Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

PENYAKIT BIPOLAR DISORDER

NAMA KELOMPOK :
Ni Luh Eka Pratihari Arini 161200037
Ni Luh Setiawati 161200038
Ni Luh Wahyu Trisnayanti 161200039
Ni Made Dewi Porsuwati 161200040
A.A Sagung Istri Iryaningrat 161200041

Kelompok : II (dua)
Kelas : A1B
DOSEN PENGAMPU : Dhiancinantyan Windydaca B.P, S.Farm., M.Farm.,
Apt

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui definisi penyakit bipolar.
2. Mengetahui patofisiologi penyakit bipolar.
3. Mengetahui tatalaksana terapi penyakit bipolar (Farmakologi, Non-
Farmakologi serta Monitoring Terapi).
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit bipolar secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi Penyakit Bipolar


Gangguan bipolar yang dikenal sebagai manic-depresive illness adalah
penyakit medis yang mengancam jiwa karena adanya percobaan bunuh diri yang
cukup tinggi pada populasi bipolar, yaitu 10-15%. Gangguan bipolar sering tidak
diketahui dan salah diagnosa dan bahkan bila terdiagnosa sering tidak terobati
dengan adekuat (Evans 2000; Tohen & Angst 2002; Toni et al 2000).
Gangguan bipolar mempunyai prognosis yang relatif baik terutama untuk
gangguan bipolar yang bentuk klasik. Perjalanan penyakit gangguan bipolar
sangat bervariasi dan biasanya kronik. Kekambuhan yang terjadi akan
mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, perkawinan bahkan meningkatkan risiko
bunuh diri. Terapi yang komprehensif diperlukan pasien untuk mencapai kembali
fungsinya semula dan kualitas hidup yang tetap baik. Terapi komprehensif
meliputi farmakoterapi dan intervensi psikososial (Amir 2012; Soetjipto 2012;
Yatham et al 2009).
Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan
suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu,
pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode tersebut sering terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakan diagnosis) (Depkes RI 2012).
2.2 Patofisiologi Bipolar Disorder
Berikut merupakan patofisiologi seseorang mengalami bipolar yakni :
a) Kondisi medis, obat dan terapi yang menginduksi terjadinya mania
sesuai tabel 5.1
b) Penyakit bipolar juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan, genetik,
neurologis dan faktor psikologis (Dipiro et al., 2015).
2.3 Tatalaksana Terapi Bipolar Disorder
Tujuan tata laksana terapi pada pasien bipolar yakni
1. Mengurangi gejala bipolar
2. Mencegah episode berikutnya
3. Meningkatkan kepatuhan pasien pada pengobatan
4. Menghindari stressor yang dapat memicu kejadian episode
5. Mengembalikan fungsi-fungsi kehidupan menjadi normal

Tata Laksana terapi pada pasien bipolar terdiri dari terapi farmakologi, non
farmakologi dan monitoring pengobatan. Berikut merupakan uraian tata laksana
terapi pada penyakit bipolar :
1. Terapi Non-Farmakologi
˗ Psychoeducation untuk pasien dan keluarga
˗ Psikoterapi
˗ Menurunkan stress dengan jalan relaksasi, yoga dan pijat
˗ Tidur, nutrisi, olahraga
˗ ECT (electroconvulsive therapy) (Dipiro, 2015).
2. Terapi Farmakologi
Dapat dilihat pada tabel
3. Monitoring
Hal yang perlu dimonitoring adalah
 Mood episodes : dokumentasi gejala pada daily mood chart
(documentasikan life stressors, tipe episode, lama waktu tiap episode
dan outcome terapi)
 Kepatuhan terapi (lupa meminum obat merupakan alasan utama dari
tidak efektifnya terapi yang diberikan dan episode kekambuhan)
 Efek samping, khususnya mengantuk dan peningkatan berat badan
(kelola dengan cepat untuk mencegah ketidakpatutan)
 Keinginan untuk bunuh diri
Tabel 1. Algoritma Terapi Farmakologi Bipolar Disorder (Dipiro, 2015)
BAB III
ALAT, BAHAN DAN STUDI KASUS

3.1 Alat
1. Form SOAP.
2. Form Medication Record.
3. Catatan Minum Obat.
4. Kalkulator Scientific.
5. Laptop dan koneksi internet.

3.2 Bahan :
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC).
2. Data nilai normal laboraturium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).

