Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk
dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya
dalam kondisi optimal. Sebagai seorang manusia, klien memiliki beberapa peran
dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk
Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia
sebagai makhluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis,
sosiologis, kultural dan spiritual.

Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi


tingkat kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami
adalah menuntun kebiasaan sehari-hari Praktik tertentu pada umumnya yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna
keagamaan bagi klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan diet
makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan; sumber dukungan pada saat
stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Sumber
kekuatan sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakitnya khususnya
jika penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama, sumber
konflik pada suatu situasi bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan
praktik kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan
dari Tuhan.

Terapi terhadap orang sakit seharusnya dilaksanakan secara holistik


(menyeluruh) yang meliputi biologis, psikologis, sosial tanpa mengesampingkan
spiritual. Menurut Dadang Hawari, pendekatan spiritual dikalangan rumah sakit
memang perlu dimasyarakatkan, dimana harus ada rohaniawan yang datang ke
rumah sakit secara berkala dan mendoakan kesembuhan atau mempersiapkan
kematian pasien agar meninggal dunia dengan damai. Tidak terpenuhinya

1
kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan menyebabkan
ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami
mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan
satu kesatuan yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut
tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut
sejahtera.

Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan


bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau
holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan
kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada nantinya klien akan
dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun
psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual, baik itu menuju
sehatnya maupun menuju kematiannya, sehingga diharapkan pasien meinggal
dunia dalam keadaan damai dan keluarga pasien yang ditinggalkan mampu
menerima dengan ikhlas atas kepergian pasien.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dan mahasiswi atau pembaca dapat mengetahui tentang konsep
asuhan keperawatan spiritual khususnya pada pasien terminal dan juga dapat
mengaplikasikan konsep tersebut sebagai bagian dari asuhan keperawatan
paliatif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui spiritual
b. Mengetahui perawatan paliatif
c. Mengetahui karakteristik spritual.
d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual.
e. Tahap perkembangan spiritual.
f. Keterkaitan antara spiritual, kesehatan dan sakit.
g. Mengetahui asuhan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan spiritual.
h. Distress spiritual dan resiko distress spiritual.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Pengertian Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif menurut WHO (The World Health Organization) dalam
buku Nurse to Nurse Perawatan Paliatif 2013 adalah perawatan paliatif
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam nyawa, dengan memberikan penghilang rasa sakit dan
gejala, dukungan spiritual dan psikososial, sejak tegaknya diagnosis hingga
akhir kehidupan serta periode kehilangan anggota keluarga yang sakit.

Perawatan paliatif yang didefinisikan oleh the National Consensus Project for
Quality Palliative Care adalah sebagai berikut: tujuan akhir dari perawatan
paliatif adalah mencegah dan mengurangi penderitaan serta memberikan
bantuan untuk memperoleh kualitas kehidupan terbaik bagi pasien dan
keluarga mereka tanpa memperhatikan stadium penyakit atau kebutuhan terapi
lainnya. Perawatan paliatif merupakan gabungan dari sebuah filosofi
perawatan dan pengorganisasian, sistem yang sangat terstruktur dalam
memberikan pelayanan. Perawatan paliatif memperluas model pengobatan
penyakit tradisional ke dalam tujuan dalam peningkatan kualitas hidup pasien
dan keluarga, mengoptimalkan fungsi, membantu membuat keputusan dan
menyiapkan kesempatan pengembangan pribadi. Dengan demikian, perawatan
paliatif dapat diberikan bersamaan dengan perawatan yang memperpanjang
atau mempertahankan kehidupan atau sebagai fokus perawatan.

2. Pengertian Penyakit Terminal


Penyakit terminal sulit untuk didefinisikan. Secara garis besar hanya dipahami
sebagai seorang dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Medicare
(2013) telah mendefinisikan penyakit terminal, untuk tujuan dari pengajuan
perawatan hospice (perawatan yang diatur dan seorang pasien harus memiliki
harapan hidup setidaknya paling sedikit enam bulan untuk pendapatkan

3
perawatan dibawah tanggungan asuransi), sebagai sebuah sisa kehidupan yang
diprediksi kurang dari enam bulan. Pasien-pasien mungkin mendefinisikan
stadium terminal sebagai “ketika saya berada di tempat tidur dan tidak dapat
merawat diri saya sendiri”.

3. Pengertian Spiritual
Spirituality berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara.
Spirit memberikan hidup,menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti penting
ke hal apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan
seseorang (Dombeck,1995).

Spirituality adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan,


pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu
menghadirkan cinta, kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan
dan memelihara hubungan dengan sesama. (Perry Potter, 2003).

Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam hubungan antar manusia dengan


beberapa kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energi serta
spiritual juga merupakan pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan
dari nilai-nilai dan sistem kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi
konflik bila pemahamannya dibatasi. (Hanafi, djuariah. 2005).

Sedangkan menurut Andrews & Boyle (1999) dalam buku Buku Ajar
Keperawatan Jiwa tahun 2012, diuraikan bahwa agama memiliki makna sistem
keyakinan yang terorganisasi tentang satu atau lebih kekuatan yang maha
kuasa dan maha mengetahui yang mengatur alam semesta dan sesama.
Keyakinan agama dan keyakinan spiritual biasanya didukung oleh individu
lain dengan keyakinan yang sama dan mengikuti aturan dan ritual yang sama
dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Aspek spiritual


meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual), kepercayaan
dan agama.

