Anda di halaman 1dari 32

BUKU PANDUAN

KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER,

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
BUKU PANDUAN
KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 3

Editor :

dr. Hafni Zuchra Noor, MM., Sp.BA

Kontributor :

DR. Dr. Wiwik Kusumawati, M.Kes

dr.Hidayatul Kurniawati., M.Sc

DR. Dr. Triwahyuliati, Sp.S. M.Kes

dr. Ardiansyah, Sp.S., M.Kes

dr. Meiky Fredianto, Sp.OT

Dr. dr.Warih Andan P., Sp.Kj, M.Kes

dr. Rr. Tesaviani Kusumastiwi Sp.KJ

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, Sang pengatur kehidupan. Tuhan
yang telah menganugerahkan kesempatan dan kemampuan sehingga Buku Panduan ini
dapat tersusun dan siap digunakan.

Ketrampilan medik merupakan salah satu kegiatan rutin yang wajib ditempuh oleh
setiap mahasiswa strata 1 (satu) dalam rangka mencapai gelar tingkat kesarjanaannya di
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Buku Panduan Ketrampilan Medik ini disusun dengan maksud
membantu para mahasiswa, instruktur ketrampilan medik, dosen, dan pihak lain yang
berkepentingan untuk dapat memperoleh informasi yang benar sehingga proses kegiatan
ketrampilan medik dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang kita harapkan.
Buku Panduan Ketrampilan Medik ini memuat materi yang harus dikuasai oleh
mahasiswa, panduan kegiatan ketrampilan medik, dan checklist yang dapat menjadi
penuntun dalam menghadapi ujian ketrampilan medik. Berbagai hal tersebut disusun sesuai
dengan Standar Pendidikan Dokter dan Standar Kompetensi yang berlaku di Indonesia,
sehingga diharapkan dengan kegiatan ketrampilan medik tersebut, dapat membantu
pencapaian kompetensi dokter umum.

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan Buku Panduan Ketrampilan Medik ini. Walaupun buku ini telah kami lakukan
revisi, kami masih sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan buku ini.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Yogyakarta, September 2020

Tim penyusun

3
MATERI I

ANAMNESIS DAN KONSELING PSIKIATRI

A. ANAMNESIS PSIKIATRI
I. TIU :
1. Mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat melakukan anamnesis kasus gangguan jiwa secara sistematik dan
lengkap

II. TIK :
1. Mahasiswa dapat membuka komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat melakukan bina hubungan (bina raport)
3. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang identitas pasien
4. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang keluhan utama atau sebab
dibawa ke rumah sakit kasus gangguan jiwa
5. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang Riwayat Penyakit Sekarang
(RPS) kasus gangguan jiwa
6. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
kasus gangguan jiwa
7. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang Riwayat Penyakit Keluarga
(RPK) kasus gangguan jiwa
8. Mahasiswa dapat mengumpulkan informasi tentang riwayat pribadi kasus gangguan
jiwa

III. DASAR TEORI

ANAMNESIS DALAM PSIKIATRI


Ketrampilan anamnesis adalah ketrampilan penting yang harus dimiliki seorang
dokter. Anamnesis merupakan bagian penting dalam tatalaksana pasien psikiatri.
Anamnesis yang tepat akan mengarahkan seorang dokter dalam melakukan pemeriksaan
status mental, penegakan diagnosis dan pemberian tatalaksana yang tepat.
Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (autoanamnesis) dan bisa
dilakukan terhadap orang lain (alloanamnesis) misalnya keluarga, teman, tetangga, dll.
Alloanamnesis sangat dibutuhkan terutama pada gangguan jiwa berat (Psikosis), karena
berkaitan dengan kondisi pasien psikosis yang seringkali dipengaruhi oleh gejalanya,

4
sehingga perlu dikonfirmasi dengan keterangan orang lain atau bahkan ketika pasien tidak
kooperatif, maka data tidak bisa kita dapatkan dari pasien.
Data yang harus kita dapatkan dalam ketrampilan anamnesis adalah sebagai berikut:

1. Identitas Pasien
Identitas pasien kita butuhkan untuk mengidentifikasi pasien supaya tidak tertukar
dengan pasien lain dalam pemberian tatalaksana. Selain itu, identitas pasien akan
memberikan gambaran khusus pada pasien yang akan membantu memandu dokter dalam
berinteraksi dengan pasien. Identitas yang perlu didapatkan adalah : nama, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan.
Selain itu, juga perlu untuk diketahui tentang apakah sumber aloanamnesa adalah
orang yang dapat dipercaya artinya orang tersebut benar-benar memahami tentang pasien
atau tidak. Perlu juga diketahui apakah pasien datang sendiri ke Rumah Sakit (RS) atau
rujukan dari dokter lain atau datang dengan dibawa oleh orang lain (keluarga, polisi, petugas
panti, dll).

2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat pasien datang ke RS. Pada gangguan
jiwa, pasien bisa datang sendiri dan menyampaikan keluhan utamanya terutama pada kasus
gangguan jiwa non psikotik.
Contoh keluhan utama (gangguan non psikotik):
 Pasien : “Saya mengalami sulit tidur dok.....”
 Pasien : “Saya sering merasa kuatir berlebihan dok....”
 Pasien : “Saya sering merasa sesak nafas seperti tercekik dok...”
 Pasien : “Badan saya lemes dok, rasanya lesu dan malas beraktivitas...”
 Pasien : “Kepala saya pusing dok, leher terasa tegang....”
 Pasien : “ Jantung saya sering berdebar-debar dan sering keluar keringat
dingin..”
Pada pasien gangguan jiwa Psikotik, pasien insight/tilikan diri yang buruk. Pasien tidak
merasa dirinya sakit, sehingga biasanya keluarganya/pihak lain yang membawa pasien ke
layanan kesehatan. Dengan demikian pada gangguan psikotik, keluhan utama sering diganti
menjadi sebab pasien dibawa ke Rumah Sakit.
Pada gangguan psikotik, seringkali pasien akan dibawa ke rumah sakit jika sudah
melakukan tindakan-tindakan yang tidak bisa ditoleransi lagi oleh lingkungannya. Misalnya
mengamuk tanpa sebab, menyerang orang lain, merusak barang-barang atau melakukan
hal-hal yang membahayakan/menyakiti dirinya termasuk upaya bunuh diri. Ketika pasien

5
sudah mulai menunjukkan perubahan perilaku awal (gejala prodomal) seperti mengurung
diri, banyak melamun, tidak mau bersosialisasi, malas untuk beraktivitas, dll, namun belum
mempengaruhi lingkungan, keluarga kadang belum merasa perlu membawa ke rumah sakit.
Hal ini yang seringkali jadi penyebab terlambatnya tindakan medis pada penderita gangguan
jiwa Psikotik.
Contoh sebab dibawa ke RS (kasus Psikotik):
 Keluarga : “Dia marah tanpa sebab, memecah barang-barang yang ada di
rumah dok.....”
 Teman : “Dia mengancam teman kostnya dengan membawa pisau dok...”
 Keluarga : “Dia hanya diam diri di dalam kamar dan tidak mau bertemu dengan
siapa pun dok....”
 Polisi : “Dia mengamuk dan melempar mobil yang lewat di jalan dengan batu
dok...”

