Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN

PELAYANAN ROHANI

RUMAH SAKIT THURSINA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sakit bukan hanya masalah fisik semata tetapi lebih luas dari itu yaitu menyangkut
masalah psiko. Dengan demikian kepedulian terhadap mereka yang sakit seharusnya perlu
dilihat secara utuh dan menyeluruh dari segi bio, psiko, sosial, spiritual. Pola Pelayanan
Holistik adalah penting bagi kesembuhan setiap pasien
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr.
Mohammad Fanani, SpKJ(K) menyampaikan, manusia adalah makhluk fisik sekaligus
psikologis yang saling berkaitan. Setiap penyakit yang menyerang fisik manusia, pastilah juga
mempengaruhi kondisi psikisnya, sedangkan kondisi psikisnya dipengaruhi religiusitasnya.
Religiusitasnya adalah perasaan Agama, ini berhubungan dengan keimanan kepada Tuhan.
Karena itu menurutnya, terapi penyembuhan pasien haruslah melibatkan sisi Agama.
Jadi setiap rumah sakit harus menerapkan terapi holistik. Pengobatan jasmani sekaligus rohani
bagi pasiennya. Jika hanya fisik, selain menyalahi kodrat juga tidak akan berhasil, bahkan
gagal. Rumusan SEHAT yaitu Rumusan Bio- Psiko-Sosio- Spiritual.
Kondisi psikologi yang buruk sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Depresi, kecemasan dan post traumatic stres disorder terjadi pada 20-30% pasien kanker1,2,
pasien dengan penyakit lanjut3, pasien ICU4 dan pasien rawat inap5. Gejala depresi bahkan
sudah dirasakan oleh pasien rumah sakit sebelum diagnosa ditegakkan 6. Pada kondisi tertentu
gangguan emosional dapat tetap dirasakan pasien setelah pasien keluar dari rumah sakit.
Berdasarkan penelitian pada 1.124 pasien penyakit jantung yang diperbolehkan pulang dari
unit emergensi menunjukkan bahwa 70% dari pasien tersebut tetap mengalami gangguan
emosional selama empat bulan7.
Kondisi psikologi yang buruk serta keadaan emosional yang kurang baik, menurunkan
efek pengobatan terhadap pasien. Berdasarkan penelitian mengenai emotional distress dan
Coronary heart disease dilaporkan bahwa depresi, rasa marah, stress dan emosi negatif secara
umum, sangat berkaitan dengan peningkatan kematian akibat serangan jantung 8. Pratt et al
pada penelitiannya mengungkapkan bahwa depresi meningkatkan resiko Myocardial
infarction9. Selain itu Anda et al pada penelitiannya juga mengungkapkan bahwa depresi dan
perasaan putus asa meningkatkan kematian akibat Iscemic heart disease10.
Buruknya kondisi psikologis seseorang dapat meningkatkan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan. Pada pasien di rumah sakit hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap keluhan
pasien dan lama pengobatan. Berdasarkan penelitian levenson et al ditemukan bahwa pasien
rawat inap yang mengalami depresi membutuhkan waktu rawat inap yang lebih lama dan
membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak sehingga menghabiskan biaya yang
lebih besar11. Tanpa disadari oleh pasien dan pihak rumah sakit, depresi sangat mudah terjadi
pada pasien yang tidak terpenuhi kebutuhan psikologi dan emosionalnya. Hal ini sesuai dengan
penelitian oleh Kent et al12.
Pemenuhan kebutuhan Psikologis pasien dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan
pasien. Kiecolt-glaser J.K et al dan Selye H pada studi yang berbeda menemukan bahwa
respon fisiologis yang positif dirasakan pada pasien yang mendapatkan kenyamanan emosional
dan spritual13,14. Tiga studi menemukan bahwa intervensi psikososial yang bersifat positif
mengurangi angka kematian pada pasien kanker15,16,17. Blumental et al dalam penelitiannya
menemukan bahwa manajamen intervensi stress mengurangi cardiac morbidity. Selain itu,
mengurangi emosional distress pada pasien dengan coronary heart disease meningkatkan lama
angka harapan hidup pada pasien18,19.
Pemenuhan kebutuhan Psikologis pasien juga memberikan dampak positif terhadap
rumah sakit seperti peningkatan citra rumah sakit serta menurunnya resiko tuntutan
malpraktek. Sebaliknya pasien akan bersikap antipati terhadap rumah sakit serta tidak ingin
menggunakan pelayanan kesehatan dari rumah sakit tersebut apabila rumah sakit tersebut tidak
dapat memenuhi kebutuhan psikologis pasien.