4
a. Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang Maha
Pencipta.
b. Kepercayaan, mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu
atau seseorang, juga dapat dikatakan upaya seseorang untuk memahami
tempat seseorang dalam kehidupan atau dapat dikatakan bagai mana
seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan.
c. Agama, merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisir atau teratur,
mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya
berhubungan dengan perkawinan dan keselamatan dan mempunyai
aturan-aturan tertentu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari
dalam memberikan keputusan bagi yang menjankannya.

B. Tujuan Perawatan Paliatif


Tujuan perawatan paliatif bukan bertujuan mencegah atau memperlambat
kematian, namun lebih kepada:
1. Supaya pasien dapat menghargai kehidupan dan menganggap kematian
sebagai proses yang normal dalam kehidupan
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Menghilangkan nyeri, gangguan pernafasan, mual dan gejala lain yang
mengganggu
4. Mempersatukan aspek psikologis dan spiritual pada perawatan pasien
5. Menawarkan sistem dukungan untuk mendukung pasien
6. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan dan keluarganya
7. Diberikan dari awal perjalanan penyakit, bersama dengan terapi lainnya yang
diberikan seperti kemoterapi/radiasi

Beberapa keuntungan juga bisa pasien dapatkan dengan perawatan ini. Beberapa
keuntungan perawatan paliatif diantaranya:
1. Membantu beradaptasi lebih mudah dengan terapi yang diterima
2. Membantu melewati nyeri dan gejala yang dialami
3. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan perawatan paliatif lebih
cenderung mengikuti kemoterapi dengan lengkap dibandingkan pasien yang
tidak mendapatkan perawatan paliatif

5
4. Perawatan paliatif membantu mencapai kualitas hidup yang ditentukan pasien
5. Menyediakan dukungan dan sumber daya spiritual dan emosional
6. Lebih memperhatikan pasien secara ‘utuh’, bukan hanya pada penyakitnya

Apapun jenis perawatan yang diterima oleh pasien terminal, dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat akan lebih membantu penyembuhan pasien.

C. Karakteristik Spiritualitas
Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan
spiritual, perawat perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengenal
karakteristik spiritual, yaitu:
1. Hubungan dengan diri sendiri (selfreliance):
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya);
b. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
2. Hubungan dengan alam harmonis:
a. Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim;
b. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik;
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit;
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat dan lain lain).
Bila tidak harmonis akan terjadi:
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis:
a. Sembahyang/berdoa/meditasi;
b. Perlengkapan keagamaan;
c. Bersatu dengan alam.
Seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya jika mampu:
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan;

6
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian
atau penderitaan
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan
cinta
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.

D. Tahap Perkembangan Spiritual


Tahap perkembangan spiritual meliputi:
1. Bayi dan toddler (0-2 Tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang
mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam
hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal
dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi
dan toddler belum memiliki rasa salah dan benar serta keyakinan spiritual.
Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa menegrti arti kegiatan tersebut
serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.

2. Pra sekolah
Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak
tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah meniru apa yang
mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul
apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat
dan yang dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah sering bertanya tentang
moralitas dan agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah.
Juga bertanya “apa itu surga”? mereka meyakini bahwa orang tua mereka
seperti Tuhan.

Pada usia ini metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberi
indoktrinasi dan memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih
caranya. Agama merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka
percaya bahwa tuhan yang membuat hujan dan angin; hujan dianggap sebagai
air mata tuhan.

7
3. Usia sekolah
Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan
di hukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa prapubertas, anak
sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa
doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari
alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.

Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau
meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada orang
tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka
dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan
dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan
pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini,
remaja yang mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan
agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama
orang tuanya.

4. Dewasa
Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat
keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan
kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa
dewasa daripada waktu remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai
untuk mendidik anaknya.

5. Usia pertengahan
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk
kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh
generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta
menghadapi kematian orang lain (saudara dan sahabat) menimbulkan rasa
kesepian dan mawas diri. Perkembangan fisiologis agama yang lebih matang
sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan
aktif dalam kehidupan, dan merasa berharga, serta lebih dapat menerima
kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.

8
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spiritual
Menurut Taylor, Lillis dan Le Mone ( 2008) dan Craven & Himle, faktor-faktor
penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tahap perkembangan, meliputi:
a. Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan
manusia dan saling keterikatan dengan kehidupan.
b. Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan
diri serta transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh
kehidupan, dan berarti.
c. Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut
menghadapi kekuasaan Tuhan.
d. Gambaran cahaya atau sinar.
2. Tahap keluarga, peran orang tua sangat menentukan perkembangan
spiritualitas anak.
3. Latar belakang etnik dan budaya, yaitu sikap keyakinan dan nilai dipengaruhi
oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.
4. Pengalaman hidup sebelumnya, yaitu pengalaman hidup baik yang positif
maupun tindakan negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang.
5. Krisis dan perubahan, yaitu perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman
yang bersifat fisik dan emosional.
6. Terpisah dari ikatan spiritual, yaitu terpisahnya klien dari ikatan spiritual
dapat beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
7. Isu moral terkait dengan terapi, yaitu pada kebanyakan agama, proses
penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-
Nya walaupun ada juga yang menolak intervensi pengobatan.
8. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai, yaitu ketika memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan
spiritual klien tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru
menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan spiritual.
Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dan klien adalah sebagai
berikut:
a) Pluralisme. Perawat dan klien menganut kepercayaan iman dengan
spectrum yang luas.

9
b) Fear. Berhubungan dengan ketidakmampuan mangatasi situasi,
melanggar privasi klien atau merasa tidak pasti dengan sistem
kepercayaan dan nilai diri sendiri.
c) Kesadaran tentang pertanyaan spiritual. Apa yang memberi arti dalam
kehidupan, tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan
pribadi perawat.
d) Bingung. Bingung terjadi karena adanya perbedaan anatara agama dan
konsep spiritual.