3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Riwayat penyakit sekarang merupakan informasi tentang perjalanan penyakit saat ini
yang di dalamnya harus mendapatkan informasi tentang :
a. Penjelasan diskriptif tentang keluhan utama termasuk kualitas dan kuantitas, faktor
yang memperberat dan meringankan keluhan.
Keluhan harus didiskripsikan dengan jelas, misalnya keluarga menceritakan bahwa
penderita tampak aneh, maka harus menanyakan apa yang dimaksud dengan aneh
tersebut.
Misalnya :
o Pasien merasa sangat ketakutan, karena merasa dikejar-kejar orang lain
hendak dibunuh
o Pasien tidak mau makan sama sekali karena sangat curiga jangan-jangan
makanan/minuman yang diberikan padanya mengandung racun yang hendak
dipakai membunuh dirinya
o Pasien dengan cemas, maka harus dtanyakan: frekuensinya, gejala-gejala
fisik yang menyertai kecemasannya (keringat dingin, berdebar-debar, sulit
tidur, hubungan dengan situasi tertentu, dll.

b. Keluhan lain yang dirasakan pasien


Setiap jenis gangguan jiwa memiliki sindrom atau kumpulan gejala, bukan hanya
ditentukan oleh satu gejala saja. Dengan demikian gejala lain yang mendukung
penegakan sebuah diagnosis gangguan jiwa harus ditanyakan.

6
Sebagai contoh jika ada keluhan utama yang mengarah pada gejala depresi, maka
harus ditanyakan gejala-gejala lain yang menjadi kriteria depresi lainnya.
c. Onset dari keluhan
Merupakan awal munculnya gangguan, dibagi dalam akut (kurang dari 1 bulan),
subakut (antara 1-6 bulan ) atau kronis (lebih dari 6 bulan).
Jika sakitnya bukan sakit yang pertama, maka harus dipastikan apakah sakit yang
sekarang ini merupakan kelanjutan sakit yang sebelumnya ataukah sudah
dipisahkan oleh adanya kesembuhan sehingga sakit yang sekarang merupakan
episode penyakit baru. Kesembuhan secara klinis ditunjukkan jika pasien dapat
kembali ke fungsi normalnya sebelum dia sakit. Jika ia adalah seorang mahasiswa
dengan prestasi yang baik, maka setelah sakit ia akan kembali menjadi mahasiswa
yang berprestasi baik pula. Jika ia karyawan, maka ia kembali berfungsi seperti sedia
kala.
d. Gejala prodomal yang biasanya mendahului munculnya gangguan jiwa psikotik
sebelum adanya gejala psikotik yang menonjol (full blown psychotic)
Misalnya mengurung diri, aktivitas mulai berkurang, penurunan interaksi sosial, dll.
Perjalanan penyakit dimulai sejak adanya gejala prodomal, tidak dimulai dari ketika
full blown psychotic.
e. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan, sikap terhadap pengobatan (patuh atau
tidak patuh) dan hasil yang diperoleh dari upaya pengobatan yang telah dilakukan
tersebut
f. Faktor yang mendahului terjadinya gangguan (faktor presipitasi). Keterangan ini
membantu dalam memahami permasalahan yang dihadapi pasien, sehingga
berguna dalam mengelola penatalaksanaan pasien. Faktor presipitasi dapat berupa
faktor organik maupun psikologik

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Riwayat penyakit dahulu terdiri dari riwayat gangguan jiwa sebelumnya atau riwayat
penyakit medis umum yang pernah diderita sebelumnya. Jika ada gangguan jiwa
sebelumnya, perlu ditanyakan gejalanya, riwayat pengobatannya, dirawat di RS mana,
berapa lama, efek dari pengobatan, akibat dari sakitnya, apakah bisa kembali ke fungsi
normalnya atau tidak setelah sakit. RPD bisa berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan gangguan saat ini.
Contoh :
 Seorang pasien Depresi, didapatkan dalam RPD nya pernah Depresi 2 tahun yang
lalu, maka diagnosinya menjadi : Gangguan Depresi Berulang

7
 Seorang pasien Depresi, didapatkan dalam RPD nya pernah Manik 3 tahun yang
lalu, maka diagnosinya menjadi : Gangguan Bipolar episode Depresi
 Seorang pasien Manik, didapatkan dalam RPD nya pernah Manik 1 tahun yang lalu,
maka diagnosinya menjadi : Gangguan Bipolar episode Manik
Riwayat penyakit medis umum perlu ditanyakan apakah ada riwayat beberapa
penyakit berat atau riwayat pembedahan atau trauma berat atau membutuhkan perawatan
di rumah sakit. Perlu juga ditanyakan tentang adanya kejang, penurunan kesadaran,
perubahan pola nyeri kepala, perubahan pada penglihatan, adanya kebingungan dan
disorientasi, adanya demam. Beberapa gangguan psikiatrik berkaitan erat dengan beberapa
kondisi medis di atas, misalnya pada Gangguan mental Organik.

5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Riwayat Penyakit Keluarga sangat dibutuhkan keluarga terkait dengan faktor genetik
pada gangguan jiwa dan penyakit-penyakit medis umum lainnya. Selain itu juga akan
memberikan gambaran tentang situasi keluarga, jika ada yang memiliki penyakit tertentu
yang bisa menjadi stresor bagi pasien yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi kondisi gangguan yang dialami pasien saat ini.

6. Riwayat Pribadi
Riwayat kehidupan pribadi pasien dibutuhkan untuk memahami perjalanan hidup
pasien sejak dalam kandungan hingga saat ini. Banyak informasi penting yang harus
didapatkan dalam riwayat kehidupan pribadi pasien. Data-data ini akan dapat
menggambarkan beberapa faktor penting yang berhubungan dengan kondisi emosi pasien
serta beberapa faktor predisposisi yang ada. Penyebab gangguan jiwa tidak hanya
disebabkan oleh adanya faktor presipitasi saja, tetapi disebabkan berbagai faktor
(multifaktorial). Faktor-faktor predisposisi yang ada akan membantu dalam penegakan
diagnosis maupun penatalaksanaannya.

6.1. Riwayat Prenatal dan Perinatal


Riwayat kehamilan akan memberikan informasi tentang apakah pasien merupakan
anak yang diharapkan oleh orang tuanya atau tidak. Kondisi tersebut akan mempengaruhi
sikap orang tua dalam pengasuhan anak, yang mempengaruhi proses tumbuh kembang
seseorang dan bisa berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya. Informasi tentang kondisi
kesehatan fisik dan mental ibu saat mengandung termasuk penggunaan alkohol atau obat-
obatan lain selama kehamilan juga menjadi faktor yang bisa secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi pasien. Riwayat persalinan seperti asfiksia, trauma
persalinan dll seringkali berhubungan dengan tumbuh kembang selanjutnya.

8
6.2. Usia 0-3 tahun (masa kanak awal)
Tahap usia kanak awal, kualitas hubungan antara ibu dan anak sangat penting
dalam perkembangan anak. Termasuk hal yang yang berkaitan dengan proses penyusuan
dan toilet training. Informasi tentang pengashan pasien pada masa tersebut juga seringkali
berkaitan dengan gangguan jiwa yang terjadi saat ini.
Hal penting dalam masa kanak awal ini adalah :
 Kebiasaan makan : apakah anak mendapat ASI atau susu botol, apakah ada
problem kesulitan makan pada anak.
 Toilet training : berapa umur anak mulai dilakukan toilet training (terlalu dini atau
terlambat akan menimbulkan masalah bagi anak), bagaimana orang tua bersikap
dalam toilet training (terlalu keras akan menimbulkan masalah pada anak),
bagaimana sikap anak dalam toilet trainingnya (ada anak yang berhasil namun juga
ada yang bermasalah dalam toilet trainingnya sehingga sering terjadi konstipasi,
BAB di celana, dll).
 Adanya gejala-gejala yang berhubungan dengan masalah perilaku : menghisap
jempol, mudah marah, tik, mimpi-mimpi buruk, menggigit kuku, ketakutan.
 Kepribadian anak : rewel, mudah bergaul, bersahabat, aktivitas berlebihan dan pola-
pola permainan yang disukai.

