Analisis Hasil :

NilaiA :Kemandiriandalamhalmakan, kontinen(BAK/BAB),berpindah,


kekamar kecil, mandi danberpakaian.

NilaiB :Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
NilaiC :Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan

NilaiD : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan


satu fungsitambahan

NilaiE : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke


kamar kecil, dan satu fungsitambahan.

NilaiF : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke


kamar kecil, berpindah dan satu fungsitambahan

NilaiG :Ketergantunganpadakeenamfungsitersebut
Tabel.Instrumen ADL

Instrumen Deskripsi & Jenis Kehandalan Waktu Penilaian


Skala , Kesahihan &Pelaksanaa
& n
Sensitivitas
Indeks Skala ordinal Sangat <10 Skala ADL
Barthel dengan skor 0 handal & menit,sangat yang sudah
(total dependent) sangat sahih, sesuai untuk diterima
sampai 100 (total dan cukup skrining, secara luas,
independent) terdiri sensitif penilaian kehandalan
dari 10 item: formal, dan
makan,mandi, pemantauan kesahihan
berhias, berpakaian, & sangat baik
kontrol kandung pemeliharaan
kencing, dan terapi
kontrol anus,
toiletting, transfer
kursi/tempat tidur,
mobilitas dannaik
tangga
Indeks Penilaian dikotomi Kehandalan < 10 menit, Skala ADL
Katz dengan urutan & kesahihan sangat sesuai yang sudah
dependensi yang cukup; untuk diterima
hierarkis: mandi, kisaran ADL skrining, secara luas,
berpakaian, sangat penilaian kehandalan
toiletting, transfer, terbatas (6 formal, dan kesahihan
kontinensi, dan item) pemantauan cukup,
makan. Penilaian & menilai
dari A (mandiri pemeliharaan keterampilan
pada keenam item) terapi dasar, tetapi
sampai G tidak menilai
(dependent pada berjalan &
keenam item) naik tangga
FIM Skala ordinal Kehandalan < 20 menit, Skala ADL
(Functional dengan 18 item, 7 & kesahihan sangat sesuai yang sudah
Independen level dengan skor baik, sensitif untuk diterima
ce berkisar antara 18- dan dapat skrining, secara luas.
Measure) 126; area yang mendeteksi penilaian Pelatihan
dievaluasi; perubahan formal, untuk petugas
perawatan diri, kecil dengan pemantauan pengisi lebih
kontrol stingfer, 7 level & lama karena
transfer, lokomosi, pemeliharaan item banyak
komunikasi, dan terapi serta
kognitif sosial evaluasi
program
BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam penanganan kesehatan jiwa di UPTD Puskesmas Galur II, programyang


dilaksanakan ini melibatkan peran dari keluarga, kader juga petugas kesehatan.Keluarga
akan dibekali dengan lembaran yang berisi Tabel Kepatuhan Obatuntuk membantu
keluarga dalam memonitor pasien ODGJ minum obat setiap harinya dan diminta untuk
mengisi kuesioner mengenai kemandirian pasien ODGJkader diminta untuk mendampingi
pasien ODGJ dalam pelaksanaan
A. Tabel Kepatuhan Obat
Bagian utama Lembar kepatuhan obat adalah tabel kepatuhan obat harian.
Tabel ini diisi setiap kali pasien selesai menelan obat dan harus dipastikan obat
benar benar tertelan. Pengisian dilakukan setiap hari. Di bagian bawah table
kepatuhan obat terdapat kotak yang berisi catatan penting yang dapat diisi dengan
berbagai masalah yang ditemui seperti penyebab pemantauan menelan obat tidak
bisa terlaksana. Hal ini bertujuan untuk melakukan evaluasi penyebab
ketidakpatuhan dalam minum obat sehingga bisa dicarikan jalan keluar untuk
antisipasi berikutnya. Setiap pasien datang ke Puskesmas untuk kontrol mengambil
obat rutin, keluarga diwajibkan membawa lembaran kepatuhan minum obat yang
tersisi di rumah. Hal ini dilakukan untuk dapat mengevaluasi pengisian tabel
kepatuhan obat dan kesesuaian pengisian dengan obat yang tersisa.
B. Kuesioner Kemandirian ODGJ

Kuesioner kemandirian ini menggunakan metode (Indeks Kemandirian


Katz )untuk mengukur tingkat kemandirian fungsionaldalam hal perawatan diri. IK
digunakan karena dapat memeriksa status fungsional, dan mengevaluasi
ketidakmampuan pasien terhadap perawatan diri pasien, IK
dapatdipercayadantelahdivalidasi.Validitasalatukurinihampir mencapai 90%.IK
terdiri dari 6 item pertanyaan yaitu kemampuanmengontrol buang air besar dan
buang air kecil, membersihkan diri, berpindah dari tempat tidur ke kursi,
berpakaian, dan mandi.Indeks Katz merupakan skala yang bisa diambil dari
keseharian penderita, pengamatan langsung atau bertanya kepada keluarga
penderita. Skala untuk masing-masing item kemudian diberi tanda ( √ ) pada point
yang sesuai kondisi pasien.
Analisis Hasil :
NilaiA :Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB),
berpindah, kekamar kecil, mandi danberpakaian.
NilaiB :Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
NilaiC :Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan

NilaiD :Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan


satu fungsitambahan

NilaiE :Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke


kamar kecil, dan satu fungsitambahan.

