Anda di halaman 1dari 10

TREND&ISSUE KEPERAWATAN (HOSPIC CARE)

Pengertian
Perawatan hospis dan home care diberikan oleh tim multi disiplin kesehatan dimana
seorang perawat menjadi koordinatornya. Para klien pengidap kanker yang dirawat di hospis
atau home care masih tetap menjadi populasi beresiko dimana kebutuhan akan kesehatannya
memerlukan perhatian jangka panjang (Ferrel & Dow, 1997).
Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana pengobatan terhadap
penyakitnya tidak diperlukanlagi (dokter sudah angkat tangan). Perawatan ini bertujuan
meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-
spiritual (HHC-YKI).

Hospice home care merupakan pelayanan/perawatan pasien kanker terminal (stadium


akhir) yang dilakukan di rumah pasien setelah dirawat di rumah sakit dan kembali keruma

Tujuan

Tiga tujuan utama dari pelayanan hospice home care pada paisen, diantaranya:

1. Meringankan pasien dari penderitaannya, baik fisik (misalnya rasa nyeri, mual,
muntah, dll), maupun psikis (sedih, marah, khawatir, dll) yang berhubungan dengan
penyakitnya.
2. Memberikan dukungan moril, spiritual maupun pelatihan praktis dalam hal
perawatan pasien bagi keluarga pasien dan perawat.
3. Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka cita.

Pelayanan Hospice Home Care

Hospice care juga merupakan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien di rumah
sakit, pelayanan yang diberikan adalah pelayanan medis secara menyeluruh dan memberikan
dukungan sosial, emosional, spiritual dengan maksud untuk meringankan rasa sakit pada pasien
dan keluarga.

Tujuan yang ingin dicapai dari hospice care adalah perawatan paliatif (manajeman
kenyamanan) bukan hanya dari pelayanan kuratif (terapi) saja. Kelebihan dari layanan hospice
care ini dapat diberikan dirumah pasien, hanya saja pasien terkadang lebih memilih untuk
melakukkan rawat jalan, yang mana menawarkan bantuan dan istirahat sebagai pemberian
pelayanan dasar.
Perawatan hospis dan home care diberikan oleh tim multi disiplin kesehatan dimana
seorang perawat menjadi koordinatornya. Para klien yang dirawat di hospis
atau home care masih tetap menjadi populasi berresiko dimana kebutuhan akan kesehatannya
memerlukan perhatian jangka panjang (Ferrel & Dow, 1997).

Perawatan hospis yang dilaksanakan di rumah atau hospice home care adalah pelayanan
kesehatan kepada klien yang pada umumnya bersifat paliatif dan berfokus pada kesejahteraan
klien. Pendekatan holistik merupakan aspek yang paling penting dalam pelayanan ini dimana
tiga komponen individual yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan semangat hidup saling mendukung.
Oleh karena itu, jika salah satu komponen tubuh terganggu maka akan terjadi ketidak
harmonisan pada dua komponen yang lain.

Asuhan fisik adalah pelayanan yang diberikan untuk mempertahankan kesejahteraan


fisik. Rasa nyeri, status cairan dan nutrisi merupakan dimensi penting dalam asuhan fisik dimana
klien pengidap kanker sering mengalami gejala kaheksia, dan xerostomia sebagai akibat ketidak
seimbangan status cairan dan nutrisi (Brant, 1998). Asuhan psikososial termasuk pelayanan
untuk mempertahankan keseimbangan hubungan dan komunikasi dengan keluarga. Selain itu,
terjadinya depresi sebagai manifestasi ketidak seimbangan psikososial termasuk dalam asuhan
psikososial.

Perawatan di hospis atau home care bertujuan untuk mempertahankan konsep paripurna
dan individualistik meliputi perawatan fisiologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Jenis
pelayanan ini diharapkan dapat mempertahankan pola hidup klien sebelumnya sehingga dapat
mempertahankan kondisi kualitas hidup klien sesuai dengan harapannya (McMillan &
Weitzner,2000). Pengukuran kualitas hidup diukur berdasarkan kepuasan klien terhadap domain
kehidupan meliputi fisik, fungsional, sosial, spiritual, psikologis, dan ekonomi (Cohen et al,
1997).

Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Sedangkan Pengobatan paliatif
adalah pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita seoptimal
mungkin dengan kondisi kanker yang dia derita. Umumnya lebih ditujukan untuk mengatasi
gejala penyakitnya dan bukan lagi mengatasi penyebabnya.

Perawatan paliatif merupakan metode yang ampuh dalam membantu pasien lepas dari
penderitaannya, baik nyeri berkepanjangan ataupun keluhan lain. Kondisi ini akan membantu
meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga keluarganya
Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada
akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis
dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

Tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dan yang
ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.

Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah tidak
dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada
penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan berbagai
kelainan yang bersifat kronis.
Perawatan paliatif ini bisa mengeksplorasi individu pasien dan keluarganya bagaimana
memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta kesiapan untuk
menghadapi kematian.

Perawatan paliatif dititikberatkan pada pengendalian gejala dan keluhan, serta bukan
terhadap penyakit utamanya karena penyakit utamanya tidak dapat disembuhkan. Dengan begitu
pasien terbebas dari penderitaan akibat keluhan dan bisa menjalani akhir hidupnya dengan
nyaman.

Dan harus diketahui, pengobatan paliatif seperti ini tidak ada batas waktu sampai kapan
harus dirawat di rumah sakit, karena hanya mengobati gejala penyakit saja sampai menunggu
panggilan Allah. Jangka waktu perawatan bisa sangat lama, dan tentunya memerlukan biaya
sangat besar baik untuk ongkos penginapan, obat-obatan, tenaga medis dan paramedis. Selain itu
keluarga juga akan sangat repot, karena harus menunggu siang maupun malam, sehingga harus
meninggalkan rumah, keluarga dan pekerjaan, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
transport dan lain-lain.

Memang benar, untuk mengatasi keluhan-keluhan fisik yang dirasakan penderita seperti
rasa nyeri, mual-mual, perdarahan, borok, sakit kepala dan lain-lain memerlukan tenaga dokter
dan paramedis. Namun keluhan lain seperti rasa sepi, rasa kesendirian, putus asa, rasa takut,
cemas, was was, rasa ingin dicintai, rasa ingin disayangi, rasa aman, kebutuhan spiritual, support
mental, support sosial, sangat memerlukan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya
yang dengan tulus hati mau mendengar, memberikan uluran kasih sayang dan perhatian yang
sangat diperlukan penderita mendekati saat-saat terakhirnya.
Sementara Prof Dr I W Suardana, SpTHT(K) menuturkan berbagai keluhan biasanya
dirasakan oleh pasien perawatan paliatif ini.

Keluhan yang muncul seperti nyeri, gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare,
konstipasi), gangguan kulit (gatal, kering atau akibat berbaring terlalu lama), kelemahan umum,
gangguan respirasi, kelemahan anggota gerak, gangguan saluran kemih dan juga merasa
bingung.

Perawatan paliatif pasien diajak untuk lebih bisa menerima keadaannya sehingga masih
bisa menjalani hidupnya meskipun umurnya tak lama lagi. Karena kebanyakan kualitas hidup
pasien dengan penyakit tak bisa disembuhkan akan terus memburuk atau menurun jika harapan
pasien tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Tugas dari tim paliatif adalah memodifikasi ekspektasi dari pasien, sehingga jarak antara
harapan dan kenyataannya menjadi lebih dekat. Bisa dengan cara membangkitkan spirit untuk
hidup, orientasi masa depan, keimanan bahkan tentang seksualitasnya.

Harapan selalu ada, tapi sebaiknya tidak memberikan harapan yang palsu karena harapan
juga harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Untuk itu keluarga merupakan kunci makna
hidup dalam perawatan paliatif.

Selain mengurangi gejala-gejala yang muncul, perawatan paliatif juga memberikan


dukungan dalam hal spiritual dan psikososial. Perawatan ini bisa dimulai saat diagnosis
diumumkan sampai akhir hayat dari si pasien.

Meski pasien telah meninggal dunia, perawatan paliatif tidak berhenti sampai di situ.
Karena relawan paliatif juga akan memberikan dukungan moral kepada keluarga yang berduka.