F. Keterkaitan Antara Spiritualitas, Kesehatan dan Sakit


Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan perilaku Selfcare klien. Beberapa pengaruh dari keyakinan
spiritual, meliputi:
1. Menentukan kebiasaan hidup sehari-hari
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien. Sebagai
contoh, ada agama yang menetapkan makanan diet yang boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana, ada agama yang
melarang cara tertentu untuk mencegah kehamilan, termasuk terapi medik
atau pengobatan.

2. Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan
sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau
berdoa, membaca kitab suci dan praktik keagamaan lainnya sering membantu
memenuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan
terhadap tubuh.

3. Sumber kekuatan dan penyembuhan


Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah dievaluasi. Walaupun
demikian, pengaruh keyakinan tersebut dapat diamati oleh tenaga kesehatan
dengan mengetahui bahwa individu cenderung dapat menahan distress fisik

10
yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien akan
mengikuti semua proses penyembuhan yang memerlukan upaya luar biasa
karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut akan berhasil.

4. Sumber konflik
Pada situsi tertentu dapat terjadi konflik antara keyakinan agama dengan
praktik kesehatan. Misalnya, ada orang yang memandang penyakit sebagai
suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa. Ada agama tertentu yang
menganggap manusia sebagai makhluk yang tidak berdaya dalam
mengendalikan lingkungannya sehingga penyakit diterima sebagai takdir,
bukan sebagai sesuatu yang harus disembuhkan.

G. Keterkaitan Antara Spiritualitas dengan Perawatan Paliatif


Suatu pengkajian spiritual dimaksudkan untuk menilai apa yang menjadi
kebutuhan pasien dan kesadaran terhadap spiritual sering meningkat pada saat
pasien belajar mengenai penyakit terminal. Salah satu contoh alat untuk mengkaji
spiritual memakai singkatan FICA seperti yang tertera berikut ini.
Bagaimana Mengatakannya?
F (Faith: Keyakinan) Apakah klien mempunyai sebuah
keyakinan terhadap kepercayaan?
Apakah hal itu memberikan arti bagi
hidup klien?
I (Import or influence, makna atau Apa pentingnya kepercayaan bagi klien
pengaruh) dalam kehidupan? Bagaimana
kepercayaan tersebut mempengaruhi
hidup klien?
C (Community: Komunitas) Apakah klien seorang anggota
komunitas keagamaan? Bagaimana
dukungannya terhadap klien?
A (Address: Aplikasi) Bagaimana perawat akan
mengaplikasikan hal ini ke dalam
perawatan klien?

Dokumentasi respons pasien menjamin komunikasi antar pemberi perawatan.


11
Puchalski telah merekomendasikan intervensi perawatan spiritual berikut.
1. Mendengarkan kekhawatiran, perasaan dan kepercayaan pasien.
2. Menyediakan lingkungan yang aman dan mendengarkan dengan penuh
perhatian, jadi pasien dapat mengekspresikan perasaan dan pengalaman yang
berhubungan dengan penyakit, masalah dan kematiannya.
3. Menyediakan kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan kesedihan,
kemarahan, keputusasaan, penderitaan, kegembiraan, kesenangan dan
kebingungan.
4. Menyarankan pentingnya suatu hubungan yang dapat membantu pasien
(keluarga, pemuka agama, penasehat).
5. Merujuk pada penyedia pelayanan spiritual yang profesional (para pendeta,
ustad, pastor dan lain-lain).
6. Latihan spiritual seperti yoga atau meditasi.
7. Ritual keagamaan
8. Sembahyang atau kebaktian lainnya.
9. Doa
10. Membaca kitab suci (Alquran, Bibel, Taurat)
11. Membaca bahan bacaan reflektif dari puisi atau literatur lain.
12. Cacatan harian pasien atau keluarga.

Pasien atau keluarga terkadang meminta perawat untuk berdoa bersama. Perawat
harus melihat keintiman ini sebagai tanda penghargaan dan penyertaan perawat ke
dalam acara spesial keluarga. Penolakan terhadap acara ini dapat menyinggung
pasien. Menerima ajakan dengan sangat ramah dan berdiri dengan tenang di
samping keluarga dapat menjadi pilihan. Perawat sebaiknya mencari bantuan dari
pendeta/ ustad rumah sakit jika keluarga meminta seseorang untuk memimpin
sebuah doa karena hal ini membutuhkan kemampuan khusus.

H. Perubahan Fungsi Spiritual


Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya
diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah
spiritual.
1. Verbalisasi distress. Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritualnya
biasanya memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan

12
kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya, seorang istri mengatakan,
“saya merasa bersalah karena saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa
suami saya mengalami serangan jantung”. Biasanya klien meminta perawat
untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberi tahu pemuka agama untuk
mengunjunginya. Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang
kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan
perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien
tentang distress yang di alami klien.

2. Perubahan perilaku. Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi


gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil
pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil
pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Ada yang
bereaksi dengan perilaku menginstrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya
suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi
tersebut, tetapi ada yang bereaksi secara emosional dan mencari informasi
serta dukungan dari keluarga atau teman. Perasaan bersalah, rasa takut,
depresi dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual.

I. Perawat Sebagai Model Peran


Setiap manusia mempunyai tiga kebutuhan spiritual yang sama, yaitu kebutuhan
akan arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan, serta
kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan. Kebutuhan klien tersebut sering
ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan/
asuhan keperawatan. Ketika perawat menyusun perencanaan untuk menjadi
contoh peran spiritual bagi kliennya, perawat juga menyusun tujuan bagi dirinya
sendiri.