NilaiF :Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke


kamar kecil, berpindah dan satu fungsitambahan

NilaiG :Ketergantungan pada keenam fungsitersebut


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2020 sampai Januari


2021 di UPTD Puskesmas Galur II. Responden adalah semua ODGJ yang tinggal
di wilayah Desa Kranggan 25 orang. Responden yang sudah menandatangani
informed consent akan dilakukan wawancara untuk menilai tingkat kemandirian
dengan menggunakan instrumen indeks Katz dan mengetahui kepatuhan minum
obat rutin dengan cara memberikanlembaran kertas yang berisi jadwal kepatuhan
minum obat yang diisi di rumah.

a. Riwayat Kepatuhan Minum Obat Rutin

Sebagian besar ODGJ Desa Keranggan dengan 25 ODGJ memiliki riwayat


minum obat yang tidak rutin, diantaranya hanya 7 orang yang minum obat rutin,
18 orang yang tidak minum obat rutin. Sehingga membutuhkan dukungan
keluarga dalam mengkontrol jadwal minum obat secara teratur dengan
menggunakan lembaran kertas yang berisi jadwal minum obat rutin.
Menurut Nurbani (2009), psikoedukasi keluarga dapat digunakan sebagai
terapi yang dilakukan untuk mengatasi masalah psikososial di masyarakat. Terapi
bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medis,
namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat untuk sosialisasi ulang dan
pencegahan kekambuhan.
Dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk kemandirian ODGJ
karena dengan adanya dukungan dari keluarga, ODGJ akan merasa dipedulikan
sehingga menjadi jiwa lebih percaya diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari
dan psikologinya akan tertanam lebih baik. Dukungan keluarga seperti kebiasaan
keluarga melibatkan ODGJ dalam kegiatan rutin harian dirumah, kebiasaan
keluarga melibatkan ODGJ dalam mengembangkan hubungan sosial, dan
kebiasaan keluarga melibatkan ODGJ dalam pengelolaan lingkungan yang ada
disekitar ODGJ. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ODGJ terdapat
dua faktor, yaitu faktor internal: kondisi fisiologis dan kondisi psikologis
sedangkan faktor eksternal tediri dari: pola asuh, rasa cinta dan kasih, pengalaman
dalam kehidupan, dan lingkungan keluarga (dukungan keluarga).

b. Tingkat Kemandirian Orang Dengan Gangguan Jiwa

Sebagian besar ODGJ di Desa Keranggan dengan 25 ODGJ untuk perawatan


diri berdasarkan indeks Katzcukup mandiri yaitu sebanyak 15 orang (60%)
dengan Nilai A, 2 orang (8%) dengan Nilai B, 8 orang (32%) tidak dapat di
evaluasi di karenakan penderita memiliki gangguan jiwa berat sehingga penderita
sulit untuk di kunjungi.
ODGJ dapat dikatakan mandiri apabila ia mampu melakukan aktivitas sehari-
harinya tanpa bantuan dari pihak keluarga dan dapat inisiatif untuk melakukan
semuanya sendiri.Di Kelurahan Keranggan didapatkan penderita ODGJ sudah
tidak ketergantungan pada keluarga, namun beberapa ODGJ untuk perawatan
dirinya masih kurang terawat karena penderita ODGJ tidak memiliki keinginan
untuk mandi. Sebagian besar ODGJ memiliki tingkat kemandirian yang cukup
baik. Orang dengan gangguan jiwa lebih memilih apa yang ingin ia lakukan
daripada mendengarkan apa kata orang lain (Rinawati,2017).
Berdasarkan hasil kuesioner dukungan keluarga didapatkan sebagian besar
(60%) keluarga lebih memperhatikan kondisi ODGJketika sakit. Setiap orang
membutuhkan sebuah support dan perhatian, dukungan simpatik dan empati, cinta
dan kepercayaan serta penghargaan tidak terkecuali ODGJ sehingga dengan
adanya dukungan ini ODGJ berpikir bahwa orang disekitarnya masih peduli dan
itu dapat memberisemangat untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut
(Yusuf, Hanik, Miranti & Fanni, 2017)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kesimpulan pelaksanaan miniproject di Desa Kranggan dengan menilai
kepatuhan minum obat rutin dan menilai tingkat kemandirian ODGJ
adalah:
1. Untuk tingkat kemandirian, sebagian besar diDesa Kranggan termasuk
mandiri dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari. Namun untuk
penampilan diri seperti jarang mandi dan ganti baju masih kurang.
2. Untuk kepatuhan minum obat, sebagian besar di Desa Krangganmasih
belum terpenuhi dikarenakan kurangnya dukungan keluarga terhadap
ODGJ.
B. SARAN
1. KIE minum obat secara rutin dan teratur pada ODGJ kepada keluarga.
2. KIE personal Higyene pada ODGJ
3. KIEilmu pengetahuan tentang dukungan keluarga terhadap tingkat
kemandirian ODGJ pada keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W. F. & Maramis, A. A. 2019, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, 2 edn,


Airlangga University Press: Surabaya.
Phillips et al., 2002,’Stigma and expressed emotion: a study of people with
schizophrenia and their family members in China’, Br J Psychiatry, Vol.
181, No.-, pp. 488-93.