6.3. Usia 3-11 tahun (Masa kanak pertengahan)


Informasi pada masa kanak pertengahan diantaranya adalah identifikasi gender,
perilaku orang tua dalam mengajarkan aturan-aturan dalam keluarga dan hukuman jika
melanggarnya, masa awal anak mulai masuk sekolah termasuk adaptasi anak ketika anak
harus berpisah dari orang tua atau pengasuhnya. Kemampuan anak bergaul dengan orang-
orang baru di sekitarnya, apakah anak mudah berteman atau pemalu, apakah anak bisa
mengikuti aturan-aturan yang ada, riwayat tentang kemampuan membaca, perkembangan
intelektual dan psikomotor yang lainnya.

6.4. Masa kanak akhir (Pubertas – remaja)


Masa kanak akhir merupakan masa pembentukan identitas diri seseorang.
Seseorang sudah mulai meninggalkan ketergantungannya kepada orang tua dan mulai
membangun hubungan dengan teman sebaya dalam aktivitasnya. Informasi yang diperlukan
diantaranya:
 Riwayat sekolah
 Masalah identitas dirinya
 Masalah penggunaan alcohol dan zat lainnya

9
 Perkembangan dan aktivitas seksualnya
 Interaksi dengan teman-temannya, apakah ia diterima atau dikucilkan
lingkungannya
 Interaksi dengan guru
 Aktivitas lain selain sekolah
 Hobi yang dimiliki
 Hubungan dengan orang tua
 Masalah-masalah yang dihadapinya
 Permasalahan berhubungan dengan kenakalan remaja
 Perasaannya berkaitan dengan perkembangan seksualnya

6.5. Dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Informasi tentang pekerjaan yang dimiliki pasien, kualitas pekerjaan dan prestasi
kerja pasien. Sejak kapan dan berapa lama pasien bekerja, apakah dengan pekerjaan yang
tetap atau berganti-ganti / berpindah-pindah pekerjaan dan apa alasannya. Apakah ada
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri atau masalah berkaitan dengan
pimpinan dan teman-teman kerjanya.
b. Riwayat Pernikahan
Informasi riwayat pernikahan pasien, adalah berapa lama pasien menikah dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan. Jika terjadi perceraian, maka perlu
informasi tentang penyebabnya. Perceraian bisa sebagai faktor presipitasi , namun juga bisa
disebabkan karena gangguan jiwa pada diri pasienlah yang menjadi penyebab pasangannya
meminta cerai. Ataukah disebabkan adanya masalah-masalah seksual dalam pernikahan.
d. Riwayat Pendidikan
Riwayat tentang peproses pendidikan pasien, motivasi, kualitas dan masalah-
masalah yang timbul berkaitan dengan sekolahnya. Umur berapa pasien berhenti dari
sekolahnya, apa sebabnya apakah karena ketidakmampuan intelektualnya atau masalah
sosial ekonominya. Bagaimana prestasi sekolahnya selama ini, apakah relatif konstan
ataukah mengalami penurunan dan apa penyebabnya. Apakah pemilihan disiplin ilmu
adalah sesuai keinginanya atau paksaan dari pihak lain. Apakah pasien pernah mengalami
kegagalan dalam proses pendidikannya (misal tidak naik kelas, DO, nilai/prestasi menurun
drastis, dll).
e. Aktivitas Keagamaan
Perlu dicari informasi tentang aktivitas keagamaan dalam keluarga, latar belakang
keagamaan kedua orang tuanya, apakah orang tuanya termasuk keras atau permisif

10
terhadap aktivitas keagamaan anaknya, apakah ada konflik antara keagamaan anak dengan
orang tuanya, juga ketaatan pasien dalam agamanya.
f. Aktivitas Sosial
Informasi tentang hubungan pasien dengan lingkungan sosialnya, sikap pasien
dengan teman sesama jenis dan lawan jenisnya. Kebiasaan pasien dalam pergaulan, jika
pasien lebih sering mengisolasi diri maka harus dicari informasi tentang kemungkinan
penyebabnya, apakah karena rendah diri, kecemasannya atau ketakutannya terhadap orang
lain.
g. Situasi Kehidupan Sekarang
Menggambarkan tentang kehidupan pasien saat sekarang, apakah tinggal bersama
orang tuanya atau bersama orang lain, apakah hidup di panti rehabilitasi atau asrama atu
rumah keluarga sendiri. Apakah di tempat tinggalnya, pasien dapat mempunyai privasi,
bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang yang ada di tempat tinggalnya dan
bagaimana kondisi tempat tinggalnya termasuk social ekonomi keluarga pasien. Hal ini
sangat berkaitan dengan family support terhadap pasien.
Perlu kita cari data tentang :
 apakah anggota keluarga memberikan dukungan social bagi pasien atau tidak.
 Bagaimana hubungan antara pasien dengan orang tua, saudara dan anggota
keluarga yang lainnya. Beberapa pasien mempunyai problem dengan keluarganya,
maka harus kita pertimbangkan dalam penatalaksanaan penderita.
 Dengan siapa penderita punya hubungan jiwa yang paling dekat dalam keluarganya
 Bagaimana pola asuh yang didapatkan penderita sejak kecil
 Bagaimana pola hubungan antar masing-masing anggota keluarga yang ada
 Bagaimana tingkat social ekonomi keluarga

IV. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN


Langkah 1:
 Pre test (10 menit)
Langkah 2 :
 Overview materi oleh ekspert (15 menit)
Langkah 3 :
 Pemutaran audiovisual ketrampilan anamnesis (15 menit)
Langkah 4 :
 Role Play dalam kelompok kecil (60 menit)
a. Role play dalam kelompok didampingi instruktur

11
b. Mahasiswa berpasangan 3 orang, 1 orang sebagai pasien, 1 orang sebagai
dokter dan 1 orang sebagai observer.
c. Role play dengan panduan skenario
d. Dilakukan bergantian sehingga semua mahasiswa pernah memerankan
sebagai dokter
e. Observer memberikan feedback setelah temannya melakukan role play
Langkah 5 :
 Diskusi dan Feed Back dari instruktur (20 menit)