Menurut Taylor, Lilis, dan Le Mone (2008), dalam hal ini perawat akan:
1. Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi
kebutuhannya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai
berhubungan dan pengampunan.

13
2. Bertolak dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika
menghadapi nyeri, penderitaan dan kematian dalam melakukan praktek
professional.
3. Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.
4. Menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, caring
dan kreativitas dalam interaksinya dengan orang lain.
5. Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun berbeda
dengan keyakinan spiritual perawat.
6. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang bagaimana keyakinan spiritual
klien mempengaruhi gaya hidup mereka, berespons terhadap penyakit,
pilihan pelayanan kesehatan dan pilihan terapi.
7. Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.
8. Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk membantu
klien yang sedang mengalami distress spiritual.

J. Proses Keperawatan Spiritual


1. Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting, yaitu sebaiknya
dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial klien. Selanjutnya, jika klien
menanyakan tentang aspek psikososial ini, perawat langsung dapat
menjelaskan bahwa keyakinan spiritual seseorang juga merupakan bagian
penting untuk memelihara kesehatan.

Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subyektif dan data objektif.


Menurut Craven and Hirnle (1996), dilengkapi dengan tulisan Kozier,Blais
and Wilkinson (1995), serta Taylor, Lillis and Le Mone (1997). Pada
dasarnya, informasi awal yang perlu di gali secara umum, adalah sebagai
berikut:
a. Abiliasi Agama:
1) Partisipasi klien dalam kegiatan agama, apakah dilakukan secara
aktif atau tidak aktif.
2) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.

b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi:

14
1) Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau
upacara agama.
2) Perspesi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
3) Strategi koping.
c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
1) Tujuan dan arti hidup
2) Tujuan dan arti kematian
3) Kesehatan dan pemeliharaannya
4) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, dan orang lain.

Pengkajian data subjektif. Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh


stoll dalam Craven and Hirnle (2001): mencakup 4 area yaitu:
a. Konsep tentang Tuhan dan Ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Pertanyaan
yang dapat di ajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola
fungsi spiritual klien antara lain sebagai berikut:
1) Apakah agama atau Tuhan merupakan hal yang penting dalam
kehidupan anda ?
2) Kepada siapa anda meminta bantuan?
3) Apakah anda merasa kepercayaan (agama) membantu anda? Jika
iya, jelaskan dapat membantu anda?
4) Apakah sakit atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami
yang telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan atau praktik
kepercayaan yang anda anut?

Fish and Shelly dalan Craven and Hirnle (2001) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif, yaitu:
a. Mengapa anda berada di rumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda
memandang kehidupan?
c. Apakah penyakit anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan orang
yang paling berarti dalam kehidupan anda?

15
d. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda
melihat diri anda sendiri?
e. Apa yang anda paling butuhkan saat ini ?

Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spiritual anak,


antara lain sebagai beritkut:
1) Bagaimana perasaamu ketika dalam kesulitan?
2) Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut
(selain kepada orang tua)?
3) Apakah kegemaran yang di lakukan ketika sedang merasa bahagia/
gembira? Ketika sedang bersedih?
4) Engkau tau siapakah Tuhan itu? Seperti apakah Tuhan itu?

Pengkajian data objektif. Pengkajian data objektif dilakukan melalui


pengkajian klinis yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku,
herbalisasi, hubungan inter personal dan lingkungan. Pengkajian data objektif
terutama di lakukan melalui observasi. Perawat perlu mengobservasi aspek
berikut ini untuk mendapatkan data objektif atau data klinis.
a. Afek dan sikap
1) Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, agitasi, cemas,
apatis atau preokupasi?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci
atau buku keagamaan?
2) Apakah klien seringkali mengeluh tidak dapat tidur,bermimpi buruk
dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang
tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
c. Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut tuhan, doa, rumah ibadah atau topik
keagamaan lainnya (walaupun hanya sepintas)?
2) Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama?
3) Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian,
kepedulian dengan arti kehidupan, konflik batin tentang keyakinan

16
agama, arti penderitaan atau implikasi terapi terhadap nilai
moral/etik?
d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien?
2) Bagaimana respon klien terhadap pengunjung?
3) Apakah pemuka agama mengunjungi klien?
4) Bagaimana hubungan klien dengan klien yang lain dan dengan
tenaga keperawatan?
e. Lingkungan
1) Apakah klien membawa kitab suci perlengkapan sembahyang?
2) Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur
keagamaan?

Panduan pengkajian terfokus


Aspek untuk dikaji Pertanyaan dan pendekatan
Keyakinan spiritual Apakah ada keyakinan spiritual yang
penting bagi anda?
Apakah keyakinan spiritual anda
mengatur tindakan yang berkonflik
dengan terapi yang direkomendasikan
dokter?
Praktik spiritual Uraikan praktik spiritual yang biasa anda
lakukan atau yang mengganggu anda
melakukannya?
Apakah saya dapat membantu anda
melakukannya?
Hubungan antara spiritual dengan Uraikan bagaimana keyakinan spiritual
kehidupan sehari-hari anda dapat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari?
Apakah pengaruh tersebut membuat
hidup anda lebih sehat atau tidak?
Defisit atau disstres spiritual Apakah keyakinan spiritual anda akhir-
akhir ini menyebabkan disstres?

17
Kebutuhan spiritual Dengan apa perawat dapat membantu
anda memenuhi kebutuhan spiritual
anda?
Apakah anda ingin berhubungan dengan
pemuka agama?
Kebutuhan menemukan arti dan tujuan Dengan cara apa keyakinan agama anda
membantu atau menghalangi anda
memahami situasi yang dialami akhir ini
serta menghadapinya dengan keberanian
dari perasaan damai?
Kebutuhan mencintai dan keterikatan Dengan cara apa keyakinan agama anda
membantu memenuhi kebutuhan
mencintai atau dicintai?
Kebutuhan untuk mendapatkan Dengan cara apa agama anda membantu
pengampunan anda merasa damai?
Observasi perilaku penting Waspadai kemungkinan perubahan
mendadak dalam praktik spiritual,
perubahan alam perasaan minat yang
tiba-tiba terhadap hal-hal spiritual dan
gangguan pola tidur semua ini dapat
menunjukkan kebutuhan spiritual yang
belum terpenuhi

2. Diagnosis keperawatan
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan disstres spiritual sebagai etiologi
atau penyebab masalah lain.
a. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan
spiritual
b. Ketidakefektifan koping individual yang berhubungan dengan
kehilangan agama sebagai dukungan utama (merasa ditinggalkan
Tuhan)
c. Takut yang berhubungan dengan belum siap menghadapi kematian dan
pengalaman kehidupan setelah kematian
18
d. Berduka yang disfungsional: keputusasaan yang berhubungan dengan
keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti
e. Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada
yang peduli, termasuk Tuhan.
f. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi korban
g. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk hidup
sesuai dengan ajaran agama.
h. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai.
i. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distress spiritual.
j. Risiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan
perasaan bahwa hidup ini tidak berarti.

3. Perencanaan
Setelah diagnosis keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi,
selanjutnya perawat menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi.Tujuan
asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual harus
difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik
keagamaan dan keyakinan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara
individual dengan mempertimbangkan riwayat klien, area berisiko dan tanda-
tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.
Contoh tujuan untuk klien distress spiritual meliputi, klien akan:
a. Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk
memperoleh arti dan tujuan, mencintai, keterikatan dan pengampunan
b. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika
menghadapi tantangan terhadap penyakit, cedera atau krisis kehidupan
lain
c. Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan
diri sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar
d. Mengekspresikan kepuasan dengan kehidupan sehari-hari.

Hasil yang diperkirakan pada klien dengan distress spiritual harus bersifat
individual dan meliputi kriteria, klien akan:
a. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual

19
b. Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang menentang keyakinan
spiritual.
c. Menggali alternatif :mengingkari, memodifikasi atau menguatkan
keyakinan (mengembangkan keyakinan baru).
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok
pengajian dan lain-lain).
e. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual
setelah keberhasilan intervensi.

Pada dasarnya, perencanaan pada klien dengan distress spiritual dirancang


untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:
a. Membantu klien memenuhi kewajiban agamanya;
b. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara
lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialaminya;
c. Membantu klien mempertahankan atau membina hubungan personal
yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi pristiwa
yang kurang menyenangkan;
d. Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang
dihadapinya;
e. Meningkatkan perasaan penuh harapan;
f. Memberi sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

4. Implementasi
Perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip-prinsip
kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut:
a. Periksa keyakinan spiritual pribadi klien
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
spiritualnya
c. Jangan mengansumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
d. Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual klien
e. Berespon secara singkat, spesifik, dan factual.
f. Mendengarkan secara aktif, dan menunjukkan empati yang berarti
menghayati masalah klien.

20
g. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,
menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi serta menggali
perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien.
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan
verbal klien.
i. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasaan
klien.
j. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti
menyetujui klien.
k. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap
penyakit.
l. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan atau anugrah dari tuhan?
m. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama.
n. Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.

Penerapan Intervensi keperawatan perlu disesuaikan dengan tahap


perkembangan dan keyakinan agama tiap individu. Craven & Hirnle (1996)
mengklasifikasikan intervensi berdasarkan kelompok usia
a. Bayi. Hospitalisasi dan penyakit yang dialami anak akan
mempengaruhi rasa percaya yang mendasar terhadap orang tuanya.
Perawat berperan mendukung kebutuhan spiritual orang tua yang
selanjutnya memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Pemenuhan kebutuhan spiritual pada orang tua dengan bayi yang
dirawat inap adalah dengan mendengarkan, menawarkan dukungan,
dan meningkatkan stabilitas system dukungan keluarga. Untuk
mencapai hal ini, orang tua harus dianjurkan untuk tetap
mempertahankan kontak dengan bayinya semaksimal mungkin.
b. Toddler dan anak pra sekolah. Peran perawat teutama mendukung
keluarga untuk melakukan ritualitas keyakinan agama. Jika keluarga
tidak dapat melakukannya, perawat diharapkan untuk membantu
melakukannya. Anak-anak pada usia ini sangat peka terhadap isu baik
dan buruk. Oleh karena itu jagan sampai mengatakan kepada anak
bahwa rasa sakit atau terapi yang menakutkan merupakan suatu

