Anda di halaman 1dari 55

LOGBOOK TUTORIAL KASUS I BLOK KEPERAWATAN JIWA II

Ditujukan untuk memenuhi tugas Tutorial Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II

Dosen Pengampu:
Ns. Luri Mekeama, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:
Yayu Anggriani
G1B119053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019/2020
SKENARIO KASUS

Seorang Perawat melakukan kunjungan rumah pada keluarga Ny.Hawa.


Informasi yang didapat dari kader, Ibu Hawa sudah beberapa hari sakit karena
merasa khawatir dengan kondisi anaknya (Tn. AJ) yang belum juga sembuh dari
sakitnya yang sudah diderita sejak lebih dari 10 tahun lalu. Ibu Hawa hanya
tinggal berdua dirumah dengan anaknya tersebut. Tn. AJ (34 tahun) sudah
mengkonsumsi obat anti psikotik selama kurang lebih 10 tahun dan kontrol ke
Puskesmas diwilayah Muaro Jambi. Klien mengatakan malu dan minder karena
merasa dirinya jelek. Perasaan tersebut yang membuat klien menghindari orang
lain, tidak mau bertemu teman lainnya, dan membuat klien lebih banyak
mengurung diri dikamar. Saat masih sekolah klien merasa malu karena sering
diejek oleh teman-temannya. Klien memiliki riwayat menjadi korban bully
disekolah sejak SMP. Klien juga mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan
saat kedua orang tua berpisah dan kakak satu-satunya meninggal dunia karena
sakit kanker otak. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak malu,
sulit memulai interkasi, dan kontak mata jarang.
LO:
1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?
STEP I. IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Anti Psikotik (Tasya)


Antipsikotik merupakan golongan obat untuk mengendalikan dan mengurangi
gejala psikosis yang bisa dialami oleh penderita gangguan mental.
Antipsikosik tersedia dalam bentuk tablet, sirop, atau suntik. Biasanya obat
jenis ini merupakan obat yang dapat mencegah kekambuhan bagian pasien,
tetapi harus dengan terapi dalam jangka waktu lama. (Hani)
2. Kader (Silvi)
Orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan
dalam sebuah organisasi, baik sipil maupun militer, yang berfungsi sebagai
pemihak dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut.
(Harnika)
3. Bully (Tri Gumay)
Segala bentuk penindasan yang diakukan dg sengaja yg bertujuan menyakiti
org tersebut secar terus menerus. (Niken)
4. Puskesmas (Nanda)
Lembaga kesehatan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
(Mutia)
STEP II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana sikap perawat dalam menumbuhkan aspek positif pada kondisi


klien Tn.AJ? (Rika Fitria)
2. Berdasarkan data dan riwayat klien pada kasus, apakah klien berpotensi
mengalami resiko bunuh diri? (Assyafiah)
3. Mengapa klien tidak menunjukkan perubahan sementara obat sudah lama di
konsumsi oleh klien? (Fira Dila)
4. Apa efek jangka panjang jika tidak ditangani segera? (Niken Larasati)
5. Mekanisme koping seperti apa yang dapat diberikan pada klien dengan
gangguan mental illness sesuai kasus diatas agar dapat sembuh lebih cepat?
(Indah)
6. Selain menggunakan obat psikotik, apakah ada jenis obat lain yang bisa
perawat berikan untuk menangani pasien tersebut? (Rossie)
7. Berdasarkan skenario yang ada, bisa kita ketahui bahwa Tn. J telah
mengkonsumsi obat anti psikotik selama 10 tahun terakhir dan kontrol ke
Puskesmas Muaro Jambi. Namun kondisi pasien tersebut belum berangsur pulih.
Pertanyaan saya, faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan proses
pemulihan pada pasien tersebut? (Yayu Anggriani)
8. Apa manfaat mengonsumsi obat anti psikotik? (Fenni)
9. Berdasarkan kasus di atas klien memiliki riwayat menjadi korban bully,
mengapa bully bisa menyebabkan trauma jangka panjang membuat klien sulit
membuka diri? (Nadia)
10. Apa yang menyebabkan tn. AJ mengonsumsi obat anti psikotik? (Silvi)
11. Apa faktor predisposisi dan presipitasi pada Tn. AJ? (Harnika)
12. Bagaimana cara kita sebagai seorang perawat bisa memulai interaksi yang
baik pada klien sesuai dg permasalahan yang ada di kasus? (Tasya)
13. Bagaimana cara perawat memberi edukasi kepada keluarga pasien agar
mereka dapat membatu pasien dalam penyembuhannya? (Rizki Dini)
14. Bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan pasien yang menjadi korban
bully? (Reny)
15. Jenis gangguan mental seperti apa yang di alami klien? (Tri Gumay)
STEP III. ANALISIS MASALAH

1. a. Mengidentifikasi penyebab, tanda, gejala, proses terjadinya dan akibat


harga diri rendah
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Mendiskusikan serangkaian kegiatan pasien di rs, di rumah, dalam
keluarga, lingkungan)
d. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
pasien penilaian yang negatif
e. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
f. Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
g. Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
h. Melakukan kegiatan yang sudah dilatih. (MUTIA SALSABILLA)

2. Risiko bunuh diri merupakan suatu perilaku individu yang secara sadar
dan disengaja melakukan upaya untuk mengakhiri kehidupan. Berdasarkan
data yang ada, pasien tersebut mengalami masalah keperawatan harga diri
rendah dimana pasien malu dan merasa jelek sehingga tertutup saat
berkomunikasi. Saat ini pasien belum menunjukkan gejala risiko bunuh
diri, namun jika dibiarkan dan tidak diatasi bisa saja terjadi risiko bunuh
diri. (YAYU ANGGRIANI)

3. Karena obat antipsikotik terapi jangka panjang yang dialami oleh pasien
tidak dipantau dan dievaluasi secara teratur setiap bulannya. Berkaitan
dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pola
penggunaan antipsikotik dan tinjauan efek samping yang mungkin terjadi
selama pengobatan jangka panjang. (NADIA RIFELDA)

4. Dapat menyebabkan masalah fisik, emosi, dan perilaku yang ekstrim yang
mempengaruhi setiap area kehidupan orang tersebut. Atau bahkan dapat
mengalami depresi, melukai diri sendiri, bahkan sampai melakukan
percobaan bunuh diri. (FENNI DWI ANANDA)
5. Menurut kasus tersebut, mekanisme koping yang tepat seperti dukungan,
relaksasi, humor, aktivitas fisik. Bisa saja perawat memberikan kopong
agar tidak merasa minder, rilaksasi dengan mengatur napas, dan
pemberian obat pendukungnya sehingga bisa mengontrol gejalanya.
(ROSSIE INTAN)