Skenario :
Seorang laki-laki berusia 24 tahun, dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya karena
berperilaku aneh. Pasien seorang mahasiswa semester akhir sebuah perguruan tinggi yang
selama ini mempunyai prestasi yang cukup baik dan ramah serta banyak teman. Pasien
anak pertama dari 3 bersaudara, kedua orang tuanya adalah sebagai wiraswasta dengan
pola asuh dan status sosial ekonomi yang cukup.
Kurang lebih sejak 3 bulan yang lalu, pasien mulai sering tidak berangkat ke kampus
dengan alasan malas dan lebih memilih diam di dalam kamarnya. Aktivitas sosial dan hobi-
hobinya juga mulai banyak ditinggalkan. Ia tampak sering bingung dan sulit tidur.
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, makin lama pasien makin jarang keluar kamar, ia
hanya di dalam kamarnya dalam keadaan gelap, mengunci pintu dan jendela. Ia merasa
sangat ketakutan terhadap orang lain selain keluarganya. Ia merasa orang-orang tersebut
mengejar-ngejar dan ingin mencelakainya sehingga ia takut untuk bertemu dengan orang
lain. Ia curiga setiap kali ada orang yang datang ke rumahnya , dan tidak mau makan
makanan selain yang dibuat oleh ibunya karena khawatir makanan tersebut mengandung
racun untuk membunuh dirinya. Ia sering merasa mendengar suara-suara banyak orang
seolah sedang mengejar-ngejar dirinya, padahal suasana sedang sepi dan tidak ada orang
yang bicara. Ibunya berusaha meyakinkan, namun penderita tetap ketakutan. Pasien juga
jarang mau menonton TV karena menurut pasien, TV seringkali menyiarkan berita tentang
dirinya dan ia tidak suka. Pasien sulit makan karena sering curiga dengan makanan yang
disediakan sehingga kurus dan malas merawat diri.
Menurut ibunya ia anak yang baik dan tidak pernah punya masalah kesehatan fisik
dan kelainan perilaku sejak kecil. Pasien termasuk anak yang patuh, rajin dan tidak pernah
terlibat kenakalan remaja. Saat ibunya membersihkan kamarnya, ibunya menemukan surat
penolakan cinta dari seorang wanita beberapa minggu sebelum pasien mulai jadi pendiam.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien sempat dibawa ke beberapa orang kyai untuk
mendapatkan doa dan pengobatan.

12
CHECK LIST
ANAMNESIS PSIKIATRI
NO Ketrampilan Skor
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam sebelum memulai anamnesis /alloanamnesis
2 Memperkenalkan diri
3 Melakukan sambung rasa
4 Menanyakan identitas pasien
Menanyakan keluhan utama/sebab dibawa ke rumah sakit :
5 Keluhan utama/sebab dibawa ke RS
6 Deskripsi keluhan utama (kuantitas/kualitas/jenis/dll)
Mengumpulkan informasi tentang Riwayat Penyakit Sekarang
(RPS)
7. Onset gangguan
8. Keluhan/Gejala-gejala lain (termasuk gejala prodormal)
9. Upaya pengobatan yang telah dilakukan
10. Faktor yang memperberat keluhan

11 Faktor yang meringankan keluhan

12 Faktor presipitasi (organik dan psikososial)


13. Aktivitas sehari-hari di rumah, sekolah maupun lingkungan sosial
lain
Mengumpulkan informasi Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
14. Gangguan psikiatrik
15. Penyakit medis umum
16. Penggunaan alkohol dan zat lain
Mengumpulkan informasi Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
17. Gangguan psikiatrik
18. Penyakit medis umum
19. Penggunaan alkohol dan zat lain
Mengumpulkan informasi tentang riwayat pribadi
20. Pre natal & perinatal
21. Masa kanak-kanak awal
22. Kanak pertengahan
23. Pubertas – remaja
Informasi tentang masa dewasa

13
24. Riwayat pekerjaan
25. Riwayat perkawinan
26. Riwayat pendidikan
27. Riwayat keagamaan
28. Aktivitas sosial
29. Situasi hidup sekarang
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang benar
2 : dilakukan dengan benar
3 : dilakukan dengan benar dan lengkap

14
B. KONSELING PSIKIATRI
I. TIU :
1. Mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat melakukan konseling kepada pasien gangguan jiwa

II. TIK :
1. Mahasiswa dapat membuka komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat membina hubungan (bina raport)
3. Mahasiswa dapat melakukan penggalian masalah pasien
4. Mahasiswa dapat mempraktekkan ketrampilan empati
5. Mahasiswa dapat melakukan ketrampilan mendampingi pasien dalam menggali
potensi solusi yang dimiliki pasien
6. Mahasiswa dapat memberikan edukasi (pilihan solusi) bagi pasien
7. Mahasiswa dapat melakukan ketrampilan mendampingi pasien dalam mencari
alternatif solusi
8. Mahasiswa dapat melakukan ketrampilan mendampingi pasien dalam mendiskusikan
pilihan alternatif solusi
9. Mahasiswa dapat mempraktekkan menciptakan suasana nyaman.
10. Mahasiswa dapat mempraktekkan perilaku non verbal dalam konseling

III. DASAR TEORI

KONSELING DALAM PSIKIATRI

1. Pengertian Konseling
Konseling merupakan proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien agar
klien dapat memahami masalahnya dan mengambil keputusan dalam menyelesaikan
masalah. Dalam hal ini dokter berperan sebagai konselor yang membantu klien (pasien).
Konseling dapat dilakukan secara perorangan, pasangan atau keluarga.

2. Tujuan Konseling
Konseling dapat membantu setiap individu untuk mampu berperan sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan hidupnya, seperti:
 Merawat dan menjaga kesehatan jiwa
 Menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
 Menemukan berbagai cara/teknik untuk menyelesaikan masalah

15
 Mampu memahami permasalahan yang dihadapinya
 Mampu memahami potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan permasalahannya
 Mampu mengambil keputusan yang tepat dan realistik

3. Karakteristik Konseling
 Berfokus pada klien (spesifik terhadap kebutuhan klien)
 Proses timbal-balik, kerjasama, dan saling menghargai
 Berfokus pada tujuan
 Memperhatikan situasi interpersonal, sesuai sosial, budaya, agama dan bahasa
 Mengajukan pertanyaan, menyediakan informasi, mengulas informasi, dan
mengembangkan rencana aksi.
 Non diskriminatif, tanpa prasangka, setara, rahasia

4. Ketrampilan Dasar Konseling


Keterampilan konseling merupakan komponen komunikasi efektif yang penting
dalam rangka mengembangkan relasi suportif antara klien-konselor. Karena ini merupakan
dasar konseling maka setiap konselor perlu memiliki dan mengembangkan keterampilan
konseling dasar. Termasuk didalamnya adalah ketrampilan :
a. Perilaku Attending : membuka diri
b. Empati
c. Refleksi
d. Parafrase
e. Mengajukan pertanyaan terbuka
f. Eksplorasi
g. Membuat kesimpulan sementara

a. Perilaku Attending
Perilaku attending adalah perilaku membuka diri yang membuat klien merasa
diterima dan nyaman, contohnya adalah ekspresi wajah (tenang, ceria, senyum), posisi
tubuh (condong ke arah klien), tangan (variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-
ubah), dll.

b. Mendengarkan dengan perhatian dan Empati


Untuk dapat menjadi pendengar yang baik, dibutuhkan beberapa hal dibawah ini:
 Kontak mata (disesuaikan dengan norma, budaya dan agama)
 Memberikan perhatian, misal dengan anggukan kepala
 Satu-dua kata penerimaan lanjutan, misal dengan “Mm-hmm”, “Ya”