Saputra, F.R., Ranimpi, Y.Y., Pilakoannu, R.T., 2015, Kesehatan Mental dan
Koping Strategi di Kudangan, Kecamtan Delang, Kabupaten Lamandau
Kalimantan Tengah: Suatu Studi Sosisodemografi. Humanits. 2(1):63-74

Sarni, 2018. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Strategi Koping Pada
Pasien Scizofrenia Di Kota Sungai Penuh Tahun 2017. Indonesia Journal
for Health Sciences. 2(1):26-45

Sinuraya, 2018. Review Artikel : Farmakoterapi dan Rehabilitasi Psikososial


PadaScizofrenia. Farmaka 16(2):210-232Panduan Hari Kesehatan Jiwa
Sedunia Tahun 2011, The Great Push: Investing in mental health.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.

Yusuf, Ah, Hanik Endang N, Miranti Lorencia I, Fanni Okviasanti. 2017.


Kebutuhan Spiritual: Konsep dan Aplikasi Dalam AsuhanKeperawatan.

Rinawati, Fajar dan Sucipto.2017. Pengaruh Beban Terhadap Sres Yang


DialamiKeluarga Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa. Jurnal Ilmu
Kesehatan.Vol. 6 No.1 (diakses pada 1Januari 2018)
LAMPIRAN I
REKOMENDASI RENCANA TINDAK LANJUT

No Identifikasi Masalah Analisa Masalah Rencana Tindak Lanjut


1 Belum ada pemantauan Pengetahuan dan  KIE minum obat
terhadap kepatuhan kesadaran akan secara rutin dan
minum obat pada ODGJ pentingnya minum teratur pada ODGJ
di wilayah UPTD obat secara rutin kepada keluarga.
Puskesmas Galur II pada keluarga  KIE personal Higyene
pada ODGJ
 Evaluasi kartu pantau
minum obat bersama
kader dan petugas
ODGJ setiap 1 bulan
sekali
 Memperluas wilayah
pemantauan minum
obat secara rutin
2 Belum ada pemantauan Pengetahuan dan KIE ilmu pengetahuan
dukungan keluarga kesadaran akan tentang dukungan
terhadap tingkat pentingnya keluarga terhadap
kemandirian pada ODGJ dukungan keluarga tingkat kemandirian
di wilayah UPTD terhadap tingkat ODGJ pada keluarga
Puskesmas Galur II kemandirian ODGJ
pada keluarga
LAMPIRAN II
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORM CONSENT)

Judul :Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kemandirian Orang Dengan


Gangguan Jiwa Di Kalurahan Kranggan Wilayah UPTD Puskesmas Galur II.
Nama Responden :
Nama Wali/Pendamping :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir/Usia :

1. Saya telah membaca lembar informasi ini dan telah mendapat penjelasan
mengenai penelitian yang dilakukan, dan saya telah mendapat kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan.
2. Saya memahami bahwa kerahasiaan identitas diri saya akan terjaga dalam
penelitian ini.
3. Saya sebagai wali/pendamping setuju untuk membantu pelaksanaan dalam
penelitian ini tanpa paksaan.

Kulon Progo,..............................
Responden Wali/Pendamping

( ) ( )
LAMPIRAN III

KUESIONER (INDEKS KEMANDIRIAN KATZ)

No Aktivitas Mandiri Tergantung


1 Mandi Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi
( seperti punggung atau ekstremitas yang
tidak mampu ) atau mandi sendiri
sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi,
serta tidak mandi sendiri
2 Berpakaian Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai
pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau
hanya sebagian

3 Ke Kamar Kecil Mandiri :


Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar
kecil dan menggunakanpispot
4 Berpindah Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur
untukduduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau
lebih perpindahan
5 Kontinen Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total penggunaan
kateter,pispot,enema dan
pembalut( pampers)
6 Makan Mandiri :
Mengambil makanan dari piringdan
menyuapinyasendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral ( NGT )
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien

Analisis Hasil :
Nilai A :Kemandirian dalam hal makan, kontinen (
BAK/BAB ), berpindah, kekamar kecil, mandi
danberpakaian.
Nilai B :Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut
Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
Nilai D :Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsitambahan
Nilai E :Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsitambahan.
Nilai F :Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan
Nilai G : Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
LAMPIRAN IV
DOKUMENTASI KEGIATAN

1. Kunjungan ODGJ
2. Kegiatan Bersama Kader Dan ODGJ Dalam Rangka Terapi Aktif Kelompok

Anda mungkin juga menyukai