6. Obat psikotik itu sendiri merupakan obat yang digunakan sebagai obat
penenang untuk insomnia, kecemasan, dan juga untuk agitasi. Seringkali,
obat ini diminum dengan obat penstabil suasana hati yang dapat
menurunkan gejala mania sampai penstabil suasana hati berpengaruh
penuh. Karena beberapa dari obat psikotik ini dapat membantu
menstabilkan suasana hati, Sebagai hasilnya, obat ini dapat digunakan
sebagai pengobatan jangka panjang. Obat antidepresan juga bisa diberikan
untuk gangguan mood karena obat ini akan membantu memperbaiki gejala
terkait depresi, seperti kesedihan dan keputusasaan. Obat tidur dan obat
penenang, biasanya diresepkan untuk pasien yang mengalami gangguan
tidur dan gangguan kecemasan kronisSelain obat - obatan terapi juga
sangat membantu klien dengan gangguan jiwa . Berbagai bentuk terapi
digunakan dalam pengobatan psikosis:
a. Terapi perilaku kognitif (CBT) mungkin sangat membantu dengan
mengubah pola pikir yang dapat menyebabkan delusi dan halusinasi.
b. Terapi bicara individu juga dapat membantu pengidapnya mengatasi
perasaannya sendiri, yang dapat berguna dalam menangani kasus
trauma.
c. Terapi psikoanalitik dapat berdampak signifikan pada fungsi orang
dengan psikosis.
d. Beberapa orang juga menemukan terapi kelompok atau keluarga
membantu dalam manajemen psikosis.
e. Rehabilitasi sosial dapat sangat membantu orang-orang terkasih yang
telah mengisolasi diri mereka sendiri karena gejalanya. (INDAH
WIDYA)
7. Obat antipsikotik tidak menjamin kesembuhan pada pasien dengan
gangguan kesehatan mental. terdapat 2 faktor yang mempengaruhi proses
recovery pada pasien dengan gangguan kesehatan mental yaitu : faktor
internal dan eksternal. contoh dari faktor internal adalah hope (harapan)
dari dalam diri pasien sendiri dan faktor eksternal contohnya support atau
dukungan dari keluarga atau orang orang di sekitarnya. (SEPTIA DWI
MAWARTI)

8. Obat antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi


kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal. Pada
penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang
mengganggu apapun psikopatologi yang mendasarinya, bisa karena
skizofrenia, kerusakan otak, delirium toksik, atau depresi teragitasi. Obat
antipsikotik digunakan untuk meredakan ansietas berat tetapi ini juga
hanya untuk penggunaan jangka pendek. Obat antipsikotik juga
meringankan gejala psikotik florid seperti gangguan berpikir, halusinasi,
dan delusi serta mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik bekerja dengan
menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan menghambat
reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal, serta
efek hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi reseptor
kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik, serta serotonergik. (RENY
HARYANI)

9. Peneliti Olweus mengungkapkan bahwa secara umum Korban bullying


merasakan ketidakamanan dan lebih cemas. Ketika mengalami serangan
dari orang yang lain, mereka biasanya bereaksi dengan cara menangis dan
menarik diri, mereka memiliki pandangan yang negatif tentang diri mereka
dan situasi dimana mereka berada. Mereka seringkali merasakan dirinya
penuh kesalahan dan bodoh, malu dan tidak atraktif. Korban bullying
merasakan kesendirian dan terlantar serta tidak mempunyai teman baik
didalam kelas. Korban bullying juga memiliki tingkat self esteem yang
rendah, dengan ciri-ciri seperti:
a. menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga;
b. meremehkan dan tidak yakin sama kemampuannya sendiri;
c. Pembawaannya selalu emosi sama orang lain/teman;
d. Pesimis dan mudah menyerah dan tidak punya rencana hidup kedepan.
Oleh karena hal tersebut membuat korban bullying menjadi seorang
yang menarik diri dan anti sosial. (HANI FRANSISKA PURBA)

10. Obat anti psikotik ialah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
jenis gangguan jiwa yang disebut gangguan psikotik, gguan psikotik
adalah gangguan jiwa yang mempengaruhi cara orang dalam berfikir,
merasa dan berprilaku. nah pada kasus tersebut mengapa tn. aj
mengonsumsi obat anti psikotik hal ini berdasarkan data-data pasien yang
telah disebutkan pada kasus bahwa pasien merasa malu, minder, jelek, dan
selalu menghindari orang lain, tidak mau bertemu dengan teman lainnya,
lebih sering mengurung diri di kamar, dan sulit dalam memulai interaksi,
hal tersebut termasuk kedalam gangguan jiwa. (HARNIKA)

11. Faktor predisposisi (melatarbelakangi waktu > 6bln)


a. (Tn. AJ) belum juga sembuh dari sakitnya yang sudah diderita sejak
lebih dari 10 tahun lalu
b. Tn. AJ (34 tahun) sudah mengkonsumsi obat anti psikotik selama
kurang lebih 10 tahun dan kontrol ke Puskesmas diwilayah Muaro
Jambi
c. Saat masih sekolah klien merasa malu karena sering diejek oleh teman-
temannya.
d. Klien memiliki riwayat menjadi korban bully disekolah sejak SMP.
e. Klien juga mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan saat kedua
orang tua berpisah dan kakak satu-satunya meninggal dunia karena
sakit kanker otak
Faktor presipitasi (pencetus/ pemicu < 6bln)
a. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak malu, sulit
memulai interkasi, dan kontak mata jarang. (MUTIA SALSABILLA)
12. Dalam penerapan SP 1 - 2 pada pasien harga diri rendah komunikasi
perawat memegang peranan penting. Komunikasi perawat dan pasien
adalah komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk mengubah perilaku
pasien menuju kesembuhan. (NANDA PONIAR)

13. Perawat bisa memberikan edukasi kepada keluarga pasien dengan menkaji
masalah yg dirasakan keluarga dlm merawat pasien, memberikan
penjelasan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta proses
terjadinya isolasi sosial.. perawat bisa mendiskusikan cara merawat isolasi
sosial dan memutuskan cara merawat yg sesuai dengan kondisi pasien,
melatih keluarga dalam merawat isolasi sosial : tidak mendukung dan
tidak membantah isolasi sosial, membimbing pasien melakukan latihan
cara mengendalikan isolasi sosial sesuai dengan yang dilatih perawat
kepada pasien, memberikan pujian atas keberhasilan pasien, melibatkan
seluruh anggota keluarga dalam membumbing orientasi realita ( orang,
tempat, dan waktu), memotivasi melakukan kemampuan/ aspek positif
yang dimiliki dan memberi memberi pujian atas keberhasilan pasien.. serta
memberikan penjelasan kepada keluarga tanda dan gejala yang
memerlukan rujukan segera serta melakukan follow up ke pelayanan
kesehatan secara teratur. (NIKEN LARASATI)