16
 Kurangi hal-hal yang menarik perhatian, misal TV, telephone, bising
 Jangan melakukan kegiatan lain pada saat konseling.
 Kenali perasaan klien, misal dengan mengatakan “Nampaknya Anda
sedih”(refleksi perasaan)
 Jangan menginterupsi, jika tidak diperlukan
 Jika tidak mengerti, ajukan pertanyaan
 Jangan ambil alih pembicaraan dan menceritakan tentang diri anda sendiri
 Ulangi kembali pokok-pokok dalam diskusi secara ringkas dengan menggunakan
kata-kata konselor sendiri untuk menunjukkan bahwa konselor mengerti apa yang
dikatakan klien (paraphrasi, refleksikan perasaan, klarifikasi, menyimpulkan)
“Anda mengatakan anda sangat khawatir ........”
“Dengan kata lain, anda merasa orang-orang tidak memperhatikan anda .........”
“Anda merasa putus asa ....... karena semua orang menyalahkan and .”
“Nampaknya anda marah ........ Apa yang telah terjadi? Apa yang anda pikirkan?”
“ Saya merasa anda ......... karena .................... ?
“ Kalau tidak salah tangkap tadi anda mengatakan ............... ?
“Coba saya ulangi, barangkali saya salah pemahaman. Apakah benar ..............?
“Saya dengan anda mengatakan .................”
Faktor penting dari keterampilan mendengar yang baik adalah kemampuan konselor
untuk berempati. Empati memungkinkan individu memahami diri sendiri dari dunianya.
Tunjukkan empati untuk membantu membina hubungan baik dengan klien, memfasilitasi
rasa aman, dan rasa percaya kepada konselor serta lingkungannya.
Empati adalah kemampuan seseorang untuk dapat menempatkan dirinya pada posisi klien
tanpa terlibat secara emosi. Empati bisa ditunjukkan baik dalam bahas verbal maupun non
verbal. Empati membuat klien merasa bahwa konselor memahami mereka secara
mendalam dan akurat, dimana konselor:
 Menempatkan dirinya pada posisi klien
 Memandang dan memahami dunia dari sudut pandang klien
 Konselor tetap memiliki jarak dengan klien, untuk menjaga agar konselor tetap
berada pada posisinya sebagai konselor

c. Refleksi
Refleksi adalah ketrampilan untuk merefleksikan pikiran, perasaan maupun
pengalaman kepada klien.

17
 Refleksi perasaan
Mengulangi frasa, fokusnya pada ekspresi perasaan klien. Refleksi emosi dapat
membantu klien untuk menjadi sadar bagaimana perasaan mereka, dan untuk
menggali reaksi mereka terhadap berbagai peristiwa yang diceritakannya.
Klien : “ Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan, semua sudah hancur.
Saya tinggal sebatang kara, suami, anak-anak dan saudara saya meninggal
semua. Saya merasa bersalah, saya tidak bisa menolong anak-anak saya ketika
bencana itu
datang. Mengapa semua ini terjadi pada saya, lebih baik saya mati saja?”
Konselor: ”Anda kelihatannya merasa sangat putus asa saat ini?”
“Tampaknya Anda sangat menyesal dengan itu ….”
 Refleksi pikiran,
Contoh : ”Tampaknya yang Anda katakan…”
 Refleksi pengalaman,
Contoh : ”Saya pernah mendapatkan informasi juga mengenai hal ini, sehingga
saya ......”
d. Parafrase
Parafrase adalah mengulangi frasa dengan kata sendiri, atau dengan apa yang
dikatakan klien sendiri. Menggunakan isi pembicaraan yang disampaikan klien, namun
diucapkan dengan kalimat konselor sendiri. Melalui frasa akan membuat klien merasa
konselor telah mendengarkannya, dan membantu klien menceriterakan masalah/situasinya
dengan jelas.
Klien: “Saya merasa putus asa. Saya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah,
mengasuh 2 orang anak saya. Saya tidak dapat melakukan apa yang dulu
dikerjakan isteri saya.”
Konselor : “Anda merasa tidak mampu mengerjakan apa yang dulu tidak pernah
anda kerjakan ketika isteri anda masih hidup.”

e. Mengajukan Pertanyaan
Mengajukan pertanyaan adalah bagian penting dalam konseling. Hal ini dapat
membantu konselor mengerti situasi klien dan menilai kondisi klinis terkait.
Ketika bertanya:
 Tanyakan hanya satu pertanyaan pada satu waktu
 Pandanglah klien
 Singkat dan jelas
 Gunakan pertanyaan yang bertujuan

18
 Gunakan pertanyaan untuk membantu klien berbicara tentang perasaan dan
perilakunya
 Gunakan pertanyaan untuk menggali dan memahami masalah dan meningkatkan
kesadaran.
 Jangan mengajukan pertanyaan hanya untuk memenuhi keingintahuan konselor,
pertanyaan tidak relevan, membuat klien enggan menjawab atau merasa didesak.
Bila demikian terjadi pemborosan waktu untuk bertanya dan membuat lupa untuk
menjadi pendengar aktif. Pertanyaan yang terlalu banyak akan membuat orang
seperti diinterogasi.

f. Menciptakan Suasana Hening dan Nyaman


 Memberi waktu pada klien untuk berpikir tentang apa yang akan dikatakan
 Memberi kesempatan pada klien untuk dapat merasakan perasaannya sendiri
 Memberi kesempatan pada klien berbicara sesuai iramanya
 Memberi waktu pada klien untuk mengatasi ambivalensi antara ingin mengatakan
perasaannya atau tidak pada konselor
 Memberikan kebebasan pada klien memilih untuk melanjutkan atau menghentikan
proses konseling.

g. Perilaku Non Verbal


Klien mengetahui bahwa dirinya dipahami dari sikap dan perilaku konselor, misalnya:
 Dari apa yang dikatakan
 Cara berbicara
 Bahasa tubuh dan perilaku non verbal

Komunikasi Non Verbal :


 Gerakan tubuh
 Ekspresi wajah
 Postur
 Orientasi tubuh
 Kedekatan tubuh/jarak
 Kontak mata
 Menjadi cermin
 Menghilangkan jarak/pembatas (misal:kursi)
 Hembusan nafas

19
 Bersungut-sungut
 Berkeluh kesah
 Perubahan tinggi nada
 Perubahan keras suara
 Kelancaran suara
 Senyum yang dipaksakan

PARALINGUISTIK
Contoh dari perilaku Suportif:
VERBAL NON-VERBAL
Gunakan bahasa yang dipahami klien Nada suara sesuai dengan klien
Ulangi cerita pasien dengan kata-kata lain Tatap mata klien (jika sesuai norma,
budaya dan agama)
Klarifikasi pertanyaan klien Mengangguk
Katakan dengan jelas dan cukup Gunakan ekspresi wajah
Kesimpulan Gunakan gerakan tubuh yang sesuai
Merespon atas pesan utama Jaga jarak nyaman
Buat satu-dua kata penerimaan yang Irama bicara yang tepat
mendukung: “ya”, “Mmm”,
Tanggapan sesuai usia klien Tubuh santai
Berikan informasi yang diperlukan Sikap tubuh terbuka

5. Tahapan Konseling
Tahapan dalam konseling adalah sebagai berikut:
a. Bina Hubungan (Bina Raport)
“gimana kabarnya, sehat ?”
“ oya, perkenalkan nama saya…”
“naik apa kesini….sendirian saja?”
b. Penggalian Masalah/Pengumpulan Data
“selain yang tadi, apa lagi yang membuat kamu sedih?”
“diantara semua yang kamu ceritakan, mana yang paling membuat merasa kamu
tertekan?”
c. Menggali potensi yang dimiliki oleh klien
“Apa yang telah kamu lakukan untuk mengatasi masalah tersebut?
“Bagaimana hasilnya?”
d. Memberikan edukasi/pilihan solusi

20
e. Memilih Solusi Terbaik Bagi Klien
“dari semua yang sudah kita diskusikan, mana yang menurut kamu paling mungkin
untuk dilakukan?”
d. Mendiskusikan Alternatif Solusi
“kalau (yang ini) konsekuensinya adalah…. Kalau (yang tadi) begini....”
e. Penutup
“oke, kamu coba dulu keputusan kamu…minggu depan kita lihat
perkembangannya, kalau ada yang perlu didiskusikan lagi saya siap bantu kok…”
“semoga sukses ya, saya yakin kamu bisa..”

