Anda di halaman 1dari 39

Materi Ajar

KEPERAWATAN PALIATIF

Ns. Muhammad Ardi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.M.B

Disampaikan pada perkuliahan mahasiswa Program S1 Keperawatan

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
KEPULAUAN YAPEN
SEJARAH DAN KONSEP PERAWATAN PALIATIF

Definisi Perawatan Paliatif


Palliative care is an approach which improves the quality of life of patients and their families facing life-
threatening illness, through the prevention, assessment and treatment of pain and other physical,
psychosocial and spiritual problems (WHO, 2002).
[pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan
meringankan penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lain–baik
fisik, psikososial maupun spiritual]
Sejarah perawatan paliatif
Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an di Inggris oleh Cicely Saunders. Filosofi dasar
perawatannya adalah bahwa kematian adalah fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran, sehingga
melihat kematian sebagai proses yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa sakit. Berkat jasanya,
saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif (hospis) di Inggris dan lebih dari 8.000 di seluruh dunia. Di
Indonesia, perawatan paliatif baru mulai berkembang dimulai pada tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo
(Surabaya), yang disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS
Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar).
Awalnya perawatan paliatif hanya diberikan pada pasien kanker stadium akhir, namun kini perawatan paliatif
juga diberikan pada penyakit lain seperti HIV-AIDS, penyakit jantung, penyakit paru dan saraf.
Karakteristik perawatan paliatif
Perawatan paliatif melibatkan tim interdisipliner seperti dokter, perawat, ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja
sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh
hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah ( home care), day care dan
respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat
pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-
masalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day
care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki
keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat
psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain,
mengikuti terapi musik, dll.
Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
 Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
 Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
 Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
 Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
 Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
 Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
 Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling
masa duka cita, jika diindikasikan.
 Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.
 Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau
terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola
komplikasi klinis yang berat.

1
PERAN DAN KOMPETENSI PERAWAT PALIATIF

Peran Perawat Paliatif

Keperawatan memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
Perawat paliatif menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan.,
menetapkan prioritas asuhan keperawatan; mengelola waktu secara efektif dan saran-saran untuk
meningkatkan kualitas hidup; sebagai nara sumber / konselor bagi pasien, keluarga dan komunitas dalam
menghadapi perubahan kesehatan, ketidakmampuan dan kematian; sebagai komunikator yang terapeutik
dan pendengar yang baik dalam memberikan dukungan dan perhatian dan membantu pasien tetap
independen sesuai kemampuan mereka sehingga kenyamanan terpenuhi, serta meningkatkan kualitas hidup.

Perawat paliatif juga berperan sebagai advokasi seperti mendukung keselarasan antara rencana perawatan
pasien, keinginan keluarga dan nilai; memberdayakan pasien melalui pendidikan untuk menentukan nasib
sendiri/informed consent. Perawat juga merencanakan perawatan berkelanjutan seperti memilih topic yang
tepat, mengantisipasi konflik, membantu mengeksplorasi konsep kualitas hidup, pemahaman tentang
perkembangan penyakit. Perawat paliatif juga bekerja secara tim dengan professional lain dan memajukan
penelitian.

Kompetensi Perawatan Paliatif


1. Menerapkan perawatan paliatif didasarkan pada pasien dan keluarga
2. Meningkatkan kenyamanan fisik
3. Memenuhi kebutuhan psikologis
4. Memenuhi kebutuhan sosial
5. Memenuhi kebutuhan spiritual
6. Menanggapi tantangan klinis dan etis dalam pengambilan keputusan perawatan paliatif
7. Menanggapi kebutuhan keluarga kaitannya dengan tujuan perawatan jangka pendek, menengah dan
jangka panjang
8. Melakukan perawatan yang komprehensif dan melakukan koordinasi dengan tim interdisiplin pada
setting perawatan paliatif
9. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi interpersonal dalam perawatan paliatif
10. Berlatih kesadaran diri dan pengembangan professional berkelanjutan

DASAR-DASAR PERAWATAN PALIATIF


Kebanyakan pasien yang mengalami penyakit kronis progresif terdapat salah satu dari tiga karakteristik fisik
yang menurun diakhir kehidupan:
• Perkembangan kanker dengan fase terminal yang jelas.
• Kegagalan organ dengan penurunan secara bertahap diselingi dengan episode akut dan kematian yang
tidak terduga.
• Kelemahan dengan penurunan yang berkepanjangan, khas pada kelemahan fisik dan dimensia.
TIM PERAWATAN PALIATIF. Menurut Jeffrey (2003), tim perawatan paliatif spesialis meliputi: konsultan,
perawat spesialis, Ahli terapi okupasi, pekerja social, fisioterapist, psikolog klinik, pemuka agama.
PRAKTIK PERAWATAN PALIATIF DIDASARKAN PADA PRINSIP:

2
• Fokus pada kualitas hidup termasuk kontrol gejala dengan baik.
• Menggunakan pendekatan personal yang utuh dengan mempertimbangkan pengalaman hidup masa lalu
dan kondisi saat ini.
• Perawatan terhadap penderita dan orang yang terpenting
• Menghormati otonomi dan pilihan pasien.
• lebih ditekankan pada komunikasi terbuka dan peka terhadap pasien, keluarga dan profesional
kesehatan
Profesional kesehatan harus mampu menilai kebutuhan perawatan paliatif pasien dan keluarga dari seluruh
aspek baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual; mengetahui kapan harus merujuk pasien ke pelayanan
perawatan paliatif spesialis dan memenuhi kebutuhan dalam batas pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi.
AKSES PERAWATAN PALIATIF
Pasien yang mendapatkan perawatan paliatif berhak memperoleh akses perawatan paliatif berdasarkan klinis
dan kebutuhan akan dukungan. Akses perawatan paliatif meliputi akses penatalaksanaan terlepas dari
diagnosis, usia, budaya, latar belakang dan geografi; ditangani dengan benar, menghormati martabat dan
kasih sayang setiap waktu dalam lingkungan yang aman dan nyaman; menerima perawatan dan dukungan
yang menghormati pasien serta psikologis keluarga, sosial, emosional, spiritual dan budaya; akses konseling,
informasi dan layanan dukungan berduka; didukung untuk berlatih aktivitas perawatan diri yang dapat
meminimalkan stress dan meningkatkan kesejahteraan; perawatan tim dan terkoordinasi untuk
meminimalkan beban pasien dan keluarga; dan akses terhadap pelayanan profesional sesuai keahlian
LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF
1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
 Penatalaksanaan nyeri.
 Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
 Asuhan keperawatan
 Dukungan psikologis
 Dukungan sosial
 Dukungan kultural dan spiritual
 Dukungan persiapan dan selama masa dukacita ( bereavement).
2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah
ASPEK PSIKOLOGIS PASIEN PALIATIF
Manajemen pasien dalam keperawatan paliatif mengalami banyak kemajuan, namu pengkajian dan
manajemen gejala psikologis dan psikiatri masih kurang. Kesalahpahaman yang umum: menganggap bahwa
depresi dan kecemasan merupakan reaksi dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Distress psikologis
pasien yang mengalami penyakit serius dapat berupa takut, sedih, dan berduka bahkan dapat berkembang
menjadi depresi, ansietas dan gangguan adaptasi yang umum terjadi pada pasien kanker
Reaksi psikologis yang sering terjadi yaitu ketakutan, kesedihan, kebingungan dan kemarahan. Gejala ini
biasanya dapat diatasi dalam beberapa minggu dengan adanya sumber daya personal, dukungan keluarga
dan perawatan profesional, meskipun 10-20% pasien dapat berkembang menjadi gangguan psikiatri yang
memerlukan evaluasi khusus dan penatalaksanaan selain dukungan (Fallon & Hanks, 2006).
Faktor risiko ansietas dan depresi : gangguan mental organik, gejala fisik yang tidak terkontrol, hubungan dan
komunikasi yang kurang antara petugas dan pasien, efek pengobatan dan pembedahan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan mood, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, ciri kepribadian (kaku,
pesimis), kejadian kehidupan yang bersamaan, kesulitan sosial dan dukungan keluarga kurang.
Tanda dan gejala ansietas
• Psikologis : ketakuatan, khawatir, tidak mampu untuk rilaks, kesulitan berkonsentrasi, mudah
tersinggung, kesulitan untuk tidur, tidur tidak nyenyak, mimpi buruk

3
• Motor Tension : nyeri otot, lelah/letih, gelisah, gemetar, tension headache
• Otonom : sesak napas, palpitasi, pusing, berkeringat, mulut kering, nausea, diare, urinary frequency
Tanda dan gejala depresi :
• Somatik : kurang energi, kelelahan, gangguan tidur, khususnya bangun pagi, kurang nafsu makan,
agitasi psikomotor atau retardasi
• Psikologis : kurang mood sepanjang waktu, kehilangan minat dan kesenangan, penurunan konsentrasi
dan perhatian, ragu, rasa bersalah dan tidak berharga, pesimis dan putus asa tentang masa depan dan
berpikiran untuk bunuh diri.
Gangguan psikologis kadang tidak dikenali karena :
• Pasien enggan untuk mengungkapkan keluhan emosional—takut terlihat lemah atau tidak berterima
kasih, stigma
• Profesional kesehatan enggan untuk menanyakan masalah psikologis—kurangnya waktu, kurang
terampil.
• Menghubungkan dengan gejala somatik penyakit
• Asumsi bahwa masalah psikologis tidak bisa dihindari dan diobati
Prinsip dalam manajemen psikologis :
• Sensitif terhadap kabar yang buruk
• Memberikan informasi sesuai dengan keinginan pasien
• Memberi kesempatan untuk mengungkapkan emosi/perasaan
• Melakukan klarifikasi terhadap masalah/kekhawatiran
• Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan/perawatan
• Menetapkan tujuan yang realistis
• Memberikan perawatan medis, psikologis dan sosial
• Memberi perawatan yang berkesinambungan

Beberapa terapi psikologis:


• Psikoterapi: kognitif perilaku, kognitif analitik, pemecahan masalah
• Diskusi kelompok untuk informasi dan dukungan
• Terapi musik
• Terapi seni
• Menulis kreatif
• Meditasi
• Hipnoterapi
• Aromaterapi
• Praktik aktivitas: keterampilan kerajinan, berenang.
DUKUNGAN SPIRITUAL
Dukungan spiritual merupakan salah satu intervensi keperawatan berdasarkan NIC. Dukungan spiritual
yaitu membantu pasien untuk merasa lebih seimbang dan menghubungkan dengan suatu kekuatan yang
lebih besar (Docterman & Bulechek, 2004). Dukungan spiritual harus diberikan lebih awal pada pasien
setelah didiagnosis. Tanggapan pasien tentang dukungan spiritual “perawat duduk mendengarkan ...”
(Murray, 2009).
Bentuk dukungan spiritual meliputi komunikasi terapeutik, menggunakan alat untuk memonitor dan
mengevaluasi kesejahteraan spiritual, menganjurkan pasien untuk melihat kembali kehidupan masa lalu
dan fokus pada kejadian dan hubungannya dengan kekuatan dan dukungan spiritual, menganjurkan
untuk berpartisipasi dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan orang lain, menciptakan privasi dan

4
waktu yang tenang untuk aktivitas spiritual, mengajarkan metode relaksasi, meditasi dan imajinasi
terbimbing, menyediakan musik spiritual, literatur atau radio dan program TV spiritual; serta menfasilitasi
pasien untuk meditasi, berdoa, dan ritual/tradisi keagamaan lain.
GAMBARAN PENYAKIT KANKER

1. GAMBARAN UMUM TENTANG PENYAKIT KANKER


Kanker merupakan istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel mengalami
pembelahan abnormal tanpa kontrol dan dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain melalui
darah dan system limfe (National Cancer Institute, 2013).
Terdapat lebih dari 100 jenis kanker dan sebagian besar diberi nama berdasarkan organ atau
jenis sel yang terkena seperti kanker di kolon yang disebut kanker kolon, kanker melanosit di
kulit disebut melanoma.