1.2. Tujuan Panduan Pelayanan Rohani

1.2.1. Tujuan Umum


Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit Thursina untuk dapat melaksanakan
Pelayanan Rohani pada pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Sebagai pedoman pelaksanaan pelayanan rohani yang merupakan salah satu upaya
rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan Rohani dan spritual pasien.
2. Agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
komprehensif, baik secara fisik dan secara spiritual sehingga meningkatkan angka
kesembuhan pasien.
3. Mencegah terjadinya penurunan kondisi pasien yang disebabkan gangguan
Psikologis dan emosional.
4. Memotivasi pasien untuk tetap bersabar dan berusaha dalam menghadapi
penyakitnya.
BAB II
PELAYANAN ROHANI

2.1 Definisi

Pelayanan rohani merupakan suatu usaha dalam berbagai bentuk dan media salah
satunya adalah bimbingan rohani yang dilaksanakan terhadap pasien Rumah Sakit Thursina
sesuai dengan nilai – nilai budaya dan Kepercayaan yang dianut. Pelayanan rohani
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengobatan yang menyeluruh terhadap pasien dimana
pasien tidak hanya diobati secara fisik namun juga secara psikologis disamping itu juga
bertujuan untuk menghormati nilai – nilai yang sudah dianut oleh pasien.
Pihak Rumah Sakit Thursina menyadari dengan sepenuhnya bahwa setiap pasien
memiliki nilai – nilai yang berbeda seperti budaya, Kepercayaan (Agama) dsb. Dimana nilai –
nilai tersebut juga mempengaruhi pola pikir dalam mengambil keputusan serta dalam
menghadapi penyakit yang diderita pasien. Disamping itu pasien juga harus menghadapi
kenyataan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya yang dapat menimbulkan gangguan
psikologis dan emosional yang dapat mempengaruhi lama dan proses pengobatan yang
dibutuhkan.
Gangguan Psikologis adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan(volition), emosi (affective) dan perilaku (psychomotor). Dari berbagai penelitian
dapat dikatakan bahwa Gangguan Psikologis adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan
(tension), rasa putus asa, murung, gelisah, cemas, perilaku kompulsif, histeria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran negatif dan sebagainya.
Gangguan Emosional adalah Seseorang akan disebut mengalami gangguan emosi jika
keadaan emosi yang dialami menimbulkan gangguan pada dirinya. Baik karena emosi yang
dialami terlalu kuat (misalnya sangat sedih), tidak ada emosi yang hadir (misalnya tidak
merasa bahagia) atau emosinya menimbulkan konflik (misalnya terlalu sering marah).
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang
abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah
laku. Nilai Budaya adalah konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian
besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai
yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena
itu, nilai budaya dan Agama yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan
alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
2.2 Ruang lingkup
1. Pelayanan Rohani diberikan kepada pasien Rawat Inap .
2. Pelaksana Panduan ini adalah semua Petugas Pelaksana Pelayanan Rohani Rumah
Sakit Thursina dan pihak luar yang menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit Thursina
dalam rangka menyediakan Pelayanan Rohani di lingkungan Rumah Sakit Thursina.