Dalam konseling, terdapat beberapa hal yang perlu dihindari, diantaranya adalah :
 Hanya menasehati
 Bertanya secara interogatif
 Memandang persoalan orang lain selalu sama dengan anda
 Memandang enteng perasaan orang lain
 Membiarkan konseling terus berlangsung jika anda tidak paham persoalannya.

IV. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN


Langkah 1:
 Pre test (10 menit)
Langkah 2 :
 Overview materi oleh ekspert (15 menit)
Langkah 3 :
 Pemutaran audiovisual ketrampilan konseling (15 menit)
Langkah 4 :
 Role Play dalam kelompok kecil (60 menit)
a. Role play dalam kelompok didampingi instruktur
b. Mahasiswa berpasangan 3 orang, 1 orang sebagai pasien, 1 orang sebagai
dokter dan 1 orang sebagai observer.
c. Role play dengan panduan skenario
d. Dilakukan bergantian sehingga semua mahasiswa pernah memerankan
sebagai dokter
e. Observer memberikan feedback setelah temannya melakukan role play
Langkah 5 :
 Diskusi dan Feed Back dari instruktur (20 menit)

21
Skenario 1 :
Seorang wanita berusia 49 tahun, adalah salah seorang korban gempa yang terjadi
27 Mei yang lalu. Ia menyaksikan secara langsung, rumah yang bertahun-tahun menjadi
tempatnya berkumpul bersama keluarganya roboh bersama bangunan-bangunan lainnya.
Ketika itu, suami dan anak-anaknya masih berada sedang berada di dalam rumah bersiap-
siap hendak sekolah dan bekerja sedangkan ia sedang menyapu di halaman rumahnya.
Suami yang dicintainya meninggal tertimpa tembok rumahnya sedangkan dua
anaknya mengalami patah tulang dan harus dioperasi di Rumah Sakit. Ia merasa sangat
bersalah karena tidak bisa melakukan sesuatu di saat-saat terakhir suaminya meninggal di
pangkuannya.
Sejak itu, ia jadi sulit tidur, merasa sangat sedih memikirkan nasibnya, malas untuk
bekerja kembali sebagai guru di SD dekat rumahnya, padahal dulu ia dikenal sebagai guru
yang rajin dan berdedikasi tinggi. Ia lebih banyak berdiam diri di dalam tendanya, nafsu
makan dan kegembiraannya seakan ikut pergi bersama jasad suaminya. Kadang ingin
berbagi cerita pada orang lain, namun ia sadar, saat ini orang-orang di sekitarnya pun
sedang menghadapi persoalan yang sama, sehingga ia tak ingin menjadi beban terhadap
sesama korban di wilayahnya. Jadilah ia tenggelam dalam kesedihan panjangnya, padahal
teman-teman dan murid-muridnya menunggunya.

CHECK LIST
KONSELING PSIKIATRI

NO MATERI Skor

0 1 2 3
1 Menyampaikan salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menciptakan suasana nyaman dan
membina sambung rasa
4 Membangun kepercayaan
5 Penggalian masalah/pengumpulan data
6 Penggalian potensi yang telah dimiliki klien
7 Memberikan edukasi/pilihan solusi
8 Memilih solusi terbaik
9 Mendiskusikan pilihan solusi terbaik
10 Melakukan empati

22
11 Melakukan refleksi
12 Melakukan parafrase
13 Membuat rencana pertemuan selanjutnya serta
mendoakan pasien agar mendapatkan jalan keluar terbaik
14 Mengucap salam penutup dan membaca hamdalah
setelah melakukan pemeriksaan

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang benar
2 : dilakukan dengan benar
3 : dilakukan dengan benar dan lengkap

23
MATERI II
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

I. TIU :
1. Mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan status mental pada pasien gangguan jiwa

II. TIK :
1. Mahasiswa dapat membuka komunikasi dokter-pasien
2. Mahasiswa dapat melakukan bina hubungan (bina raport) dalam melakukan
pemeriksaan status mental
3. Mahasiswa dapat memberikan diskripsi kesan umum pasien gangguan jiwa
4. Mahasiswa dapat memeriksa kesadaran pasien gangguan jiwa
5. Mahasiswa dapat memeriksa orientasi pada pasien gangguan jiwa
6. Mahasiswa dapat memeriksa sikap dan tingkah laku pasien gangguan jiwa (aktivitas
psikomotor)
7. Mahasiswa dapat memeriksa mood dan afek pasien gangguan jiwa
8. Mahasiswa dapat memeriksa bentuk pikir pasien gangguan jiwa .
9. Mahasiswa dapat memeriksa isi pikir pasien gangguan jiwa .
10. Mahasiswa dapat memeriksa progresi pikir pasien gangguan jiwa.
11. Mahasiswa dapat memeriksa persepsi pasien gangguan jiwa
12. Mahasiswa dapat memeriksa sensori dan fungsi intelektual : orientasi, memori,
konsentrasi, perhatian, penjumlahan, pikiran abstrak, kemampuan visuospatial
13. Mahasiswa dapat memeriksa Daya nilai (judgment) pasien gangguan jiwa
14. Mahasiswa dapat memeriksa insight pasien gangguan jiwa

III. DASAR TEORI

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan satus mental pada pasien gangguan jiwa adalah bagian penting yang
harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan jiwa. Pemeriksaan status mental
dilakukan dengan mengamati/memperhatikan pasien dan melakukan wawancara psikiatri.
Status mental pasien gangguan jiwa bisa berubah dari waktu ke waktu. Pemeriksaan status
mental meliputi penampilan, pembicaraan, perilaku dan pemikiran pasien selama
wawancara berlangsung.

24
Hal-hal yang termasuk dalam pemeeriksaan status mental adalah :
1. Kesan umum tentang pasien meliputi sikap dan penampilan
2. Kesadaran
3. Orientasi
4. Sikap dan Perilaku
5. Mood dan afek
6. Bentuk pikir
7. Isi pikir
8. Progresi pikir
9. Persepsi
10. Fungsi sensori dan intelektual meliputi : memori, konsentrasi, perhatian, pemikiran
abstrak
11. Daya nilai
12. Insight (tilikan diri)

1. KESAN UMUM
Kesan umum dilihat secara menyeluruh pada pasien, termasuk di dalamnya postur
tubuh, pakaian, rambut, kuku, penampilan pasien. Diskripsi apakah pasien tampak sakit,
tampak lebih muda/tua dari usianya, tampak bersahabat atau tampak ketakutan, curiga, dll.
Tingkah laku bizare (aneh) termasuk yang dilaporkan dalam kesan umum. Kesan umum
membantu dokter dalam mengarahkan pada diferential diagnosis pasien.
Contoh :
 Pasien Psikotik/Skizofrenia
Kesan umum : Seorang laki-laki sesuai umur, tampak sakit jiwa, rawat diri jelek,
bicara dan senyum-senyum sendiri, bertingkah laku aneh.
 Pasien Gangguan afektif tipe manik
Kesan umum : Seorang perempuan, sesuai umur, berdandan berlebihan, memakai
perhiasan berlebihan, tampak bahagia sambil bernyanyi-nyanyi
 Pasien Gangguan afektif tipe depresi
Kesan umum : Seorang perempuan sesuai umur, tampak menyendiri di sudut kamar,
banyak diam, saat wawancara pandangan selalu ke bawah dan menghindar tatapan
mata pemeriksa.