3.3 Studi Kasus


1). Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. RW
Tempat, Tanggal Lahir : Singaraja, 21 Januari 1960
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Denpasar
Agama : Hindu
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Berdagang
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Bali

2). Riwayat Perawatan


• Tanggal 2 September 2014 dirawat di RSJ Bangli sampai tanggal 10
Oktober 2014, karena sering mengacau dan berteriak melihat setan
dan mendengar bisikan bahwa dirinya seorang artis terkenal.
• Tanggal 20 Maret 2015 dirawat di RSJ Bangli sampai tanggal 3 April
2015 karena pasien mengamuk dan membanting barang.

3). Riwayat Psikiatrik


Autoanamnesis
• Tanggal 30 Mei 2015, pukul 11.00 - 12.00 WIB, di UGD RSJ Bangli
• Tanggal 1 Juni 2015, pukul 11.00 – 12.00 di ruang perawatan Psikiatri
Intensive Care Unit
• Tanggal 5 Juni 2015, pukul 16.00 – 17.00 di tempat tinggal pasien
beserta anaknya (Home Visit)
Alloanamnesis
Wawancara dilakukan dengan anak pasien (Tn. M, 39 tahun, buruh).
Wawancara dilakukan tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00-12.00 WIB di
UGD RSJ Bangli, tanggal 1 Juni 2015, pukul 11.00 - 12.00 di kantin
belakang poli Jiwa UGD RSJ Bangli dan tanggal 5 Juni 2015 pukul 16.00
– 17.00 di tempat tinggal pasien.

4). Keluhan Utama


Pasien diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak tidur sejak 3 hari
yang lalu.

5). Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien di antar oleh keluarganya ke UGD RSJ Bangli dengan
keluhan tidak tidur sejak 3 hari yang lalu. Menurut pasien, dirinya tidak
merasa capek sehingga tidak membutuhkan istirahat atau tidur. Perilaku ini
sudah sering muncul sewaktu berusia 30an tahun, tetapi menghilang
dengan sendirinya. Menurut pasien, pada waktu itu pasien tidak dapat tidur
selama seminggu karena pasien merasa gelisah dan takut sesuatu yang
buruk akan menimpanya. Setelah mendapat saran dari tetangga, pasien
pergi ke orang pintar dan menceritakan semua ketakukan dan kegelisahan
pasien, dan pasien pulang dengan membawa sebotol air untuk diminum
selama 7 hari berturut-turut.
Pasien mengatakan setelah itu pasien merasa lega dan tidak ada
beban sehingga pasien dapat tidur dengan nyenyak. Sehari-hari pasien
biasanya bekerja sebagai pedagang, menjual barang-barang kebutuhan
sehari-hari dan selalu ramah dengan siapa saja. Menurut keluarga pasien,
lebih kurang setahun belakangan ini, perilaku pasien mulai banyak
berubah. Pasien sering berbicara sendiri dan kadang ketika tetangga datang
untuk membeli barang, pasien tampak melamun dan kadang jawaban
pasien terdengar ngelantur (tidak nyambung). Keluarga pasien mengira
pasien sudah pikun karena faktor usia. Sehingga keluarga pasien
berinisiatif untuk menutup toko sehingga pasien dapat berisitirahat di
rumah saja. Pada saat itu, pasien menurut dan tidak berkomentar. Di rumah
pasien tampak diam melamun kemudian sering berbicara sendiri dan
pasien mengatakan mendengar suara-suara yang memanggilnya tetapi
suara tersebut tidak jelas kata-katanya.
Menurut keluarga pasien, sebelum kejadian ini, pasien sebelumnya
pernah pingsan karena terpeleset di kamar mandi, tetapi dari hasil
pemeriksaan dokter, tidak terdapat kelainan yang berarti sehingga pasien
diperbolehkan pulang ke rumah. Karena keluarga pasien takut dengan
perilaku pasien dapat bertambah parah, maka keluarga pasien membawa
pasien berobat ke puskesmas kemudian pasien dirujuk ke RSJ Bangli dan
mendapatkan pengobatan. Dan setelah mendapat pengobatan, pasien
mengalami banyak perbaikan dan sudah dapat berkomunikasi seperti sedia
kala.
Setelah pengobatan, pasien istirahat di rumah dan hanya
melakukan aktivitas rumah tangga saja. Di awal tahun 2015 ini, pasien
baru sadar jika toko dagangnya sudah dijual oleh anaknya karena terlilit
oleh hutang. Pasien saat itu sangat marah sekali dan sempat mengusir
anaknya dari rumah. 3 hari kemudian, sewaktu anak pasien pulang ke
rumah, pasien tampak berantakan dan tidak terurus. Pasien mulai suka
marah-marah tidak jelas dan sempat membanting barang yang ada
disekitarnya, setelah itu pasien kabur lari dari rumahnya. Pasien dibawa
kembali ke RSJ Bangli untuk diperiksakan kembali. Sehingga pasien
kembali di rawat di rumah sakit. Keyakinan, ketakutan, dan pikiran yang
selalu dipikirkan oleh pasien disangkal. pasien tidak merasa tidak nyaman
atau dirinya berbeda seperti biasanya. pasien tidak merasa lingkungannya
berubah, namun pasien sering merasa kesepian karena pasien sering
ditinggal sendirian dirumah karena semua anaknya telah bekerja dan
pulang hingga larut malam.
Menurut pasien, pasien mulai merasa sulit tidur sejak 3 hari yang
lalu karena menurut pasien dirinya tidak merasa capek atau lelah. Menurut
keluarga pasien, pasien tampak sibuk sekali. Mulai dari pekerjaan rumah
tangga, pasien dapat mengulang aktivitas tersebut lebih kurang 2 kali (pagi
dan sore hari). Pada siang hari pasien ikut arisan dengan tetangganya.
Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan aktivitas seperti ini. Menurut
pasien, jika pasien aktif maka tetangga akan mengenal diri pasien seperti
sosok yang baru. Sehingga pasien memlih untuk tidak tidur karena akan
mengurangi jatah waktunya untuk memperbaiki diri. Pasien mengatakan
dirinya sangat bugar jika terus menerus beraktivitas dan di dalam pikiran
pasien banyak sekali kegiatan yang ingin dilakukan sehingga terkadang
pasien bingung ingin memprioritaskan yang mana terlebih dahalu. Pasien
ingin dapat aktif di organisasi wanita di sekitar rumahnya, aktif ikut
kegiatan keagamaan dan ingin sekali dapat membantu di pemerintahan.

6). Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Gangguan Psikiatrik
Pasien pernah di rawat di rumah sakit jiwa dikarenakan pasien suka
melamun serta bicara tidak jelas. Kemudian pasien juga pernah di rawat
kembali karena marah-marah dan mengamuk.
2. Riwayat Gangguan Medik
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Kecelakaan (-), Trauma kepala (-),
Kejang (-), Alergi (-)
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak pernah
menggunakan obat-obatan terlarang sebelumnya.
4. Riwayat Gangguan Sebelummnya

7). Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak tunggal. Pasien mengatakan tidak tahu mengenai
riwayat kehamilan dan persalinan ibunya sebab orangtuanya sudah lama
meninggal dan keluarga pasien berkata tidak pernah menanyakan hal
tersebut.
2. Riwayat Pendidikan
Pasien menempuh SD selama 6 tahun, dan SMP 3 tahun. Selanjutnya
pasien tidak meneruskan sekolah karena alasan kesulitan biaya.
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengatakan bahwa ia sejak dulu adalah seorang pedagang di
sebuah pasar.
4. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Hindu dan rajin beribadah. Pasien mengatakan bahwa
pasien berusaha untuk melakukan kegiatan keagamaan maupun menyama
braya.
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien menikah satu kali. Suami pasien baru saja meninggal, yang
membuat status perkawinannya saat ini menjadi janda. Hubungan pasien
dengan tetangga maupun saudara-saudara baik. Pasien masih mengikuti
kegiatan dengan orang orang di sekitar tempat tinggalnya (bertamu,
menyama braya). Hubungan dengan tetangga tidak ada masalah.
6. Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah
berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam
proses peradilan.
8). Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak tunggal. Suami pasien sudah wafat, yang
menyebabkan status pasien sekarang adalah janda. Pasien memiliki dua
orang anak. Keduanya dalam keadaan sehat. Pasien mengatakan bahwa ia
juga mengalami trauma akibat rumahnya mengalami kebakaran beberapa
tahun silam.
9). Situasi Kehidupan Sosial Sekarang
Suami pasien sudah wafat. Ia hidup dengan bantuan dana dari anak
pertama dan keduanya. Aktivitas sehari-hari pasien hanya sebagai
berdagang.
10). Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien menilai dan menyadari dirinya sakit, namun tidak tahu pada bagian
apa/bagian tubuh mana yang bermasalah. Pasien mengetahui ia berobat di
RSJ Bangli. Persepsi lingkungan terhadap dirinya, ia dianggap stress dan
selalu cemas.