2.3 Prinsip
1. Identifikasi Jenis Kebutuhan Pelayanan Rohani dilakukan terhadap setiap Pasien di
Instalasi rawat inap .
2. Setiap Pasien di Rumah Sakit Thursina berhak mendapatkan atau menolak Pelayanan
Rohani.
3. Pada Pasien yang tidak sadar atau tidak dapat mengambil keputusan, Pelayanan Rohani
diberikan berdasarkan persetujuan keluarga pasien.
4. Terhadap Pasien yang melakukan usaha bunuh diri atau meyakiti diri sendiri,
Pelayanan Rohani diberikan berdasarkan keputusan Keluarga Pasien.
5. Pasien berhak untuk mengubah keputusan terkait persetujuan mengenai pelayanan
rohani selama menjalani proses pengobatan di Rumah Sakit Thursina yang dituangkan
secara tertulis pada Form Permintaan Bimbingan Rohani.
6. Kuantitas dan kualitas pelayanan rohani yang dberikan disesuaikan dengan kebutuhan
dan keadaan Pasien.

2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab


1. Seluruh Staf Rumah Sakit
a. Menghormati nilai spiritual dan Agama pasien dan keluarga pasien.
b. Mendukung terlaksananya pelayanan rohani terhadap pasien.
2. Perawat IGD yang bertugas
a. Mengidentifikasi Kebutuhan Spritual dan Agama pasien dengan menggunakan
Formulir yang telah disediakan.
b. Menghormati nilai spiritual dan Agama pasien dan keluarga pasien
3. Perawat Instalasi Rawat Inap
a. Memastikan terpenuhinya kebutuhan rohani pasien rawat inap
b. Melakukan Koordinasi dengan petugas pelaksana pelayanan rohani.
c. Menghormati nilai spiritual dan Agama pasien dan keluarga pasien
4. Petugas Pelaksana Pelayanan Rohani/ Rohaniawan
a. Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan Rohani pasien dan keluarga pasien.
b. Melakukan Koordinasi dengan Dokter Penanggung jawab Pasien mengenai
pasien yang akan diberikan pelayanan rohani
c. Memberikan pelayanan Rohani terhadap Pasien dan Keluarga pasien apabila
diperlukan
d. Menghormati nilai spiritual dan Agama pasien dan keluarga pasien.
e. Memastikan terpenuhinya kebutuhan Rohani pasien dan keluarga pasien.
f. Merekomendasikan kepada Tenaga Medis apabila ditemukan Gangguan
Psikologis dan emosional pada pasien yang dapat menimbulkan gangguan
dalam pengobatan.
5. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan
a. Memastikan Pelayanan Rohani terlaksana dengan baik pada pasien Rawat Inap
b. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Pelayanan Rohani dan
memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali
insiden tersebut.

2.5 Sikap dan Karakter yang harus dimiliki oleh Rohaniawan antara lain :
1. Menyakini akan kebenaran Agamanya, menghayati dan mengamalkannya karena ian
menjadi pembawa norma agama
2. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik terhadap klien (pasien) khususnya dan
kepada orang disekitarnya pada umumnya
3. Mamiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti tinggi serta loyalitas terhadap tugas dan
pekerjaan
4. Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, menghadapi permasalahan yang
memerlukan pemecahan
5. Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap klien (pasien) dan
lingkungan sekitarnya.
6. Mempunyai keyakinan dan perasaan terikat terhadap nilai – nilai kemanusiaan yang
harus ditegakkan terutama pada klien (pasien)
7. Mempunyai keyakinan bahwa tiap klien (pasien) memiliki kemampuan dasar yang baik
dan dapat dibimbing menuju kearah perlembagaan yang optimal
8. Memiliki rasa cinta yang mendalam dan meluas pada klien (pasien)
9. Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta keuletan dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.
10. Memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap kebutuhan klien (pasien)
11. Memiliki watak dan kepribadian yang familiar sehingga orang yang berada disekitar
suka bergaul dengannya.
12. Memiliki jiwa yang progresif dalam kariernya dengan meningkatkan kemampuan
melalui belajar tentang pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugasnya.
13. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh tidak berjiwa terpecah – pecah pandangan
yang teguh dan konsisten.
14. Memiliki pengetahuan teknis termasuk metode tentang bimbingan mental serta mampu
menerapkan dalam tugas.
BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN ROHANI

3.1 Asesmen Nilai Budaya dan Agama Pasien

1. Petugas mengucapkan salam


2. Petugas menanyakan Agama yang di anut pasien
3. Petugas menanyakan apakah pasien memiliki larangan/ nilai kepercayaan yang
mengharuskan pasien untuk tidak mengkonsumsi jenis makanan tertentu, seperti :
a. Larangan mengkonsumsi daging sapi
b. Larangan mengkonsumsi daging hewan
4. Petugas menanyakan apakah pasien memiliki larangan/ nilai kepercayaan yang
mengharuskan pasien untuk tidak menggunakan jenis obat tertentu, seperti :
a. Larangan menggunakan obat yang mengandung alkohol
b. Larangan menggunakan insulin
c. Larangan menggunakan produk darah
5. Petugas menanyakan apakah pasien memiliki larangan/ nilai kepercayaan yang
mengharuskan pasien untuk tidak melakukan tindakan medis tertentu, seperti :
a. Larangan melakukan transfusi darah
b. Larangan melakukan resusitasi jantung paru
6. Petugas mengucapkan terimakasih

3.2 Tata Laksana Bimbingan Rohani


Pelayanan Bimbingan Rohani Pasien dilakukan oleh Rohaniawan Rumah Sakit
Thursina yang memiliki kompetensi dan sudah terlatih atau oleh Rohaniawan diluar Rumah
Sakit Thursina yang telah menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit Thursina. Petugas
rohaniawan yang bekerja sama dipilih berdasarkan referensi/ latar belakang kompeten dari
lembaga/ yayasan yang diakui masyarakat. Bimbingan Rohani juga diperuntukkan bagi
keluarga pasien Rumsh Sakit Thursina.
Kegiatan Bimbingan Rohani Pasien yang dilaksanakan di Rumah Sakit Thursina
meliputi enam agama yang diakui di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Namun rohaniawan yang memberikan pelayanan rohani di Rumah Sakit Thursina saat ini masih
terdiri dari rohaniawan islam dan Kristen protestan.

Berdasarkan keadaan pasien Pelayanan Bimbingan Rohani dilaksanakan dalam berbagai bentuk
antara lain :

a. Bimbingan Rohani kondisi pasien sadar dan stabil


b. Bimbingan Rohani kondisi pasien gawat darurat
c. Bimbingan Rohani kondisi pasien Kritis
Kegiatan Bimbingan Rohani Pasien terbagi atas:
1. Siraman Rohani Pasien
 Dilaksanakan secara rutin pada pasien rawat inap sebanyak dua kali dalam seminggu.
 Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rohani pasien sehingga pasien senantiasa ingat
kepada Tuhan yang maha esa dan bersikap tabah dalam menghadapi penyakitnya
 Pasien juga diajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan YME seperti
dengan berdoa, sholat, berdzikir dsb.
 Siraman rohani juga ditujukan kepada keluarga pasien yang membutuhkan

2. Konsultasi dan Pemberian Motivasi


 Setiap Pasien yang dirawat sangat membutuhkan ketengan jiwa dan dukungan secara
emosional dalam menghadapi penyakitnya. Rumah Sakit Thursina membuka lebar
kesempatan bagi setiap pasien untuk mengajukan permohonan konsultasi kepada
rohaniawan. Dalam setiap kesempatan Rohaniawan juga senantiasa memotivasi pasien
untuk tetap optimis dalam menghadapi penyakitnya disamping harus tetap bersabar dan
mendekatkan diri kepada Tuhan YME.

3. Doa Bersama
 Berdoa merupakan kebutuhan bagi setiap insan manusia karena hakekatnya setiap insan
manusia tidak bisa terlepas dari kuasa Tuhan YME. Doa bersama dilakukan melalui
dua metoda :
o Secara tidak langsung, kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan media
sound system rumah sakit. Doa bersama secara tidak langsung dilaksanakan
setiap pagi, kecuali hari libur. Doa dibimbing oleh rohaniawan atau petugas
yang berkompeten.
o Secara langsung, kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setelah siraman rohani.
Pada pasien yang tidak sadar, doa bersama tetap dilaksanakan secara hikmat
oleh Rohaniawan dan Keluarga Pasien. Frekuensi doa bersama yang
dilaksanakan secara langsung adalah 2 kali dalam satu minggu, atau lebih sesuai
dengan persetujuan Pasien/ keluarga pasien/ Rohaniawan.

4. Bimbingan Rohani Pasien Kritis


 Setiap Agama menganut nilai kepercayaan serta metoda yang berbeda dalam
menghadapi pasien kritis. Dalam hal ini, Rumah Sakit Thursina memberikan
kesempatan bagi setiap pasien kritis atau stadium terminal untuk memilih bimbingan
yang dikehendakinya sesuai dengan nilai kepercaaan yang dianut, selama hal ini tidak
bertentangan dengan undang – undang dan peraturan Rumah Sakit.
3.3 Prosedur Pelaksanaan Pelayanan Rohani
1. Perawat mendata pasien kemudian menawarkan pelayanan rohani
2. Jika pasien menyetujui Pelayanan Rohani, pasien mengisi Form Pelayanan Rohani dan
menentukan Pelayanan Rohani yang diinginkan sesuai dengan Kebutuhan.
3. Rohaniawan meminta izin kepada perawat yang bertugas sebelum menemui pasien.
4. Rohaniawan mengucapkan salam kepada pasien.
5. Pelayanan Rohani diberikan dengan menggunakan Media atau Bimbingan Langsung dari
Rohaniawan.
6. Apabila Pasien atau Keluarga Pasien membutuhkan Pelayanan Rohani di luar jadwal rutin,
maka Pasien atau Keluarga Pasien dapat menghubungi Rohaniawan secara langsung atau
melalui Perawat Rawat Inap atau IGD.
7. Pasien atau Keluarga Pasien diperbolehkan untuk membawa atau menggunakan jasa
rohaniawan dari luar rumah sakit, selama mematuhi peraturan yang ditetapkan Rumah
Sakit Thursina.
8. Rohaniawan yang berasal dari luar rumah sakit harus melapor kepada Perawat Instalasi
Rawat Inap dan Instalasi Gawat Darurat sebelum memberikan pelayanan rohani.
9. Rohaniawan sebelum melakukan kegiatan rohani harus berdiskusi dulu dengan dokter yang
merawat untuk membahas BRP sesuai kondisi pasien. Untuk pasien gaduh gelisah, jika
diminta BRP oleh keluarga pasien harus berinteraksi atau diskusi dulu antara penanggung
jawab pasien, rohaniawan dan dokter yang merawat tentang prosedur perawatan dan jenis
pelayanan rohani yang akan diberikan.
10. Setiap biaya yang ditimbulkan dari menggunakan jasa Rohaniawan diluar kerjasama
Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Pasien dan Keluarga Pasien.
11. Setiap rohaniawan yang memberikan pelayanan rohani di Rumah Sakit Thursina harus
menghormati nilai – nilai agama, budaya dan privasi dari setiap Pasien di Rumah Sakit
Thursina.
12. Apabila Pelayanan Rohani yang diberikan menimbulkan gangguan terhadap Pasien (baik
pasien yang meminta pelayanan rohani atau bukan) maka rumah sakit berhak
menghentikan proses pelayanan Rohani yang sedang berlangsung.

