PENDAHULUAN
1
2
Di RSUD Batang pada tahun 2015 tercatat jumlah pasien gagal jantung
sebanyak 188 pasien dan mayoritas berusia antar 25 sampai 65 tahun (Rekam
Medik RSUD Batang, 2015).
Gagal jantung bukan merupakan diagnosis dan penyebab yang
mendasarinya harus selalu dicari. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung
relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan
klinis yang lebih berat (Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 2015). Gagal
jantung adalah alasan yang sangat sering, mencakup 5% dari pasien yang
dirawat di bangsal rumah sakit. Sekitar 3-20 per orang 100 orang pada
populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring
pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka
ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan
hidup setelah infark miokard akut (Gleadle, 2008, p. 116).
Manifestasi klinik yang utama pada kegagalan jantung berkaitan dengan
curah jantung yang tidak memadai diantaranya gejala kelemahan, fatigue,
berkurangnya toleransi exercise dan gejala-gejala hipoperfusi jaringan yang
lain seperti ekstremitas yang dingin dan pucat, oliguria, kebingungan mental,
gangguan daya ingat serta insomnia (R. Kumar, 2009, p. 224) dan yang paling
menonjol pada pasien gagal jantung adalah munculnya rasa lelah, terutama
setelah melakukan aktivitas (Sholeh, 2012, p. 97). Hal tersebut dapat
menyebabkan intoleransi aktivitas sesuai dengan Muttaqin (2009, p. 200) yang
menyatakan bahwa klien dengan gagal jantung berat hanya mungkin
melakukan aktivitas yang sangat terbatas. Klien dengan gagal jantung yang
lebih ringan pun harus membatasi aktivitas fisiknya. Sekali klien menderita
gagal jantung, kemungkinan ia akan selalu mempunyai kapasitas latihan yang
menurun. Intoleransi aktivitas merupakan suatu diagnosa yang lebih
menitikberatkan respon tubuh yang tidak mampu untuk bergerak terlalu
banyak karena tubuh tidak mampu memproduksi energi yang cukup secara
fisiologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas yang diminta atau
aktivitas sehari-hari. Untuk membentuk energi, tubuh memerlukan nutrisi dan
O2. Pada kondisi gagal jantung, dimana menurunnya aliran darah otot
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan Asuhan Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Tn. S
dengan Gagal Jantung di RSUD Batang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan:
1) Pengkajian intoleransi aktivitas pada Tn. S dengan gagal jantung.
2) Masalah keperawatan intoleransi aktivitas yang ada pada Tn. S
dengan gagal jantung.
3) Perencanaan keperawatan intoleransi aktivitas untuk memecahkan
masalah yang ditemukan pada Tn. Sdengan gagal jantung.
4) Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan
intoleransi aktivitas pada Tn. S dengan gagal jantung.
5) Penilaian evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan intoleransi
aktivitas pada Tn. S dengan gagal jantung.
b. Membahas kesenjangan yang ditemukan pada pengelolaan
keperawatan intoleransi aktivitas pada Tn. S dengan gagal jantung.
4
C. Manfaat Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA) dalam Muttaqin (2009, p. 197).
a. Kelas I (disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik)
Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas.
a. Kelas II (gagal jantung ringan)
Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik.
b. Kelas III (gagal jantung sedang)
Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan banyak
pembatasan aktivitas fisik.
5
6
3. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala
jenis penyakit jantung kongenital maupun yang didapat. Mekanisme
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan
yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel, dan beban
akhir meningkat pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium, kardiomiopati, dan miokarditis.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor lain yang dapat pula mengakibatkan
jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu
pengisian ventrikel, seperti stenosis katup atriovantrikularis dapat
menyebabkan gagal jantung. Keadaan seperti perikarditis konstriktif dan
tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan
beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi
ventrikel.
Faktor sistemik juga dapat berperan dalam perkembangan dan
bertanya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung.
7
4. Manifestasi klinis
Menurut Kasron (2012, p. 69) manifestasi klinis gagal jantung meliputi:
a. Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas.