Bagi seorang dokter, butuh empati yang besar dan ketrampilan khusus dalam melakukan
Paliatif care. Penyampaian kabar buruk (ketika pasien tidak bisa sembuh dan harus dilakukan
paliative care) pun harus ada etikanya. Jangan sampai ketika kita menyampaikan kabar buruk
tersebut menimbulkan Stres mendalam bagi pasien maupun keluarganya yang berakibat semakin
cepatnya proses kematian bagi pasien. Terkadang juga tindakan Euthanasia dilakukan jika
tindakan Paliatif sudah dilakukan tapi pasien masih sangat menderita. Namun perlu dicatat,
Tindakan Euthanasia tidak semudah itu dilakukan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan
(permintaan pasien, permintaan keluarga, dasar hukum, adat istiadat setempat, agama dll).

Perawatan paliatif bukan hanya dapat dilakukan di rumah sakit saja, namun dapat juga
dilakukan di luar rumah sakit yaitu di rumah penderita itu sendiri. Perawatan di rumah penderita
sendiri ini disebut juga home care. Home care dapat dilaksanakan dengan standart pengobatan
seperti di rumah sakit.

Untuk dapat melaksanakan perawatan di rumah ini, perlu kerjasama berbagai pihak yang
akan berfungsi sebagai Tim Perawatan Paliatif Rumah, yaitu dokter dan perawat rumah sakit,
dokter di wilayah setempat bisa dokter Puskesmas atau dokter keluarga, PKK setempat dan
relawan yang ingin membantu dan dibekali pelatihan tertentu sesuai bidang minat yang sesuai
baik bidang perawatan, dukungan spiritual maupun dukungan moril.
Prinsip-prinsip Perawatan Paliatif
Prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.

2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.

3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.

4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.

5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.

6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan keluarga.

7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.

8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai
akhir hayat.

9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

Tempat Perawatan Paliatif


Tempat untuk melakukan perawatan paliatif beragam, seperti:

1. Rumah sakit, untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan dengan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau memerlukan peralatan khusus.

2. Puskesmas, untuk pasien yang melakukan rawat jalan.

3. Rumah singgah atau panti (hospis), untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan
pengawasan tenaga kesehatan.

4. Rumah Pasien, untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan atau peralatan
khusus, serta keterampilan perawatan bisa dilakukan oleh anggota keluarga.

Perkembangan Perawatan Paliatif di Indonesia

Tanggal 6 Oktober seluruh masyarakat dunia memperingati World Hospice Palliative


Care Day, Hari Perawatan Hospis dan Paliatif Sedunia. Mungkin peringatan ini tidak banyak
yang tahu karena memang peringatannya tidak seheboh peringatan Hari AIDS Sedunia atau Hari
Tanpa Tembakau Sedunia. Walaupun demikian, tidak mengecilkan arti dari perjuangan mereka
yang bergelut dalam bidang perawatan paliatif.

Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah tidak
dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada
penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan berbagai
kelainan yang bersifatkronis.

Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr.
Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah
(Denpasar).

Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat Pengembangan Paliatif dan
Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat
rumah, day care, dan respite care.

Daritahun 1992-2010 pelayanan perawatan paliatif baru ada di 6 ibukota besar yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, JawaTimur, Bali dan Sulawesi Selatan.

Perawatan paliatif kebanyakan terdapat di rumah sakit pemerintah seperti RS Hasan


Sadikin Bandung, RSCM, RSK Dharmais, RSU Dr Soetomo Surabaya, RS Sanglah Bali, RS Dr
Wahidin Sudirohusodo Makasardan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Betapa pentingnya perawatan paliatif untuk pasien pasien yang telah memasuki fase
terminal dari penyakit yang diderita. Menteri kesehatan sampai perlu menerbitkan sebuah
Kepmenker No. 812/Menkes/SK/VII/2007 yang isinya agar setiap rumah sakit menyediakan
perawatan paliatif di masing masing rumah sakit untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang paripurna tidak hanya yang dilakukan di rumah sakit, tetapi
juga meliputi perawatan pra-rumah sakit, selama di rumah sakit, dan purna rumah sakit.
Tujuannya mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, yang tujuan utamanya
mempertahankan kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin.

Pada kasus yang oleh tim dokter dinyatakan sulit sembuh atau tidak ada harapan lagi,
bahkan mungkin hampir meninggal dunia atau yang dikenal pasien stadium terminal (PST),
tentunya dibutuhkan pelayanan yang spesial. Di sinilah perawatan paliatif menjadi aspek penting
pada pengobatan, khususnya bidang geriatri (masalah kesehatan pada lansia).
Lebih lanjut perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui
identifikasi awal dan penilaian serta terapi dan masalah lain-fisik, psikososial, dan spiritual.
“Dalam perawatan paliatif ini membutuhkan tim multidisiplin,” kata dokter dari Subbagian
Geriatri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK UGM/SMF Geriatri RSUP Dr. Sardjito tersebut.