3.4 Batasan Materi Pelayanan Rohani


 Pelayanan Rohani dapat berupa Motivasi, Konsultasi, Ceramah Agama dan Doa yang
dipimpin oleh rohaniawan.
 Tidak dibenarkan untuk menggunakan pelayanan rohani sebagai usaha untuk merekrut atau
mengajak pasien atau keluarga pasien memeluk atau mengubah kepercayaan yang sudah
dianutnya
 Materi pelayanan Rohani disesuaikan dengan kemampuan Rohaniawan dan Kebutuhan
Rohani Pasien
 Tidak dibenarkan untuk menjelekkan atau mencemarkan suatu kepercayaan atau budaya
tertentu dalam proses pelayanan rohani
 Tidak dibenarkan untuk menjelekkan atau mencemarkan suatu Instansi termasuk rumah
sakit dalam proses pelayanan rohani
 Tidak dibenarkan untuk memberikan keterangan dan/atau pendapat dan/atau motivasi
yang bertentangan dengan keterangan dokter, tenaga medis, dan Peraturan Rumah sakit.
 Tidak dibenarkan untuk mempengaruhi pasien terkait pengambilan keputusan persetujuan
tindakan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien.
BAB IV
DOKUMENTASI DAN MONITORING

4.1. Dokumentasi

1. Kolom Asesmen Nilai Budaya dan Agama pada Form Asesmen


2. Form Surat Permintaan Bimbingan Rohani
3. Daftar hadir Rohaniawan

4.2 Monitoring dan evaluasi

1. Setiap jajaran manajemen Rumah Sakit Thursina melakukan monitoring secara berkala
terhadap pelaksanaan Pelayanan Rohani di Rumah Sakit Thursina.
2. Rohaniawan melakukan evaluasi dan melaporkan secara berkala kepada manajemen
Rumah Sakit Thursina selambatnya setiap tiga bulan, terkait Jumlah pasien yang
berpartisipasi, jumlah pasien yang menolak, serta kendala dalam pelaksanaan Pelayanan
Rohani di Rumah Sakit Thursina
Alur Pelayanan Rohani Rumah Sakit Thursina

Pasien Berobat
ke RSUD

Identifikasi Nilai
Pendaftaran Kepercayaan atau
agama pasien

RAWAT INAP

Pengisian Formulir
Identifikasi Kebutuhan Permintaan
Pelayanan Rohani Bimbingan Rohani

Pelaksanaan Bimbingan
Rohani Rumah Sakit
Thursina Dokumentasi

Evaluasi

Pasien Pulang/di
rujuk/ Meninggal
Dunia
SURAT PERMINTAAN BIMBINGAN ROHANI PASIEN (BRP)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
Status : *Pasien/ keluarga pasien : Orang tua/ saudara kandung/ suami/
istri/ anak/..........................................................)
Umur / Tanggal Lahir :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :

Ruang Rawat Pasien :


Dokter Yang Merawat:

Mengajukan permohonan kepada pihak Rumah Sakit Thursina untuk mendapatkan Bimbingan
Rohani Pasien Agama *(Islam/ Kristen Protestan/ Kristen Katolik/ Hindu/ Budha/ Kong Hu Cu) )
selama saya/ keluarga saya dalam kondisi :

**__________________Kondisi sadar/ dinyatakan dokter dalam kondisi stabil

**__________________Kondisi tidak sadar/ dinyatakan dokter dalam kondisi gawat darurat

**__________________Kondisi Kritis/ dinyatakan dokter dalam kondisi terminal

Adapun metode dan kandungan materi dari Bimbingan Rohani telah diterangkan oleh
Petugas Rumah Sakit kepada Saya dengan sejelas – jelasnya yang secara umum terdiri dari
Siraman rohani, Pemberian motivasi dan konsultasi, doa bersama, bimbingan rohani pasien kritis.