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang sehingga menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Kelelahan juga diakibatkan
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
karena distress pernapasan.
c. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Edema ekstremitas bawah
Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
e. Hepatomegali
Sinus-sinus hati pada gagal jantung selalu terdapat darah yang
berlebihan, sehingga hati akan membengkak dan pada palpasi terasa
lunak dan nyeri.
f. Anorexia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
g. Nokturia
Pasien akan kencing beberapa kali pada waktu malam hari dengan
porsi urine sedikit dan saat kencing terasa sakit seperti terbakar.
h. Sianosis
Tanda penting pada kebanyakan kasus gagal jantung adalah warna
biru di kulit tangan, kaki, mukosa bibir, dan pipi.
8
5. Patofisiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantarnya yaitu
disfungsi miokard, beban tekanan berlebih pada sistolik, dan peningkatan
kebutuhan metabolisme. Pada disfungsi miokard dimana terjadi kelainan
kontraktilitas, beban sistol yang berlebih menyebabkan jumlah darah yang
mengisi jantung juga meningkat, dan kebutuhan metabolisme yang tinggi
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat lagi yang akhirnya keadaan
tersebut mengganggu pengosongan ventrikel sehingga meningkatkan
volume ventrikel. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya gagal jantung.
Jika ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang cukup ke
aorta untuk memenuhi kebutuhan organ-organ yang terletak di perifer,
berarti curah jantung sangat rendah, sehingga suplai nutrisi dan oksigen
tidak adekuat samapai ke sel yang dapat menyebabkan pasien menjadi
lemah dan menimbulkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas.
Penurunan suplai darah keseluruh tubuh termasuk juga suplai darah ke
ginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan ranin-angiotensin dan
akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibtakan terangsangnya sekresi
aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ekstra-intravaskulaer sehingga terjadi
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan yang selanjutnya terjadi
edema.
Bila ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari
vena pulmonalis, maka akan terjadi pengisian darah yang berlebihan dari
pembuluh darah di paru-paru sehingga meningkatkan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari kapiler paru-paru melebihi
tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi edema interstitial.
Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli
dan terjadilah edema paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida.
9
6. Pathways
Beban jantung
7. Komplikasi
Menurut Wijaya dan putri (2013, p. 160), komplikasi yang mungkin
muncul pada gagal jantung diantaranya:
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan ke kantung perikardium, cairan adapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik
vena ke jantung sehingga menyebabkan tamponade jantung.
8. Pemeriksaaan diagnostik
a. Ekokardiografi
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Ekokardiografi dapat menilai dimensi ruang
jantung, fungsi ventrikel kiri, dan abnormalitas gerakan dinding dan
untuk menyingkirkan penyakit katup.
b. Elektrokardiografi
Untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark,
penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
c. Tes laboratorium darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi dimulai.
1) Enzim hepar: meningkat dalam gagal jantung.
2) Ureum dan elektrolit: melihat bukti gangguan fungsi ginjal sebagai
akibat penyebab retensi cairan atau akibat menurunnya perfusi
ginjal.
11
9. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk
menurunkan kerja jantung, meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas
miokard, serta utnuk menurunkan retensi garam dan air (Muttaqin, 2009,
p. 222).
a. Tirah baring
Tirah baring sebagai usaha untuk menurunkan kerja jantung.
b. Pemberian oksigen
Pemberian oksiegen terutama pada klien gagal jantung disertai dengan
edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan
miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diuretik
Pembatasan garam dan air serta diuretik, baik oral atau parenteral,
akan menurunkan preload dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek
antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium.
Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan
tekanan darah.
12
d. Morfin
Dapat berefek vasodilatasi pembuluh darah perifer menurunkan aliran
balik vena dan kerja jantung.
e. Lanotropik
Memperbaiki kontraktilitas jantung dan mendilatasi ginjal.
f. Digitalis
Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung.
1. Pengertian aktivitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto,
2009).
2. Fisiologi pergerakan
Pergerakan merupakan rangkaian aktivitas yang terintegrasi antara
sistem muskloskeletal dan sistem persarafan di dalam tubuh (Mubarak
dan Chayatin, 2008, p. 245).
a. Sistem muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas rangka (tulang), otot, dan sendi.
Sistem ini sangat berperan dalam pergerakan dan aktivitas manusia.
Rangka berfungsi untuk menyokong jaringan tubuh, termasuk
memberi bentuk pada tubuh dan sebagai tempat melekatnya otot,
tendon dan ligamen. Sedangkan otot berperan dalam proses
pergerakan, memberi bentuk pada postur tubuh, dan memproduksi
panas melalui aktivitas kontraksi otot.
b. Sistem persarafan
Proses terjadinya sebuah gerakan melibatkan sistem persarafan yaitu:
1) Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari luar
kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat.
