PERLINDUNGAN TERHADAP
KEKERASAN FISIK
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam. Salah
satu definisi yang paling sederhana adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti
orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan. Masing-
masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbeda-beda.
Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di rumah sakit. Berdasarkan hal di atas,
maka perlu dikembangkan suatu mekanisme untuk melindungi setiap individu di rumah
sakit terhadap kekerasan fisik, terutama kelompok rentan.
Pengertian kelompok rentan telah dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan
perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Kelompok masyarakat yang rentan antara lain adalah orang lanjut usia,
anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Dalam standar akreditasi rumah sakit saat ini, setiap rumah sakit dituntut untuk
memberikan perlindungan terhadap pasien yang dianggap rentan dan butuh perhatian
khusus. Golongan pasien ini antara lain anak – anak, manula, penyandang cacat, pasien
tidak sadar, pasien dengan gangguan mental dan pasien tanpa identitas. Hal ini semakin
menegaskan bahwa peran rumah sakit tidak hanya sebagai fasilitas kesehatan rujukan
namun juga dapat memberikan perlindungan bagi pasien yang tergolong rentan dan
membutuhkan perhatian khusus .
1.2 Pengertian
2
3. Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
4. Penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal: Penyandang cacat
fisik, penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik dan mental.
1.3 Tujuan
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/ pengunjung/ pegawai rumah sakit
selama berada dalam rumah sakit.
2. Panduan ini ditujukan untuk Petugas Medis dan non Medis RS Thursina yang
terlibat dalam proses pelayanan dan identifikasi kekerasan.
3
BAB II
DASAR-DASAR HUKUM
4
BAB III
TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP
KEKERASAN FISIK DI RUMAH SAKIT
1. Setiap tempat atau area terutama yang rawan terjadi tindak kekerasan di rumah sakit
di awasi oleh kamera CCTV.
2. Petugas keamanan rumah sakit melakukan patroli untuk mengawasi keamanan
lingkungan rumah sakit.
3. Semua pasien/ pendamping pasien/ pengunjung /pegawai rumah sakit yang berada
dalam rumah sakit harus diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan
selama berada dirumah sakit.
4. Setiap pasien/ pendamping pasien/ pengunjung/ pegawai rumah sakit yang berada
dalam rumah sakit harus menggunakan tanda pengenal berupa gelang identitas
pasien, kartu pendamping pasien/ visitor pass/ name tag pegawai.
5. Ruang rawat anak, PICU, NICU harus selalu dijaga oleh petugas dan tidak boleh di
tinggalkan kosong.
6. Perawat/ bidan hanya memberikan bayi kepada ibu kandung bayi/ atau keluarga bayi
yang dapat dipertanggung jawabkan dan bukan kepada orang lain.
7. Jumlah pengunjung dan tujuan pengunjung harus selalu tercatat di dalam buku
kunjungan yang telah disediakan.
8. Apabila terjadi kekerasan fisik di rumah sakit, maka petugas keamanan rumah sakit
segera melakukan antisipasi sesuai dengan prosedur penanganan kekerasan fisik di
rumah sakit.
9. Apabila terdapat korban kekerasan fisik yang tidak sadar / dibawah umur berobat ke
rumah sakit, maka rumah sakit segera memberikan pelayanan kesehatan dan
melakukan prosedur perlindungan kekerasan fisik.
5
3.2 Kewajiban dan Tanggung Jawab
6
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
a. Memastikan seluruh staf diInstalasi memahami prosedur identifikasi
pasien/ pengunjung/ Pegawai rumah sakit.
b. Memastikan seluruh staf diInstalasi memahami prinsip pencegahan kekerasan fisik di
rumah sakit.
c. Menyelidiki semua insiden salah identifikasi pasien/ pengunjung/ Pegawai rumah sakit
dan
memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali
kejadian
tersebut.