2. KESADARAN
Kesadaran dinilai baik secara kuantitatif dengan GCS (Glasglow Coma Scale) dan
kualitatif termasuk didalamnya adalah somnolen, koma, letargi, dll. Gangguan jiwa

25
fungsional memiliki kesadaran compos mentis (CM). Gangguan kesadaran mengindikasikan
adanya gangguan mental organik (GMO).

3. ORIENTASI
Orientasi terdiri dari orientasi orang, tempat, waktu dan situasi. Orientasi waktu baik
jika pasien bisa menunjukkan waktu secara tepat, apakah siang atau malam atau pagi.
Orientasi tempat baik jika pasien tahu di mana pasien sekarang berada, letak rumah, dll.
Orientasi orang baik jika pasien bisa menunjukkan siapakah orang-orang di sekitarnya dan
bagaimana relasinya dengan pasien. Orientasi situasi baik jika pasien bisa menilai apakah
situasi di sekitarnya ramai, sepi, dll.

4. SIKAP DAN PERILAKU


Sikap pasien diantaranya adalah kooperatif atau tidak kooperatif (non kooperatif).
Jika pasien bisa berkomunikasi secara baik dengan pemeriksa dan menanggapi dengan
baik maka dikatakan pasien kooperatif dan sebaliknya. Perilaku adalah aktivitas psikomotor
pasien, termasuk kualitas dan kuantitas psikomotor pasien. Kuantitas psikomotor adalah :
normoaktif, hipoaktif atau hiperaktif. Kualitas psikomotor termasuk di dalamnya adalah
stereotipi sikap, ekopraksi, agitasi, stupor, katalepsi, rigiditas dan manifestasi yang lainnya.
Contoh :
 Pasien dapat mempertahankan sikap seperti patung berjam-jam tanpa lelah dan
tanpa berubah posisi  stupor katatonik
 Pasien melompat-lompat, berlari-lari, gerak berlebihan  hiperaktif

5. MOOD DAN AFEK


Mood didefinikan sebagai suatu emosi yang meresap dan dipertahankan yang
dialami secara subyektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contoh :
disforik (mood sedih), eutimik (mood normal), euphori (mood meningkat/bahagia).
Afek didefinisikan sebagai ekspresi emosi yang terlihat, kadang tidak konsisten
dengan emosi yang dikatakan pasien. Mood teridi dari : apropiate (mood dan afek serasi),
inapropiate (mood dan afek tidak serasi), menyempit, tumpul, datar.
 Pasien menceritakan kesedihan tapi malah tertawa atau sebaliknya  afek
inapropiate
 Pesien tidak berekspresi walau orang sekitarnya menceritakan hal-hal yang
menggembirakan maupun menyedihkan, ia tetap diam saja tanpa ekspresi sama
sekali  afek datar

26
6. BENTUK PIKIR
Bentuk pikir bentuk pikiran yang dimiliki oleh pasien yang terdiri dari: non realistik,
realistik/normal atau autistik. Pasien psikotik dengan waham atau halusinasi dikatakan
memiliki bentuk pikir non realistik. Pasien dengan bentuk pikir autistik tampak seolah hidup
di alam pikirannya sendiri.

7. ISI PIKIR
Isi pikir adalah apa yang menjadi isi dari proses pikir seseorang. Pada pasien
psikotik, isi pikirnya adalah adanya waham atau ide. Waham adalah kepercayaan palsu
yang tidak sesuai kenyataan (tidak realistik), yang sangat diyakini oleh pasien, tidak
konsisten dengan kecerdasan dan latar belakang budaya, tidak dapat dikoreksi dan
dipertahankan.
Contoh: waham adalah waham curiga, waham bizare/aneh, waham siar pikir, waham sedot
pikir, waham kendali pikir, waham sisip pikir, waham somatik, waham kebesaran, waham
cemburu, waham bersalah, dll.
Contoh :
 Pasien sangat ketakutan, selalu di dalam kamarnya, dikunci rapat-rapat, tidak berani
keluar rumah karena yakin bahwa orang-orang di sekitarnya mengejar-ngejar dan
akan membunuhnya (waham kejar).
 Pasien yakin bahwa ia mendapat wahyu dari Tuhan, bahwa ia yang dapat
menyelamatkan seluruh manusia di bumi ini dari kehancuran (waham kebesaran)
 Pasien sering marah ketika menonton televisi atau mendengarkan radio karena yakin
bahwa penyiarnya selalu menyindir dan memberitakan tentang dirinya dalam berita-
beritanya. Bahkan ketika menonton sinetron, pasien merasa menjadi salah satu
pemainnya. (waham bizare  siar pikir)

Pada pasien non psikotik, gangguan isi pikir dapat berupa preokupasi terhadap rasa
sakit, masalah lingkungan, obsesi, rencana bunuh diri, atau dorongan dan impuls
tertentu.

8. PROGRESI PIKIR
Progresi pikir digambarkan sebagai pembicaraan pada pasien gangguan jiwa, yang
dapat menjadi salah satu petunjuk ke arah diagnosis gangguan jiwa. Dalam hal ini termasuk
kualitas dan kuantitasnya.
 Kuantitas : logorhoe (bicara sangat berlebih, sulit untuk diinterupsi, biasanya pada
gangguan manik), remming, blocking, mutisme (tidak mau bicara sama sekali)
 Kecepatan produksinya : spontan atau tidak

27
 Kuantitas : inkoherensi (pembicaraan kacau, jika apa yang dikatakan penderita tidak
bisa kita pahami), irrelevansi (pembicaraan tidak nyambung, jika jawaban penderita
tidak sesuai dengan pertanyaan pemeriksa/orang lain)

9. PERSEPSI
Persepsi adalah proses pengubahan stimuli fisik menjadi informasi psikologik. Yang
termasuk gangguan persepsi diantaranya adalah halusinasi dan ilusi. Halusinasi adalah
suatu gangguan persepsi dimana tidak adanya obyek/stimulus eksternal
dipersepsikan/dianggap ada oleh pasien. Terdiri dari halusinasi pendengaran (auditorik),
halusinasi penglihatan (visual), halusinasi perabaan (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori),
halusinasi perasa (gustatori).
Contoh :
 Pasien sering mendengar suara-suara banyak orang namun tidak ada wujudnya.
Bisa berisi komentar terhadap setiap tingkah laku pasien sehingga pasien merasa
sangat jengkel dan marah-marah (halusinasi auditorik).
 Pasien sering mencium bau kemenyan dan bunga-bunga kuburan terutama pada
malam hari sementara di sekitarnya orang-orang tidak menciumnya, sehingga pasien
sering merasa ketakutan akan kematian (halusinasi penciuman)
 Pasien sering seperti didatangi arwah orang-orang yang sudah meninggal, yang
nampak wujudnya di hadapannya (halusinasi visual).
 Pasien merasa ada serangga yang sering berjalan di permukaan kulitnya sehingga
psien merasa risih dan selalu mengusap-usap kulitnya, padahal kenyataannya tidak
ada (halusinasi taktil)
Sedangkan ilusi adalah kesalahan persepsi dimana obyek lain dipersepsikan secara salah
(ada obyeknya, sedangkan pada halusinasi tidak ada obyeknya).
Contoh :
 Pasien minta semua pohon di depan rumahnya ditebang karena jika malam hari ia
melihat pohon-pohon itu berubah menjadi setan yang menakutkan.
 Pasien ketakutan melihat wajah kakaknya karena seperti melihat setan

10. SENSORI DAN FUNGSI INTELEKTUAL


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi otak, termsuk di dalamnya adalah
intelegensia, kemampuan berfikir abstrak, memori, kemampuan membaca dan menulis,
penjumlahan, visuospatial dan bahasa.
Contoh pemeriksaan pikiran abstrak:
 Kita tanyakan pada pasien apakah bisa membedakan 2 benda yang mirip misalnya
apakah bedanya antara jeruk dengan apel.