14. Sikap perawat saat berhadapan dengan klien yan menjadi korban bully
yaitu, perawat dpat mengajak klien untuk menanam nilai2 moral dan
mengajarkan kepada klien cara membedakan perbuatan yang baik dengan
perbuatan yang tidak patut dilakukan pada sesama manusia, perawat dapat
membangun komunikasi yang baik dengan klien serta mendampingi klien
dalam proses penyembuhannya, mengajarkan klien cara bersikap asertif
atau tegas tetapi tetap sopan agar klien tidak mudah ditindas dan menjadi
people pleaser, perawat juga dapat menasehati klien agar berani melapor
kepada orang sekitar klien saat mengalami perilaku bully. (RIZKI DINI
MAHARANI)
STEP IV. MIND MAPPING

Perawat melakukan kunjungan rumah pada keluarga Ny.Hawa

Tn. AJ (34 tahun)

Etiologi

Faktor Predisposisi: Faktor Presipitasi:

a. Saat masih sekolah klien a. Tidak patuh mengkonsumsi


merasa malu karena sering obat
diejek oleh teman-
temannya (Bullying)
b. Klien memiliki riwayat
menjadi korban bully
disekolah sejak SMP.
c. Klien pernah mengalami
peristiwa yang tidak
menyenangkan saat kedua
orang tua berpisah dan
kakak satu-satunya
meninggal dunia karena
sakit kanker otak.

Menghindari orang lain, tidak mau bertemu teman lainnya, klien


lebih banyak mengurung diri dikamar, malu, sulit memulai
interkasi, dan kontak mata jarang.

ISOLASI SOSIAL
STEP V. LEARNING OBJEKTIF

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


Jawaban: Berdasarkan analisis dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa
masalah keperawatan pada kasus tersebut adalah isolasi sosial.

2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?


Jawaban: Berikut ini standar pelaksanaan komunikasi pertemuan pertama pada
Tn. AJ.
A. Fase Orientasi
1.1 Salam
“Selamat pagi Bapak, saya Ners Yayu. Saya perawat yang berdinas di RT. 01
RW. 02. Untuk membantu Bapak dalam meningkatkan kesehatan Bapak. Hari ini
saya berkesempatan berkunjung ke rumah Bapak didampingi Ibu Lurah. Boleh
saya tau nama Bapak? Bapak senangnya dipanggil siapa?
1.2 Evaluasi
“Bagaimana kabar Bapak hari ini? Saya mendapat informasi dari puskesmas
terdekat mengenai kondisi Bapak sekarang. Sekarang bagaimana perasaan Bapak?
Apakah Bapak bersemangat pada hari ini?”
1.3 Validasi
“Jadi Bapak AJ merasa tidak bersemangat dan tidak bahagia ya hari ini?”
1.4 Kontrak
1.4.1 Topik dan Tujuan
“Hari ini saya akan berdiskusi dengan Bapak AJ mengenai kondisi Bapak saat ini
supaya perasaan Bapak menjadi lebih baik dari sebelumnya.
1.4.2 Waktu
Waktunya selama 30 menit Pak.
1.4.3 Tempat
Bapak lebih nyaman duduk seperti ini atau bagaimana Pak?
B. FASE KERJA
2.1 Pengkajian
“Berdasarkan ungkapan Bapak diawal tadi Bapak merasa sedang tidak baik-baik
saja dan merasa tidak bahagia. Saya lihat bapak tampak malu dan menurut
informasi yang saya dapat Bapak jarang sekali keluar dari kamar dan lebih suka
berada di kamar. Kira-kira kenapa Bapak AJ lebih gemar berada di kamar dan
jarang berinteraksi dengan orang lain?”
2.2 Diagnosis
“Bapak sudah bercerita dengan baik kepada saya mengenai penyebab Bapak lebih
suka sendirian karena mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
hidup Bapak. Jadi berdasarkan kondisi Bapak sekarang, Bapak mengalami Isolasi
sosial dimana Bapak AJ lebih suka menyendiri dan sulit berinteraksi dengan
orang lain”
2.3 Tindakan Keperawatan
2.3.1 Jelaskan dampak positif berteman dengan seseorang
“Menurut Bapak AJ, kira-kira kalau kita berteman dengan seseorang dampak
positifnya apa?
“Jadi Pak jika kita berteman dengan seseorang akan ada banyak dampak positif
yang kita peroleh. Kita bisa berbagi rasa dengan teman kita, saling membantu
ketika ada masalah, saling bercerita, jalan-jalan bersama, dan melakukan berbagai
aktifitas bersama. Sehingga Bapak AJ tidak akan merasa sedih dan kesepian jika
Bapak mempunyai teman.
2.3.2 Jelaskan dampak negatif tidak mempunyai teman
“Menurut Bapak misalnya kita tidak punya teman sama sekali, kira-kira ada gak
dampak negatifnya, kalau ada kira-kira apa?”
“Kalau kita tidak mempunyai teman juga ada dampak negatifnya Pak. Jika kita
lebih suka sendiri, terkadang kita akan merasa kesepian dan sedih karena tidak ada
teman berbicara, berbagi rasa ataupun beraktifitas bersama. Sebagai makhluk
sosial tentunya pada kondisi tertentu kita akan membutuhkan bantuan orang lain,
jika kita tidak mempunyai teman, maka kita akan kesulitan menemukan
pertolongan.
2.3.3 Berikan dukungan terhadap perasaan yang dirasakan oleh pasien saat
ini
“Saya sangat mengerti dengan perasaan yang Bapak AJ rasakan saat ini dan saya
turut prihatin dengan pengalaman yang kurang menyenangkan di hidup Bapak.
Beginilah kehidupan penuh lika liku kadang berjalan tidak sesuai dengan apa
yang kita bayangkan. Tapi sebagai manusia kita harus bersyukur dan menjalani
hidup dengan versi terbaik yang kita punya. Bapak AJ merupakan individu yang
istimewa. Semua makhluk ciptaan Tuhan istimewa, tidak ada yang jelek atau
tidak ada yang tidak berguna. Jadi Bapak AJ harus bahagia dan menjalani hidup
dengan baik ke depannya. Bapak AJ orang kuat dan hebat, Bapak pasti bisa”
C. FASE TERMINASI
3.1 Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berdiskusi?”
3.2 Evaluasi objektif
Nah kalau begitu mari kita coba ulangi ya Pak. Tolong Bapak sebutkan apa saja
kerugian jika kita tidak mempunyai teman?”
3.3 Rencana Tindak Lanjut
“Bagus sekali jawabannya Bapak, berarti Pak AJ sudah paham ya. Kalau begitu
untuk pertemuan selanjutnya kira-kira kapan pak AJ bisa? Jam berapa dan
tempatnya dimana Bapak?
“Baik kalau begitu hari Minggu pagi kita bertemu lagi disini ya Bapak”
3.4 Salam
“Terimakasih atas waktu Bapak AJ telah berdiskusi dengan sangat baik dengan
saya. Semoga Bapak semakin membaik yaa. Saya pamit dahulu. Permisi Pak.