Jenis kanker dapat dikelompokkan dalam kategori yang luas.

Kategori utama kanker meliputi:


• Karsinoma : Kanker dikulit atau pada jaringan yang melapisi organ internal. Subtype
karsinoma termasuk adenokarsinoma, karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma sel transisional.
• Sarkoma : Kanker yang terjadi ditulang , kartilago, lemak, otot, pembuluh darah, atau
jaringan penghubung lain.
• Leukemia : Kanker di jaringan pembentuk darah seperti sumsum tulang dan menyebabkan
produksi sel darah abnormal
• Limfoma dan Myeloma : Kanker di sel-sel system immune
• Kanker system saraf pusat : Kanker di jaringan otak dan spinal cord.

ASAL KANKER

Semua kanker dimulai dalam sel. Sel-sel tumbuh dan membelah dengan cara yang terkontrol
untuk menghasilkan lebih banyak sel yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan.
Ketika sel-sel tua dan rusak, sel akan mati dan diganti dengan sel-sel yang baru.

Proses pembelahan tersebut dapat menyimpang. DNA sel dapat rusak atau berubah
menghasilkan mutasi yang mempengaruhi pertumbuhan sel normal dan pembelahan. Ketika
hal ini terjadi, sel-sel yang seharusnya mati tidak mati dan sel-sel baru terbentuk ketika tubuh
tidak membutuhkan. Sel-sel ekstra dapat membentuk suatu massa di jaringan yang disebut
tumor.

Etiologi dan Faktor Risiko Kanker


Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti, karena merupakan gabungan
dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan. Beberapa faktor yang diduga meningkatkan
resiko kanker, sebagai berikut:
• Faktor genetik
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi
menderita kanker tertentu dibandingkan keluarga lainnya.
• Faktor lingkungan

5
Merokok meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring (pita suara),
dan kandung kemih. Faktor lingkungan lainnya, yaitu Sinar Ultraviolet matahari serta
radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) digunakan dalam sinar rontgen
dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom hingga menjangkau
jarak sangat jauh.
• Faktor Makanan Berbahan Kimia
Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penting lain penyebab kanker, terutama kanker
pada saluran pencernaan. 
• Infeksi (Virus, parasit)
Virus yang dicurigai dapat menyebabkan kanker antara lain : 1) Virus Papilloma; 2)  Virus
Sitomegalo; 3) Virus Hepatitis B; 4) Virus Epstein - Bar; 5) Virus Retro pada
manusia misalnya virus HIV menyebabkan limfoma dan kanker darah lainnya.
Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan kanker kandung kemih
karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. 
• Gangguan keseimbangan hormonal
Hormon estrogen berfungsi merangsang pertumbuhan sel yang cenderung
mendorong terjadinya kanker, sedangkan progesteron melindungi terjadinya pertumbuhan
sel yang berlebihan. Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan
kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya risiko kanker payudara, kanker leher
rahim, kanker rahim dan kanker prostat dan buah zakar pada pria.
• Faktor psikologis
Stres berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang
terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat
menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker.
• Radikal bebas
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai
electron bebas tidak berpasangan dilingkaran luarnya. Sumber-sumber radikal bebas yaitu :
1) Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolism; 2) Radikal
bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun-racun kimiawi dari makanan , minuman,
udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari; 3) Radikal bebas diproduksi secara
berlebihan pada waktu kita makan berlebihan (berdampak pada proses metabolisme) atau
bila kita dalam keadaan stress berlebihan, baik stress secara fsik, psikologis,maupun
biologis.

6
KELAINAN DALAM DIFFERENSIASI SELULER
Differensiasi seluler merupakan proses normal yang berkembang dari keadaan immature ke
matur. Mekanisme control differensiasi seluler tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua
jenis gen normal yang dapat dipengaruhi oleh mutasi yaitu protoonkogen dan gen suppressor
tumor.
Protoonkogen adalah gen sel normal yang penting untuk mengatur proses seluler normal.
Protoonkogen meningkatkan pertumbuhan, sedangkan gen suppressor tumor protein tumor
p53, menekan pertumbuhan.

Tidak semua tumor adalah kanker. Tumor dapat berupa benigna atau malignant. Tumor benigna
(jinak), dapat dikeluarkan dan pada banyak kasus biasanya tidak kambuh. Sel-sel jinak tidak
menyebar ke bagian tubuh lain. Tumor malignant (ganas) adalah kanker , dapat menyerang
jaringan terdekat dan menyebar ke bagian tubuh lain. Penyebaran kanker dari satu bagian
tubuh ke bagian lain disebut metastasis.

7
Perbedaan Benigna & Malignant

Karakteristik Benigna Malignant


Encapsulated Selalu Jarang
Differensiasi Normal Jelek
Metastasis Tidak ada Kapabel
Kekambuhan Jarang Kemungkinan
Vaskularisasi Sedikit Sedang hingga terlihat
Mode pertumbuhan Ekspansif Infiltrat & Ekspansif
Karakteristik sel Cukup normal, sama Sel abnormal, tidak sama sel
dengan sel induk induk

Stadium Kanker
• Stadium kanker menggambarkan tingkat atau keparahan seseorang.
• Stadium membantu dalam merencanakan pengobatan dan memperkirakan prognosis.
• Sistem TNM berdasarkan ukuran dan atau batas dari tumor primer (T), apakah sel kanker
telah menyebar nodus lymphe (N), dan apakah mengalami metastasis (M).

Sistem Klasifikasi TNM


Tumor Primer
TX : Tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
Tis : Carsinoma in situ (CIS, terdapat sel abnormal tetapi tidak menyebar ke jaringan sekitar).
Meskipun bukan kanker, CIS dapat menjadi kanker dan kadang-kadang disebut kanker
preinvasif.
T1, T2, T3, T4 : Ukuran dan atau luas tumor primer.

Regional Lymph Nodes (N)


NX : Kelenjar limfe regional tidak dapat dievaluasi
N0 : Tidak ada keterlibatan kelenjar limfe regional
N1, N2, N3 : Derajat keterlibatan kelenjar limfe regional (jumlah dan lokasi kelenjar getah
bening)

Metastasis Jauh (M)


MX : Metastasis jauh tidak dapat dievaluasi
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh.

Contoh :

• Kanker payudara diklasifikasikan sebagai T3 N2 M0 mengacu pada tumor besar yang telah
mengalami metastasis ke kelenjar getah bening di dekatnya tetapi tidak ada metastasis ke
bagian tubuh yang lain.

8
• Kanker prostat T2 N0 M0 berarti bahwa tumor ini terletak hanya di prostat dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening atau bagian tubuh yang lain.

Kombinasi TNM sesuai dengan salah satu dari 5 stadium, seperti kanker kandung kemih T3 N0
M0 adalah stadium III, sedangkan kanker kolon T3 N0 M0 adalah stadium II.

Stadium Definisi

Stadium 0 Karsinoma in situ

Stadium I, II, III Angka yang lebih tinggi menunjukkan penyakit yang lebih luas:
ukuran tumor yang lebih besar dan penyebaran kanker di luar organ
pertamakali di kelenjar limfe terdekat atau jaringan/organ yang
berdekatan dengan lokasi tumor primer

Stadium IV Kanker menyebar ke jaringan atau organ yang jauh

Sebagian besar stadium kanker ditentukan berdasarkan TNM, namun stadium beberapa jenis
kanker seperti kanker otak, spinal cord ditentukan berdasarkan jenis sel dan grade. Leukemia juga
tidak memiliki system stadium yang jelas. “ Summary Staging” (Ringkasan Stadium), dapat
digunakan untuk semua jenis kanker.

Kanker dikelompokkan dalam lima kategori utama:


• In situ : sel abnormal hanya terdapat pada lapisan sel dimana berkembang
• Localized (Terlokalisir) : Kanker terbatas pada organ tempat asalnya tanpa bukti penyebaran
(metastasis)
• Regional : Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening, jaringan atau organ didekatnya.
• Distant : Kanker telah menyebar ke jaringan, organ atau kelenjar getah bening yang jauh.
• Unknown : Tidak ada informasi yang cukup untuk menentukan stadium.
Stadium Klinik, berdasarkan anatomi proses malignant :
• Stadium 0 : Kanker in situ
• Stadium I : Tumor terbatas pada jaringan asal, pertumbuhan tumor terlokalisir
• Stadium II : Penyebaran lokal terbatas
• Stadium III : Penyebaran lokal dan regional luas
• Stadium IV : Metastasis

KANKER METASTASIS

Metastasis merupakan penyebaran sel kanker ke bagian tubuh yang lain. Sel kanker yang
metastasis memiliki nama dan jenis sel yang sama dengan kanker primer, misalnya kanker
payudara yang metastasis ke paru-paru membentuk tumor metastasis yaitu kanker payudara
metastasis, bukan kanker paru.

9
Tujuan perawatan: mengontrol pertumbuhan kanker atau mengurangi gejala. Pada beberapa kasus
pengobatan kanker metastasis dapat membantu memperpanjang hidup.
Tahapan metastasis kanker:
• Invasi lokal: Sel kanker menginvasi jaringan normal terdekat
• Intravasasi: Sel kanker menginvasi dan bergerak melalui dinding sekitar kelenjar limfe atau
pembuluh darah
• Sirkulasi: Sel kanker bergerak melalui sistem limfatik dan sirkulasi darah ke bagian tubuh yang
lain
• Arrest and extravasation (Penahanan dan ekstravasasi): sel kanker berhenti bergerak dan
menginvasi kapiler dan bermigrasi ke jaringan sekitar
• Proliferasi: Sel kanker berkembang biak dilokasi yang jauh membentuk tumor kecil
(mikrometastasis)
• Angiogenesis: mikrometastasis menstimulasi pertumbuhan pembuluh darah baru untuk
mendapatkan suplai darah.
Tidak semua tahapan ini dibutuhkan untuk metastasis karena kanker dari sistem limfatik dan darah
sudah ada di dalam pembuluh limfe, kelenjar getah bening dan pembuluh darah.

Jenis Kanker Lokasi Metastasis

Bladder Tulang, hepar, paru-paru

Payudara Tulang, otak, hepar, paru-paru

Kolorektal Hepar, paru-paru, peritoneum

Ginjal Kelenjar adrenal, tulang, otak, hepar, paru-paru

Paru-paru Kelenjar adrenal, tulang, otak, hepar, paru-paru yang lain

Melanoma Tulang, otak, hepar, paru-paru, kulit/otot

Ovarium Hepar, paru-paru, peritoneum

Pankreas Hepar, paru-paru, peritoneum

Prostat Kelenjar adrenal, tulang, hepar, paru-paru

Abdomen Hepar, paru-paru, peritoneum

10
Thyroid Tulang, hepar, paru-paru

Uterus Tulang, hepar, paru-paru, peritoneum, vagina


Gejala

Beberapa orang dengan tumor metastasis tidak memiliki gejala. Metastasis ditemukan dari x-ray
atau pemeriksaan lain. Jika gejala terjadi, tergantung ukuran dan lokasi metastasis. Penyebaran ke
tulang menimbulkan nyeri tulang, ke otak menyebabkan sakit kepala, kejang.

2. Nyeri Kanker
Nyeri merupakan fenomena kompleks yang bersifat subjektif dari berbagai faktor fisik dan non
fisik. Nyeri fisik merupakan salah satu dari beberapa gejala kanker. Mengatasi nyeri kanker,
perlu perawatan yang komprehensif meliputi aspek fisik, psikologis, social dan spiritual. Aspek
fisik nyeri tidak dapat diobati secara terpisah dari aspek lain, begitupula ansietas pasien perlu
diatasi secara efektif ketika pasien mengalami sakit fisik.
Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri :

Patofisiologi Nyeri Kanker


Neurofisiologi nyeri kanker adalah kompleks termasuk inflamasi, neuropati, iskemia, dan
mekanisme kompresi pada sisi multiple. Nyeri kanker sama dengan neuropatofisiologi nyeri
bukan kanker. Jika mekanisme nyeri campuran, jarang ditemukan murni syndrome nyeri

11
neuropatik, visceral atau somatik, melainkan mungkin ada proses inflamasi, neuropati, iskemik,
dan mekanisme kompresi multiple.