STATUS MENTAL
a. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien seorang perempuan usia 50 tahun, tampak sesuai usianya, bertubuh
kurus. Pada saat wawancara pasien mengenakan baju terusan berwarna
kemerahan, menggunakan alas kaki sandal jepit. Kebersihan dan kerapihan
diri cukup.
2. Kesadaran
a. Kesadaran sensorium/neurologik : compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : tampak terganggu.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
a. Sebelum wawancara : pasien sedang datang UGD RSJSH ditangani oleh
dokter jaga UGD
b. Selama wawancara : pasien duduk didepan pemeriksa, melakukan kontak
mata. Pasien duduk agak gelisah dan menjawab semua pertanyaan yang
diajukan dengan baik. Pasien kadang tampak termenung, sebelum
melanjutkan percakapan. Sesekali pasien tampak meremas tangannya.
c. Sesudah wawancara : Pasien beristirahat kembali di bed pasien
4. Sikap Terhadap Pemeriksa: kooperatif, tampak bersahabat
5. Pembicaraan
a. Cara berbicara : Pembicaraan spontan, lancar dan keras.
b. Gangguan berbicara : Atikulasi jelas

b. Alam Perasaan (Emosi)


1. Mood : euthym
2. Afek ekspresi afektif
a. Arus : cepat
b. Stabilisasi : stabil
c. Kedalaman : normal
d. Skala diferensiasi : normal
e. Keserasian : serasi
f. Pengendalian impuls : cukup
g. Ekspresi : ada
h. Dramatisasi : ada
i. Empati : dapat dirasakan

c. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada
d. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)
1. Taraf Pendidikan : Sesuai dengan tingkat pendidikan (tamat SMP)
2. Pengetahuan Umum : Baik (mengetahui nama presiden saat ini)
3. Kecerdasan : Rata-rata
4. Konsentrasi : Baik (Pasien dapat mengeja namanya dari depan
kebelakang dan sebaliknya)
5. Orientasi
a. Waktu : Baik (dapat mengetahui waktu wawancara).
b. Tempat: Baik (pasien mengetahui ia berada di rumah sakit).
c. Orang : Baik (pasien mengetahui ia diantar oleh siapa ke rumah sakit).
d. Situasi : Baik (Pasien mengetahui situasi di sekitar RSJSH).
6. Daya Ingat
a. Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat tanggal lahirnya)
b. Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat ia naik kendaraan apa
untuk ke rumah sakit).
c. Segera : Baik (Pasien dapat mengulang tiga nama benda yang
disebutkan pewawancara)
7. Pikiran Abstraktif : Baik (pasien dapat mendeskripsikan perbedaan dan
persamaan bola dengan jeruk)
8. Visuospasial : Baik (pasien mampu menggambar jam)
9. Bakat Kreatif : Tidak dapat terlihat
10. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik (pasien makan, mandi, dan
berpakaian sendiri).

e. Proses Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktivitas : berpikir cepat, banyak bicara
b. Kontinuitas : flight of ideas, asosiasi baik
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
a. Preokupasi : tidak ada
b. Waham : tidak ada
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
e. Gagasan rujukan : Tidak ada
f. Gagasan pengaruh : Tidak ada

f. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien bersemangat dan tidak menunjukkan gejala
yang agresif.

g. Daya Nilai
1) Daya nilai sosial: Baik (pasien mengetahui bahwa mencuri itu berdosa)
2) Uji daya nilai: Baik (pasien akan mengembalikan dompet ke kantor polisi
apabila menemukan dompet yang terjatuh di jalanan)
3) Daya nilai realitas : Buruk

h. Tilikan
Derajat 2 : mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit tetapi juga
sekaligus menyangkal pada waktu yang bersamaan

i. Reabilitas : Taraf dapat dipercaya


PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
Keadaan Umum : Baik, tampak tidak sakit
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 171/101 mmHg
Frekuensi Nadi : 127x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu Badan : 36,3 C
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kering (+).
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem -/-.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), secret
-/-Telinga : Normotia, membran timpani intak +/+, nyeri tarik -/-.
Mulut : Bibir merah, sariawan (-), trismus (-), halitosis (+), candidiasis (-).
Lidah : Normoglosia, warna merah muda, kotor (-), tremor (-), deviasi(-)
Gigi geligi : Baik
Uvula : Letak di tengah, hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : KGB supra klavikular tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak
teraba .membesar, trakea letak normal

B. Status Neurologik
1. Saraf kranialis (I–XII) : Baik
2. Tanda rangsang meningeal : Tidak ada
3. Refleks fisiologis : (+) normal
4. Refleks patologis : Tidak ada
5. Motorik : Baik
6. Sensorik : Baik
7. Fungsi luhur : Baik
8. Gangguan khusus : Tidak ada
9. Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus otot (N), tremor
(-), distonia (-)

