DISUSUN OLEH :
1. Nopitasari 2011604059
2. Latifa khoirunnisa 2011604060
3. Yaqutin evi nurdini 2011604063
4. Saiful Ayub Harahap 2011604066
5. Dandy Putra Aditama 2011604068
6. Adhi Khoiril Wiradhika 2011604070
2022
BAB I
PENDAHULUUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang perlu diketahui kondisi
kesehatannya. Saat ini penyakit jantung sendiri merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kematian di Dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2015
menunjukkan bahwa 70% kematian didunia disebabkan oleh penyakit tidak menular
yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta kematian. Dari seluruh kematian akibat
penyakit tidak menular (PTM) tersebut, 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah dengan total 17,7 juta dari 39,5 juta kematian. Di Indonesia sendiri,
penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi penyebab kematian terbanyak,
dimana kematian di Indonesia akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 651.481
penduduk per tahun (Institute for health metrics and evaluation, 2018).
Salah satu penyakit kardiovaskuler yang dapat menyebabkan kematian
adalah aritmia. Aritmia adalah gangguan irama jantung akibat otot jantung
yang seharusnya berdenyut secara teratur berubah menjadi lebih cepat,lebih
lambat, atau tidak beraturan (Susilowati, 2021). Aritmia atau gangguan irama
jantung terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu takikardi dan bradikardi.
Bradikardia merupakan istilah yang digunkan untuk menyebut perlambatan
detak jantung. Bradikardia atau bradiaritmia adalah keadaan di mana laju
denyut jantung seseorang kurang dari 60 kali per menit (Endris,A 2017).
Secara klinis bradikardia bisa simtomatik atau asimtomatik.
Bradikardia simtomatik disebut pula sindrom bradikardia atau sindrom adam
stokes yaitu kumpulan gejala karena menurunnya aliran darah ke otak,
biasanya dengan laju denyut jantung kurang dari 45 kali per menit (Endris,A
2017). Pada prinsipnya, penyebab bradikardia simtomatik adalah kondisi
system konduksi jantung yang gagal memberikan laju denyut jantung yang
adekuat. Hal tersebut disebabkan karena gangguan dari salah satu atau lebih
bagian sistem konduksi jantung yaitu distungsi simpul sinus atau abnormalitas
simpul atrioventrikular (AV node) (Andrianto, 2019).
Aritmia jenis bradikardi menjadi suatu masalah kegawatdaruratan.
Patofisiologi bradikardi mengganggu proses peredaran darah ke jaringan yang
akan berdampak pada hipoksia jaringan, hemodinamik, hingga menimbulkan
kematian. Temuan aritmia bradikardi menjadi salah satu data karakteristik
yang dapat mengarahkan perawat dalam menetapkan penyebab diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung (Halimuddin & Ruliyani, 2020).
Penurunan curah jantung merupakan diagnose keperawatan gawat darurat.
Kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat
sangat penting untuk mengurangi angka kematian dan komplikasi.
Bradikardi jika tidak mendapat pertolongan segera akan menyebabkan
hipotensi, sinkop, gagal jantung bahkan henti jantung mendadak (Endris,A
2017). Bradikardi selain menjadi penyebab masalah keperawatan utama, juga
merupakan problem potensial (masalah kolaborasi) membutuhkan perhatian
perawat untuk diidentifikasi dan diintervensi bekerja sama dengan tim medis
(Dokter). Kesiapsiagaan perawat dan dokter serta fasilitas pelayanan sangat penting.
Karena 80-90% distrimia merupakan penyebab kematian pada pasien
syndrome koroner akut (Halimuddin & Ruliyani, 2020).
Maka dari itu, Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk
memenuhi kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat. Dalam
tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus
melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, dan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Aritmia Jantung ?
2. Bagaimana Etiologi Aritmia jantung ?
3. Seperti apa Tanda Dan Gejala Aritmia jantung ?
4. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang Aritmia jantung ?
5. Apa saja Penatalaksanaan Medis pada Aritmia jantung ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Aritmia jantung
2. Untuk Mengetahui Etiologi Aritmia jantung
3. Untuk mengetahui Tanda Dan Gejala Aritmia jantung
4. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang Aritmia jantung
5. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Aritmia jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pacu jantung
Gangguan pembentukan
Penghantar impuls
Dilatasi
Jantung
Intra Anestesi
Resiko Infeksi
Pola nafas
D. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat esehatan keluarga,
riwayat pekerjaan dan kebiasaan dan pemeriksaan fisik.
a. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur klien dapat menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik
maupun psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien
terhadap penyakit yang dideritannya
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan utama
digunakan untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan
klien terhadap penyakitnya. Keluhan utama yang biasa timbul ialah :
1) Batuk : batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe
batuk juga sangat penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif
menandakan infeksi saluran napas atas menyebabkan batuk dengan puncak
bunyi kering, hacking, brassy, mengi, ringan, berat dan waktu batuk
dicatat. Perawat harus menanyakan apakah batuk bersifat produktif /
nonproduktif, jika produktif apakah sputum bercampur darah
2) Peningkatan produksi sputum
Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk adalah tidak
normal. Tanyakan klien tentan warna dari sputum yang dikeluarkannya
(jernih, kuning, hijau, kemerahan), bau, kualitas (berair, berserabut,
berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir).
Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring.
3) Dispnea adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan
merupakan perasaan subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian
tentang bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktifitas. Menurut
Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji adalah apa faktor penyebab dipsnea,
seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea, dibagian mana yang dirasakan
berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan dan berapa
lama dipsnea di rasakan.
4) Hemoptysis adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah
dari berasal dari paru, perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru
biasanya berwarna merah terang . lakukan juga pengkajian tentang awitan,
durasi, jumlah dan warna.
5) Mengi ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi hanya
terdengar menggunakan stetoskop. Identifikasi kapan mengi terjadi dan
apakah mengi hilang sendiri atau hilang dengan obat – obatan.
6) Chest pain yang perlu dikaji ialah informasi tentang lokasi, durasi dan
intensitas nyeri
c. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang
perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah
sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan,
dimana pertama kali keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan
tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,
usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut apakah usaha
yang dilakukan berhasil.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Kaji
pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan apakah
klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi seperti
adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota keluarga
yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat
memperberat keluhan penderita.
f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Identifikasi bagaimana lingkungan kerja klien dan juga kebiasaan sosial yang
dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan merokok, menanyakan apakah
pekerjaan penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara dan
lain sebagainya
g. Pengkajian Berdasarkan 11 Pola Fungsional Gordon (Potter & Perry, 2010)
1) Pola persepsi-menejemen kesehatan
Mengambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan
kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya ( seperti
frekuensi kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan terapi
di rumah ); pengetahuan tentang praktik pencegahan.
2) Pola metabolisme- nutrisi
Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti nafsu
makan, porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau bertambahnya
berat badan.
3) Pola eliminasi
Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti frekuensi
sehari, banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya.
4) Pola aktivitas-latihan
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi; kemampuan
untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
5) Pola istirahat – tidur
Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga relaksasi.
6) Pola kognitif-persepsi
Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan berbahasa, ingatan
dan pembuatan keputusan.
7) Pola persepsi diri – konsep diri
Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien (seperti konsep diri /
penghargaan, pola emosional, gambaran diri).
8) Pola aturan – hubungan
Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau
hubungan.
9) Pola seksual-reproduksi
Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien; pola
reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.
10) Pola koping – toleransi
Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber
dukungan, efektivitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi
stress.
11) Pola nilai kepercayaan
Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yang mempengaruhi
pilihan dan keputusan klien.
h. Pemeriksaan fisik menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada penderita
TB Paru meliputi:
1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam keadaan compos metis,
apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat juga
harus mempunyai pengetahuan untuk menilai keadaan umum klien,
kesadaran dan pengukuran GCS. Untuk tanda – tanda vital seperti
peningkatan suhu tubuh yang signifikan, frekuensi nafas meningkat
disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat atau melemah, tekanan darah
biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyerta seperti hipertensi.