Melihat pentingnya peran perawatan paliatif ini, Probosuseno berharap agar setiap rumah
sakit (misalnya tipe B) memiliki semacam instalasi perawatan paliatif dan dipakai sebagai salah
satu syarat penilaian akreditasi rumah sakit. Sementara itu, di lingkungan fakultas kedokteran,
akper, sekolah tinggi keperawatan, SMK kesehatan, psikologi, gizi, dan farmasi juga diberikan
materi terkait dengan perawatan paliatif. Dengan demikian, para calon civitas hospitalia
mendapatkan paparan dini tentang perawatan paliatif tersebut.

Senada dengan itu, dr. Ali Agus Fauzi, PGD Pall Med dari Pusat Pengembangan Paliatif
dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo-FK Unair Surabaya menjelaskan perawatan paliatif tidak
saja untuk menyembuhkan penyakit. Selain penderita, yang ditangani juga pihak keluarga.
Beberapa tempat yang memungkinkan untuk dilakukan perawatan paliatif adalah rumah sakit,
puskesmas, rumah singgah (panti/hospis), dan rumah pasien.

Aplikasi perawatan paliatif di RSU Dr Soetomo meliputi perawatan paliatif rawat jalan
(poliklinik), rawat inap, rawat rumah (home care), day care, dan respite care. Tata kerja
organisasi perawatan paliatif ini bersifat koodinatif dan melibatkan semua unsur terkait dengan
mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan yang luas, berinovasi tinggi, dan
layanan sepenuh hati.

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM, Christantie Effendy, S.Kp.,


M.Kes.pada kesempatan tersebut mengangkat persoalan dan kebutuhan pasien kanker di
Indonesia dan Belanda. Menurut Christantie, meskipun Indonesia dan Belanda sangat berbeda,
pasien kanker pada kedua kelompok ini memiliki masalah fisik yang nyaris sama, dengan
kelelahan dan nyeri di urutan atas.

Dari semua masalah yang dialami pasien, unmeet needs (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
di Indonesia lebih tinggi daripada di Belanda. Untuk prevalensi masalah pskikososial dan sosial
di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kelompok penelitian di Belanda. Perbedaan
dalam budaya dan juga sistem kesehatan mungkin telah berkontribusi terhadap kondisi ini.

Trend Penerapan Hospice care pada Penyakit Kanker

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang kesehatan telah
menjadikan penyakit kanker tidak lagi merupakan penyakit fatal dan terlambat diobati namun
telah menjadi penyakit kronis yang memiliki potensi untuk mengubah pola kehidupan para
pengidapnya. Dengan perkembangan ini terjadi penurunan angka kematian yang merupakan
hasil dari keberhasilan terapi kanker sehingga dapat memperpanjang hidup klien.

Namun demikian, keefektifan terapi ini hanya diukur dari hasil keluaran secara fisik
seperti sembuh dari penyakit, kematian, angka kesakitan, dan angka kekambuhan. Oleh karena
itu, pada dua dekade terakhir, tim kesehatan telah menyadari bahwa keberhasilan terapi harus
dinilai juga dari pengalaman klien baik secara kualitatif maupun kuantitatif (King, et al, 1997).

Penurunan angka kematian akibat penyakit kanker dan sifat kronik dari penyakit ini telah
menimbulkan kecenderungan banyak klien tidak dirawat di rumahsakit melainkan pada
pelayanan hospis atau home care. Perawatan hospis dan home care diberikan oleh tim multi
disiplin kesehatan dimana seorang perawat menjadi koordinatornya.

Para klien pengidap kanker yang dirawat di hospis atau home care masih tetap menjadi
populasi berresiko dimana kebutuhan akan kesehatannya memerlukan perhatian jangka panjang
(Ferrel & Dow, 1997). Ironisnya, tidak banyak yang perduli dengan tingkat kualitas hidup
mereka yang menghabiskan sisa hidupnya di hospis atau home care ini (Stetz, 1998).