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien seorang wanita berusia 55 tahun datang ke UGD RSJ Bangli diantar
oleh keluarganya karena pasien sudah tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena
pasien merasa dirinya tidak capek atau lelah. Pasien merasa jika tidur itu akan
menghabiskan waktunya untuk memperbaiki sosok dirinya. Pasien juga
mengatakan aktif ikut dalam kegiatan sosial dan aktif melakukan kegiatan rumah
tangga. Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami kejadian serupa
dikarenakan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. Akhir tahun 2014, pasien
datang berobat karena pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Awal tahun
2015, pasien datang karena mengamuk dan membanting barang. Setelah
menjalani pengobatan, maka perilaku pasien banyak mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik.
Dari pemeriksaan Psikiatri ditemukan psikomotor pasien aktif, mood euthym,
afek luas dan appropriate, sulit memulai konsentrasi, mempertahankan
konsentrasi, dan mudah teralihkan (distraktibilitas). Pasien tidak mengalami
gangguan pengendalian diri. Tilikannya derajat 2.

EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada (none)
Aksis IV : Masalah perumahan
Aksis V : GAF current : 80-71
GAF saat masuk rumah sakit : 80-71
GAF HLPY : 90-81

PERTANYAAN DISKUSI KASUS

Bagaimana tata laksana terapi pada pasien Nyonya RW?


BAB IV
SOAP

Ny : RW

Jenis Kelamin : Perempuan Tgl. MRS :-

Usia : 59 tahun Tgl. KRS :-

Tinggi badan : normal

Berat badan : normal

Presenting Complaint :

Pasien tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak capek
dan tidak lelah. Pasien merasa jika tidur akan menghabiskan waktunya untuk
memperbaiki sosok dirinya. Setahun lalu pasien pernah mengalami kejadian
serupa karena pasien mengalami ketakutan dan kecemasan. Pada tahun 2014
pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Pada tahun 2015 pasien datang
dengan keluhan mengamuk dan membanting barang.

Diagnosa kerja :

Bipolar jenis Hipomania

 Relevant Past Medical History:


- Setahun lalu pasien mengalami hal yang serupa karena ketakutan dan
kecemasan.

Alergi Obat : -
No Pemeriksaan Vital Hasil

1. Tekanan Darah 170/101 mmHg

2. Nadi 127 x/menit

3. Respirasi 20 x/menit

4. Suhu tubuh 36,3 oC

Medication

No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi


digunakan (literatur)

900-1.600
mg/hari
1. Lithium 10mg Bipolar 3 x 10mg
3-4 x sehari

(Medscape)

750 mg per hari

Tidak boleh
Valproat
2. Bipolar mania 3 x 2 tablet melebihi
500mg
60mg/kg

(Medscape)

No Further Information Required Alasan

1. Riwayat pengobatan yang diberikan Untuk mengetahui obat-obatan yang


sebelumnya dan saat ini? diterima pasien dan untuk mengetahui
jenis penyakit bipolar yang diderita
Jawaban : Berdasarkan pemaparan dari oleh pasien.
pasien, obat yang diberikan sebelumnya
tidak ada dan untuk pengobatan saat ini
pasien diberikan litium (3x10 mg) dan
valproate (3x2 tablet, 1 tablet 500 mg).

Apakah terdapat peningkatan/penurunan


aktivitas dan energi pada pasien? Untuk mengetahui jenis penyakit

2. bipolar yang diderita oleh pasien.


Jawaban : Berdasarkan pemaparan
pasien, terjadi peningkatan aktivitas dan
energi pada pasien.

Apakah episode yang dialami pasien


terjadi secara tiba-tiba atau tidak?

Untuk mengetahui jenis penyakit


3. Jawaban : Berdasarkan
pemaparan bipolar yang diderita oleh pasien.
pasien, gejala episode yang dialami
terjadi secara tiba-tiba.

Apakah pasien melakukan terapi somatic


sebelumnya? Untuk mengetahui jenis penyakit
bipolar yang diderita oleh pasien.
4. Jawaban : Berdasarkan
pemaparan Karena pengobatan somatic dapat
pasien, pasien tidak pernah melakukan menginduksi bipolar mania.
terapi somatic sebelumnya.

Apakah pasien pernah mengkonsumsi


obat-obat herbal sebelumnya?