2) B1 (Breathing)
a) inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan. Tampak kurus
sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, adanya
ketidakseimbangan rongga dada, pelebaran intercostal space karena
adanya efusi pleura masif atau penyempitan intercostal space karen
atelektasis paru. Mengalami sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas,
menggunakan otot bantu nafas dan juga gerakan pernafasan menjadi
tidak simetris.
b) Palpasi : adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan gerakan
dinding pernafasan, adanya penurunan taktif fremitus pada klien
dengan TB paru, biasanya ditemukan pada klien yang disertai
komplikasi efusi pleura masif.
c) Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru, sedangkan TB paru dengan komplikasi
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit. Dan apabila
disertai pneumotoraks didapatkan bunyi hiperresonan .
d) Auskultasi : akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Apabila dengan komplikasi akan ditemukan penurunan
resonan vokal pada sisi yang sakit.
3) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB Paru akan didapatkan :
a) Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut (menandakan bahwa klien
pernah menjalani operasi jantung sebelumnya) dan keluhan kelemahan
fisik.
b) Palpasi : denyut nadi melemah.
c) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorong kesisi sehat.
d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Tidak di dapatkan bunyi
jantung tambahan.
4) B3 (Brain)
Pada penderita TB paru biasanya ditemui kesadaran composmentis, adanya
sianosis perifer apabila klien mengalami gangguan perfusi jaringan yang berat.
Klien biasanya tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih,
merengang dan mengeliat. Pada mata biasanya nampak konjungtiva anemis
pada penderita dengan hemoptoe masif dan kronis, sklera ikterik apabila klien
mengalami gangguan fungsi hati.
5) B4 (Bladder) Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa
berhubungan dengan tanda syok. Urine klien akan berwarna jingga pekat dan
berbau karena meminum OAT terutama Rifampisin.
6) B5 (Bowel) Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
7) B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
paru. Gejala yang muncul biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.
Intra Anestesi
Post Anestesi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri
Tindakan dengan PQRST
keperawatan anestesi, 2. Instruksikan pada
diharapkan masalah nyeri pasien Teknik
pasien berkurang dengan nafas dalam
kriteria hasil: 3. Ajarkan pasien
1. Skala nyeri tentang bagimana
pasien turun dari cara mengatasi
skala besar rasa nyeri
menjadi skala 4. Kolaborasikan
kecil. dengan dokter
2. Pasien dapat untuk pemberian
mengendalikan anlgesik
rasa nyeri
tersebut .
3. Pasien
mengatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang.
2 Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan 1. Monitoring vital
Fisik tindakan sign
keperawatan diharapkan sebelum/sesudah
masalah hambatan latihan dan lihat
mobilitas respon pasien saat
fisik dapat teratasi latihan.
dengan 2. Atur posisi pasien
kriteria hasil: dengan nyaman,
1. Adanya dengan
peningkatan menposisikan
kekuatan dan tubuh sejajar.
daya tahan 3. Ajarkan dan
ekstremitas bantu pasien
2. Mampu melakukan
menggerakkan rentang gerak
ekstermitas aktif pada
akstermitas yang
sehat
4. Konsultasikan
dengan terapi
fisik tentang
rencana
ambulansi sesuai
kebutuhan
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan, apabila dalam penilaiannya ternyata tujuan tidak
tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor: tujuan tidak realistis, tindakan keperawatan yang tidak tepat, &
terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.
E. Daftar Pustaka
1. USMAN, E. P. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. S
DENGAN BRADIKARDI SIMPTOMATIK DI RUANGAN WISNUMURTI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).
2. Kalangi, C. S., Jim, E. L., & Joseph, V. F. (2016). Gambaran aritmia pada pasien
penyakit jantung koroner di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode 1
Januari 2015–31 Desember 2015. e-CliniC, 4(2).
3. Hanifa, A. (2017). Hubungan Hiptermia Dengan Waktu Pulih Sadar Pasca
General Anestesi Di Ruang Pemulihan RSUD Wates (Doctoral dissertation,
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta).
4. Setiowati, T. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN
TINDAKAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI PASCA GENERAL ANESTESI
DI BANGSAL BEDAH RSUD WONOSARI (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).