Transduksi berhubungan dengan reseptor khusus seperti penekanan mekanik, saluran ion
asam-proton, reseptor-thermal, tyrosine kinase A (TrKA), nerve growth factor- inflamasi, dll).
Transmisi melalui serabut saraf afferent utama: Aβ ambang rendah, bermielin, menghantarkan
stimulus yang tidak berbahaya; Aδ berserat lebar, bermielin tipis, menghantarkan stimulus yang
berbahaya, dan C berserat lebar tidak bermielin dan menghantarkan stimulus yang berbahaya.
Transmisi dalam afferent utama terjadi melalui depolarisasi, dengan Na dan K channel yang
memegang peranan penting terhadap sinaps di dorsal horn.

Di dorsal horn, serat Aβ berakhir di lamina III, Aδ di lamina I, IV/V, dan C di lamina II. Modulasi
input aferen primer terjadi. Eksitasi melalui stimulasi reseptor post sinaptik: N-methyl D
aspartate (NMDA), alfa amino hydroxyl methyl Isoxazole propionic acid (AMPA), substansi P
dan pelepasan serotonin descending. Inhibis melalui stimulasi gamma amino butyric acid
(GABA) interneron, enkepalin (opioid reseptor) dan jalur desendens (noradrenergic atau
serotoninergic). Sel glia (mikroglia dan astrosit) adalah penting untuk mengatur synaptic
glutamate, dan untuk mengawali dan mempertahankan aktivasi neuron.

Neuron spinotalamik menghubungkan dorsal horn melalui thalamus ke kortex untuk


menentukan intensitas dan lokasi nyeri Neuron parabrachila menghubungkan lamina I ke
hipotalamus dan struktur amigdala dan meningkatkan perasaan nyeri.

Pengkajian Nyeri Kanker

Seluruh pasien yang didiagnos kanker perlu dilakukan pengkajian yang komprehensif dan
reassessment. Elemen Inti pengkajian awal:
• Riwayat nyeri
• Pengkajian psikososial (hubungan dengan keluarga, mood, strategi koping, pola tidur dan
dampak terhadap ekonomi).
• Pengkajian fisik
• Evaluasi diagnostik terkait dengan sindrom nyeri kanker
Nyeri Viseral
• Gejala difus, terlokalisir dengan deskripsi yang beda (seperti spasme, rasa tertekan)
• Stimulus: kimia, iskemik, inflamasi, kompresi dan kontraksi-distensi
• Transmitter: serotonin perifer dan sentral,
• Nyeri muncul akibat stimulasi langsung saraf aferen karena infiltrasi tumor ke jaringan lunak
atau visera, radiasi dan kemoterapi.
Nyeri Somatik
• Nyeri somatik kanker umumnya karena peradangan jaringan lunak atau metastasis ke
tulang.
• Nyeri bersifat tajam, konstan dan meningkat dengan gerakan.
Nyeri neuropatik
• Meningkat karena adanya kerusakan neuron karena kompresi, iskemik, hemoragik, zat
kimia)
12
• Kerusakan pada perifer menyebabkan akumulasi natrium dan kalsium disisi cedera
• Umumnya nyeri digambarkan sebagai nyeri terbakar

3. TERAPI NYERI KANKER


Secara umum penatalaksanaan nyeri yang konservatif terbagi atas intervensi farmakologi,
berupa obat-obatan analgesik, analgetika-opioid dan analgetik-adjuvan serta intervensi
modalitas fisik.
Prinsip pertama pengelolaan nyeri kanker adalah pengkajian lengkap dan efektif tentang
penyebab nyeri.
Penilaian yang efektif dan pendekatan yang sistematis menentukan pilihan analgetik
menggunakan 3 tahapan menurut WHO.

Obat analgesic yang sering direkomendasikan untuk nyeri kanker:

Nyeri Ringan  Aspirin 600 mg 4 kali sehari

 Paracetamol 1 gram 4 kali sehari

Nyeri sedang  Kodein 60 mg (ditambah obat non opioid) 4 kali


sehari

Nyeri Berat  Morphin 5-10 mg (starting dose) setiap 4 jam

Obat analgesic yang diberikan penting untuk mengelola nyeri kanker. Pilihan obat didasarkan pada
beratnya nyeri, bukan stadium penyakit. Obat harus diberikan dalam dosis standar dengan interval
teratur. Lebih 80% nyeri kanker dapat dikontrol dengan menggunakan obat oral dengan interval
teratur.

ADJUVANT ANALGETIK

13
Obat adjuvant analgetik mungkin ditambahkan pada setiap tahapan. Analgesik adjuvant adalah
obat yang indikasi utamanya untuk sesuatu yang lain tanpa nyeri tetapi memiliki efek analgesic
pada beberapa kondisi nyeri. Misalnya kortikosteroid, NSAID (Nonsteroidal anti-inflamatory
drugs), antidepresan trisiklik, antikonvulsan, dan beberapa obat antiaritmia. NSAIDs bekerja
sebagai antinosisepsi di free nerve ending dan transmisi sinaptik spinal.

Mekanisme kerja NSAIDs

Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu sistem yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
nyeri. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi disekitar luka
dan memperburuk rasa nyeri. Aspirin merupakan prototip dari NSAID. Semua NSAIDs dapat
mengiritasi lambung tetapi tidak seberat Aspirin.

Mekanisme kerja Kortikosteroid:


Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-
inflamasi. Sebagai imunosupresan, deksametason bekerja dengan menurunkan respon imun
tubuh terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi deksametason dengan jalan
menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat
akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat
inflamasi.

Obat analgesic adjuvant yang sering digunakan untuk nyeri kanker:


Obat Indikasi
Nonsteroidal anti-inflamatory drugs  Nyeri tulang
 Infiltrasi jaringan lunak
 Hepatomegali
Kortikosteroid  Peningkatan tekanan intracranial
   Infiltrasi jaringan lunak
 Kompresi saraf
 Hepatomegali
Antidepresan, antikonvulsan, antiaritmia  Kompresi saraf atau infiltrasi
 Paraneoplastik neuropati
Bisphosphonates  Nyeri tulang

Terapi Nonfarmakologi Nyeri Kanker


• TENS (Transcutaneus selectrical nerve stimulation)
• Fisioterapi
• Akupunktur
• Terapi relaksasi
Prinsip Manajemen Nyeri Kanker :

14
• Pasien dengan nyeri harus dikaji kemudian diberikan treatment yang sesuai.
• Pendekatan WHO terbukti efektif mengurangi nyeri pada 90% pasien kanker dan 75%
pasien terminal.
• Lima prinsip yang harus diperhatikan dalam pengobatan:
• By the mouth: non infasif, nyaman, biaya yang efektif dan ditoleransi sebagian besar
pasien
• By the clock: analgesik reguler (4-6 jam)
• By the ladder: naik tangga (pengobatan ditingkatkan) atau dikurangi  lihat 3 tahapan
WHO
• For the individual: Nyeri sedang-berat dapat dimulai pada tangga yang lebih tinggi,
Pemberian morfin bervariasi 5-1000mg setiap 4 jam
• With attention to detail: pantau penggunaan analgetik setiap 24 jam, kaji nyeri pastikan
penyebab, kemungkinan pengobatan serta efek samping obat.

PENANGGULANGAN PRAKTIS MASALAH KLINIS KEPERAWATAN


MASALAH PADA MULUT DAN SALURAN CERNA

PENDAHULUAN
Masalah pada mulut merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien yang menjalani perawatan
paliatif, terutama kanker stadium lanjut. Penyebabnya bisa pengaruh langsung atau tidak langsung dari
penyakit yang mendasari, efek pengobatan penyakit yang mendasari, efek dari penyakit penyerta,
pengobatan penyakit penyerta atau kombinasi dari semuanya. Masalah pada mulut merupakan penyebab
masalah fisik, psikologis dan sosial pada pasien. Oral hygiene merupakan cara sederhana yang dapat
mencegah berbagai masalah dan sering mengatasi masalah. Keberhasilan penanganan tergantung pada
pengkajian yang memadai dan “pengobatan yang tepat untuk penyakit “. Pasien jarang melaporkan gejala
dan masalah di mulut sehingga professional kesehatan harus selalu menanyakan tentang gejala yang dialami
dan melakukan periksaan yang dilakukan secara teratur.

Pengkajian klinik dan penatalaksanaan gejala berhubungan dengan adanya suatu masalah di traktus
gastrointestinal pada pengobatan onkologi dan paliatif care. Dua pertanyaan yang harus dipertimbangkan :
 Apakah masalah gastrointestinal berhubungan dengan adanya tumor atau dampak dari
pengobatan tumor?
 Apakah penyebab masalah gastrointestinal dapat dihilangkan atau hanya bertujuan untuk
perawatan paliatif?
Selain itu beberapa gejala gastrointestinal dapat terjadi bersamaan pada pasien, sehingga pendekatan global
harus diterapkan dalam praktik klinik.

A. MASALAH RONGGA MULUT


1. Xerostomia
Xerostomia (mulut kering) disebabkan oleh penurunan sekresi saliva, perubahan komposisi
saliva, atau kombinasi penurunan sekresi dan perubahan komposisi saliva. Beberapa
penyebab mulut kering seperti penggunaan obat-obatan (penyebab paling sering) misalnya
analgetik dan antiemetik, tumor lokal, pembedahan lokal, radioterapi lokal dan dehidrasi.

15
Xerostomia dihubungkan dengan beberapa gejala dan masalah mulut lain seperti
ketidaknyamanan di mulut, gangguan pengecapan, kesulitan mengunyah, kesulitan
menelan, kesulitan mempertahankan gigi palsu, karies gigi, kandidosis oral dan infeksi oral
lain. Berbagai manifestasi xerostomia mencerminkan beberapa fungsi saliva. Penanganan
xerostomia meliputi pengobatan penyebab dan penggunaan stimulant saliva atau saliva
substitusi. Pilihan pengobatan simptomatik tergantung beberapa factor termasuk etiologi,
keadaan umum pasien, ada tidaknya gigi, dan yang paling penting adalah pilihan atau
keinginan pasien. Hasil penelitian melaporkan pasien lebih senang dengan pengobatan
stimulant saliva dibandingkan dengan saliva substitusi (pengganti saliva).

2. Rasa Tidak Nyaman di Mulut dan Nyeri


Mulut kering, gigi palsu kurang pas, penyakit intraoral (kanker, infeksi), radioterapi local, dan
kemoterapi sistemik dapat menyebabkan ketidaknyamanan di mulut pada pasien yang
menjalani perawatan paliatif. Strategi yang digunakan untuk menangani ketidaknyamanan di
mulut termasuk pengobatan penyebab yang mendasari, analgetik topical (anestesi local,
obat lain) dan obat sistemik.