5. Jawaban : Berdasarkan pemaparan Untuk mengetahui jenis penyakit


pasien, pasien tidak pernah bipolar yang diderita oleh pasien.
mengkonsumsi obat-obatan herbal
sebelumnya.
Problem List (Actual Problem)

Medical Pharmaceutical

- Lithium - Pemberian dosis lithium dibawah


rentang dosis terapi sehingga obat
tersebut tidak memiliki efektivitas
yang optimum (underdose)

Pharmaceutical Problem

Subjective ( symptom )
Pasien tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak capek dan
tidak lelah. Pasien merasa jika tidur akan menghabiskan waktunya untuk memperbaiki
sosok dirinya. Setahun lalu pasien pernah mengalami kejadian serupa karena pasien
mengalami ketakutan dan kecemasan. Pada tahun 2014 pasien banyak melamun dan
bicara tidak jelas. Pada tahun 2015 pasien datang dengan keluhan mengamuk dan
membanting barang.

Objective ( signs )

Tekanan darah 170/101 mmHg


RR 20 x/menit
Nadi 127 x/menit
Suhu tubuh 36,3 oC

Assessment ( with evidence )

1. Berdasarkan tanda gejala yang dialami pasien yaitu pasien mengalami peningkatan
energi, mengalami episode tiba-tiba, tidak mengkonsumsi obat herbal, dan tidak menerima
terapi somatic, sehingga pasien didiagnosa mengalami bipolar jenis hipomania.
2. Adapun DRP (Drug Realeted Problem) yang terjadi yaitu :
a. P 1.2 Efek obat tidak optimal
C 3.1 Dosis obat terlalu rendah / underdose
DRP ini terjadi karena pasien diberikan terapi kombinasi Lithium 10mg 3 x
10mg dengan Valproat 500mg 3 x sehari 2 tablet. Berdasarkan literature dosis
lithium berada dibawah rentang dosis terapi/ underdose.
Plan ( including primary care implication )

 Terapi Farmakologi
1. Pemberian terapi kombinasi Lithium dengan Valproat lebih baik untuk
menstabilkan mood pada pasien bipolar hipomania dibandingkan dengan
monoterapi. Dosis Lithium ditingkatkan menjadi 3 x 900mg dan Valproat 500mg 3
x sehari 2 tablet.
 Terapi Non Farmakologi
1. Psikoedukasi kepada pasien dan keluarga.

Monitoring

 Efektivitas (Goal Therapy)


. 1. Mood episode

 Efek Samping
1. Lithium : Sakit kepala dan mual
2. Valproat : Sakit kepala, tremor, mual

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Kasus


Pasien bernama RW dengan jenis kelamin perempuan dan berumur 59
tahun datang dengan keluhan yaitu tidak tidur sejak 3 hari yang lalu. Hal tersebut
disebabkan karena pasien merasa dirinya tidak capek dan tidak lelah. Pasien
merasa jika tidur akan menghabiskan waktunya untuk memperbaiki sosok dirinya.
Setahun lalu pasien juga pernah mengalami kejadian yang serupa karena
ketakutan dan kecemasan. Pasien juga banyak melamun dan bicara tidak jelas
(tahun 2014). Kemudian pada tahun 2015 pasien kembali datang ke rumah sakit
dengan keluhan mengamuk dan membanting barang.
5.2 FIR (Further Information Required)
Berdasarkan deskripsi kasus, terdapat beberapa informasi tambahan yang
dapat digali dari pasien antara lain:
1. Riwayat pengobatan yang diberikan sebelumnya dan saat ini?
Hal ini sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien untuk
mengetahui obat-obatan yang diterima pasien dan untuk mengetahui
jenis penyakit bipolar yang diderita oleh pasien. Berdasarkan
pemaparan dari pasien, obat yang diberikan sebelumnya tidak ada dan
untuk pengobatan saat ini pasien diberikan litium (3x10 mg) dan
valproate (3x2 tablet, 1 tablet 500 mg).
2. Apakah terdapat peningkatan/penurunan aktivitas dan energi pada
pasien?
Hal ini sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien untuk
mengetahui jenis penyakit bipolar yang diderita oleh pasien.
Berdasarkan pemaparan pasien, terjadi peningkatan aktivitas dan
energi pada pasien.
3. Apakah episode yang dialami pasien terjadi secara tiba-tiba atau tidak?
Hal ini sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien untuk
mengetahui jenis penyakit bipolar yang diderita oleh pasien.
Berdasarkan pemaparan pasien, gejala episode yang dialami terjadi
secara tiba-tiba.
4. Apakah pasien melakukan terapi somatic sebelumnya?
Hal ini sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien untuk
mengetahui jenis penyakit bipolar yang diderita oleh pasien. Karena
pengobatan somatic dapat menginduksi bipolar mania. Berdasarkan
pemaparan pasien, pasien tidak pernah melakukan terapi somatic
sebelumnya.
5. Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obat herbal sebelumnya?
Hal ini sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien untuk
mengetahui jenis penyakit bipolar yang diderita oleh pasien.
Berdasarkan pemaparan pasien, pasien tidak pernah mengkonsumsi
obat-obatan herbal sebelumnya.
5.3 Pengobatan Sebelumnya
Pengobatan yang diterima oleh pasien sebelumnya adalah kombinasi obat
litium dan valproate. Obat litium memiliki indikasi untuk penyakit bipolar dan
valproate memiliki indikasi untuk penyakit bipolar mania. Dosis obat yang
diminum pasien adalah obat litium dengan dosis 3 x 10 mg dan valproate dengan
dosis 3 x 2 tablet (1 tablet 500 mg). Berdasarkan literature, pemberian obat litium
adalah dengan dosis 900-1600 mg/hari (3-4 x sehari) dan valproate dengan dosis
750 mg (tidak lebih dari 60 mg/kb BB) (Medscape).

