Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY.

DENGAN GAGAL JANTUNG

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu Maulidta Karunianingtyas W, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
RETNO PUSPITA RINI
1905050

PROGRAM STUDI DIII ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISAN MEDIS
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
A. Pengertian

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang. Sekitar tima juta
orang di Amerika Serikat menderita gagal jantung kongestif (GJK), dimana jumlah
tersebut didominasi olch orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas
usia 65 tahun dengan angka kematian sekitar 45-50% (O'Connor et al., 2011). Di
Indonesia, usia pasicn gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat (PERKI, 2015). Prevalensi penyakit gagal
jantung berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau
diperkirakan sekitar 229.696 orang (Kemenkes,2013).

Gagal jantung secara umum discbabkan karena penyakit pada miokard antara lain:
penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis, dan gangguan mekanis pada
miokard antara lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta(Kabo, 2012). Gangguan
tersebut akan menyebabkan terjadinya overioad volume atau tekanan atau disfungsi
regional pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja jantung sehinga menimbulkan
tanda dan gejala seperti sesak nafas dan kelelahan saat beraktivitas. Umumnya pasien
dengan gagal jantung akan mengalami intoleransi aktifitas sehingga terjadi keterbatasan
fungsional. Keterbatasan fungsional akan mempengaruhi kemampuan pasien gagal
jantung untuk melakukan self care.

Self care menurut Dorothea Orem adalah suatu tindakan dalam mengoptimalkan
kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri sehingga tercapai
kemampuan untuk mempertahankar kesehatan dan kesejahteraannya (Alligood, 2014).
Pada dasarnya sescorang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri yang
disebut dengan self care agency. Self care agency pada penderita penyakit jantung
mengalami penurunan karena penyakit yang lama (Indiarti 2014). Sebagian besar pasien
gagal jantung belum melaksanakan self cane secara tepat seperti yang telah diajarkan
seperti diet rendah garam, aktivitas fisik teratur, pembatasan cairan dan monitor berat
badan setiap hari (Britz & Dunn, 2010). Ketidakmampuan melaksanakan self care
tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi rehospitalisasi pada pasien gagal
jantung.

Salah satu sistem yang diidentifikasi Orem pada pasien dengan hambatan pemenuhan
self care adalah supportive-educative system, yang merupakan suatu upaya memberikan
bantuan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien
mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu
melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran (Alligood, 2014).
Program supportive-educative merupakan intervensi yang efektif diberikan oleh perawat
kepada keluarga dan pasien dengan gagal jantung, karena intervensi ini bersifat
sederhana, murah, dan praktis diberikan (Etemadifar, Bahrarni,Shahriari, & Farsani,
2014). Pasien gagal jantung akan mampu melakukan perawatan diri apabila ada
pemahaman tentang aspek yang berbeda dari perilaku perawatan diri yang terapcutik,
schingga intervensi yang paling tepat adalah memberikan supportive-educative yang
sesuai . (Zamanzadeh, Valizadeh, Howard, & Jamshidi, 2013).

Oleh karena itu, Program Supportif Edukatif (PRODUKTIF) yang merupakan sebuah
program berdasarkan intervensi keperawatan self care dipromosikan sebagai suatu solusi
untuk memenuhi slef care dan meningkatkan kualitas hidup pasien gagal jantung.
Monograft ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul "Pengaruh Program
Supportif-Edukatif (Produktif) Terhadap Kemampuan Self Care Pasien Gagal Jantung".
Penelitian tersebut merupakan quasyexperimental dengan menggunakan responden
sejumlah 28 orang yang dibagi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada
kelompok intervensi, responden diberikan program supportif-edukatif yaitu suatu
program edukasi terstrukstur dengan pendampingan perawat dan dibekali dengan booklet
dan video manajemen self care heart failure, sedangkan pada kelompok diberikan edukasi
sesuai dengan prosedur discharge planning yang berlaku di RSUD Mangusada. Setelah 8
minggu diberikan program supportif- edukatif, maka dilakukan kembali evaluasi
kemampuan self care dengan kuisioner Self Care Heart Failure Index (SCHFD) pada
seluruh responden. (Ida, Putu 2020).