7
e. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya:
‘Siapa nama Anda?’ (jangan menggunakan pertanyaan tertutup seperti ‘Apakah nama
anda Ibu Susi?’)
f. Petugas Keamanan menjelaskan prosedur tanda visitor dan tujuannya kepada pengunjung
g. Petugas keamanan mempersilahkan pengunjung untuk mengisi buku kunjungan.
h. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam lingkungan
rumah sakit dengan menggunakan tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM,
Parpor).
i. Pastikan pemakaian tanda visitor pada pengunjung di daerah dada (tempat yang mudah
terlihat), jelaskan dan pastikan tanda visitor terpasang dengan baik dan nyaman untuk
pengunjung.
j. Tanda visitor harus diberikan pada semua pengunjung tidak ada pengecualian dan harus
dipakai selama berada dalam lingkungan rumah sakit.
k. Jika tidak dapat diberikan pada pengunjung karena merupakan tamu penting (sudah ada
janji dengan pihak manajemen) maka pastikan pengunjung tersebut dikenali oleh pihak
manajemen sebelum bertemu dengan pihak manajemen rumah sakit.
l. Tanda visitor hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/pulang dari lingkungan rumah
sakit. Tanda visitor tersebut hanya boleh dilepas di depan dan dikembalikan pada pihak
keamanan dengan menukar tanda pengenal yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor) yang
sudah dititipkan/ditinggalkan pada saat akan memasuki dalam lingkungan rumah sakit
m. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda visitor
n. Jika tanda visitor rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan tanda visitor yang baru.
o. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga petugas
keamanan.
8
c. Petugas Keamanan meminta Kartu Identitas salah satu Pendamping/ Keluarga
Pasien yang akan menjaga pasien di RS untuk dititipkan selama keluarga pasien
menggunakan Kartu Pendamping Pasien (Carer Pass).
d. Apabila Pendamping/ keluarga pasien, tidak bisa atau berkeberatan menitipkan
kartu identitas maka, Pendamping/ keluarga pasien diminta untuk menitipkan uang
Rp. 20.000 dan menandatangani Surat Pernyataan yang telah disediakan.
e. Petugas Keamanan memberikan Kartu Pendamping Pasien (Carer Pass) kepada
Pendamping/ Keluarga Pasien yang akan menjaga pasien di rumah sakit.
f. Petugas Keamanan mengucapkan salam dan terimakasih kepada Pendamping/
Keluarga Pasien.
9
d. Dalam menghadapi tindak kekerasan di rumah sakit, petugas di instalasi harus
bersikap tenang dan tidak menyudutkan. Lakukan mediasi dan jangan
menggunakan kekerasan untuk menghentikan pelaku kekerasan.
e. Apabila petugas di Instalasi tidak bisa menghentikan pelaku kekerasan secara
mediasi, maka petugas harus segera memanggil petugas keamanan yang bertugas.
f. Tim (terdiri dari Petugas keamanan RS) segera menuju tempat terjadinya insiden
kekerasan fisik di rumah sakit, lengkap dengan alat pelindung diri seperti : rompi,
sarung tangan, dan pelindung kepala.
g. Sebelum ke tempat kejadian, Ketua Tim (Danru Petugas Keamanan yang bertugas)
telah menunjuk peran dari masing – masing anggota tim yaitu yang bertugas
mengamankan korban dan yang bertugas melumpuhkan pelaku kekerasan.
h. Tim segera melakukan identifikasi korban kekerasan dan mengamankan korban
agar tidak menerima perlakuan kekerasan lebih lanjut.
i. Korban kekerasan segera mendapat pertolongan medis. Pertolongan medis
dilakukan di IGD atau di tempat lain di rumah sakit apabila diperlukan.
j. Terhadap pelaku tindak kekerasan, Tim segera melakukan upaya untuk
melumpuhkan pelaku.
k. Proses melumpuhkan pelaku kekerasan dilakukan dengan cepat dan mengupayakan
dengan cara mediasi terlebih dahulu.
l. Apabila upaya mediasi tidak berhasil dilakukan, maka tim segera melumpuhkan
pelaku kekerasan dengan cara yang seminimal mungkin menggunakan paksaan.
m. Apabila pelaku kekerasan adalah pasien, maka penggunaan obat – obatan untuk
menenangkan pasien dapat diberikan sesuai keputusan dokter.
n. Setelah dilumpuhkan, apabila pelaku kekerasan bukan pasien, pelaku kekerasan
segera dibawa ke petugas yang berwajib untuk mendapat penyelidikan lebih lanjut.