3. Jenis gangguan mental seperti apa yang di alami klien? (Tri Gumay)
Jawaban: Gangguan mental atau lebih tepatnya masalah kesehatan jiwa yang
dialami Tn. AJ adalah isolasi sosial yang disebabkan oleh pengalaman buruk di
masa lalu Tn. AJ.
STEP VI. REFERENSI

ISOLASI SOSIAL
A. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya
(Damaiyanti, 2012). Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam
(NANDA-I dalam Damaiyanti, 2012). Isolasi sosial merupakan suatu gangguan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Isolasi sosial merupakan
upaya Klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Trimelia,
2011). Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan
seseorang yang mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan
tidak mampu menjalin hubungan yang baik antar sesama.

B. Etiologi Isolasi Sosial


Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di
antaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Kedaan ini menimbulkan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih suka berdiam diri, menghindar
dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari (Direja, 2011).
a. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas-tugas dalam setiap perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosialselanjutnya.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang
tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi emosi
yang tinggi di setiap berkomunikasi.
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma- norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia,
berpenyakitan kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosial.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang jelas mempengaruhi adalah otak. Klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal pada otak,
seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan
kortikal (Sutejo, 2017). Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-
ciri biologis yang khas terutama susunan dan struktur syaraf pusat, biasanya
klien dengan skizofrenia mengalami pembesaran ventrikel ke-3 sebeah
kirinya. Ciri lainnya yaitu memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-
rata orang normal (Yosep, 2009). Menurut Candel dalam Yosep (2009), pada
Klienskizofrenia memiliki lesi pada area Wernick’s dan area Brocha biasanya
disertai dengan Aphasia serta disorganisasi dalam proses bicara. Adanya
hiperaktivitas Dopamine pada Kliendengan gangguan jiwa seringkali
menimbulkan gejala skizofrenia. Menurut hasil penelitian, Neurotransmitter
tertentu seperti Norepinephrine pada Klien dengan gangguan jiwa
memegang peranan dalam proses learning, memory reinforcement, siklus
tidur dan bangun, kecemasan, pengaturan aliran darah dan metabolisme.
Menurut Singgih dalam Yosep (2009), gangguan mental dan emosi juga bisa
disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aphasia).
Kadang-kadang seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry
yang kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang rudimenter. Contoh
gangguan tersebut terlihat pada Microcephaly yang ditandai oleh kecilnya
tempurung otak. Adanya trauma pada waktu kelahiran, tumor, infeksi otak
seperti Enchepahlitis Letargica, gangguan kelenjer endokrin seperti tiroid,
keracunan CO (Carbon Monocide) serta perubahan-perubahan karena
degenerasi yang mempergaruhi sistempersyarafan pusat (Yosep, 2009).

b. Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah sakit.
2. Stressor Psikologi
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.

C. Patofisiologi Isolasi Sosial


Menurut Stuart and Sundeen (2007) dalam Ernawati (2009). Salah satu
gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa di alami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien
semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya
klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku
primitive antara lain pembicaraan yang austistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.
Menurut Stuart Sundeen dalam Sutejo tentang respon klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut:

Menyendiri, Otonomi, Kesepian, Manipulasi,


kebersamaan, saling menarik diri, impulsif,
ketergantungan ketergantungan narsisme

Adaptif Maladaptif
a. Respon Adaptif
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut adalah sikap yang termasuk respon adaptif:
1. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telahterjadi di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan interpersonal
yang saling membutuhkan satu sama lain.
4. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling
ketergantungan antara individu dengan orang lain
b. Respon Maladaptif
Menurut Sutejo (2017) respon maladaptif adalah respon yang
menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini
adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif:
1. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri.
2. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu
sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya dan
tidak mampu melakukan penilaian secara objektif.
3. Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh, dan
mudah marah.

D. Pohon Masalah Isolasi Sosial


Daftar masalah isolasi sosial menurut Sutejo, 2017 adalah:
1. Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (effect)

ISOLASI SOSIAL (core problem)

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah (causa)

E. Manifestasi Klinis Isolasi Sosial


Menurut Yosep (2009)tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat
dari dua cara yaitu secara objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala
klien dengan isolasi sosial:
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Klien berdiam diri di kamar.
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat.
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
12. Aktivitas menurun.
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya
rendah, segera timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang
lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko mencederai diri, orang
lain, bahkan lingkungan (Herman Ade, 2011).

F. Komplikasi Isolasi Sosial


Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi resiko gangguan sensosi persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri,
orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Damaiyanti, 2012).

G. Penatalaksanaan Isolasi Sosial


Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial
antara lain.
a. Terapi Farmakologi
1. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasinya untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai
norma sosial dan titik diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari- hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Efek samping: sedasi, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan endokrin,
metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2. Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam kehidupan sehari-hari. Efek samping: Sedasi
dan inhibisi prikomotor, gangguan otonomik.
3. Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan
otonomik.

b. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat
empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur
kepada pasien (Videbeck, 2012).

c. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-
perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan
klien(Videbeck, 2012). Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk
terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada kliensecara tatap
muka perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018). Salah satu bentuk
terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat kepada klien dengan isolasi
sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi
pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang paling penting perawat
lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik terapeutik. Komunikasi
terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dank klien,
yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus
klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat
dan Klien (Videbeck, 2012). Semakin baik komunikasi perawat, maka
semakin bekualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepadaklien
karena komunikasi yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien, perawat yang memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah menjalin hubungan saling
percaya dengan klien, tapi juga dapat menumbuhkan sikap empati dan
caring, mencegah terjadi masalah lainnya, memberikan kepuasan profesional
dalam pelayanan keperawatan serta memudahan dalam mencapai tujuan
intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).