Penyakit gagal jantung sering juga disebut dekompensasi kordis, insufisiensi jantung,
atau inkompeten jantung. Kegagalan jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung
tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Kegagalan jantung dibagi atas kegagalan jantung akut yang timbulnya sangat cepat,
sebagai akibat dari serangan infark miokard, ditandai dengan sinkope, syok, henti
jantung, dan kematian tiba-tiba dan kegagalan jantung kronis, berkembang secara
perlahan dan disertai dengan tanda-tanda yang ringan karena jantung dapat mengadakan
kompensas. (Mary, Yakobus. 2010).
B. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau
menurunkan kontraktilitas miokardium.

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan
beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktorfaktor
fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa,
seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat mengsanggu pengisian ventrikel, dan
tamponade jantung dapat menggangsu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, schingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa: Aritmia, akan mengganggu fungsi mekanis
jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis. Respon
mekanis yang tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung
yang stabil. Faktor lainnya yaitu:
a) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau inflamasi.
b) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
c) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada giliranny mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
d) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
e) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
Infeksi sistermik dan infeksi paru-paru. Respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang
meningkat Emboli paru-paru, secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejcksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan
yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak
saja terhadap mekanisme fisiologie dan penyakit yang. mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. (Irwan, 2018).

C. Patofisiologi

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang
nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload.

Respon terhadap jantungmenimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang


bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik. Penting dibedakan antara
kemampuan jantung untuk memompa (pump finction) dengan kontraktilias otot
jantung (myocandial finction). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik.

Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis
tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal
gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan
diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu
akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi
ejcksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukurs Laplace). Jika persediaan energi
terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas.

Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi


ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.4.,0 Beberapa data
menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan
presentase kesnatian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan
fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa
terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik,
ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang
telah disebutkan diatas.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung toral. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO-
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan


mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:

a) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
b) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium.
c) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.

Bila reservasi jantung (andinc rsered) normal untuk berespons terhadap stres
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagaljantung. Demikian
juga, pada tingkatawal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan
gagal jantung lika reservasi jantung normal mengalam kepayahan dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung
meliputi:
1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis;
2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon;
3) hipertrofi ventrikel
4) Volume cairan berlebih (oterlond zolume).

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.


Mekanisme mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan
istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan erlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. (Arif muttaqin, 2010).
D. Pathways
E. Manifestasi Klinik

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktivitas yang bberkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah - Bising jantung
- - Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam/dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > 2kg/minggu - Suara pekak di basal paru pada perkusi
- Berat badan turun (gagal jantung stadium - Takikardia
lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Heaptomegali
- Perasaan bingung (terutama pasien usia - Asietas
lanjut) - Kaheksia
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure,
2012 ).

Tanda dan gejala gagal jantung

Definisi gagal jantung


Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasiendengan tampilan seperti
Gejala khas gagal jantung : sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai.
Tanda khas gagal jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat istirahat, kardimegali,
suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi,
kenaikan peptida natriuretik.
(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chhronic heart
failure, 2008).

F. Komplikasi

1) Tromboemboli resiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam DVT (deep
venous thrombosis) dan emboli sistemik tinggi , terutama pada CHF brat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.
2) Fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis . hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
pemberian digoksin/bloker) dan pemeriksaan warfarin
3) Kegagalan pompa profresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic dengan dosis yang
ditinggikan. Transpaltasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.
4) Aritmia vertikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (250-50% kematian pada atau kematian pada CHF). Pada pasien yang
berhasil direusitasi, amiodaron,bloker, dan defibrillator yang ditanam mungkin turut
mempunyai peranan.