3. Gangguan Pengecapan
Gangguan pengecapan disebabkan oleh mulut kering, penyakit intraoral (kanker, infeksi),
operasi local, radioterapi local, kemoterapi sistemik, penggunaan obat dan defisiensi zinc.
Penanganan Gangguan Pengecapan:
Obati penyakit yang mendasari
Intervensi diet : Gunakan makanan yang rasanya “baik”, hindari yang “tidak baik”,
tingkatkan rasa makanan dengan penggunaan garam, gula dan bumbu yang lain.
Perhatikan penyajian, aroma, konsistensi dan suhu makanan
Berikan suplemen zinc

4. Halitosis
Halitosis dapat terjadi secara “fisiologis” (tanpa penyakit yang mendasari), atau “patologis”
(ada penyakit yang mendasari). Halitoisis fisiologis terjadi akibat pembusukan bakteri
makanan, sel-sel epitel, sel darah, dan air liur. Proses ini terjadi terutama pada permukaan
dorsal lidah dan merupakan halitosis yang paling sering. Halitoisis patologis sebagai akibat
penyakit rongga mulut tetapi juga dapat berhubungan dengan penyakit saluran napas,
pencernaan dan masalah metabolism sistemik.
Penanganan Halitosis Fisiologis
- Tindakan mekanis untuk mengurangi jumlah bakteri/nutrient
o Membersihkan gigi
o Menggunakan alat bantu seperti flossing, sikat gigi
o Pembersih lidah (sikat gigi, tongue scraper)
o Perawatan periodontal (scalling,
- Penggunaan bahan kimia untuk mengurangi jumlah bakteri/nutrient
o Chlorhexidine (dalam obat kumur)
o Obat antimikroba misalnya baking soda, cetylperidinium, essential oils,
hydrogen peroxide, triclosan (dalam berbagai sediaan)
- Cara kimia untuk mengatasi bau
o Zinc salts (dalam obat kumur, pasta gigi, atau permen karet)

16
o Obat lain seperti baking soda, chlorine dioxide.
- Modifikasi diet
- Berhenti merokok
- Masking agents : mints, spray/obat kumur
- Produk alami : teh hitam, berbagai jenis herbal
5. Infeksi Mulut
1) Infeksi Jamur (Oral Candidosis)
Candidosis oral merupakan infeksi mulut yang paling sering di alami pasien yang
menjalani perawatan paliatif. Faktor predisposisi termasuk mulut kering, gigi palsu dan
immunosupresi. Candida albicans merupakan penyebab paling sering. Penyebab lain
seperti C glabrata, C dubliniensis, dan C tropicalis. Candidosis oral dapat terjadi dengan
berbagai bentuk seperti pseudomembran, eritematosa, denture stomatitis, dan cheilitis
angular.

17
Candidosis oral dapat menyebar local menyebabkan kandidosis esophagus atau lebih luas
menyebabkan candidosis sistemik.

Penanganan candidosis oral meliputi pengobatan factor predisposisi (seperti desinfeksi gigi
palsu), pengobatan infeksi dengan obatn antijamur sistemik atau topical. Pengobatan topical
untuk candidosis oral termasuk nistatin, amfoterisin B, miconazole. Pengobatan topical dapat
lebih efektif, meskipun hal ini tergantung pada penggunaan obat secara benar. Banyak pasien
yang menjalani perawatan paliatif merasa kesulitan mematuhi regimen terapi. Pengobatan
sistemik candidosis oral termasuk fluconazole, itraconazole, dan ketoconazole. Pengobatan
sistemik cenderung efektif dan sangat berguna pada penyakit yang luas. Kelemahannya
berupa kontraindikasi, interaksi obat dan terjadi resistensi obat antijamur.
2) Infeksi Bakteri
Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan infeksi bakteri yang sering pada pasien
perawatan paliatif. Penyakit ini memerlukan intervensi dari dental team. Oral hygiene akan
membantu mencegah berkembangnya penyakit. Infeksi bakteri jenis lain relative lebih jarang.
3) Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV) sering terjadi dan kebanyakan merupakan infeksi
sekunder (reaktivasi).

Reaktivasi Infeksi HSV

Pasien mungkin mengalami herpes labialis klasik atau jika immunosupresi berkembang
menjadi ulkus/peradangan. Lesi biasanya sakit dan pasien mengalami gangguan makan dan
minum. Perawatan meliputi pengobatan antivirus (acyclovir), bersama dengan terapi supportif
(seperti analgetik).

Perawatan mulut pada mukositis (peradangan membrane mukosa) :


 Kaji mulut (termasuk palatum, di bawah lidah, diantara gigi dan pipi) setiap 4 jam.
 Catat lokasi, ukuran dan karakteristik fisura, bula, luka dan drainage.
 Dapatkan specimen luka dan drainage untuk kultur
 Gosok gigi dan lidah menggunakan sikat lembut setiap 8 jam
 Cuci mulut dengan larutan peroksida dan normal salin setiap 12 jam
 Hindari penggunaan alcohol dan pecuci mulut glyserin
 Berikan obat antimikroba sesui order
 Berikan analgetik topical sesuai order atau kebutuhan

18
 Anjurkan pasien sadar untuk “swish and spit” tap water temperature ruangan atau normal salin
sesuai kebutuhan.
 Berikan jelly di bibir pasien setiap selesai perawatan mulut atau sesuai kebutuhan
 Dampingi pasien menggunakan “saliva artifisial” sesuai order atau kebutuhan
 Dampingi pasien dalam pemilihan menu dan menghindari bumbu atau makanan keras
 Tawarka perawatan mulut lengkap sebelum atau setelah makan.

B. NAUSEA DAN VOMITUS


Pengaruh gastrointestinal kemoterapi termasuk mual dan muntah, anoreksia, perubahan sensasi
kecap, penurunan berat badan, mukositis oral, diare dan konstipasi. Mual dan muntah saling
berhubungan tetapi gejala terpisah. Mual adalah sensasi keinginan untuk muntah yang menyebabkan
penderitaan dan withdrawal. Muntah adalah mengeluarkan isi pencernaan melalui mulut dan biasanya
merupakan reflex involunter. Saat muntah, terjadi kontraksi berirama diafragma, dinding abdomen dan
otot interkosta yang mendorong muntahan menuju mulut (Fallon & Hanks, 2006).

Mual muntah merupakan gejala umum pada pasien yang menjalani perawatan paliatif, mempengaruhi
hingga 70% penderita kanker stadium lanjut dan menimbulkan distress sebagian besar pasien AIDS,
gagal jantung, gagal ginjal dan kondisi lain yang membatasi kehidupan.

Pusat muntah di medulla dapat distimulasi oleh salah satu dari lima jalur afferent yang berbeda atau
stimulasi kemoreseptor trigger zone yang terletak di ventrikel ke empat di otak. Potensi muntah
tergantung pada obat kemoterapi yang diberikan, dosis, rute pemberian, dan kerentanan pasien untuk
muntah (Black & Hawks, 2009).

Penyebab mual muntah pada pasien kanker


Penyebab Gastrointestinal Drug Induced
Iritasi gastrik Kemoterapi
Statis gastrik Radioterapi
Oklusi gastrointestinal atas Opiat
Asites Digoksin
Hepatomegali Antibiotik
Konstipasi berat Teofillin
Penyebab Metabolik Suplemen besi
Hiperkalsemia Pengaruh system saraf pusat
Uremia Peningkatan tekanan intra kranial
Infeksi Meningitis karsinoma
Sepsis
Esophagitis candida

Etiological treatment
Jika pengobatan dianggap penyebab mual dan muntah, pasien harus dikaji ulang untuk membandingkan efek
samping dan manfaat dari pengobatan. Jika mual muntah dipicu oleh kemoterapi, jarang memerlukan
perubahan regimen terapi, karena efektivitas dari obat antiemetik. Jika mual muntah terkait dengan pengobatan

19
opiate yang lama, kemungkinan dibutuhkan modifikasi opiat, rute pemberian atau keduanya. Jika penyumbatan
saluran cerna, pendekatan bedah dapat diindikasikan. Kondisi lain yang sering terjadi di ruang perawatan
paliatif, penanganan etiologi umumnya tidak memungkinkan dan hanya pendekatan gejala.
Symptomatic treatment
Kontrol gejala mual dan muntah adalah pendekatan paling sering dalam perawatan supportif dan paliatif.
Berbagai antiemetic dapat digunakan khususnya serotonin (5 hydroxytryptamine) type 3 receptor (5-HT3)
antagonists dan kortikosteroid secara radikal dapat memodifikasi kejadian muntah selama kemoterapi. Pada
kasus obstruksi gastrointestinal, penggunaan NGT dipertimbangkan. Octreotide (1500 mg/24 jam subkutan)
dapat digunakan untuk mengurangi sekresi pencernaan dan mengurangi frekuensi muntah.

Antiemetik yang sering digunakan di klinik


Class Obat Indikasi

Prokinetik Metoklopramide Dismotilitas

Pengosongan gastrik yang lambat

Drug-induced nausea dan vomitus

Kortikosteroid Dexametason Acute and delayed chemotherapy induced nausea and vomiting

Kondisi suboklusif

Peningkatan tekanan intracranial

Antagonis 5- Ondansetron, Chemotherapy induced nausea and vomiting


HT3 granisetron,
tropisetron

Fenotiazin Promethazine, Mengontrol penyebab gejala central dan perifer


dan chlorpromazine,
butyrofenon
Haloperidol

Tahapan dalam penanganan gejala :


 Pengkajian lengkap : riwayat, pemeriksaan, biokimia, imaging, mikrobiologi, dan pengkajian lain
yang mungkin diperlukan untuk menentukan kemungkinan penyebab mual atau muntah.
 Setelah mengidentifikasi penyebab, menentukan apa reseptor neurotransmitter yang terlibat.
 Pilih antiemetic yang merupakan antagonis spesifik neuroreseptor.
 Berikan antiemetic sesuai dengan rute yang akan memastikan akan akan mencapai target, dalam
hal praktik, hindari antiemetic oral bahkan tanpa muntah hingga mual teratasi minimal 24 jam.
 Kaji kembali. Jika mual terus terjadi, mungkin ada tambahan pemicu yang belum teridentifikasi.
Antiemetic pertama dilanjutkan dan perkenalkan antiemetic kedua yang bekerja dilokasi berbeda
di batang otak.

20
 Tentukan apakah salah satu pemicu dapat di rubah tergantung pada pemicu dan performa pasien
atau adanya pilihan pengobatan lain seperti pembedahan, radioterapi, dialysis dll.
 Setelah mual terkontrol, rencanakan kontrol untuk mempertahankan misalnya dengan antiemetik
oral, akupunktur, dll.

Terapi komplementer dan alternative. Dampingi pasien yang mengalami mual dan muntah untuk mendapatkan
kenyamanan melalui terapi nonfarmakologi bersama dengan antiemetic. Musik, progressive muscle relaxation,
guided imagery, akupressur, atau distraksi dapat membantu mengurangi ansietas serta menurunkan mual dan
muntah. Kaji komplikasi akibat muntah berlebihan seperti dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
(Ignatavicius & Workman, 2006).

Akupunktur dan akupressur telah terbukti meningkatkan efek obat antiemetic selama kemoterapi dan
mengurangi mual muntah pasca operasi. Tranxcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat digunakan
sebagai alternatif jarum akupunktur tradisional di titik P6 akupunktur, dan ini lebih praktis jika pasien melakukan
sendiri.

C. DISFAGIA
Disfagia adalah kesulitan mentransfer makanan atau cairan dari mulut ke lambung. Meskipun disfagia
bukan gejala yang sering terjadi pada kanker metastasis, disfagia terjadi 10-20% pada pasien hospice
atau pasien yang membutuhkan pelayanan paliatif dan sering dianggap sepele apalagi jika tidak ada
manifestasi klinik yang jelas.

Etiologi
Disfagia lebih sering disebabkan oleh obstruksi mekanik. Tumor kepala dan leher atau esophagus
merupakan penyebab utama disfagia, sering asimptomatik pada stadium awal penyakit tetapi secara
klinik akan lebih jelas ketika disertai nyeri dan gejala obstruksi.
Disfagia juga dapat iatrogenic sebagai dampak operasi, radioterapi dan kemoterapi dengan kerusakan
sementara atau menetap pada struktur anaotimi saluran cerna bagian atas atau mekanisme intrinsik
menelan. Penyebab lain disfagia yaitu berhubungan dengan tumor primer atau terapi anti kanker yang
menyebabkan superinfeksi mukosa oral, orofaring dan esophagus selama leukopenia dan gangguan
otonom yang merubah peristaltic normal faring-esofageal (Catane et al, 2006).

21
Prosedur Diagnostik dan Diagnosis Differensial
Anamnesis dan pengkajian klinis harus cukup untuk mendiagnosis disfagia, namun kadang-kadang
tidak ditemukan informasi klinis maupun pengkajian klinis yang memungkinkan diagnosis pasti
sehingga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti endoskopi dan CT dada dan mediastinum, atau
pemeriksaan fungsional untuk mengidentifikasi penyebab. Diagnosis differensial sangat penting untuk
pendekatan terapy yang benar, baik ditujukan pada penyebab utama dari gejala maupun sebagai
pendukung dan pendekatan paliatif.
Penanganan Etiologi
Terapi utama yaitu operasi, radioterapi dan kemoterapi jika disfagia disebabkan oleh obstruksi tumor di
saluran cerna. Antiinflamasi dan pengobatan antimycotik dapat dipertimbangkan jika disfagia terjadi
akibat infeksi seperti kandidiasis atau muncul gejala akibat kemoterapi atau radioterapi.
Penanganan Gejala
Selain mengobati penyebab, terapi supportif dan perawatan paliatif tanda dan gejala disfagia
merupakan dasar untuk mencapai tujuan pengobatan dan menjaga kualitas hidup. Malnutrisi
merupakan akibat dari disfagia dan dukungan nutrisi sangat penting dalam pendekatan paliatif, nutrisi
enteral dan parenteral merupakan pilihan. Nutrisi parenteral digunakan jika nutrisi enteral tidak
memungkinkan, biasanya menggunakan kateter vena sentral. Nutrisi enteral diberikan melalui selang
nasogastric atau enterostomi (lambung atau stoma duodenojejenal).

D. DIARE
Diare didefinisikan sebagai sering buang air besar dengan konsistensi feses cair, dapat terjadi akibat
kerusakan membrane mukosa gastrointestinal sebagai akibat dari kemoterapi. Diet rendah sisa
(residu) dan cairan selalu disarankan. Kadar elektrolit, intake dan output harus dimonitor secara hati-
hati. Lakukan hygiene perianal secara teliti khususnya jika pasien mengalami neutropenia. Obat
antidiare dapat diresepkan (Black & Hawks, 2009).

Diare lebih sering dibandingkan konstipasi pada pasien dengan penyakit lanjut, yang mempengaruhi
<10% pasien kanker yang dirawat di RS atau di unit perawatan paliatif.

Berbagai penyebab diare pada setting paliatif :


- Ketidakseimbangan terapi laksatif khususnya jika dosis obat ditingkatkan untuk mengatasi
konstipasi berat
- Obat seperti antibiotik, antasida, NSAIDs dan sediaan zat besi
- Obstruksi intestinal parsial maligna dan impaksi feses
- Radioterapi yang melibatkan abdomen atau pelvis terutama minggu ke-2 atau ke tiga terapi.
- Malabsorpsi berhubungan dengan :
o Karsinoma kaput pancreas yang menurunkan sekresi pancreas sehingga kurang absorpsi
lemak dan steatore.
o Gastrektomi, pencampuran makanan yang jelek dengan sekresi menimbulkan steatorea;
vagotomi menyebabkan peningkatan sekresi air ke usus besar
o Reseksi ileum mengurangi kemampuan absorpsi asam empedu dan terjadi peningkatan
cairan dalam usus.
- Tumor kolon atau rektal menyebabkan diare karena obstruksi parsial dan peningkatan sekresi
mucus.

22
- Kebiasaan diet yang salah
Penatalaksanaan
Penyebab diare yang mendasari harus dicari, tetapi secara umum dapat dikurangi dengan pemberian anti diare
nonspesifik seperti loperamide (hingga 16 mg/hari) atau kodein (10-60 mg setiap 4 jam). Diare karena
malabsorpsi sering dihubungkan dengan kanker pancreas berespon dengan pemberian suplemen enzyme
pancreas.

Pengobatan Simptomatik
Semua pasien yang mengalami diare harus direhidrasi. Jika volume diare berlebihan dan pasien menunjukkan
tanda-tanda dehidrasi, pasien berisiko mengalami gagal ginjal dan shock. Rehidrasi dengan elektrololit harus
dilakukan. Selain pendekatan etiologi, loperamide (opiate untuk meminimalkan absorpsi usus), atau opiate lain
(morfin atau kodein) dapat digunakan untuk mengurangi jumlah pengeluaran dari usus. Octreotide, analog
somatostatin diindikasikan untuk diare hebat atau diare sekunder dari tumor neuroendokrin.
E. OBSTRUKSI SALURAN CERNA
Obstruksi saluran cerna merupakan suatu proses yang menghambat pergerakan isi usus sehingga
terjadi hambatan sebagian atau seluruh feses dan gas melalui saluran cerna. Obstruksi saluran cerna
malignan lebih sering dialami pasien kanker pelvis atau abdomen dengan insiden 5.5-51% pada wanita
karsinoma ovarium, yang merupakan penyebab utama kematian. Obstruksi saluran cerna malignan
terjadi 4.4-28.4% pada kanker kolorektal dan dilaporkan pada pasien yang mengalami kanker stadium
lanjut, dengan rentang 3-15% kasus. Obstruksi saluran cerna dapat berupa obstruksi parsial atau
komplit, tunggal atau multiple disebabkan oleh tumor benigna maupun tumor ganas (dari 6.1% tumor
ovarium dan kanker ginekologi yang lain hingga 48% kanker kolorektal). Usus halus lebih sering
mengalami obstruksi disbanding usus besar (61% vs 33%).

Berbagai mekanisme yang menyebabkan obstruksi saluran cerna. Minimal tiga factor yang
menyebabkan obstruksi usus :
- Akumulasi sekresi gaster, pancreas dan empedu
- Penurunan absorpsi air dan natrium di lumen intestinal
- Peningkatan sekresi air dan natrium ke dalam lumen usus sehingga meningkatkan distensi.
Kehilangan cairan dan elektrolit mengakibatkan gangguan sekresi dan reabsorpsi saluran cerna. Sekresi
terakumulasi di atas obstruksi usus. Volume sekresi meningkat setelah distensi intestinal akibat peningkatan
luas permukaan, sehingga menghasilkan lingkaran setan sekresi-distensi-sekresi. Lingkaran setan distensi-
sekresi-hiperaktivitas motorik memperparah gambaran klinis, menghasilkan hipertensi intraluminal dan
kerusakan epitel. Kerusakan epitel menghasilkan respon inflamasi dan pelepasan prostaglandin, sekret kuat
baik mempengaruhi langsung enterosit atau reflex saraf enteric. Selain itu, vasoactive intestinal polypeptide
(VIP), mungkin dilepaskan ke dalam sirkulasi perifer dan portal.

Mekanisme Patofisiologi Malignant Intestinal Obstruction (MIO)


1. Obstruksi mekanis
Obstruksi mekanis disebabkan oleh :
a. Oklusi lumen ekstrinsik akibat pembesaran tumor primer atau kekambuhan, tumor mesentrika
dan omentum, adhesi pelvis dan abdomen (benigna atau maligna), fibrosis dan kerusakan
intestinal postiradiasi.

23
b. Oklusi intraluminal dari lumen akibat massa neoplastic, lesi polypoidal, atau penyebaran tumor
anular.
c. Oklusi intramural dari lumen akibat intestinal linitis plastic.
2. Obstruksi fungsional (ileus adinamis) disebabkan ole gangguan motilitas usus akibat :
a. Infiltrasi tumor ke mesentrium atau otot dan saraf abdomen (carsinomatosis), perkembangan
tumor di pleksus coeliac
b. Neuropati paraneoplastik pada pasien kanker paru
c. Pseudo-obstruksi intestinal kronik terutama karena diabetes mellitus, operasi gaster
sebelumnya, gangguan saraf dan obat-obatan seperti opioid.
d. Pseudo-obstruksi paraneoplastik
Penyebab lain seperti edema inflamasi, impaksi feses, pengobatan yang menyebabkan konstipasi seperti opioid,
antikolinergik, belladonna alkaloid, antidepressant, vinca alkaloid, dll; serta dehidrasi dapat berkontribusi
terhadap berekembangnya obstruksi intestinal atau memperburuk gambaran klinis.

Tanda, Gejala, Diagnosis dan Pengkajian


Kompresi lumen usus terjadi secara lambat dan sering parsial. Akibat obstruksi parsial atau total dan atau
dismotilitas, terjadi akumulasi sekresi yang tidak direabsorpsi menyebabkan mual, muntah, konstipasi, nyeri dan
kolik. Distensi abdomen mungkin tidak ditemukan pada obstruksi tinggi yaitu dari duodenum atau jejenum
proksimal.

Gejala yang sering ditemukan pada pasien kanker yang mengalami obstruksi saluran cerna
Muntah Intermitten atau terus Terjadi lebih awal pada Muntah bialiary sering
menerus obstruksi gaster, tidak berbau dan
duodenum dan usus mengindikasikan
halus, lebih lambat adanya obstruksi di
pada obstruksi usus abdomen bagian atas.
besar Muntah bau dapat
menjadi tanda awal
obstruksi ileum atau
kolon.
Mual Intermitten atau terus
menerus
Nyeri kolik Intensitas dan lokasi Jika intens, Nyeri akut yang diawali
bervariasi karena periumbilikal dan dengan intens dan
distensi bagian interval singkat, menjadi lebih kuat,
proksimal obstruksi mungkin atau nyeri spesifik dan
akibat gas dan mengindikasikan terlokalisir, mungkin
akumulasi cairan yang obstruksi pada merupakan gejala
sebagian besar jejenum-ileum. Jika perforasi ileum atau
dihasilkan usus, terjadi obstruksi di usus besar, strangulasi kolon. Nyeri
pada 75% pasien. nyeri kurang intens, yang meningkat
lebih dalam dan terjadi dengan palpasi
dengan interval lebih mungkin karena iritasi
lama. peritoneal.

24
Nyeri terus menerus Intensitas dan lokasi Akibat distensi
yang bervariasi, abdomen, massa tumor
terdapat pada 90% dan atau
pasien hepatomegaly.
Mulut kering Akibat dehidrasi berat
dan perubahan
metabolik, tetapi
sebagian besar karena
penggunaan obat
antikolinergik dan
kurangnya oral care.
Konstipasi Intermittent atau Pada obstruksi Pada obstruksi parsial,
komplit lengkap, tidak ada gejala juga intermitten.
pengeluaran feses dan
flatus.
Diare berlebihan Hasil likuifaksi bakteri

Gejala gastrointestinal yang disebabkan oleh distensi-sekresi-aktivitas motoric dari obstruksi usus
bervariasi dan intensitas tergantung pada lokasi obstruksi. Gejala harus diobservasi setiap hari.
Muntah dapat dievaluasi dari segi kuantitas, kualitas dan episode. Skala numeric dan visual dapat
digunakan untuk menilai gejala lain seperti mual, nyeri, mulut kering, mengantuk, dyspnea, lapar, haus
dan lain-lain. Ketika pasien kanker menunjukkan gejala obstruksi usus, pengkajian lengkap harus
dilakukan. Berbagai pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pada pasien dengan gejala obstruksi usus.
Tidak ada gunanya salah satu pemeriksaan radiologi, jika pasien terlalu nyeri dan menolak untuk
operasi.

Penatalaksanaan
Obstruksi intestinal pasien kanker stadium lanjut jarang membutuhkan penanganan emergency dan
strangulasi usus jarang terjadi sehingga ada waktu untuk mengevaluasi terapi yang paling cocok buat
pasien.
Pembedahan kuratif atau paliatif
Pembedahan harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan obstruksi intestinal, meskipun tidak
rutin dilakukan pada pasien kanker stadium lanjut. Umumny operasi dilakukan pada pasien tertentu
seperti obstruksi mekanik, obstruksi pada satu lokasi, dan tidak ada atau asites minimal, serta orang
yang memiliki peluang yang cukup untuk berespon lebih lanjut terhadap terapi antikanker.
Jika pembedahan dipertimbangkan, kaji apakah:
 Pembedahan paliatif secara tekhnis layak?
 Pasien memperoleh manfaat dari pembedahan tidak hanya kelangsungan hidup tetapi
terutama dalam hal kualitas hidup?
Pasien kanker stadium lanjut yang menjalani pembedahan, memiliki mortalitas 9-40% dan komplikasi bervariasi
9-90%. Pasien dengan dua atau lebih faktor prognostik yang buruk dapat memiliki mortalitas pembedahan 44%
dibandingkan 13% pasien yang memiliki satu atau tanpa factor risiko. Bedah paliatif pada pasien kanker stadium
lanjut adalah masalah yang kompleks dan keputusan untuk melanjutkan penanganan dengan pembedahan
harus dievaluasi secara hati-hati untuk setiap pasien.