d. Terapi Aktivitas Kelompok


Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi
sosial akan dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
di sekitarnya. Sosialissai dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal, kelompok, dan massa). Aktivitas yang dilakukan berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok, dan akan dilakukan dalam 7 sesi dengan
tujuan:
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 : Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada
orang lain
Sesi 6 : Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yangtelah dilakukan.

e. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri
seseorang, dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi
yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi,
dan terapi membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).

f. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak
manfaat. Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti
kegiatan keagamaaan lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang
tidak mengikutinya (Dadang, 1999 dalam Yosep 2009). Menurut Zakiah
Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab gangguan jiwa yang
berkaitan dengan penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini diakibatkan karena
seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut
(Yosep, 2009). Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut
Yosep (2009) meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang
agamanya/ kolaborasidengan agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi
menggali sumber koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat,
fasilitas ibadah, buku- buku, music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama
untuk pasienrehabilitasi.
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup di
dunia, dan sebagainya.
Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat dari
aspek auto- sugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat,
dzkir, dan berdoa berisi ucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti
positif kepada diri klien sehingga muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri
sendiri (Thoules, 1992 dalam Yosep, 2010). Menurut Djamaludin Ancok
(1989) dan Ustman Najati (1985) dalam Yosep (2009) aspek kebersamaan
dalam shalat berjamaah juga mempunyai nilai terapeutik, dapat
menghindarkan seseorang dari rasa terisolir, terpencil dan tidak diterima.

g.Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung
3-6 bulan (Yusuf, 2019).

h. Program Intervensi Keluarga


Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya
intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan
sehari-hari, memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang isolasi
sosial, mengajarkan bagaimana cara berhubungan yang baik kepada anggota
keluarga yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2019).

H. Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial


Pengkajian Klien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan
observasi kepadaklien dan keluarga (Hartono, 2010).
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis medis.
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
b. Alasan Masuk
1. Apa penyebab klien datang ke RSJ?
2. Apa yang sudah dilakukan keluarga?
3. Bagaimana hasilnya?
c. Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai Klien/perasaan
negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya
dengan klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien
tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap
perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien
e. Konsep Diri:
1) Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkanketakutan.
2) Ideal Diri : Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
3) Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
4) Penampilan Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
5) Identitas Personal : Ketidak pastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
f. Hubungan Sosial
Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubungan
sosial denganorang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti
dalam masyarakat.
g. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapap
gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan
masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah: kegiatan di
rumah secara individu atau kelompok.
h. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan
kurang berharga dalam hidup.
1) Penampilan
Biasanya pada Klien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan
penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak
seperti biasanya (tidak tepat).
2) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume
dan karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara
dan volume di ukur dengan berapa keras klien berbicara. Observasi
frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit,
membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata
bersambungan.
3) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat
aktifitas : letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai
atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya
dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan
motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif
kompulsif.
4) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status
emosional dan cerminan situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat
di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak
mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah klien
menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau
ansietas.
5) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di
observasi oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan
dalam istilah sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan
ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek yang
datar, tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.
6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi.
Halusinasi di definisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang
salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus
sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh klien melakukan
sesuatu seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
7) Interaksi Selama Wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan
perawat. Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah
tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive, curiga atau sedatif.
8) Proses Pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien proses diri
klien diobservasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian
dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya.
9) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam
komunikasi klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun klien
mungkin berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara, beberapa area
isi harus dicatat dalam pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat kompleks
dan sering disembunyikan oleh klien.
10) Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien
terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk menguraikan
tingkat kesadaran klien seperti bingung, tersedasi atau stupor.
11) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat
tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan
jawaban definitif apakah terdapat kerusakan yang spesifik. Pengkajian
neurologis diperlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan
memori. Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat
pengalaman lalu.

i. Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi


Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan
selama jalannya wawancara. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan sederhana.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika
hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Risiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

3. Intervensi Keperawatan
Setelah mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan isolasi sosial, langkah selanjutnya yaitu menyusun perencanaan
tindakan keperawatan. untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi sosil perlu waktu yang tidak sebentar. perawat harus
konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah upaya yang
bisa dilakukan (Trimelia, 2011).

Diagnosis Tujuan Kriteri Evaluasi Intervensi Rasional


keperawatan (TUM/TUK)
Isolasi sosial TUM: Setelah 1x 1.1. Bina hubungan saling Membina hubungan saling
Klien dapat interaksi, Klien percaya dengan percaya dengan Klien.
berinteraksi menunjukan tanda-tanda mengemukakanprinsip Kontak yang jujur, singkat,
dengan orang percaya kepada perawat: komunikasi terapeutik : dan konsisten dengan perawat
lain. dapat membantu Klien
a.Ekspresi wajah a. Mengucapkan salam membina kembali interaksi
TUK 1: cerah, terapeutik. SapaKlien penuh percaya dengan orang
Klien dapat tersenyum dengan ramah, baik verbal lain.
membina b.Mau berkenalan ataupun non verbal.
hubungan saling c.Ada kontak mata b. Berjabat tangandengan
percaya d.Bersedia Klien.
menceritakan c. Perkenalkan diridengan
perasaan sopan.
e.Bersedia d. Tanyakan nama lengkap
mengungkapkan Klien dan nama pangglian
masalah yangdisukai Klien.
e. Jelaskan tujuan
pertemuan
f. Membuat kontak topik,
waktu, dan tempat
setiapkali bertemu
Klien.
g. Tunjukan sikap empati
dan menerima Klien apa
adanya.
h. Beri perhatian kepada
Klien dan perhatian
kebutuhan dasar Klien.
TUK 2: a.Klien dapat 2.1.Tanyakan pada Dengan mengetahui tanda
Klien mampu menyebutkan Klien tentang: dan gejala isolasi sosial yang
menyebutkan minimal satu a. Orang yang tinggal muncul, perawat dapat
penyebab isolasi penyebab isolasi serumah atau sekamar menentukan langkah
sosial sosial. dengan Klien. intervensi selanjutnya.
b.Penyebab munculnya b. Orang yang paling
isolasi sosial: diri dekat dengan Klien
sendiri, orang dirumah atauruang
lain,dan lingkungan perawatan.
c. Hal apa yang membuat
Kliendekat dengan orang
tersebut.
d. Orang yang tidak dekat
dengan Klien, baik
dirumah atau di ruang
perawatan.
e. Apa yang membuat Klien
tidak dekat dengan orang
tersebut.
f. Upaya yang sudah
dilakukanagar dekat
dengan orang lain.