21
hukuman baginya walaupun mereka mungkin merasakan demikian.
Perlu ditekankan pada anak bahwa mereka tetap dicintai oleh orang
tuanya, perawat, dan bahkan tuhan, serta yang lainnya yang merupakan
sumberkekuatan bagi anak.
c. Anak dan remaja, perawat perlu memahami bahwa pada usia ini, anak
dan remaja sudah tidak beranggapan lagi bahwa penyakitnya
disebabkan karena pernah berbuat salah sehingga mendapat hukuman
dari Tuhan. Justru pada masa ini, anak dan remaja merasa takut dan
cemas dengan lingkungan sekitarnya. Penerimaan dan klarifikasi
pengalaman merupakan cara yang efektif untuk membantu menemukan
arti dari peristiwa yang dialami. Perkembangan interaksi dengan teman
sebaya tetap merupakan prioritas meskipun remaja sedang sakit. Oleh
karena itu, perawat perlu menjalin hubungan baik dengan temannya
dan menyarankan mereka untuk secara rutin mengunjungi temannya
yang sedang dirawat, kecuali jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Remaja mempunyai kemampuan untuk mengkonsepsualisasi hubungan
personalnya dengan Tuhan. Pada saat sakit, remaja mungkin
mempertanyakan pengalamannya dan mencoba untuk
mengintegrasikan pengalaman tersebut dalam kehidupan mereka, sama
halnya dengan orang dewasa. Perawat sebaiknya menindaklanjuti data
tentang kebutuhan spiritual yang di peroleh pada saat pengkajian, dan
jika diperlukan, memfasilitasi kunjungan pemuka agama atau orang
yang dekat dengan remaja sebagaimana dengan yang diinginkannya.
d. Dewasa dan lanjut usia. Klien usia dewasa muda cenderung
mengklarifikasi keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan
pengalaman dan hubungannya pada masa lalu. Pada saat ini, klien
membina keyakinan pribadi dan mencari arti dari kehidupan yang
dijalaninya. Dalam hubungan jangka panjang dengan klien yang
dirawat, perawat diharapkan bersedia menjadi pendengar aktif,
memberi dukungan, dan membantu memvalidasi perasaan dan
pengalaman klien yang selanjutnya akan memfasilitasi penggalian
pengalaman arti kehidupan dan kematian bagi klien. Pada saat
bersamaan, perawat perlu juga tetap menjalin hubungan dengan
keluarga klien karena hubungan ini juga akan memberi arti tertentu

22
dalam kehidupan klein, Selama masa usia tengah baya, klien lebih
peduli pada pandangan yang lebih luas dan lebih peduli pada perbedaan
pandangan yang memungkinkan mereka lebih terbuka pada perbedaan
spiritualitas. Dalam hal ini, perawat membantu klien untuk lebih
membuka diri dan bukan membuat klien merasa terancam karena
terdapat perbedaan pandangan tersebut. Pada klien lanjut usia, perawat
perlu mendengarkan dan memberikan dukungan kepada klien yang
sedang menghadapi situasi sehat sakit dengan meninjau kembali
pengalaman masa lalu pada lansia. Perawat menberi kesempatan
kepada lansia untuk menggali pengalaman masa lalunya dan
memahami pengalaman lansia tersebut. Apabila karena proses penuaan
yang dialami lansia, tidak memungkinkan mereka untuk berhubungan
atau berperan serta dalam kegiatan keagamaan. Perawat perlu
memfasilitasi hubungan klien lansia denagn individu atau kelompok
yang ada di masyarakat. Kelangsungan hubungan lansia dengan
lingkungan masayarakat memberi arti dan harapan bagi meraka. Lansia
juga perlu tetap difasilitasi untuk menjalin hubungan dengan generasi
yang lebih muda. Apalagi jika pasangan hidupnya dan teman seusianya
sudah meinggal dunia. Bahkan perawat perlu membantu klien lansia
untuk menghadapi kematiannya sendiri.

5. Evaluasi
Perawat mengevaluasi apakah intervensi keperawatan membantu menguatkan
spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritualitas klien dengan
perilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien
harus mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan citra diri yang
kuat dan realistis, dan mengalami hubungan interpersonal yang terbuka dan
hangat. Keluarga dan teman, dengan siapa klien telah membentuk
persahabatan dapat dijadikan sumber informasi evaluatif. Klien harus juga
mempertahankan misi dalam hidup dan sebagian individu percaya dan yakin
dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atau Maha Tinggi. Bagi klien dengan
penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada keberhasilan membantu
klien meraih kembali harapan hidup (Potter anfd Perry, 1997).

23
Untuk mengatahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien mampu:
a. Mampu beristirahat dengan tenang
b. Menyatakan penerimaan keputusan moral / etika
c. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
d. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
e. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
f. Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan
ansietas
g. Menunjukkan perilaku lebih positif
h. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.

K. Distress Spiritual dan Resiko Distress Spiritual (Menurut NANDA 2016)


1. Distress spiritual
a) Definisi
Hambatan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan
tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, musik,
seni, buku alam, ataupun dengan Tuhan Yang Maha Esa.

b) Batasan karakteristik
Hubungan dengan diri sendiri:
1) Kurang diterima
2) Kurang dorongan
3) Harapan
4) Marah
5) Makna dan tujuan hidup
6) Perasaan tidak dicintai
7) Rasa bersalah
8) Koping tidak efektif
9) Memaafkan diri sendiri
10) Kedamaian dan ketentraman

24
c) Hubungan dengan orang lain:
1) Menolak interaksi dengan orang terdekat
2) Menolak interaksi dengan pembimbing spiritual
3) Mengungkapkan pengasingan
4) Mengatakan dipisahkan dari sistem pendukung

d) Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam:


1) Penurunan ekspresi tentang pola kreativitas sebelumnya
2) Tidak berminat membaca literatur spiritual
3) Tidak berminat pada alam

e) Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri:
1) Ketidakmampuan berdoa
2) Ketidakmampuan berintrospeksi diri
3) Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktifitas keagamaan
4) Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
5) Marah terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya
6) Meminta menemui pemimpin keagamaan
7) Mengungkapkan penderitaan
8) Perasaan diabaikan
9) Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual
10) Tidak berdaya

f) Faktor yang Berhubungan


1) Kematian (orang lain)
2) Menjelang ajal aktif
3) Ansietas
4) Penyakit kronis
5) Perubahan hidup
6) Kesepian atau pengasingan sosial
7) Nyeri
8) Peniadaan diri
9) Deprivasi sosiokultural

25
2. Resiko Distress Spiritual
a. Definisi
Beresiko terhadap hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan
diri sendiri, orang lain, seni, musik, buku, alam, ataupun dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Faktor Resiko
Perkembangan
1) Perubahan hidup
Lingkungan
1) Bencana alam
2) Perubahan lingkungan
Fisik
1) Penyakit fisik
2) Penyalahgunaan zat
3) Sakit kronis
Psokososial
1) Ansietas
2) Berpisah dengan sistem pendukung
3) Depresi
4) Hambatan untuk mengalami cinta
5) Harga diri rendah
6) Hubungan tidak efektif
7) Kehilangan
8) Ketidakmampuan untuk memaafkan
9) Konflik kultural
10) Konflik rasial
11) Perubahan dalam praktik spiritual
12) Perubahan dalam ritual agama
13) stress

26
BAB III
KASUS

Tn.AW (50 tahun) sudah perawatan 5 hari perawatan icu tergantung ventilator dan
beresiko mengalami henti jantung. Menurut keluarga, pasien masuk sudah tidak
sadar ± 2 jam di rumah, ngorok dan nafas cepat tidak teratur, dan sampai di UGD
langsung RJP, pasien ada riwayat hipertensi merokok 2 bungkus per hari dan
sering mengalami batuk lama. Selama di rawat di icu beberapa kali mengalami
kritis, hemodinamik tidak stabil dan tetap dalam keadaan vegetative, terapi
intensif tidak menunjukkan respon malah cenderung prognosa tidak baik.
Akhirnya tim kesehatan berunding dengan keluarga menginformasikan kondisi
pasien dan disepakati Tn.AW hanya dilakukan palliatif care. Keluarga pasien
membutuhkan informasi disertai dengan dukungan emosional dan spiritual akan
asuhan keperawatan yang baik dan meyakinkan keluarga. Tim kesehatan
mematikan mesin ventilator tidaklah selalu salah secara moral, jika kondisi pasien
tak ada harapan lagi bukan mengakhiri nyawa pasien tetapi hanyalah
menghentikan suatu prosedur sulit yang sia-sia justru karena sadar tidak kuasa
melawan kodrat Allah kita serahkan kepada Allah untuk keputusan akhir.
Tugas:
1. Pengkajian keluarga dalam aspek spiritual seperti apa yang dikumpulkan
tim kesehatan?
2. Masalah spiritual yang bisa terjadi pada Tn.AW (50 tahun) termasuk
keluarga yang ditinggalkan (minimal 4) ?
3. Buatlah rencana spiritual (mandiri dan kolaborasi) lengkap dengan
rasional dari masalah prioritas?
4. Beberapa perawat yang mengamati pasien menjelang ajal diruang tersebut,
didapatkan mereka memeluk buku doa di dadanya dengan kesadaran
vegetative menggerakkan bibirnya seperti sedang berdoa khusuk, atau
ventilator berbunyi terus, pasien gelisah padahal perawat mengamati fisik
pasien vital sign relatif normal. Rumuskan rencana keperawatan untuk
memberikan dukungan spiritual pada pasien ini?

27
A. Pengkajian Keluarga Dalam Aspek Spiritual
1. Pengkajian data subyektif
a. Konsep tentang ketuhanan yang di anut keluarga
b. Sumber kekuatan dan harapan keluarga
c. Praktik agama dan ritual keluarga
d. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan yang di
anut keluarga

2. Pengkajian data obyektif


Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang
meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama
dilakukan melalui observasi. Pengkajian tersebut meliputi:
a. Afek dan sikap
Apakah keluarga pasien tampak depresi, marah, cemas melihat
kondisi pasien?
b. Perilaku
Apakah keluarga pasien tampak berdoa ketika melihat kondisi pasien
atau membawa buku keagamaan?
c. Verbalisasi
Apakah keluarga pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau
topik keagamaan lainnya? Apakah keluarga pasien pernah minta
untuk dikunjungi oleh pemuka agama untuk bersama mendoakan
pasien? dan apakah keluarga pasien mengekspresikan rasa takutnya
terhadap kondisi pasien karena beranggapan kematian pasien semakin
dekat?
d. Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien selain keluarga? Bagaimana keluarga pasien
berespon terhadap pengunjung? Apakah pemuka agama datang
mengunjungi pasien? Dan bagaimana keluarga pasien berhubungan
dengan perawat?.
e. Lingkungan
Apakah keluarga pasien membawa kitab suci atau perlengkapan
ibadah lainnya? apakah keluarga pasien menerima kiriman tanda

28
simpati dari unsur keagamaan?, dan apakah keluarga pasien dan
pasien memakai tanda keagamaan? (misalnya memakai jilbab,
kopiah).