3.3.7 Tata laksana apabila terdapat korban kekerasan (diawah umur atau tidak
sadarkan diri) yang berobat ke rumah sakit.
a. Pasien datang/ diantar ke Rumah Sakit Thursina
b. Pasien mendaftar di IGD atau Poliklinik
c. Staf medis mengidentifikasi adanya indikasi kekerasan fisik pada pasien.
10
d. Staf medis melakukan penulusuran lebih lanjut terkait kekerasan fisik yang dialami
pasien seperti riwayat penyakit/ kekerasan yg dialami, siapa pelaku dan lokasi
kejadian.
e. Staf medis memberikan pengobatan dan tindakan medis terhadap korban kekerasan
fisik
f. Apabila korban dibawah umur/ mengalami gangguan mental/ tidak sadar/ pasien
manula yang dianggap tidak bisa mengambil keputusan sendiri, maka staf medis
melaporkan kepada bidang humas rumah sakit.
g. Apabila pasien belum mendapatkan perlindungan dan penanganan secara hokum, maka
RSUD kecamatan Mandau melalui bagian Humas dan SDM melaporkan tindak
kekerasan yang terjadi kepada pasien tersebut kepada pihak terkait (Kepolisian,
Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Komisi Perlidungan Anak).
11
ALUR TATA LAKSANA KORBAN KEKERASAN
DI BAWAH UMUR ATAU TIDAK SADARKAN DIRI
KORBAN
RUMAH SAKIT
Identifikasi Kejadian
ICU/ Kekerasan yg dialami
Rawat Jalan PICU pasien
Rawat Inap
Instalasi Terkait
Di Rujuk/
melaporkan ke Bagian
Meninggal
Humas dan SDM
Diperbolehkan Pulang
Humas berkoordinasi
dengan Kepolisian terkait
tindak Kekerasan yang
terjadi
12
Rujukan Non Medis ke
Dinkes Kabupaten,
tembusan ke Polsek
BAB IV
DOKUMENTASI
4.1 Pencatatan
1. Setiap Pengunjung yang datang ke rumah sakit harus diidentifikasi dan dicatat pada
buku kunjungan.
2. Setiap pengunjung yang meninggalkan rumah sakit harus mengembalikan kartu
pengunjung dan dicatat didalam buku kunjungan.
3. Apabila terjadi insiden yang mengharuskan evakuasi, maka buku kunjungan
menjadi salah satu pedoman untuk menghitung jumlah orang yang berada di rumah
sakit saat itu.
4. Setiap tindak kekerasan yang terjadi terhadap pasien harus di catat didalam lembar
status pasien dan dilaporkan menggunakan formulir Insiden Keselamatan Pasien.
5. Setiap tindak kekerasan di lingkungan rumah sakit di catat dalam buku laporan jaga
petugas keamanan
4.2 Pelaporan
1. Setiap kesalahan identifikasi yang menimbulkan risiko atau kerugian kepada
pasien, harus dilaporkan kepada Tim PMKP menggunakan formulir Insiden
Keselamatan Pasien.
2. Setiap tindak kekerasan yang terjadi di rumah sakit harus dilaporkan kepada
Bidang Humas dan SDM rumah sakit secara lisan dan tertulis.
3. Setiap Pasien Korban Kekerasan fisik yang dibawah umur atau tidak sadarkan diri
dan belum mendapatkan perlindungan dan penanganan secara hukum, maka rumah
sakit melalui bidang humas melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait
(Kepolisian/ Dinas sosial/ Dinas Kesehatan/ KPA)
13
14
15
Referensi
16
17