2.2. Diskusikan dengan Klien


penyebab isolasi sosial
atau tidak mau bergaul
dengan orang lain
2.3. Beri pujian terhadap
kemampuan Klien dalam
mengungkapkan
perasaan
TUK 3: 1. Klien dapat Tanyakan kepada klien Perbedaan seputar manfaat
Klien mampu menyebutkan tentang: hubugan sosial dan
menyebutkan keuntungan dalam a. Manfaat hubungan sosial kerugian isolasi sosial
keuntungan berhubugan sosial b. Kerugian isolasisosial membantu Klien
berhubungan seperti: mengidentifikasi apa yang
sosial dan a. Banyakteman 3.2. Diskusikan bersama Klien terjadi pada dirinya,
kerugian dari b. Tidak tentang manfaat sehingga dapat diambil
isolasi sosial. kesepian berhubungan sosial dan langkah untuk mengatasi

c. Bisa diskusi kerugian isolasisosial masalah ini. Penguatan


3.3. Beri Pujian terhadap dapat membantu
d. Saling
kemampuan Klien dalam meningkatkan harga diri
menolong
mengungkapkan Klien.
perasaannya.
2.Klien dapat
menyebutkan kerugian
menarik diri, seperti:
a. sendiri
b. kesepian
c. tidak bisa diskusi
TUK 4: Klien dapat melaksanakan 4.1 Observasi perilaku Klien Dengan kehadiran orang yang
Klien dapat hubungan sosial secara ketika berhubungan tepat dapat dipercaya
melaksanakan bertahap dengan: Perawat, sosial memberi Klien rasa aman dan
hubungan sosial perawat lain, Klien lain, 4.2 Jelaskan kepadaKlien cara terlindungi Setelah dapat
secara bertahap. keluarga dan kelompok berinteraksi dengan orang berinteraksi dengan orang lain
lain dan memberi kesempatan
4.3 Berikan contohcara Klien dalam mengikuti
berbicara dengan orang aktifitas kelompok, Klien
lain merasa lebih berguna dan rasa
4.4 Beri kesempatan kepada percaya diri Klien dapat
Klien mempraktikan cara tumbuh kembali.
berinteraksidengan orang
yang dilakukan di
hadapan perawat
4.5 Bantu klien
berinteraksi dengan
salahsatu orang, teman
atau anggota keluarga
4.6 Bila Klien sudah
menunjukan kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksidengan dua, tiga,
empat orang dan
seterusnya
4.7 Beri pujian untuk setiap
kemajuaan interaksi yang
telah dilakukan
4.8 Latih Klien bercakap-
cakapdengan anggota
keluarga saat melakukan
kegiatan hariandan
kegiatan rumah tangga
4.9 Latih Klien bercakap-
cakap saaat melakukan
kegiatan sosial misalnya:
belanja ke warung, ke
pasar, ke kantorpos, ke
bank, dan lain-lain.
4.10 Siap mendengarkan
ekspresi perasaan Klien
setelah berinteraksi dengan
orang lain. mungkin Klien
akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalan
beri dorongan terus-
menerus agar Klien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
TUK 5: Klien dapat menjelaskan 5.1 Diskusikan dengan Klien Ketika Klien merasa dirinya
Klien mampu perasaannya setelah tentang perasaannya lebih baik dan mempunyai
menjelaskan berhubngan sosial dengan: setelah berhubungan makna, interaksi sosial
perasaannya Orang lain, kelompok. sosial dengan: Orang lain dengan orang lain dapat
setelah dankelompok. ditingkatkan.
berhubugan sosial 5.2 Beri pujian terhadap
kemampuan Klien
mengungkapkan
perasaannya.
TUK 6 : Keluarga dapat 6.1 Diskusikan pentingnya peran Dukungan dari keluarga
Klien mendapat menjelaskan tentang: serta keluarga sebagai merupakan bagian penting
dukungan pendukung untuk mengatasi dari rehabilitasi Klien.
keluarga dalam a. isolasi sosial perilaku isolasi sosial
memperluas beserta tanda dan 6.2 Diskusikan potensi
hubungan sosial gejalannya. keluargauntuk membantu
b. penyebab dan Klien mengatasiperilaku
akibat dari isolasi isolasi sosial.
sosial 6.3 Jelaskan padakeluarga
c. Cara merawat tentang:
Klien isolasi a. Isolasi sosial beserta
sosial tanda dan gejalanya
b. Penyebab danakibat
isolasi sosial
c. Cara merawat Klien
isolasi sosial
6.4 Latih keluargacara
merawat Klien isolasi
sosial
6.5 Tanyakan perasaan
keluarga setelahmencoba
cara yang dilatihkan
6.6 Beri motivasikeluarga
agarmembantu Klien
untuk bersosialisasi
6.7 Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat Klien dirumah
sakit
TUK 7: Klien dapat 7.1 Diskusikan dengan Membantu dalam
Klien dapat menyebutkan: Klien tentang manfaat meningkatkan perasaan
memanfaatkan a. Manfaat minum obat dan kerugiantidak kembali danketerlibatandalam
obat dengan baik b. Kerugian yang minumobat. perawatan kesehatan Klien.
dtimbulkanakibat 7.2 Pantau Klien pada saat
tidak minum obat penggunaan obat
c. Nama, warna, dosis, 7.3 Berikan pujian kepada
efek terapi, dan efek Klien jika Klien
samping obat menggukan obat dengan
d. Akibat berhenti benar
minum obat tanpa 7.4 Diskusikan akibat berhenti
konsultasi dengan minum obat tanpa
dokter konsultasi dokter.
7.5 Anjurkan Klien untuk
konsultasidengan dokter
atau perawat jika terjadi
hal- hal yang tidak
diinginkan
4. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).
Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini dapat digunakan
dengan verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal, perawat
juga harus menggunakan teknik non verbal seperti; kontak mata, mendekati
kearah klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan sebagainya. Kehadiran
psikologis perawat dalam komunikasi terapeutik terdiri dari keikhlasan,
menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada


perubahan perilaku Klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga
juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting. Ada
beberapa hal yang perlu dievaluasi pada Klien dengan isolasi sosial yaitu:
a. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
b. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dankerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

c. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:


klien-perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien
lain, klien-kelompok, dan klien- keluarga.
d. Apakahklien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan
dengan orang lain.
e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau
keluarga nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.
f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat

I. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial


Menurut Direja (2011) untuk memudahkan pelaksanaan
keperawatan, maka perawat perlu juga membuat rencana strategi
pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarga. Strategi pelaksanaan
terebut dibagi menjadi empat strategi. Berikut adalah stategi pelaksanaan
untuk klien dengan isolasi sosial:
Diagnosa Keperawatan Intervensi
Isolasi sosial Intervensi untuk klien
SP 1:
1. Bina hubungan saling percaya
denganmenggunakan salam
terapeutik
2. Identifikasi penyebab isolasi sosial
3. Identifikasi keuntungan berteman
4. Identifikasi kerugian tidak mempunyai teman
5. Bimbing pasien memasukan kedalam jadwal
harian