25
PENANGANAN PRAKTIS MASALAH KLINIS PERAWATAN PALIATIF

Anoreksia, kaheksia dan fatigue sering terjadi dan kadang diabaikan pada stadium tertentu yang mempengaruhi
sebagian besar pasien kanker. Gejala ini juga sering ditemukan pada pasien gagal jantung kongestif, PPOK, gagal
ginjal dan AIDS.
A. ANOREKSIA
Anoreksia sering menyertai kaheksia. Beberapa pasien anoreksia meskipun tidak mengalami kaheksia. Hal
yang sama, beberapa pasien kaheksia tidak mengalami anoreksia.
Intake makanan dapat ditingkatkan dengan dengan menyediakan makanan sering dengan porsi kecil yang
padat energy dan mudah dicerna seperti susu dan es krim. Pasien harus makan di lingkungan yang
menyenangkan dengan tetap memperhatikan penampilan makanan. Jika pasien mengalami anoreksia hebat
dan cepat kenyang mungkin perlu stimulant nafsu makan. Prednisolon (5 mg 3 kali sehari) atau dexamethasone
(4 mg sehari) dapat meningkatkan nafsu makan dan suasana hati tetapi tidak cocok untuk penggunaan jangka
panjang (lebih 6-8 minggu). Progestogen (misalnya, megestrol asetat 480 mg sehari atau medroxyprogesterone
acetate 1000 mg perhari) dapat meningkatkan nafsu makan pada sekitar 70% pasien dan mengakibatkan
peningkatan intake makanan dan BB ringan (sekitar 20%). Obat NSAIDs (seperti Ibuprofen 400 mg sehari)
dengan profilaksis ulkus peptikum (seperti Omeprazole) dapat digunakan sebagai pengobatan jangka panjang.

B. KAHEKSIA
Kaheksia berasal dari bahasa Yunani kakos dan hexis berate kondisi yang buruk. Kaheksia merupakan masalah
yang kompleks dan multifaktorial. Pasien dapat mengalami penurunan energy kronik dan keseimbangan protein
yang dipicu oleh kombinasi kurangnya intake makanan dan perubahan metabolism. Gejala dapat berupa
anoreksia, cepat kenyang, hilangnya fungsi fisik dan fatigue. Pasien mengalami atropi otot, hilangnya lemak
subkutan dan edema perifer.

Riwayat dan pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk menilai diagnosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir harus dilaporkan. Gejala yang dihubungkan dengan penurunan intake
makanan merupakan peringatan yang penting. Dokumentasikan adanya edema dan asites, BMI <18
mengindikasikan malnutrisi berat dan konsentasi albumin dapat mengalami penurunan.

Penilaian klinis yang baik sangat penting untuk mengidentifikasi semua faktor yang berkontribusi terhadap
wasting syndrome. Secara khusus, jika mual dan muntah bisa
dikontrol dengan antiemetik (atau operasi jika ada obstruksi mekanik), malabsorpsi diobati dengan
suplemen enzim, konstipasi diobati dengan obat laxatif, nyeri dikontrol dengan sedatif minimal dan depresi
diobati dengan antidepresan maka hal ini dapat meningkatkan nafsu makan dan fungsi saluran pencernaan.

C. KONSTIPASI

Penyebab tersering konstipasi adalah immobilisasi, kurangnya intake makanan dan cairan serta obat-obatan
terutama opioid. Pasien sering membutuhkan laxative. Laksatif untuk melunakkan feses seperti laxative
surfactans (poloxamer dan docusate) yang meningkatkan cairan dan melunakkan feses. Laksatif osmotik
(laktulosa) dapat menyebabkan kembung. Laksatif stimulant menstimulasi pleksus myenterik untuk

26
meningkatkan peristaltik dan mengurangi absorpsi air di kolon. Pasien kadang membutuhkan laxative rectal
(suppositoria atau enema).
GANGGUAN PERNAPASAN

A. BATUK
Batuk merupakan mekanisme fisiologis kompleks normal, dibawah control volunteer dan involunter
untuk melindungi paru dengan mengeluarkan mucus dan benda asing dari laring, trakea dan bronkus.
Batuk patologis sering terjadi karena pengakit malignant dan non malignat. Beberapa penyebab dapat
dialami oleh satu pasien. Penyakit malignant menyebabkan distorsi mekanis jalan napas
menyebabkan batuk kering, misalnya efusi atau tumor endobronkial. Akumulasi material/secret di jalan
napas menyebabkan batuk produktif berupa darah, mucus atau sputum purulenta.

Batuk dapat terjadi hingga 50% pada pasien kanker stadium akhir dan mencapai 80% pasien kanker paru-paru.
Hal ini terjadi akibat mekanik dan iritasi reseptor kimia di saluran napas. Refleks batuk melibatkan saraf afferent
ke medulla dan saraf efferent ke otot pernapasan. Batuk yang berkepanjangan menyebabkan kelelahan dan
menakutkan bagi pasien terutama jika disertai sesak napas dan hemoptysis.

Terdapat 3 tipe batuk yaitu :


1. Batuk produktif (ada sputum), mampu batuk efektif
2. Batuk produktif (ada sputum) tidak mampu batuk efektif
3. Batuk non produktif (batuk kering).

Berbagai penyebab batuk :


Non-Malignat Malignant
Infeksi Akut Obstruksi jalan napas
 Infeksi virus saluran napas atas  Penyakit endobronkial
 Bronkopneumonia
Infeksi kronik Vocal cord palsy
 Cystic fibrosis  Hilar tumor atau lymphadenopathy
 Bronkiektasis
 Postnasal drips
Penyakit saluran napas Penyakit pleura
 Asma  Efusi pleura
 PPOK  Mesothelioma
Aspirasi berulang Penyakit Interstisial
 Penyakit motorneuron  Lymphangitis
 Multipel sklerosis  Metastasis paru multiple
Iritan  Pneumonia radiasi
 Benda asing
 Merokok
 Refluks esofageal
Obat
 Angiotensi converting enzyme inhibitor
 Obat inhalasi
Penyakit Kardiovaskuler

27
 Gagal ventrikel kiri
Penyakit parenkim
 Fibrosis interstisial
Penatalaksanaan batuk
Penanganan batuk ditentukan oleh jenis, penyebab, kondisi umum dan prognosis pasien. Jika
memungkinkan, tujuan utama adalah memperbaiki penyebab dikombinasikan dengan penanganan
simptomatik yang tepat.
1. Penekan batuk (Cough Suppressants)
Umumnya digunakan untuk batuk kering kecuali batuk pada malam hari karena iritasi dan
pasien sekarat. Obat antitusif yang efektif adalah opioids. Opioid seperti codein atau
pholcodine merupakan antitusif ringan, morfin dan obat-obat yang sama memiliki efek yang
lebih jelas. Morfin diberikan dalam bentuk tablet atau larutan.
2. Mukolitik
Mukolitik seperti linctus sederhana atau nebulizer dengan salin mungkin bermanfaat pada
pasien yang batuk basah tidak produktif. Penggunaan nebulizer dengan salin dapat
menghasilkan cairan sputum berlebihan dan membuat tidak cocok diberikan pada pasien yang
tidak mampu meludah.
3. Nebulizer anestesi local (Nebulised local anaesthetics)
Nebulizer anestesi local dapat mengurangi batuk tidak produktif. Bronkospasme dapat terjadi
dan bukan hanya pada pemberian pertama sehingga nebulizer dengan bronkodilator harus
tersedia setidaknya pada awal pengobatan. Lignokain (hingga 5 ml dalam 2% larutan setiap 6
jam) atau bupivacaine (hingga 5 ml dalam 0,25% larutan setiap delapan jam) dapat digunakan,
relatif memberi manfaat dan toksisitas belum ada. Pengobatan mengurangi sensitivitas reflex
muntah dan menyebabkan suara serak sementara. Pasien harus tidak makan atau minum
selama satu jam setelah nebulizer.
4. Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi paru dan mengurangi nyeri, insomnia atau
distress yang berhubungan dengan batuk produktif. Ada bukti anekdot bahwa antibiotic
intravena atau antibiotic oral spectrum luas dapat mengurangi sekresi infeksi bahkan pada
pasien sekarat. Keputusan mengenai pengobatan infeksi dengan antibiotic dapat
meningkatkan dilemma etik dan membutuhkan pertimbangan cermat dan diskusi. Fisioterapi
dada harus dipertimbangkan pada semua pasien.
5. Antimuskarinik
Antimuskarinik lebih tepat untuk mengurangi produksi saliva pada beberapa pasien. Hyoscine
hydrobromide atau glycopyrronium bromide diberikan melalui injeksi subkutan atau infus
subkutan lebih dari 24 jam.

Pilihan terapi untuk menangani batuk produktif


a. Sputum lengket (Tenacious sputum)
- Inhalasi uap
- Nebulizer dengan salin
- Linctus sederhana
- Fisioterapi
- Siklus pernafasan aktif

28
b. Sputum purulent
- Antibiotik
- Postural drainage
- Fisioterapi
- Penekan batuk
c. Gagal jantung
- Diuretik
d. Pelepasan sekret tetapi tidak dapat batuk
- Pengaturan posisi
- Obat anti muskarinik
- Suction
B. SESAK
Patofisiologi sesak napas sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Pernapasan normal
dipertahankan oleh aktivitas berirama dan teratur pusat pernapasan di batang otak. Hal ini distimulasi
oleh reseptor mekanik (reseptor regang di saluran napas, otot intercostal dan diafragma) dan oleh
hipoksia dan hiperkapnia (dideteksi oleh kemoreseptor di aorta, badan karotis dan medulla). Pada
kanker paru, sesak napas biasanya akibat distorsi dan stimulasi reseptor mekanik, gas darah sering
normal. Sesak napas terjadi pada 50% pasien hospice, paling sering karena kanker paru, payudara,
prostat, kolon dan rectum, namun 25% pasien ini tidak terbukti adanya keterlibatan paru atau pleura.
Etiologi

Berhubungan dengan Kanker:


- Tumor primer atau sekunder yang menyebabkan obstruksi jalan napas (selalu stridor)
- Infiltrasi paru
- Lymphangitis carsinomatosa
- Efusi pleura
- SVC obstruksi
- Efusi perikardial
- Kelumpuhan saraf phrenic
- Nyeri dinding dada
- Asites

Berhubungan dengan Treatment


- Pembedahan-lobektomi, pneumonectomi
- Radioterapi-Pneumonitis yang mengarah ke fibrosis
- Kemoterapi-pneumonitis, fibrosis
- Obat-obat yang menimbulkan retensi cairan atau bronkospasme
- Jika pasien trakeostomi, pastikan selang trakeostomi tidak tersumbat oleh sekresi.

Kondisi lain/sudah ada sebelumnya


- Infeksi
- penyakit pernapasan kronis
29
- Penyakit jantung kronis
- edema paru
- Pneumotoraks
- emboli paru

Faktor yang melemahkan


- Infeksi
- Anemia
- Fatigue
- Kelemahan otot

Faktor Psikologis
- Takut
- Ansietas
- Distress
- Claustropobia

Penatalaksanaan

Prinsip umum pengelolaan sesak napas:

- Jaminan kepada pasien, keluarga, dan penjaga professional maupun non professional
- Penjelasan
- Tekhnik untuk menghemat pernapasan, pengaturan posisi
- Aliran udara seperti jendela yang terbuka
- Distraksi dan tekhnik relaksasi
- Pertimbangan transfuse darah jika anemia
- Anjurkan adaptasi gaya hidup dan ekspektasi (harapan)

Penatalaksanaan Termasuk:

- Kaji masalah dan kemungkinan penyebab


- Penanganan terhadap kondisi medis, seperti :
o Bronkospasme karena tumor atau PPOK: inhalasi atau nebulizer bronkodilator serta steroid
o Efusi pleura : aspirasi pleural, pleurodesis
o Efusi pericardial : aspirasi di Coronary Care Unit
o Nyeri paru : analgetik adekuat
o Gejala anemia : pertimbangkan transfusi darah
o Infeksi : antibiotic, fisioterapi
o Obstruksi saluran napas besar : pertimbangkan stenting, radiotherapy, laser, brachytherapy,
steroid.
o Obstruksi vena kava superior : pertimbangkan steroid, stenting, kemoterapi atau radioterapi

30
o Limfangitis carcinomatosa : steroid atau pengobatan anti kanker.