Pada penderita kanker yang tidak mungkin tersembuhkan lagi, perawatan paliatif pada
dasarnya adalah upaya untuk mempersiapkan awal kehidupan baru (akhirat) yang berkualitas.
Tidak ada bedanya dengan perawatan kandungan yang dilakukan seorang calon ibu, yang sejak
awal kehamilannya rutin memeriksakan diri untuk memastikan kesehatannya dan tumbuh
kembang calon bayinya, agar dapat melewati proses kelahiran dengan sehat dan selamat,
selanjutnya dalam kehidupan barunya sebagai manusia sibayi dapat tumbuh menjadi manusia
yang sehat dan berkualitas.

Sedang bagi penderita kanker stadium dini, perawatan paliatif merupakan pendamping
pengobatan medis. Meningkatnya kualitas kehidupan pasien karena perawatan paliatif
diharapkan akan membantu proses penyembuhan kanker secara keseluruhan.

Kualitas hidup merupakan masalah yang penting dalam pengalaman para pengidap
penyakit kanker yang telah berhasil mengendalikan penyakitnya dan memperpanjang masa hidup
yang harus dilaluinya (Ersek, Ferrel, Dow, &Melancon, 1997).Masalah kualitas hidup bagi klien
dengan penyakit kanker meliputi efek fisiologis, masalah keluarga dan sosial, pekerjaan atau
aktifitas harian serta distres spiritual (Dow, Ferrel, Haberman, & Eaton, 1999).
Kualitas hidup juga dilihat dari berbagai aspek dalam tujuh kategoriya itu gejala fisik
seperti gejala, dan nyeri; kemampuan fungsional seperti aktifitas; kesejahteraan keluarga;
kesejahteraan emosi; kepuasan akan terapi meliputi masalah finansial; seksualitas dan keintiman
termasuk citra tubuh; dan fungsisosial (Cella, 1998).

Di Indonesia, perawatan di hospis atau home care merupakan hal yang baru bagi klien
pengidap kanker. Di Jakarta khususnya, pelayanan hospis telah diberikan pada klien pengidap
kanker yang sedang menghadapi fase terminal namun masih menjadi suatu pengalaman yang
jauh dari harapan klien itu sendiri. Hal ini terlihat pada kenyataan dimana klien mengeluh
minimnya upaya untuk memenuhi harapan mereka.

Klien pengidap kanker pada umumnya menaruh harapan yang tinggi terhadap pelayanan
kesehatan yang diterimanya dan akan memberikan dampak positif terhadap penyakitnya. Namun,
ditemukan jumlah klien yang menaruh harapan tinggi sama besarnya dengan jumlah klien yang
menyatakan memiliki harapan yang rendah terhadap pelayanan yang diterimanya. Hal ini
menunjukan bahwa kondisi penyakit yang diidap klien tidak memiliki kepastian akan hasil
pelayanan yang diterimanya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil riset temuan John
(2001) yang menjelaskan klien penerima terapi radiologik yang bersifat kuratif memiliki harapan
tinggi terhadap dampak pelayanan yang diterimanya.

Ini menunjukan klien yang mengatakan keberadaan keluarga sangat berpengaruh


terhadap kualitas hidupnya memiliki harapan terhadap pelayanan yang tinggi, sedikit lebih
rendah dari pada klien yang memiliki harapan pelayanan yang rendah (49%:51%). Hasil ini
menunjukan harapan pelayanan tidak dapat mempertimbangkan keberadaan keluarga sebagai
aspek yang mempengaruhi harapan terhadap pelayanan.

Ada sebuah data yang menyampaikan kesimpulan dari penelitianya mengenai kualiatas
hidup pasien kanker dengan perawatan hospice care menunjukan bahwa persentase kapasitas
fungsional responden baik secara fisiologis, psikologis, sosial, maupun spiritual masih rendah
yaitu dibawah 50%.

Dukungan dan keberadaan keluarga memegang peranan penting dan sangat diperlukan
oleh seseorang pengidap kanker dalam menjalani sisa-sisa hidupnya. Klien pengidap kanker
menyatakan harapan yang tinggi terhadap pelayanan kesehatan sama besarnya dengan yang
menyatakan harapan yang rendah. Harapan klien terhadap model asuhan dan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada klien pengidap kanker adalah hospis home care.

Anda mungkin juga menyukai