13
2. Batasan karakteristik
a. Mayor (harus ada, satu atau lebih)
1) Pernapasan
b) Dispnea
c) Sesak napas
15
D. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Menurut Taylor dan Ralph (2011, p.159), pengkajian yang perlu
dilakukan pada pasien yang mengalami intoleransi aktivitas pada
pasien gagal jantung adalah:
1) Riwayat penyakit saat ini
2) Usia
3) Pengalaman imobilitas atau tirah baring yang dianjurkan
4) Status kardiovaskular meliputi tekanan darah, denyut dan irama
jantung pada saat beristirahat dan beraktivitas, hitung darah
lengkap, temperatur dan warna kulit, edema, nyeri atau rasa
tidak nyaman pada dada.
5) Status pernapasan meliputi kadar gas darah arteri, auskultasi
suara napas, nyeri atau rasa tidak nyaman yang berkaitan dengan
respirasi, dan kecepatan, irama, kedalaman, serta pola respirasi
pada saat beristirahat dan beraktivitas.
6) Status neurologik meliputi tingkat kesadaran, orientasi, status
mental, status sensori, status motorik.
7) Status muskuloskeletal meliputi rentang pergerakan (range of
motion, ROM), ukuran, kekuatan, tonus otot, dan mobilitas
fungsional seperti:
0= mandiri penuh
1= perlu menggunakan peralatan atau alat
2= perlu bantuan, pengawasan, atau bimbingan dari orang lain
3= perlu bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat
4= ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien gagal jantung
dengan intoleransi aktivitas yaitu:
18
1) Kesejajaran tubuh
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi
lateral, anterior, dan posterior guna mengamati apakah bahu dan
pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah ke depan, dan tulang
belakang lurus, tidak melengkung ke sisi yang lain.
2) Cara berjalan
Pengkajian dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien
dan risiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan
meminta klien berjalan sejauh sekitar 10 kaki, kemudian amati
kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus serta
gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama, ayunan tubuh
dari sisi ke sisi minimal dan tubuh bergerak lurus ke depan.
3) Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi apakah ada kemerahan atau
pembengkakan sendi, deformitas, perkembangan otot yang
terkait dengan masing-masing sendi, nyeri tekan, krepitasi,
peningkatan temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.
4) Kemampuan dan keterbatasan gerak
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang
adanya indikasi rintangan dan keterbatasan pada pergerakan dan
kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal yang perlu dikaji
yaitu keseimbangan dan koordinasi klien, adanya hipotensi
ortostatik sebelum berpindah tempat, dan adanya hambatan
dalam bergerak.
5) Kekuatan dan massa otot
Pengkajian ini bertujuan untuk menurunkan risiko tegang otot
dan cedera tubuh, baik pada klien maupun perawat.
19
0 0 Paralisis sempurna
6) Toleransi aktivitas
Alat ukur yang paling tepat utnuk memperkirakan toleransi klien
terhadap aktivitas adalah frekuensi, kekuatan, dan irama denyut
jantung.
7) Masalah terkait mobilitas
Pengkajian ini dilakukan melalui metode inspeksi, palpasi, dan
auskultasi, pemeriksaan hasil tes laboratorium, pengukuran
berat badan, asupan cairan dan haluaran cairan.
20
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan aktivitas adalah intoleransi aktivitas yang berhubungan
dengan:
a. Gangguan sistem transpor oksigen, sekunder akibat gagal jantung
kongestif, infark miokard, PPOK, atelektasis, anemia, hipovolemia,
gangguan endokrin atau metabolik, dan penyakit kronis (Mubarak
dan Chayatin, 2008, p. 252).
b. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dengan
kebutuhan sekunder penurunan curah jantung (Muttaqin, 2008, p.
230).
3. Perencanaan
Hampir semua klien membutuhkan bantuan dan bimbingan
perawat untuk mempelajari, memperoleh seta mempertahankan mekanika
tubuh yang tepat. Dalam hal ini, perawat dapat mengajarkan anggota
keluarga berbagai teknik untuk bergerak, mengangkat tubuh atau
berpindah tempat di sekitar lingkungan rumah. Sebagai bagian dari
asuhan keperawatan, perawat bertanggung jawab mengidentifikasi klien
yang membutuhkan bantuan dengan postur tubuh dan menentukan
besarnya bantuan yang mereka butuhkan (Mubarak dan Chayatin, 2008,
p. 252).