5.4 Subyektif
Pasien tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak
capek dan tidak lelah. Pasien merasa jika tidur akan menghabiskan waktunya
untuk memperbaiki sosok dirinya. Setahun lalu pasien pernah mengalami kejadian
serupa karena pasien mengalami ketakutan dan kecemasan. Pada tahun 2014
pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Pada tahun 2015 pasien datang
dengan keluhan mengamuk dan membanting barang.

5.5 Obyektif
Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan pasien,
obyektif dari kasus ini antara lain:
1. Tekanan darah : 170/101 mmHg
2. Nadi : 127 x/menit
3. Suhu : 36.30C
4. RR : 20 x/menit

5.6 Assesment
Berdasarkan deskripsi kasus dan FIR yang ditanyakan kepada pasien,
maka assessment dari kasus ini antara lain:
1. Jenis bipolar yang dialami pasien adalah bipolar hipomania karena
berdasarkan FIR, pasien mengalami peningkatan energi, pasien tidak
menggunakan obat-obatan herbal dan pasien tidak pernah melakukan
terapi somatic. Pemakaian obat-obat herbal dan terapi somatic dapat
menjadi acuan karena hal tersebut dapat menginduksi terjadinya
mania.
2. Berdasarkan pengobatan yang diterima pasien saat ini, terdapat DRP
(Drug Related Problem) yaitu P 1.2 (efek obat tidak optimal) C 3.1
(dosis obat terlalu rendah atau underdose). DRP ini terjadi pada obat
litium. Pemberian dosis obat litium berdasarkan literature adalah 900-
1600 mg/hari dan diminum 3-4x sehari. Sedangkan pemberian litium
pada pasien adalah dengan dosis 3x10 mg (pasien hanya meminum 30
mg litium sehari), dimana dosis litium yang diberikan kepada pasien
adalah underdose sehingga efek terapi tidak terapai.

5.7 Terapi
1. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien adalah
dengan tetap melanjutkan terapi yang diberikan saat ini kepada pasien
yaitu tetap melanjutkan pemberian obat kombinasi litium dan valproate.
Berdasarkan literature, pemberian kombinasi terapi untuk pasien bipolar
lebih banyak digunakan untuk menstabilkan mood dibandingkan dengan
pemberian monoterapi. Berdasarkan literature, pemberian kombinasi
litium dan valproate dapat menurunkan resiko rawat inap dari penderita
bipolar (Kessing et al, 2018). Literature lain menyatakan bahwa
penggunaan obat kombinasi litium dan valproate dapat meningkatkan
kesembuhan pada pasien bipolar hipomania sebesar 50%, selain itu
penggunaan obat kombinasi ini menunjukkan perkembangan klinis yang
baik jika dibandingkan dengan pengobatan monoterapi yaitu litium
(Grander et al, 2014). Berdasarkan literature, maka pengobatan yang
dilakukan oleh pasien saat ini tetap dilanjutkan dengan dosis sebagai
berikut:
1. Litium dengan dosis 900 mg diminum 3x1
2. Valporate dengan dosis 3x2 tablet (1 tablet 500 mg)
Gambar 5.1 Pengobatan Farmakologi Untuk Penyakit Bipolar

2. Terapi Non Farmakologi


Berdasarkan literature, terapi non farmakologi yang dapat
diberikan kepada pasien adalah dengan memberikan psikoedukasi.
Psikoedukasi dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi
mengenai penyakit, pengobatannya dan strategi pengobatan kepada pasien
dan keluarga. Pemberian terapi non farmakologi berupa psikoedukasi
termasuk kedalam first line terapi dan memiliki level evidence 2. Hal
tersebut menandakan bahwa pengobatan non farmakologi berupa
psikoedukasi sangat bagus diberikan kepada pasien penderita bipolar
hipomania (Yatham et al, 2018).
Gambar 5.2 Level Evidence Terapi Non Farmakologi Untuk Pasien Penderita
Bipolar