B. Masalah Spiritual Yang Bisa Terjadi Pada Tn.AW (50 tahun) Termasuk
Keluarga Yang Ditinggalkan
Masalah spiritual yang bisa terjadi pada Tn.AW (50 tahun) termasuk keluarga
yang ditinggalkan, yaitu meliputi:
Diagnosa aktual yang bisa terjadi meliputi:
1. Distress spiritual
2. Ketidakpatuhan
3. Hambatan religiositas

Diagnosa resiko yang bisa terjadi meliputi:


1. Resiko distress spiritual

Diagnosa mengenai kesiapan yang bisa terjadi meliputi:


1. Kesiapan meningkatkan harapan
2. Kesiapan meningkatkan religiositas

C. Rencana Spiritual (mandiri dan kolaborasi) Lengkap Dengan Rasional


Dari Masalah Prioritas
1. Masalah prioritas : distress spiritual
2. Tujuan : menciptakan lingkungan yang mendukung praktek keagamaan
dan kepercayaan yang bisa dilakukan oleh keluarga pasien maupun pasien
pada kondisi pasien terminal.
3. Kriteria hasil
a. Mampu mengontrol kecemasan baik pasien maupun keluarga pasien
b. Mampu mengontrol tingkat depresi dan level stress
c. Mampu memproses informasi
d. Penerimaan atau kesiapan menghadapi kematian
e. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan
f. Penerimaan terhadap status kesehatan

29
g. Mampu beradaptasi terhadap ketidakmampuan fisik/ cacat fisik
h. Kesehatan spiritual

4. Rencana keperawatan
a. Kaji tingkat kecemasan keluarga pasien
b. Support spiritual, meliputi:
1) Buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan
Rasional: membantu pasien mencari arti keberadaannya dan
situasi yang sedang dihadapinya
2) Beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika
diperlukan
Rasional: meningkatkan perasaan penuh harapan
3) Siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien, jika
diperlukan
Rasional: untuk meningkatkan rasa kepercayaan dalam diri pasien
terhadap dukungan lingkungan sekitarnya tentang spiritualty nya.
4) Tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien dan/ atau keluarga pasien
Rasional: memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan
dan membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya.
5) Berekspersi empati dengan perasaan pasien dan keluarga pasien.
Rasional: agar keluarga pasien dan pasien merasa nyaman dan
dihargai dengan keberadaannya bersama perawat sehingga
keluarga mampu mengeksplorasi perasaannya secara terbuka
kepada perawat.
6) Fasilitasi pasien dan keluarga pasien dalam meditasi, berdo'a dan
ritual keagamaan lainnya,
Rasional: membantu pasien dan keluarga pasien mempertahankan
atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha
Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang
menyenangkan.
7) Yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport
pasien ketika sedang menderita, dengan pelayanan yang
profesional meskipun pasien dalam keadaan tidak sadar.

30
Rasional: meskipun pasien dalam keadaan tidak sadar atau koma,
namun pasien masih bisa merasakan atau mendengarkan
lingkungan sekitar, sehingga kita sebagai perawat tetap
berkomunikasi kepada pasien hanya untuk menjelaskan apa yang
akan perawat lakukan, tanpa memberikan pertanyaan.
8) Buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian.
Rasional: bila memungkinkan, maka hal ini penting untuk
menentukan tingkat harapan pasien dan tingkat kecemasan pasien.
9) Bantu pasien untuk mengekspresikan dengan benar dan
mengurangi kemarahan dengan cara yang tepat.
Rasional: agar pasien menjadi lebih menerima tentang kondisi
terminalnya dengan harapan meninggal dunia dalam keadaan
khusnul khatimah atau keadaan damai.

D. Rencana Keperawatan Untuk Memberikan Dukungan Spiritual Pada


Pasien
Beberapa perawat yang mengamati pasien menjelang ajal diruang tersebut,
didapatkan mereka memeluk buku doa di dadanya dengan kesadaran vegetatif
menggerakkan bibirnya seperti sedang berdoa khusuk, atau ventilator
berbunyi terus, pasien gelisah padahal perawat mengamati fisik pasien vital
sign relatif normal. Rumuskan rencana keperawatan untuk memberikan
dukungan spiritual pada pasien ini.?

1. Pengkajian
a. Data obyektif:
1) Pasien tampak memeluk buku doa didadanya
2) Dengan kesedaran vegetatif, pasien menggerakkan bibirnya seperti
sedang berdo’a khusuk, atau ventilator berbunyi terus
3) Pasien tampak gelisah, padahal pasien vital sign relatif normal

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil dari kasus di atas yaitu:
a. Distress spiritual

31
3. Intervensi keperawatan
a. Distress spiritual
Intervensi:
1) Support spiritual pasien, meliputi:
a) Buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan
ketidakberdayaan
b) Beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual,
jika diperlukan
c) Siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
d) Tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien
e) Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien
mengklarifikasi kepercayaan dan nilai jika diperlukan
f) Mampu untuk mendengar perasaan pasien
g) Berekspersi empati dengan perasaan pasien
h) Fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan
lainnya
i) Dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan
kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk berdo'a atau ritual
keagamaan
j) Yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat
mensupport pasien ketika sedang menderita
k) Buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian
l) Bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu
mengungkapkan rasa marah dengan cara yang baik.

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Pencipta.
Sebagai contoh sesorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa. Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab
atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,
penyakit fisik atau kematian. kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.
Setiap manusia mempunyai tiga kebutuhan spiritual yang sama, yaitu
kebutuhan akan arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
berhubungan, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan.

B. Saran
Agar pembaca dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan spiritual terhadap
pasien yang menjelang ajal. Pembaca juga dapat mengetahui apa saja
kebutuhan spiritual yang sesuai dengan keyakinan dan arti tujuan hidup klien
saat ini.Disarankan untuk para perawat ikut memberikan dukungan spiritual
kepada keluarga pasien dan pasien terminal, sebagai salah satu asuhan
keperawatan paliatif untuk memenuhi kebutuhan hidup pasien selama masa
perawatan menjelang ajalnya, sehingga diharapkan pasien dapat meninggal
dunia dengan damai, dan keluarga yang ditinggalkan dapat menerimanya
dengan ikhlas.

33
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H.2015. “Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC”. Jogjakarta:MediaAction

Campbell, Margaret.2013. “Nurse To Nurse. Perawatan Paliatif”. Jakarta:


Salemba Medika

34

Anda mungkin juga menyukai