Dari diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea akibat turunnya curah jantung memiliki tujuan yaitu
diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien
dapat berpartisipasi pada aktivitas yang ditoleransi, terpenuhinya
aktivitas sehari-hari, mencapai peningkatan toleransi aktivitas,
peningkatan kekuatan otot, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
(Mubarak dan Chayatin, 2008, p. 252).
21
4. Implementasi
Impelmentasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat
dan disesuaikan terhadap kondisi fisik dan psikologis pasien agar hasil
yang diharapkan dapat tercapai.
Pelaksanaan untuk menangani intoleransi aktivitas pada pasien
gagal jantung yaitu:
a. Mencatat frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan darah
selama dan sesudah aktivitas
b. Meningkatkan istirahat, membatasi aktivitas, dan memberikan
aktivitas senggang yang tidak berat.
c. Menganjurkan klien untuk menghindari peningkatan abdomen, misal:
mengejan saat defekasi.
d. Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh:
bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri melakukan ambulasi, kemudian
istirahat selam 1 jam setelah makan.
23
5. Evaluasi
Menurut Muttaqin (2008, p. 241) hasil yang diharapkan pada
proses keperawatan klien gagal jantung dengan intoleransi aktivitas:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang meningkatkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas harian.
b. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
c. Mencari dukungan dari orang lain untuk memelihara tingkat aktivitas
optimal.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penulisan
B. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat
digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008).
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien gagal jantung dengan masalah
intoleransi aktivitas.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling dimana sampel dipilih berdasarakan kemudahan dan
keinginan penulis yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang penulis ambil
yaitu salah satu pasieng gagal jantung dengan masalah intoleransi aktivitas
yang di rawat inap di ruang penyakit dalam dewasa RSUD Batang.
Pengambilan sampel karya tulis dilakukan berdasarkan kriteria berikut:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakter umum subjek penelitian dari suatu target
yang akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien gagal jantung ringan (kelas II) dengan masalah intoleransi
aktivitas.
b. Pasien yang bersedia menjadi responden.
c. Pasien kooperatif dengan kesadaran compos mentis.
d. Pasien rawat inap dengan kriteriausia 25 sampai 65 tahun.
24
25
2. Kriteria eksklusi
Adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena beberapa sebab.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien yang dirawat inap kurang dari 3 hari.
b. Pasien yang tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran saat proses
asuhan keperawatan berlangsung.
c. Pasien yang pindah ke ruangan lain.
d. Pasien yang pindah atau dirujuk ke rumah sakit lain.
e. Pasien yang pulang paksa.
f. Pasien yang menolak untuk dilakukan tindakan keperawatan.
E. Analisis
Dalam laporan karya tulis ilmiah ini penulis menganalisis data dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi yang selanjutnya menguraikan data dari
hasil pengkajian yang kemudian akan dibandingkan antara teori dengan
kenyataan yang ada pada asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung di
RSUD Batang.
Indikator pasien dengan intoleransi aktivitas yaitusesak napas, lemah,
kegagalan meningkatkan aktivitas, pucat atau sianosis (Wijaya dan Putri,
2013, p. 159). Tindakan pada pasien apabila inoleransi aktivitas teratasi yaitu
dengan meningkatkan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien,
seperti bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri lakukan ambulasi, kemudian
istirahat selam satu jam setelah makan (Muttaqin, 2008, p. 236).
Tindak lanjut pada pasien apabila bersihan jalan napas belum teratasi
yaitu dengan meningkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat serta tetap memberikan waktu istirahat diantara
waktu aktivitas. Selain itu jika diperlukan penambahan oksigen sesuai
kebutuhan dan penuhi diet pasien sesuai kebutuhan (pembatasan air dan
27
A. Hasil
28
29
3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan dari masalah
keperawatan yang muncul pada klien, kemudian penulis membuat
perencanaan pada tanggal 1 Februari 2017 pukul 15.30 WIB,
perencanaan tindakan tersebut meliputi tujuan dan kriteria hasil serta
rencana tindakan keperawatan. Dari diagnosa keperawatan intoleransi
aktivitas memiliki tujuan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi
dengan kriteria hasil dapat berpartisipasi pada aktivitas yang
ditoleransi, memenuhi kebutuhan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas, peningkatan kekuatan otot, dan tanda-tanda vital
dalam batas normal.