Saya menyadari bahwa dalam proses pengobatan saya/ keluarga saya bisa berubah pikiran
atau mencabut persetujuan saya. Namun saya dengan ini menyatakan tidak akan Menuntut
Rumah Sakit Thursina/ Pegawai Rumah Sakit Thursina/ Penyedia Layanan Bimbingan
Rohani terkait Pelayanan Rohani yang diberikan.

Demikian Surat ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Semoga
Bimbingan Rohani Pasien yang diberikan dapat membantu kesembuhan/ pemulihan pasien.

Saksi II Saksi I Yang membuat Pernyataan

__________________ ___________________ ________________


Dokter

*Coret yang tidak perlu


*ditanda tangani bila setuju, di coret bila tidak setujui
REFERENSI
1. Bottomley A.: Depression in cancer patients: A literature review. Eur J Cancer Care
(Engl.) 7:181–191, Sep. 1998.
2. Spiegel D., Sands S.: Pain management in the cancer patient. Journal of Psychosocial
Oncology 6(3/4):205–216, 1988.
3. Hotopf M., et al.: Depression in advanced disease: A systematic review, Part 1. Prevalence
and case finding. Palliat Med 16:81–97, Mar. 2002.
4. Scragg P., et al.: Psychological problems following ICU treatment. Anaesthesia 56:9–14,
Jan. 2001.
5. Levenson J. L., et al.: Relation of psychopathology in general medical inpatients to use and
cost of services. Am J Psychiatry 147:1498–1503, Nov. 1990.
6. Hughes J.E.: Depressive illness and lung cancer. I. Depression before diagnosis. Eur J Surg
Oncol 11:15–20, Mar. 1985.
7. Dixon T., et al.: Psychosocial experiences of cardiac patients in early recovery: A
community-based study. J Adv Nurs 31:1368–1375, Jun. 2000.
8. Denollet J.: Emotional distress and coronary heart disease. European Journal of
Personality 11:343–357, Feb. 1997.
9. Pratt L.A., et al.: Depression, psychotropic medication, and risk of myocardial infarction:
Prospective data from the Baltimore ECA follow-up. Circulation 94:3123–3129, Dec.
1996.
10. Anda R., et al.: Depressed affect, hopelessness, and the risk of ischemic heart disease in a
cohort of U.S. adults. Epidemiology 4:285–294, Jul. 1993.
11. Levenson J.L., et al.: Psychopathology and pain in medical inpatients predict resource use
during hospitalization but not rehospitalization. J Psychosom Res 36:585–592, Sep. 1992.
12. Kent G., et al.: Patient reactions to met and unmet psychological need: A critical incident
analysis. Patient Educ Couns 28:187–190, Jul. 1996.
13. Kiecolt-Glaser J.K., et al.: Psychosocial modifiers of immunocompetence in medical
students. Psychosom Med 46:7–14, Jan.-Feb. 1984.
14. Selye H.: The Stress of Life. New York: McGraw-Hill, 1956.
15. Fawzy F.I., et al.: Malignant melanoma: Effects of an early structured psychiatric
intervention, coping, and affective state on recurrence and survival 6 years later. Arch Gen
Psychiatry 50:681–689, Sep. 1993.
16. Richardson J.L., et al.: Psychosocial status at initiation of cancer treatment and survival. J
Psychosom Res 34:189–201, 1990.
17. Spiegel D., et al.: Psychological support for cancer patients. Lancet 2:1447, Dec. 1989.
18. Blumenthal J.A., et al.: Usefulness of psychosocial treatment of mental stress-induced
myocardial ischemia in men. Am J Cardiol 89:164–168, Jan. 2002
19. Blumenthal J.A., et al.: Stress management and exercise training in cardiac patients with
myocardial ischemia: Effects on prognosis and evaluation of mechanisms. Arch Intern Med
157:2213–2223, Oct. 1997.

Anda mungkin juga menyukai