5.8 Monitoring
1. Efektivitas
Berdasarkan pengobatan yang telah diberikan maka monitoring
efektivitas yang dapat dilakukan kepada pasien adalah dengan terus
memonitoring mood episode dari pasien. Memonitoring mood episode
pada pasien dapat dilakukan dengan cara melakukan dokumentasi gejala
pada daily mood chart atau mendokumentasikan life stressor, tipe episode
yang terjadi, lama waktu episode dan outcome dari terapi yang diberikan.

2. Efek Samping Obat


1. Litium: sakit kepala, mual
2. Valporate: sakit kepala, tremor dan mual.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Amir N., 2012. Tata Laksana Gangguan Bipolar, Episode Manik, Fase Akut.
Dalam: Kumpulan Makalah Konas I Gangguan Bipolar. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal 1-6Amir N., 2012. Tata Laksana Gangguan
Bipolar, Episode Manik, Fase Akut. Dalam: Kumpulan Makalah Konas I
Gangguan Bipolar. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 1-6
Bauer M, Alda M., Priller J dan Young LT., 2003, Implications of the
neuroprotective effects of lithium for the treatment of bipolar and
neurodegenerative disorders, Pharmacopsychiatry, 2003; 36 Suppl 3:S250-
4 (ISSN: 0176-3679)
Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 2012. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
Pertama. Jakarta. P: 118-120
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V.,
2015,Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.
Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach. 7th ed. New York:
TheMcGraw-Hill Companies, Inc.; 2009.
dr. Woro Pramesti, Sp.KJ, 2013, Diagnnosa Multaksial.
https://www.slideshare.net/dadadony/diagnosa-multiaksial (Diakses pada
tanggal 4 Juli 2019)
Evans D.L., (2000) Bipolar Disorder: Diagnostic Challenges and Treatment
Considerations. J Clin Psychiatry 2000;61(suppl 13);26-31.
Israr Yayan A., 2009, Gangguan Afektif Bipolar, Faculty of Medicine, universitas
Riau, Pekanbaru Riau.
Kepmenkes RI, 2015, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa, Menteri
Kesehatan RI: Jakarta.
Sadock, B.J. and Sadock, V.A. 2013. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry
ninth edition. Philadelphia, USA. Pippincot Williams and Wilikins p.623-
631
Severus Emanuel, Mathew J Taylor, Cathrin Sauer, Andrea Pfennig, Phillip
Ritter, Michael Bauer dan John R. Geddes, 2014, Lithium for Prevention of
Mood Episodes in Bipolar Disorder: Systematic Review and Meta-analysis,
International Journal of Bipolar Disorder,
https://journalbipolardisorders.springeropen.com/track/pdf/10.1186/s40345-
014-0015-8?site=journalbipolardisorders.springeropen.com (Diakses pada
tanggal 4 Juli 2019)
Soetjipto, 2012. Terapi Rumatan pada Pasien Gangguan Bipolar. Dalam:
Kumpulan Makalah Konas I Gangguan Bipolar. Surabaya: Airlangga
University Press. Hal 14-22.
Tirto Jiwp, 2012, Mengenal Gangguan Bipolar. http://tirtojiwo.org/wp-
content/uploads/2012/06/kuliah-bipolar.pdf
Tohen M dan Angst J, 2002. Epidemiology of Bipolar Disorder. In MT Tsuang &
Tohen M (Eds.), Textbook in Psychiatric Epidemiology second edition (pp.
427-447). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Toni C., Perugi G., Mata B., Madaro D., Maremmani I., Akiskal H.S., (2000) Is
mood-incongruent manic psychosis a distinct subtype?. Eur arch psychiatry
Clin Neurosci (2001) 251:12-17.
Yatham LN, Kennedy SH, Schaffer A, Parikh SV, Beauliu S, O’Donovan C,
McQueen G, McIntyre RS, Sharma V, Ravindran, Young LT, Young AH,
Alda M, Milev R, Vieta E, Calebrese JR, Berk M, Ha K, Kapczinski F,
2018. Canadian Network for Mood and Anxiety Treatment (CANMAT) and
International Society for Bipolar Disorder collaborative update of
CANMAT guidelines for management of patient with bipolar disorder:
update 2018. Bipolar Disord. May; 11:225-255.

Anda mungkin juga menyukai