Rencana tindakan yang akan dilakukan meliputi monitor tanda-
tanda vital, observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, latih pasien melakukan rentang gerak pasif, beri posisi
yang nyaman (posisi semi fowler), berikan bantuan pada pasien dalam
melakukan aktivitas, libatkan keluarga dalam pemenuhan Activity
Daily Living (ADL) pasien, pertahankan penambahan oksigen sesuai
kebutuhan, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap ini penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan dari tanggal 1 Februari
2017 sampai 3 Februari 2017 yaitu:
a. Hari Pertama
Penulis melakukan implementasi keperawatan Pada hari
Rabu tanggal 1 Februari 2017 pukul 15.35 WIB membina
hubungan saling percaya diperoleh hasil pasien dan keluarga
tampak kooperatif dengan penulis. Pada pukul 15.40 WIB
mengkaji kemamapuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-
33
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan beberapa tindakan, didapatkan evaluasi dari respon
pasien. Evaluasi terdiri dari subjektif (S), Objektif (O), Analisis (A),
dan Planning (P).
a. Hari pertama
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil implementasi pada
tanggal 1 Februari 2017 pukul 19.05 WIB oleh penulis didapatkan
catatan perkembangan pasien yaitu secara subjektif pasien
mengatakan kebutuhan sehari-hari masih dibantu oleh istrinya,
pasien mengatakan masih sesak saat beraktivitas. Berdasarkan data
objektif pasien mampu melakukan latihan rentang gerak pasif
bagian tangan, kekuatan otot 3, tanda-tanda vital: tekanan darah
36
B. PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dengan
kondisi riil kasus yang dilaporkan yaitu pengelolaan keperawatan pada Tn. S
dengan gagal jantung kongestif di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Batang. Pengelolaan keperawatan dilakukan selama tiga hari
terhitung dari tanggal 1 Februari 2017 hingga 3 Februari 2017. Pengumpulan
data tersebut telah penulis lakukan dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi catatan perkembangan
kesehatan pasien (buku rekam medik). Dalam hal ini, penulis akan
memfokuskan pembahasan mulai dari pengkajian, perumusan masalah,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian pada Tn. S pada tanggal 1 Februari 2017 dengan
mengumpulkan data menggunakan alat ukur pendekatan fungsional pola
Gordon, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaaan diagnostik. Dalam
melakukan pengkajian penulis tidak menemukan hambatan yang berarti,
hal ini dikarenakan sikap pasien dan keluarga yang kooperatif terhadap
tindakan yang dilakukan oleh penulis.
Pada pengkajian yang dilakukan oleh penulis, didapatkan data
subjektif pasien mengatakan sesak napas yang bertambah berat saat
beraktivitas. Pasien mengatakan lemas, hanya bisa berbaring ditempat
tidur dan sulit beraktivitas.
Sedangkan data objektif yang ditemukan adalah pasien tampak
lemas dan hanya berbaring ditempat tidur, tingkat aktivitas 2, dalam
melakukan aktivitas pasien tampak dibantu keluarga dan perawat, seperti :
38
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan analisa data yang dikembangkan dari hasil pengkajian
yang terdiri dari data subjektif dan data objektif terdapat beberapa masalah
pada Tn. S berdasarkan data-data sebagai berikut: data subjektif yang
diperoleh adalah pasien mengatakan cepat lelah dan sesak napas saat
beraktivitas sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti
makan, minum, gosok gigi, BAB, BAK, mandi, mengganti pakaian
dibantu oleh istri pasien. Dari data objektif terlihat bahwa pada saat
bergerak dari posisi semi fowler ke posisi miring kanan maupun miring
kiri serta posisi duduk dibantu oleh istrinya serta pasien terlihat sesak
napas. Pasien BAK dibantu istrinya dengan menggunakan pispot, pasien
makan disuapi istrinya serta minum juga dibantu oleh istrinya, pasien
hanya tidur di tempat tidur dengan posisi semi fowler.
Menurut Muttaqin, Arif (2009, p. 228) diagnosa keperawatan yang
muncul berdasarkan data-data diatas adalah intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan
dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung. Pada pasien gagal
jantung ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang cukup ke aorta
untuk memenuhi kebutuhan dari organ-organ yang terletak di perifer,
berarti curah jantung sangat rendah sehingga supali nutrisi dan oksigen
39
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, penulis menyusun tujuan keperawatan
yang diharapkan, kriteria hasil dan rencana tindakan yang akan dilakukan.
Sehingga memudahkan dalam pengelolaan perencanaan asuhan
keperawatan selanjutnya.
Tujuan dari tindakan keperawatan ini adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas
dapat teratasi dengan kriteria hasil dapat berpartisipasi pada aktivitas yang
ditoleransi, memenuhi kebutuhan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas, peningkatan kekuatan otot, dan tanda-tanda vital dalam
batas normal.
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah monitor
tanda-tanda vital, observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, latih pasien melakukan rentang gerak pasif, ciptakan
lingkungan yang nyaman, beri posisi yang nyaman (semi fowler), berikan
bantuan pada pasien dalam melakukan aktivitas, selingi aktivitas dengan
periode istirahat, libatkan keluarga dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari
pasien, observasi keadaan umum, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi.
Pemeriksaan tanda-tanda vital perlu dilakukan sebagai acuan
melakukan intervensi selanjutnya karena pasien yang mengalami
intoleransi aktivitas cenderung mengalami kenaikan tekanan darah
diastolik serta peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan secara
berlebihan (Lynda Juall Carpenito, 2013, p. 31). Latihan fisik
meningkatkan kemandirian seseorang, memasukkan latihan rentang gerak
dalam rutinitas sehari-hari dapat mendukung kondisi normal pasien.
Latihan rentang gerak meningkatkan massa otot, tonus otot, kekuatan otot,
memperbaiki fungsi jantung, pernapasan, mobilitas sendi dan sirkulasi
40
4. Pelaksanaan
Sesuai dengan rencana tindakan dan tujuan yang telah disusun,
pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan selama tiga hari dimulai
tanggal 1 Februari 2017 samapi 3 Februari 2017. Tahap ini penulis
bekerjasama dengan perawat ruangan dalam pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun.
Dalam pelaksanaannya, seluruh rencana keperawatan intoleransi
aktivitas pada Tn. S dengan gagal jantung kongestif telah dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat. Menurut Muttqin (2008, p. 236) salah
satu intervensi yang perlu dilakukan pada pasien intoleransi aktivitas
karena gagal jantung yaitu rujuk ke program rehabilitasi jantung, namun
dalam kasus Tn. S hal itu dilakukan karena menurut dokter tambahan
oksigen lewat kanul atau masker oksigen sudah cukup membantu bagi
pasien. Dalam melaksanakan tindakan penulis menemukan adanya faktor
pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu respon pasien
dan keluarga yang kooperatif (bersedia melakukan) dalam setiap tindakan.
41
5. Evaluasi
Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari, maka pada
hari ketiga tanggal 3 Februari 2017 pukul 18.00 WIB penulis melakukan
evaluasi akhir terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan dan
didapatkan catatan perkembangan pasien sebagai berikut: dari data
subjektif pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh istrinya dan masih
sesak napas saat melakukan aktivitas. Dari data objektif pasien tampak
lemah, tampak penggunaan otot bantu pernapasan, kegiatan sehari-hari
masih dibantu oleh istrinya dan kekuatan otot 3.
42
A. Simpulan
43
44
B. Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan intoleransi aktivitas pada
pasien gagal jantung. Pada proses pengkajian sebaiknya tetap menggunakan
format pengkajian Gordon karena data-data yang muncul memudahkan dalam
perumusan masalah. Perencanaan yang baik harus disusun berdasarkan teori
yang ada sehingga dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah. Pada
implementasi harus memperhatikan kodisi dan lingkungan pasien agar hasil
yang dicapai maksimal. Masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi jika
adanya partisipasi yang baik antara perawat dan keluarga dalam membimbing
pasien melakukan latihan rentang gerak secara bertahap minimal dua kali
sehari dengan memperhatikan tanda-tanda vital dan tidak memperberat kerja
jantung.