G. Penatalaksanaan

1) Tatalaksana Non-Farmakologi
a) Manajemen Perawatan Mandiri

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan


gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gagal jantung,
kapasitas fungsional, kualitas hidup. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefinisikan sebagai tindakan – tindakan yang bertujuan untuk mnjaga stabilitas
fisik, menghindari gejala awal perburukan gagal jantung.

b) Ketaatan pasien berobat


Ketaan pasien berobat menurunkan, mordibitas, mortalitas dan kualitas hidup
pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20- 60% pasien taat pada terapi farmakologi
maupun non farmakologi.
c) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 – 2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia.

d) Pengurangan berat badan


Pengurangan berat badan obesitas (IMT > 30kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi hejala
dan meningkatkan kualitas hidup.
e) Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama dikerjakan dirumah sakit atau
dirumah.

2) Tatalaksana Farmakologi
a) Tujuan Tatalaksana Gagal Jantung

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit jantung.

b) Tujuan pengobatan gagal jantung kronik

1 Prognosis Merununkan mortalitas


2 Morbiditas Meringankan gejala dan tanda
Memperbaiki kualitas hidup
Menghilangkan edema dan retensi cairan
Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik
Mengurangi kelelahan dan sesak nafas
3 Pencegahan Timbulnya kerusakan miokard
Perburukan kerusakan miokard
Timbul kembali dan akumulasi cairan

3) Non Medikamentosa
Dalam pengobatan medikamentosa yang ditkankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar – benar dengan tirah
baring ( bed rest ) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering
tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja.
4) Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa masih digunakan diuretic oral maupun parental yang
masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung.Sampai edema atau asites
hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker
(ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat
beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor
tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi
atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki manfaat utama dalam menambah
kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan
hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik
atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan
penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide
(Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac
Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-
Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat
iskemia maupun noniskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup,
namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala
dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti
miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.