C. CEGUKAN ( HICCUP)
Cegukan ditimbulkan oleh adanya reflex patologik pernafasan yang disebabkan spasme diafragma dan
pada saat inspirasi tiba-tiba timbul penutupan pita suara.
Penyebab :

1. Mekanik : iritasi diafragma akibat tumor, infeksi, penekanan oleh asites atau hepatomegali
2. Neurologik : iritasi nervus phrenicus akibat kanker hilus paru, tumor di sentral
3. Kimiawi : uremia, toksin, hipokapnia akibat overbreathing

Manajemen Hiccup

1. Menurunkan distensi gaster


Terapi obat Pro-kinetik seperti metoclopramide 10 mg 4 kali sehari atau domperidone 10 mg 4 kali
sehari.
Distensi gaster juga dapat dikurangi dengan merubah frekuensi makanan dengan jumlah sedikit
dan menambahkan antiflatulant dengan antacid.
2. Relaksasi otot polos
Nifedipine 5 mg jika perlu atau teratur 3 kali sehari, secara oral atau sublingual lebih efektif.
3. Penekan Refleks Hiccup sentral
Jika gejala berat dan tidak berespon terhadap tindakan lain seperti stimulasi faring (hiperekstensi
leher, makan gula kasar, massage bagian depat palatum lunak selama satu menit, menahan
napas dan rebreathing ke sebuah kantong), perlu diberikan Baclofen (5 mg 3 kali sehari) yang
dilaporkan sama efektif dengan gabapentin. Chlorpromazine 25 mg oral diikuti dosis maintenance
10-25 mg 3 kali sehari (pemberian intravena dapat menyebabkan sedasi dan hipotensi sehingga
hanya digunakan pada kasus berat). Penekan iritasi sentral akibat tumor intracranial berespon
terhadap dexametason start dosis 16 mg sehari atau dengan antikonvulsan.

GEJALA LAIN
A. ASITES
Orang dewasa sehat memiliki transudate sekitar 50 ml di cavum peritoneal. Mengandung sekitar 25%
protein yang ditemukan dalam plasma. Pergantian (turnover) cairan peritoneal adalah 4-5 ml/jam.
ASITES MALIGNANT
Jumlah asites malignant sekitar 10% dari semua kasus asites dan terjadi hingga 50% pada pasien
kanker ovarium. Jumlah kandungan protein asites malignat sekitar 85% dari yang ditemukan dalam
plasma. Cairan yang kaya protein ini merupakan media yang baik untuk kultur sel ganas dan bakteri.
Hal ini juga mengandung kadar enzim yang tinggi. Pada asites malignant, pergantian cairan 20 kali
dibandingkan pada orang sehat. Asites dapat menunjukkan adanya keganasan atau menjadi indikasi
31
kekambuhan atau metastasis. Hal ini sering menjadi indikasi penyakit stadium akhir. Deposit malignant
peritoneal mengiritasi serosa, menyumbat limfatik subdiafragma dan retensi natrium terutama adanya
metastasis hepar.
Penyebab Asistes Malignant
- Ca ovarium 50% kasus
- Ca primer yang tidak diketahui 20% kasus
- Ca lambung, kolon, pancreas sebagian besar sisanya
- Limfoma, payudara, paru-paru, dan karsinoma primer lain

ASITES NON-MALIGNANT

Gagal jantung, gagal hepar dan gagal ginjal merupakan penyebab tersering asites non malignant dengan
insiden sekitar 90% pasien dengan asites.

PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pasien keganasan yang mengalami asites memiliki prognosis yang jelek. Analgetik dan kontrol
gejala diperlukan, terutama pasien dengan prognosis jelek. Diuretik dapat mengurangi gejala selama beberapa
hari hingga seminggu untuk menghasilkan efek maksimal. Dosis harus cukup termasuk kombinasi
spironolactone (hingga 600 mg/hari) dan loop diuretic misalnya furosemide. Diuretik lebih bermanfaat jika
metastasis hepar menyebabkan disfungsi hepar.

Beberapa dokter memberikan albumin tetapi tidak ada evidence base yang mendukung hal ini di paliatif care.
Penanganan lain dilakukan dengan paracentesis. Pada pasien yang masih bugar, memungkinkan untuk
mengeluarkan beberapa liter cairan selama beberapa jam. Pasien yang lemah, hipotensi tidak mungkin toleransi
dengan prosedur dan cairan dikeluarkan lebih lambat yaitu 2-3 liter/24 jam. Pengobatan kanker primer dengan
kemoterapi atau radioterapi efektif untuk mengurangi asites. Pemasangan shunt peritovenous perlu
dipertimbangkan jika asites berulang dan tidak membaik dengan diuretic.

B. GANGGUAN BERKEMIH
1. URGENSI DAN INKONTINENSIA

32
Frekuensi, urgensi, inkontinensia urine dan dysuria merupakan gejala yang menunjukkan adanya
gangguan kandung kemih. Prevalensinya tinggi terutama pasien yang mengalami kanker primer
pelvis atau metastasis pelvis.
Etiologi
Gejala bladder mungkin tidak berhubungan dengan kanker yang mendasari pada banyak pasien.
Diagnosis seperti Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) dan kandung kemih reaktif serta
inkontinensia stress lebih sering ditemukan pada lansia laki-laki maupun perempuan. Sebab lain
seperti gangguan sentral (stroke, dimensia), uremia, diabetes mellitus dan diabetes insipidus.

Ketika dihubungkan dengan kanker stadium lanjut, gejala bladder mungkin berhubungan dengan
terapi kanker seperti operasi dengan cedera pada vesika urinaria, radiasi atau kemoterapi.
Penyebab lain adalah perluasan tumor ke kandung kemih, tekanan dari luar kandung kemih oleh
massa tumor, vesicovaginal dan fistula vesikorectal.
Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan dasar meliputi urinalisis, kultur urine, tes fungsi ginjal dan USG saluran kemih bagian
bawah termasuk volume residu urine. CT scan dan MRI pelvis dapat menampakkan massa tumor
di sisi atau dibagian vesika urinaria. Sistoscopi diperlukan jika dicurigai ada massa dari
pemeriksaan imaging (pencitraan).
Pengobatan
Pengobatan massa tumor di luar atau di dalam kandung kemih tergantung pada kanker primer dan
prognosis. Pada beberapa pasien kanker kolorektal, operasi diperlukan untuk kekambuhan soliter
atau metastasis. Jika prognosis baik, dapat dipertimbangkan pembedahan diversi urinary. Pasien
dengan kanker stadium lanjut, pengobatan kuratif tidak mungkin, reseksi transurethral massa
bladder dapat meringankan perdarahan dan mengurangi gejala lain. Pada pasien ini, uretra
permanen atau kateter suprapubik dapat mengatasi gejala bladder yang parah. Fistula ditangani
berdasarkan prognosis, Beberapa pasien fistula, mengalami penutupan spontan setelah
pemasangan indwelling kateter yang lama. Sistitis akibat radiasi atau kemoterapi dilakukan terapi
simptomatik dengan obat antimuscarinik atau trisiklik untuk mengurangi gejala.
2. RETENSI
Penyebab:
a. Akibat kanker : BPH, infiltrasi pada leher kandung kemih, pleksopati presakrum, kompresi
medulla spinalis
b. Pengobatan : antikolinergik, morfin, analgesia spinal dengan bupivakain, blok saraf intratekal.
c. Berhubungan dengan kanker dan atau debilitas : rectum yang penuh, tidak mampu berdiri
untuk berkemih, lemah.
d. Sebab lain yang terdapat bersamaan : pembesaran prostat jinak

Penatalaksanaan

a. Antagonis reseptor alfa 1 selektif indoramin (20 mg malam hari atau 2 kali sehari, dosis
maksimal 100 mg/24 jam).
b. Antikolinergik betanekol (10-30 mg 2-4 kali sehari).
3. SPASME KANDUNG KEMIH
Penyebab :
a. Akibat kanker : iritasi mekanik (intravesika, ekstravesika)

33
b. Pengobatan : fibrosis akibat radiasi
c. Berhubungan dengan kanker dan atau debilitas : ansietas, sistitis infektif, kesalahan
pemakaian kateter (iritasi mekanik akibat balon kateter).

Penatalaksanaan :
a. Bila terpasang kateter, ganti kateter atau kurangi volume balon kateter
b. Bila terdapat infeksi :
- Pasien tidak memakai kateter, maka gunakan antibiotik sistemik
- Pasien memakai kateter, bilas kandung kemih dengan atau antiseptic urine,
misalnyametenamin hipurat 1 g dua kali sehari.
c. Beri obat antikolinergik betanekol (10-30 mg 2-4 kali sehari)
d. Bila obat antikolinergik menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki, berikan relaksan
detrusor flavoksat 200-400 mg 3-4 kali sehari.

C. PERDARAHAN
Perdarahan dapat berasal dari tumor atau disebabkan oleh pengobatan yang menyebabkan erosi
gaster. Defisiensi factor pembekuan, trombositopenia, insufisiensi hepar atau antocoagulan dengan
warfarin juga merupakan factor yang berkontribusi terhadap perdarahan pada pasien kanker.
Hemoragik non akut, dapat ditangani dengan terapi onkologi, sistemik dan tindakan local. Radioterapi
paliatif sangat berguna untuk tumor superfisial bronkus dan traktus genitourinaria. Jika radioterapi tidak
tepat, koagulasi ditingkatkan dengan asam tranexamic oral 1 g 3 kali sehari, tetapi harus diwaspadai
terbentuknya bekuan darah di bladder yang dapat menimbulkan masalah lebih lanjut. Tindakan local
seperti asam tranexamic topical dan adrenalin (1 : 1000). Sucralfat dapat digunakan untuk
menghentikan perdarahan mukosa lambung tetapi dapat menghambat penyerapan obat lain.

Hemoragik akut, dapat terjadi akibat erosi arteri besar. Hal ini dapat diantisipasi dengan pengobatan yang tepat
dan penggunaan selimut merah atau hijau untuk mengurangi dampak visual. Pasien dan keluarga
membutuhkan dukungan. Jika perdarahan tidak fatal seperti hematemesis, perdarahan rectum dan vagina atau
ulkus luka superfisial tujuan pengobatan adalah control local jika memungkinkan dan sedative pada pasien yang
ketakutan. Diazepam sublingual atau rectal (stesolid 10 mg) atau midazolam 10 mg SC atau bukal memberikan
efek yang cepat. Tim perawatan paliatif perlu menyeimbangkan ansietas dan perhatian keluarga kemungkinan
perdarahan akut sehingga keluarga sudah siap jika hal tersebut terjadi. Jika pasien memilih untuk perawatan di
rumah, issu pengelolaan hemoragik akut perlu didiskusikan dengan keluarga dan tim home care memiliki
rencana kerja yang jelas.