28
Pemeriksaan lain dalam sensori dan intelegensi adalah pemeriksaan memori,yang
bisa berwujud konfabulasi,reaksi katastropik,penyangkalan,dan lain sebagainya. Daya ingat
juga dapat dibagi menjadi, daya ingat jangka panjang, daya ingat jangka pendek, dan daya
ingat segera.

11. DAYA NILAI


Daya nilai menunjukkan kemampuan pasien dalam menilai sebuah kejadian apakah
baik, buruk, sesuai atau tidak sesuai terhadap lingkungan sosialnya. Misalnya jika ada orang
lain berbuat salah apakah pasien bisa menilai bahwa orang lain tersebut telah berbuat
salah. Misalnya jika pasien ditanya, jika menemukan dompet di jalan, apakah yang akan
dilakukan. Termasuk didalamnya adalah Penilaian terhadap realitas (membedakan
kenyataan dan fantasi)

12. INSIGHT (TILIKAN DIRI)


Insight adalah tilikan diri atau pemahaman pasien tentang sakitnya. Secara
sederhana adalah apakah seseorang merasa bahwa dirinya sakit atau tidak. Pasien
gangguan jiwa psikotik mempunyai insight jelek, ia tidak merasa bahwa dirinya sakit dan
mungkin ia akan menyangkalnya, sedangkan penderita gangguan jiwa non psikotik
mempunyai insight yang baik.
Contoh pasien dengan insight jelek:
 Pasien mungkin akan cerita bahwa ia heran mengapa di bawa ke rumah sakit,
padahal ia tidak sakit
 Pasien mungkin akan bilang bahwa ia hanya sakit pusing saja dan tidak perlu
dirawat di rumah sakit

Contoh kasus pasien psikotik:


Keluarga dalam aloanamnesa menceritakan bahwa pasien memanjat pohon kelapa dan
tidak mau turun selama 2 hari.
Harus dilakukan pemeriksaan pasien untuk mendapatkan gejalanya, misalnya dengan
menanyakan pada pasien mengapa waktu itu ia naik pohon kelapa dan tidak turun.
Pasien mungkin akan menjawab :
 Karena ia merasa ketakutan, polisi mengejar-ngejar dia dengan membawa pistol dan
ingin menembaknya padahal ia tidak bersalah, ia merasa dikejar-kejar akan dibunuh
 waham kejar

29
 Pasien mendengar suara-suara tanpa wujud yang menyuruhnya untuk naik pohon
kelapa dan tidak boleh turun, kalau tidak mungkin ibunya akan celaka, sehingga
pasien menuruti suara-suara tersebut  halusinasi auditorik
 Pasien merasa seolah ada yang mengendalikan dirinya dan ia tak bisa melawannya
sehingga ia naik pohon dan semua itu terjadi di luar kendali dirinya.  wahan bizare
(kendali pikir).

IV. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN


Langkah 1:
 Pre test (10 menit)
Langkah 2 :
 Overview materi oleh ekspert (15 menit)
Langkah 3 :
 Pemutaran audiovisual ketrampilan pemeriksaan status mental (15 menit)
Langkah 4 :
 Role Play dalam kelompok kecil (60 menit)
a. Role play dalam kelompok didampingi instruktur
b. Mahasiswa berpasangan 3 orang, 1 orang sebagai pasien, 1 orang sebagai
dokter dan 1 orang sebagai observer.
c. Role play dengan panduan skenario
d. Dilakukan bergantian sehingga semua mahasiswa pernah memerankan
sebagai dokter
e. Observer memberikan feedback setelah temannya melakukan role play
Langkah 5 :
 Diskusi dan Feed Back dari instruktur (20 menit)

Skenario :
Seorang laki-laki berusia 24 tahun, dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya karena
berperilaku aneh. Pasien seorang mahasiswa semester akhir sebuah perguruan tinggi yang
selama ini mempunyai prestasi yang cukup baik dan ramah serta banyak teman. Pasien
anak pertama dari 3 bersaudara, kedua orang tuanya adalah sebagai wiraswasta dengan
pola asuh dan status sosial ekonomi yang cukup.
Kurang lebih sejak 3 bulan yang lalu, pasien mulai sering tidak berangkat ke kampus
dengan alasan malas dan lebih memilih diam di dalam kamarnya. Aktivitas sosial dan hobi-
hobinya juga mulai banyak ditinggalkan. Ia tampak sering bingung dan sulit tidur.

30
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, makin lama pasien makin jarang keluar kamar, ia
hanya di dalam kamarnya dalam keadaan gelap, mengunci pintu dan jendela. Ia merasa
sangat ketakutan terhadap orang lain selain keluarganya. Ia merasa orang-orang tersebut
mengejar-ngejar dan ingin mencelakainya sehingga ia takut untuk bertemu dengan orang
lain. Ia curiga setiap kali ada orang yang datang ke rumahnya , dan tidak mau makan
makanan selain yang dibuat oleh ibunya karena khawatir makanan tersebut mengandung
racun untuk membunuh dirinya. Ia sering merasa mendengar suara-suara banyak orang
seolah sedang mengejar-ngejar dirinya, padahal suasana sedang sepi dan tidak ada orang
yang bicara. Ibunya berusaha meyakinkan, namun penderita tetap ketakutan. Pasien juga
jarang mau menonton TV karena menurut pasien, TV seringkali menyiarkan berita tentang
dirinya dan ia tidak suka. Pasien sulit makan karena sering curiga dengan makanan yang
disediakan sehingga kurus dan malas merawat diri.
Menurut ibunya ia anak yang baik dan tidak pernah punya masalah kesehatan fisik
dan kelainan perilaku sejak kecil. Pasien termasuk anak yang patuh, rajin dan tidak pernah
terlibat kenakalan remaja. Saat ibunya membersihkan kamarnya, ibunya menemukan surat
penolakan cinta dari seorang wanita beberapa minggu sebelum pasien mulai jadi pendiam.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien sempat dibawa ke beberapa orang kyai untuk
mendapatkan doa dan pengobatan.

31
CHECK LIST
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

NO MATERI Skor
0 1 2 3
1 Mengucap salam sebelum melakukan pemeriksaan
2 Memperkenalkan diri Sambung rasa
3 Sambung rasa
4 Menuliskan diskripsi kesan umum pasien
5. Kesadaran
5 Menilai orientasi
6 Menilai sikap
7 Menilai perilaku
8 Menilai mood
9 Menilai afek
10 Menilai bentuk pikir
11 Menilai isi pikir
12 Menilai progresi pikir/pembicaraan
13 Menilai persepsi
14 Menilai pikiran abstrak
15 Menilai daya ingat
16 Menilai daya nilai
17 Menilai insight
18 Menuliskan hasil pemeriksaan
19 Mengucap salam penutup dan membaca hamdalah setelah
melakukan pemeriksaan

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang benar
2 : dilakukan dengan benar
3 : dilakukan dengan benar dan lengkap

32

Anda mungkin juga menyukai