Sp 2
1. Evaluasi masalah sebelumnya, lalu berikan
pujian
2. Latih pasien cara berkenalan dengan orang
yangpertama (perawat).
3. Masukan kedalam jadwal harian

SP 3
1. Evaluasi kegiatan sebelumnya, yaitu
caraberkenalan dengan satu orang
(perawat)
2. Ajarkan pasien cara berkenaala dengan orang
kedua(pasien lain)
3. Masukan ke dalam jadwal harian
SP 4:
1. Evaluasi kegatan sebelumnya (SP 1, SP 2)
yaitucara berkenalan dengan orang kedua
(pasien).
2. Ajarkan membuat kegiatan dengan kelompok.
3. Masukan kedalam jadwal kegiatan harian.

Intervensi Untuk Keluarga Klien


SP 1:
1. Identifikasi masalah yang dihadapi
dalammenghadapi pasien
2. Jelaskan tengan isolasi sosial
3. Cara merawat pasien isolasi sosial.
4. Latih (stimulus)
5. RTL keluarga/jadwal untuk merawat pasien

SP 2:
1. Evaluasi kemampuan SP 1
2. Latih (langsung ke pasien)
3. RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien

SP 3:
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih (langsung ke pasien)
3. RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien

SP 4:
1. Evaluasi kemampuan pasien
2. Evaluasi kemampuan keluarga
3. Rencana tindak lanjut pasien
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

Seorang Perawat melakukan kunjungan rumah pada keluarga Ny.Hawa.


Informasi yang didapat dari kader, Ibu Hawa sudah beberapa hari sakit karena
merasa khawatir dengan kondisi anaknya (Tn. AJ) yang belum juga sembuh dari
sakitnya yang sudah diderita sejak lebih dari 10 tahun lalu. Ibu Hawa hanya
tinggal berdua dirumah dengan anaknya tersebut. Tn. AJ (34 tahun) sudah
mengkonsumsi obat anti psikotik selama kurang lebih 10 tahun dan kontrol ke
Puskesmas diwilayah Muaro Jambi. Klien mengatakan malu dan minder karena
merasa dirinya jelek. Perasaan tersebut yang membuat klien menghindari orang
lain, tidak mau bertemu teman lainnya, dan membuat klien lebih banyak
mengurung diri dikamar. Saat masih sekolah klien merasa malu karena sering
diejek oleh teman-temannya. Klien memiliki riwayat menjadi korban bully
disekolah sejak SMP. Klien juga mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan
saat kedua orang tua berpisah dan kakak satu-satunya meninggal dunia karena
sakit kanker otak. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak malu,
sulit memulai interkasi, dan kontak mata jarang.

1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Tn. AJ
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Pria
Pendidikan :-
Agama :-
Pekerjaan :-
Suku bangsa : Indonesia
Alamat :-
Nomor rekam medis :-
Ruang rawat :-
Tanggal masuk rumah sakit : -
Tanggal pengkajian :-
b. Faktor Predisposisi:
1) Saat masih sekolah klien merasa malu karena sering diejek oleh teman-
temannya (Bullying)
2) Klien memiliki riwayat menjadi korban bully disekolah sejak SMP.
3) Klien pernah mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan saat
kedua orang tua berpisah dan kakak satu-satunya meninggal dunia
karena sakit kanker otak.
c. Fisik: -
d. Konsep Diri:
1) Gambaran Diri :-
2) Ideal Diri : -
3) Harga Diri : -
4) Penampilan Peran : -
5) Hubungan Sosial : klien tampak malu, sulit memulai interkasi, dan
kontak mata jarang.
6) Spiritual : -
7) Status Mental : kontak mata jarang, klien menghindari orang lain, tidak
mau bertemu teman lainnya, dan membuat klien lebih banyak
mengurung diri dikamar.
8) Penampilan : -
9) Pembicaraan : -
10) Aktifitas Motorik: -
11) Alam Perasaan : -
12) Afek: -
13) Persepsi: -
14) Interaksi Selama Wawancara: klien tampak malu, sulit memulai
interkasi, dan kontak mata jarang.
15) Proses Pikir : -
16) Isi Pikir: -
17) Tingkat Kesadaran: -
18) Memori: -
19) Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi: -
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada kasus diatas adalah isolasi sosial.
3. Rencana Keperawatan

Diagnosis Tujuan Kriteri Evaluasi Intervensi Rasional


keperawatan (TUM/TUK)
Isolasi sosial TUM: Setelah 1x 1.1. Bina hubungan saling Membina hubungan saling
Klien dapat interaksi, Klien percaya dengan percaya dengan Klien. kontak
berinteraksi menunjukan tanda-tanda mengemukakanprinsip yang jujur, singkat,
dengan orang percaya kepadaperawat: komunikasi terapeutik : dan konsisten dengan perawat
lain. dapat membantu Klien
a.Ekspresi wajah i. Mengucapkan salam membina kembali interaksi
TUK 1: cerah, terapeutik. SapaKlien penuh percaya dengan orang
Klien dapat tersenyum dengan ramah, baik verbal lain.
membina b.Mau berkenalan ataupun non verbal.
hubungan saling c.Ada kontakmata j. Berjabat tangandengan
percaya d.Bersedia Klien.
menceritakanperasaan k. Perkenalkan diridengan
e.Bersedia sopan.
mengungkapkan l. Tanyakan nama lengkap
masalah Klien dan nama pangglian
yang disukai klien.
m. Jelaskan tujuan
pertemuan
n. Membuat kontak topik,
waktu, dan tempat
setiapkali bertemu
Klien.
o. Tunjukan sikap empati
dan menerima Klien apa
adanya.
p. Beri perhatian kepada
Klien dan perhatian
kebutuhan dasar Klien.
TUK 2: a.Klien dapat 2.1.Tanyakan pada Dengan mengetahui tanda
Klien mampu menyebutkanminimal Klien tentang: dan gejala isolasi sosial yang
menyebutkan satupenyebab isolasi g. Orang yang tinggal muncul, perawat dapat
penyebab isolasi sosial. serumah atau sekamar menentukan langkah
sosial b.Penyebab munculnya dengan Klien. intervensi selanjutnya.
isolasi sosial: diri h. Orang yang paling
sendiri, orang dekat dengan Klien
lain,danlingkungan dirumah atauruang
perawatan.
i. Hal apa yang membuat
Kliendekat dengan orang
tersebut.
j. Orang yang tidak dekat
dengan Klien, baik
dirumah atau di ruang
perawatan.
k. Apa yang membuat Klien
tidak dekat dengan orang
tersebut.
l. Upaya yang sudah
dilakukanagar dekat
dengan orang lain.

2.2 Diskusikan dengan


Klien penyebab isolasi
sosial atau tidak mau
bergaul dengan orang
lain
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan Klien
dalam mengungkapkan
perasaan
TUK 3: 2. Klien dapat 3.1 Tanyakan kepada klien Perbedaan seputar manfaat
Klien mampu menyebutkan tentang: hubugan sosial dan
menyebutkan keuntungan dalam a. Manfaat hubungan kerugian isolasi sosial
keuntungan berhubugan sosial sosial membantu Klien
berhubungan seperti: b. Kerugian isolasisosial mengidentifi kasi apa yang
sosial dan a. Banyak 3.2 Diskusikan bersama terjadi pada dirinya,
kerugian dari teman Klien tentang manfaat sehingga dapat diambil
isolasi sosial. b. Tidak berhubungan sosial dan langkah untuk mengatasi
Kesepian kerugian isolasisosial masalah ini. Penguatan
c. Bisa diskusi 3.3 Beri Pujian terhadap dapat membantu
d. Saling kemampuan Klien meningkatka n harga diri
dalam mengungkapkan Klien.
menolong perasaannya.
2.Klien dapat
menyebutkan kerugian
menarik diri, seperti:
a. sendiri
b. kesepian
c. tidak bisa diskusi
TUK 4: Klien dapat melaksanakan 4.1 Observasi perilaku Klien Dengan kehadiran orang yang
Klien dapat hubungan sosial secara ketika berhubungan sosial tepat dapat dipercaya
melaksanakan bertahap dengan: Perawat, 4.2 Jelaskan kepadaKlien memberi Klien rasa aman dan
hubungan sosial perawat lain, Klien lain, cara berinteraksi dengan terlindungi Setelah dapat
secara bertahap. keluarga dan kelompok orang lain berinteraksi dengan orang lain
4.3 Berikan contoh cara dan memberi kesempatan
berbicara dengan orang Klien dalam mengikuti
lain aktifitas kelompok, Klien
4.4 Beri kesempatan kepada merasa lebih berguna dan rasa
Klien mempraktikan cara percaya diri Klien dapat
berinteraksi dengan orang tumbuh kembali.
yang dilakukan di
hadapan perawat
4.5 Bantu klien berinteraksi
dengan salahsatu orang,
teman atau anggota
keluarga
4.6 Bila Klien sudah
menunjukan kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksidengan dua, tiga,
empat orang dan
seterusnya
4.7 Beri pujian untuk setiap
kemajuaan interaksi yang
telah dilakukan
4.8 Latih Klien bercakap-
cakapdengan anggota
keluarga saat melakukan
kegiatan hariandan
kegiatan rumah tangga
4.9 Latih Klien bercakap-
cakap saaat melakukan
kegiatan sosial misalnya:
belanja ke warung, ke
pasar, ke kantorpos, ke
bank, dan lain-lain.
4.10 Siap mendengarkan
ekspresi perasaan Klien
setelah berinteraksi
dengan orang lain.
mungkin Klien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalan beri dorongan
terus-menerus agar Klien
tetapsemangat
meningkatkan
interaksinya.
TUK 5: Klien dapat menjelaskan 5.1 Diskusikan dengan Klien Ketika Klien merasa dirinya
Klien mampu perasaannya setelah tentang perasaannya setelah lebih baik dan mempunyai
menjelaskan berhubngan sosial dengan: berhubungan sosial dengan: makna, interaksi sosial
perasaannya Orang lain, kelompok. Orang lain dankelompok. dengan orang lain dapat
setelah 5.2 Beri pujian terhadap ditingkatkan.
berhubugan sosial kemampuan Klien
mengungkapkan
perasaannya.
TUK 6 : Keluarga dapat 6.1 Diskusikan pentingnya peran Dukungan dari keluarga
Klien mendapat menjelaskan tentang: serta keluarga sebagai merupakan bagian penting
dukungan a. isolasi sosial pendukung untuk mengatasi dari rehabilitasi Klien.
keluarga dalam beserta tanda perilaku isolasi sosial
memperluas dan gejalannya. 6.2 Diskusikan potensi keluarga
hubungan sosial b. penyebab dan untuk membantu Klien
akibat dari isolasi mengatasiperilaku isolasi
sosial sosial.
c. Cara merawat 6.3 Jelaskan padakeluarga
Klien isolasi tentang:
sosial d. Isolasi sosial beserta
tanda dan gejalanya
e. Penyebab danakibat
isolasi sosial
f. Cara merawat Klien
isolasi sosial
6.4 Latih keluargacara
merawat Klien isolasi
sosial
6.5 Tanyakan perasaan
keluarga setelahmencoba
cara yang dilatihkan
6.6 Beri motivasikeluarga
agarmembantu Klien
untuk bersosialisasi
6.7 Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat Klien dirumah
sakit
TUK 7: Klien dapat 7.1 Diskusikan tentang Membantu dalam
Klien dapat menyebutkan: manfaat dan kerugian meningkatkan perasaan
memanfaatkan a) Manfaat minum obat tidak minum obat. kembali danketerlibatandalam
obat dengan baik b)Kerugian yang 7.2 Pantau Klien pada saat perawatan kesehatan Klien.
dtimbulkanakibat tidak penggunaan obat
minum obat 7.3 Berikan pujian kepada
c)Nama, warna, dosis, efek Klien jika menggunakan
terapi, dan efek samping obat dengan benar
obat 7.4 Diskusikan akibat berhenti
d)Akibat berhenti minum minum obat tanpa
obat tanpa konsultasi konsultasi dokter.
dengan dokter 7.5 Anjurkan Klien untuk
konsultasidengan dokter
atau perawat jika terjadi
hal- hal yang tidak
diinginkan
Daftar Pustaka

Trimelia. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM
Yosep, Iyus. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf. (2019). Isolasi Sosial. Angewandte Chemie International Edition, 6(11),
951–952., 5–21.
Zilvia Ariska. (2020). Isolasi Sosial. Universitas Muhammadiyah Semarang.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ve
d=2ahUKEwi86-
C4z9PyAhWLbX0KHVmgB1EQFnoECAIQAQ&url=http%3A%2F%2Fepri
nts.umm.ac.id%2F42885%2F3%2FBAB%2520II.pdf&usg=AOvVaw30VlR
o5p8q90rHkWuYMRmn

Anda mungkin juga menyukai