KEADAAN DARURAT PASIEN PALIATIF

34
A. SYNDROM LYSIS TUMOR
TLS adalah gangguan metabolisme yang sering ditemukan pada penatalaksanaan berbagai jenis kanker
termasuk limfoma, leukemia dan neuroblastoma. TLS merupakan sekumpulan gangguan metabolik akibat
pelepasan metabolit intraseluler dari sel kanker yang mengalami lisis. TLS yang tidak ditangani dapat
menyebabkan gagal ginjal, aritmia, kejang bahkan kematian (NHS, 2012).
Faktor Risiko :
• TLS sering terjadi pada tumor yang memiliki tingkat proliferasi yang tinggi, sensitif terhadap kemoterapi dan
ukuran tumor yang besar.
• Paling sering pada siklus kemoterapi yang pertama dan beberapa hari setelah terapi.
• Pasien dehidrasi, output urine yang jelek, gangguan ginjal dengan hiperurisemia (Lohr, 2008).
Karakteristik TLS
• Hiperurisemia
Hiperurisemia jika asam urat ≥8.0 mg/dl atau meningkat 25% dari nilai normal 3 hari sebelum atau 7 hari
setelah kemoterapi awal. Hiperurisemia disebabkan oleh kerusakan asam nukleat sel tumor lebih cepat
dibandingkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan asam urat (Lohr, 2008). Umumnya terjadi 48-72 jam
setelah terapi yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Jalur utama bersihan asam arat adalah tubulus renal proksimal dimediasi oleh alat pengangkut khusus
URAT-1. Hiperurisemia dapat menimbulkan komplikasi Acute Kidney Injury (AKI) dari nefropati urat. Rasio
asam urat dengan creatinin >1 diperkirakan mengalami asam urat nefropati, <0.6 menimbulkan AKI.

Pencegahan: hidrasi adekuat. Allopurinol 1 sampai 3 hari sebelum kemoterapi, karena tidak merubah asam
urat yang sudah terbentuk.

• Hiperkalemia
K+ merupakan kation intraseluler yang mengatur sistem Na+-K+ ATPase. Pengaturan secara normal
mempertahankan potensial membran istirahat pada berbagai sel: otot skeletal, saraf dan otot jantung
Hiperkalemia jika kadar kalium >6.0 mEq/L atau meningkat 25% dari nilai normal 3 hari sebelum atau 7 hari
setelah kemoterapi awal. Hiperkalemia menyebabkan cardiac aritmia, umumnya terlihat 6-72 jam post-
kemoterapi. Jaringan neuromuskuler dan jantung rentan terhadap perubahan kadar kalium. Gejala
neuromuskuler termasuk fatigue, kram otot, anoreksia, parestesia, dan iritabilitas.

Pada jaringan jantung tergantung pada derajat hiperkalemia, perubahan EKG dapat terjadi termasuk T
wave (>5 mm) pada kadar kalium 6-7 mEq/L, QRS kompleks melebar dan gelombang P lebih kecil jika
kalium serum 7-8 mEq/L. Penyatuan kompleks QRS dengan gelombang T jika serum kalium 8-9 mEq/L dan
akhirnya disosiasi atrioventrikular, ventrikel takikardia atau fibrilasi ventrikel dan kematian jika serum kalium
> 9 mEq/L.

Manajemen hiperkalemia bertujuan untuk menurunkan kadar kalium dalam darah. Manajemen
hyperkalemia yaitu meningkatkan ekskresi kalium, jika fungsi ginjal normal. Pemberian diuretik seperti
furosemid diresepkan. Pergerakan kalium dari ECF ke ICF dapat menurunkan kadar kalium sementara
dengan infus glukosa dan insulin (100 ml glukosa 10-20% dengan 10-20 IU insulin reguler).
Setelah kondisi stabil, hindari makanan tinggi kalium (pisang, avocados, kentang).

• Hyperfosfatemia dan Hipokalsemia

35
Hiperfosfatemia jika serum fosfat ≥4.5 mg/dl atau meningkat 25% dari nilai normal dan hipokalsemia jika
serum kalsium ≤7.0 mg/dl atau menurun 25% dari normal 3 hari sebelum atau 7 hari setelah kemoterapi
awal. Kedua gagguan elektrolit ini umumnya terjadi dalam 24-48 jam setelah kemoterapi. Etiologi:
peningkatan pelepasan endogen akibat kerusakan, gangguan filtrasi glomerulus akibat nefropati
urat/nefrokalsinosis diakibatkan oleh gagal ginjal serta menurunnya kemampuan sel kanker menggunakan
fosfat endogen yang tersedia.
Terapi hiperfosfatemia yaitu kalsium karbonat, kalsium asetat dan hemodialisis pada kasus berat.,
sedangkan terapi hipokalsemia yaitu kalsium glukonat IV.

Gejala hiperfosfatemia secara tidak langsung melalui pengaruh pada kalsium. Hipokalsemia menimbulkan
gejala neurologis (kram otot, tetani atau kejang), jantung termasuk asimptomatik, interval QT memanjang
dan kontraktilitas jantung menurun.

Kriteria TLS Berdasarkan Nilai Laboratorium


• Asam urat ≥476 mmol/l atau meningkat 25% dari nilai normal
• Kalium ≥6.0 mmol/l atau meningkat 25% dari nilai normal
• Fosfor ≥1.45 mmol/l atau meningkat 25% dari nilai normal
• Kalsium ≤1.75 mmol/l atau menurun 25% dari nilai normal
Penatalaksanaan:
• Pantau elektrolit dan fungsi ginjal
• Monitor intake dan output dan penggunaan diuretik jika diperlukan
• Hidrasi : Cairan IV diberikan 48 jam sebelum kemoterapi. Peningkatan volume cairan akan menurunkan
fosfat ekstraseluler, kalium dan urat; meningkatkan aliran darah renal, menghasilkan diuresis 150-300
ml/jam dan mencegah pembentukan kristal di tubulus.
• Rasburicase 0.2mg/kg IV 1 kali sehari dalam 50ml NaCl 0.9% selama 30 minutes, diulang jika diperlukan,
biasanya selama 3-5 hari, diberikan pada hari kemoterapi (cytoreductive therapy).

B. HIPONATREMIA
Hiponatremia adalah kadar serum natrium <135 mEq/L. Kadar natrium dikategorikan eunatremia
(135-147mEq/L), hiponatremia ringan (134-130 mEq/L), hiponatremia sedang (129-120 mEq/L), dan
hiponatremia berat.

Hiponatremia pada pasien kanker biasanya disebabkan oleh syndrome of inappropriate antidiuretic hormon
(SIADH) yang lebih sering terjadi pada small-cell lung cancer (SCLC) dibanding keganasan lain. SIADH dipicu
oleh produksi ektopik dari arginin vasopressin (AVP) oleh tumor atau efek antikanker atau obat paliatif lain.
Faktor lain yang dapat menyebabkan hiponatremia hipovolemik termasuk diare dan muntah oleh pengobatan
kanker. Hampir semua penyebab hiponatremia (kecuali karena gagal ginjal dan polidipsia primer) ditandai
dengan kelebihan ADH, paling sering disebabkan oleh SIADH.

Penatalaksanaan tergantung keparahan gejala, waktu onset, dan status volume ekstraseluler. Jika disebabkan
SIADH, salin hipertonik diindikasikan pada fase akut. Retriksi cairan dianjurkan pada hiponatremia asimtomatik
kronik. Terapi farmakologi mungkin diperlukan jika retriksi cairan tidak cukup.

C. ASIDOSIS LAKTAT

36
Asam laktat dapat dimetabolisme kembali menjadi asam piruvat. Asam piruvat masuk ke mitokondria atau ke
jalur glukoneogenesis. 90% asam laktat dimetabolisme menjadi asam piruvat di hati dan 10% dimetabolisme
serta diekskresikan melalui ginjal. Metabolisme asam piruvat membutuhkan suplai oksigen yang normal pada
mitokondria serta enzim seperti pyruvate dehydrogenase saat oksidasi dan pyruvate carboxylase saat
glukoneogenesis.

Kadar laktat plasma normal adalah 0.5-1.5 meq/L. Asidosis laktat jika kadar laktat plasma lebih 4-5 meq/L yang
dialami pasien tanpa asidosis sistemik. Asidosis laktat terjadi ketika kadar oksigen dalam tubuh menurun.
Penyakit yang dapat menyebabkan asidosis laktat: AIDS, kanker, gagal ginjal, gagal napas dan sepsis.

Klasifikasi Asidosis Laktat


Cohn-Wods (1976) mengklasifikasikan asidosis laktat:
– Tipe A: penurunan perfusi atau oksigenasi (hipovolemia, gagal jantung, sepsis dan cardiopulmonary arrest
– Tipe B:
• B1: Penyakit yang mendasari (kadang-kadang menyebabkan asidosis laktat tipe A).
• B2: pengobatan atau intoksikasi
• B3: Gangguan metabolisme yang dibawa sejak lahir
Klasifikasi Patofisiologi:
Hipoksia Non Hipoksia
Hipoksia global Disfungsi dehidrogenase pyruvate
Gagal napas Phosforilase oksidatif
Asma berat, COPD, asfiksia Cyanide, salicylates, methanol & ethylene
glycol metabolites, obat antiretroviral, asam
valproic, biguanides, INH
Hipoperfusi regional Glykolisis aerobik yang cepat
Iskemia mesentrik Sepsis, kejang, keganasan

Penatalaksanaan
• Resusitasi cairan untuk memulihkan perfusi jaringan normal.
• Natrium bikarbonat diberikan untuk meningkatkan pH.
• Perbaikan proses penyakit yang mendasari.

REFERENSI :

1. Beek AVD, Meijer PHEM, Meinders AE. (2001). The Netherlands Journal of Medicine . Vol. 58,
pp.128–136.
2. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. 8th
edition. St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

3. Buglass E. 2010. Grief and bereavement theories. Nursing Standard, Vol. 24, No. 41, pp. 44-47.
4. Castillo JJ, Vincent M, & Justice E. 2012. Diagnosis and management of hyponatremia in cancer
patients. http://theoncologist.alphamedpress.org/content/17/6/756.abstract (sitasi 04 Maret 2015).

37
5. Catane et al. (2006). Handbook of Advanced Cancer Care. United Kingdom : Taylor & Francis Group

6. Doshi SM, Shah P, Lei X, Lahoti A, & Salahudeen AK. 2012. Hyponatremia in hospitalized cancer
patients and its impact on clinical outcomes. Am J Kidney Dis., Vol. 59, No. 2, pp 222-228.
7. Djauzi S, dkk. (2003). Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri Pada Penyakit Kanker. Jakarta : Rumah
Sakit Kanker “Dharmais”.

8. Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). 4th edition. St.
Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
9. Fallon, M., & Hanks, G. (2006). ABC of palliative care. USA: Blackwell Publishing.

10. Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L., (2006). Medical-surgical nursing critical thinking for collaborative
care. Philadelphia: Saunders Elseviers.

11. Kelly B, McClement S, & Chochinov HM. 2006. Measurement of psychological distress in palliative care.
Palliative Medicine, Vol. 20, pp 779-789.
12. Liamis G, Milionis H, & Elisaf M. 2008. A review of drug-induced hyponatremia. American Journal
of Kidney Diseases, Vol. 52, No. 1, pp 144-153.
13. NHS. (2012). Prevention & Management of Tumour Lysis Syndrome in Haematological and some
Oncology Malignancies 2012. Chemotherapy CEG Guidelines for the Management of Tumour
Lysis Syndrome, 1-8.
14. Murray SA, 2009. Spiritual support in palliative care.
15. Smith N, & Strayer DA. 2010. Communication: Communicating with patients who are anxious. Wilson
Terrace, Glendale: Cinahl Information Systems.
16. Tiu, R. V., Mountantonakis, S. E., Dunbar, A. J., & Schreiber, M. J. (2007). Tumor lysis syndrome.
Seminars In Thrombosis and Hemostasis, 33 (4), 397-407.

17. Verbalis JG. 2012. Clinical perspectives in hyponatremia.


http://www.paradigmmc.com/pdfs/h0412.pdf. (sitasi 04 Maret 2015).

18. Watson et al.(2006). Adult palliative care guidance (2006). 2nd edition. South West London. Sussex Cancer
Networks and Northern Ireland Palliative Medicine Group 2006.

38

Anda mungkin juga menyukai