H. Pemeriksaan penunjang

1) Radiografi Toraks
Menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >50%), terutama bila gagal
jantung sudah kronis. Ukuran jantung yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
dan bisa didapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang terjadi pada infrak
miokard, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD) pascainfrak.
2) Elektrokardiografi
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.
3) Ekokardiografi
Dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang
jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding
dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan.
4) EKG ambulator
Harus dilakukan jika diduga terdapat aritmia.
5) Tes Darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum
terapi dimulai. Disfungsi tiroid ( baik hiper maupun hipotiroidisme) dapat
menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu
dilakukan ).
I. Pengkajian Fokus
1) Identitas
Data biografi yang perlu dipertimbangkan adalah usia, jenis kelamin, suku/bangsa.
Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60 tahun, lakilaki lebih sering dari
pada wanita, bising jantung lebih sering pada kulit putih, sedangkan hipertensi lebih
sering pada kulit hitam.
2) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama Dispneu, edema periper, kelelahan dan kelemahan.
2. Riwayat kesehatan sekarang Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien
mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu Apakah pasien menderita :
a. Hipertensi
b. Hiperliproproteinemia
c. Diabetes melitus
d. Rematik fever dan penggunaan obat-obatan tertentu.
4. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit cardiovaskuler, DM, Penykit renal
dan predisposisi genetik.
J. Pengkajian Primer
1) Airway
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
2) Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas terdiri dari: (otot sela iga, otot leher, otot prut)
6) Retraksi dada terdiri dari:
a) Sub sterna : di bawah trakea
b) Supra sternal : di atas klavikula
c) Inter kostal : kosta
d) Sub kosta : dibawah kosta
3) Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
K. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan
1. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2. Palpitasi atau berdebar-debar.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6. Insomnia
7. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8. Jumlah urine menurun
9. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh
b) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
d) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
e) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
g) Postur, kegelisahan, kecemasan
h) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan
faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas,
nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial
presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
c) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks 12
d) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
e) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit
pucat, dan pitting edema
L. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler (D.0003)
2) Bersihaan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas (D.0001)
3) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (D.0005)
M. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan OBSERVASI
b.d perubahan membrane kepearwatan selama 3x24 a) Monitor kecepatan aliran
alveolus-kapiler (D.0003) jam maka pertukaran gas oksigen
meningkat, dengan kriteria Rasional : untuk
menentukan kecepatan
hasil : aliran oksigen
b) Monitor aliran oksigen
a) Tingkat kesadaran
secara periodic dan
meningkat
pastikan fraksi yang
b) PCO2 membaik
diberikan cukup
c) PO2 membaik
Rasional : untuk
d) Pola nafas membaik
mengetahui aliran oksigen
cukup
c) Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Rasional : ntuk mengetahui
tanda-tanda hipoventilasi
TERAPEUTIK
a) Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trakea
(jika perlu)
Rasional : untuk
memperlancar jalan nafas
EDUKASI
a) Ajarkan pasien dan kelurga
pasien cara menggunakan
oksigen dirumah
Rasional : untuk
mengantisipasi jika terjadi
gagal nafas dirumah
KOLABRASI
a) Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Rasional : untuk
mengetahui dosis oksigen
yang diperlukan
2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan OBSERVASI
efektif b.d benda asing keperawatan selama 3x24 a) Monitor pola nafas
dalam jalan nafas jam maka bersihan jalan (frekuensi, keadalaman,
(D.0001) nafas meningkat, dengan usaha nafas)
kriteria hasil : Rasional : untuk
a) Produksi sputum mengetahui frekuensi,
menurun kedalaman dan usaha nafas
b) Mengi menurun b) Monitor bunyi nafas (mis.
c) Wheezing menurun Gurgling, mengi,
d) Frekuensi nafas wheezing, ronkhi kering)
membaik Rasional : untuk
e) Pola nafas membaik mengetahui bunyi nafas
seperti wheezing, gurgling,
mengi dan ronkhi kering
TERAPEUTIK
a) Pertahankan kepatenan
jalan nafasdengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
Rasional : untuk
mempertahankan
kepatenan jalan nafas
b) Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
Rasional : untuk
memperlancar pertukaran
gas dengan memposisikan
semi-Fowler atau Fowler
c) Berika oksigen, jika perlu
Rasional : untuk membantu
pernafasan
EDUKASI
a) Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Rasional : untuk memenuhi
asupan cairan
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan OBSERVASI
b.d habatan upaya nafas keperawatan selama 3x24 a) Monitor frekuensi, irama,
(mis. Nyeri saat bernafas, jam maka pola nafas kedalaman dan upaya nafas
kelemahan otot membaik, dengan kriteria Rasional : untuk
pernafasan) (D.0005) hasil : mengetahui frekuensi,
a) Dyspnea menurun irama, kedalaman dan
b) Frekuensi nafas upaya nafas
membaik b) Monitor pola nafas (seperti
c) Kedalaman nafas bradipnea, takipnea,
membaik hiperventilasi, kussmual,
d) Ekskursi dada biot, ataksik)
membaik Rasional : untuk
mengetahui pola nafas
c) Montor adanya sumbatan
jalan nafas
Rasional : untuk
mengetahui adanya
sumbatan jalan nafas
d) Monitor saturasi oksigen
Rasional : untuk
mengetahui saturasi
oksigen
TERAPEUTIK
a) Atur interval prmantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Rasional : untuk mengatur
intervernal respirasi
EDUKASI
a) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
Rasional : untuk
menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

A.
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia, P. D. (2015). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: Edisi Pertama.


Irwan. (2018). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Grup Penerbit CV BUDI
UTAMA.
Laksmi , a. i. (2020). monograf program suportif edukatif meningkatkan kemampuan self
care pada pasien gagal ginjal. yogyakarta: bintang pustaka madani (cv. bintang surya
madani ).
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI(2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator
diagnostik,Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
KeperawatanEdisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai