Anda di halaman 1dari 96

1|Page

Contoh Cover
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DAN KRITIS STASE KGD

DI RUANG IGD-CVCU RS .........

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Praktek klinik stase Ners KGD

ASUHAN KEPERAWATAN
TERHADAP TN.S DENGAN ACUTE HEARTH FAILURE
DI RUANG ..........RS .....

LAPORAN MINGGU I

OLEH :

SUGIYONO

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ICHSAN MEDICAL CENTER BINTARO

2021

1
2|Page

HALAMAN SELANJUTNYA

Lembar pengesahan

Daftar singkatan, Tabel, gambar

Daftar isi

Kata pengantar

BAB 1-4

Daftrar pustaka

Lampiran artikel yang mendukung terkait intrevensi

2
5|Page

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang seperti indonesia.

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala


atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan
atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik . Gagal jantung akut dapat berupa
serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik
sebelumnya.

Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia


sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan
menghabiskan biaya yang tinggi. Penyakit ini merupakan penyebab utama
perawatan pada penyakit kardiovaskuler di Eropa. Di Eropa dan Amerika
Serikat angka kematian di rumah sakit akibat penyakit ini berkisar antara 4-7
% . Sekitar 10 % dari pasien yang bertahan hidup beresiko mengalami
kematian dalam waktu 60 hari berikutnya.

Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%. Diperkirakan


bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan
setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya.
Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus
gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, 80 %
berumur lebih dari 65 tahun.

Berdasarkan penelitian European society of cardiology heart failure long term


regestry (ESC HF LT tahun 2016). Antara bulan mei 2011 sampai dengan

5
6|Page

April 2013 data pasien 12.440 jumlah pasien yang dirawat dengan kasus AHF
40,5% dan 59,55 dengan kasus cronis heart failure (CHF) dalam satu tahun,
kasus AHF yang meninggal 23,66% dan 6,4% pada kasus CHF. Titik akhir
gabungan angka mortalitas dan rawat inap pada 1 tahun 36% AHF dan 14,5%
CHF.

Di Indonesia berdasarkan data diagnosis dokter prevelansi penyakit gagal


jantung dan data Riset kesehatan Dasar 2013 . badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran. Pusdatin Kementerian Kesehatan
RI Prevelansi penyakit gagal jantung sebesar 0,33 % atau diperkirakan sekitar
530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita
penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di provinsi Jawa Timur sebanyak
54.826 orang (0,19%), sedangkan propinsi Maluku Utara memiliki jumlah
penderita paling sedikit , yaitu sebanyak 144 orang(0,02%). Sedangkan
berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit gagal
jantung terbanyak terdapat di provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang
(0,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep.
Bangka Belitung yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).

Sedangkan kasus AHF di PJNHK tahun 2016 sejumlah 1765 dari kumpulan
kasus terbesar yang terdiri kasus ACS 1981, kasus aritmia 543. Kasus AHF
menduduki urutan ke dua setelah kasus ACS. Dimana kasus AHF sendiri
sebesar 15,9 % (yang terdiri dari kardiogenic syok 0,73%, ADHF 93,37 %,
ALO 5,89 %) angka tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat makin butuh
sarana kesehatan tapi juga dapat diartikan bahwa pola hidup masyarakat yang
kurang baik.
Penulis merasa terpanggil untuk mengangkat kasus acut heart failure
(AHF) dengan tujuan dapat memahami konsep askep AHF dan mampu
melakukan penatalaksanaan AHF sesuai standar guna mengurangi angka
rehospitalisasi

1.2 Tujuan penulis


1.2.1 Adapun tujuan UMUM penulisan Asuhan keperawatan ini yaitu :

6
7|Page

Memperoleh gambaran umum mengenai asuhan keperawatan KMB


kegawatan pada pasien dengan AHF.
1.2.2 Tujuan Khuusus
- Diharapkan Mampu Memahami dan mengenal konsep dasar teori dari
penyakit AHF.
- Mampu melaksanakan pengkajian, menegakan diagnosa keperawatan
KMB kegawatan sesuai dengan prioritas masalah dan membuat
perencanaan tindakan pada pasien dengan AHF.
- Mampu memberikan asuhan keperawatan KMB kegawatan pada
pasien dengan AHF
- Mampu mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dalam
merawat pasien dengan AHF.

7
8|Page

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Definisi acute heart failure

Heart failure (HF) atau gagal jantung merupakan sekumpulan sindrom klinik
akibat dari kegagalan fungsi struktural pengisian ventrikel atau fase ejeksi
ventrikel, yang dimanifestasikan dengan dyspneu dan kelelahan,intoleransi
aktivitas,retensi cairan yang ditandai dengan kongestive pulmonal dan atau edema
perifer. (AHA,2013)

Acute heart failure (AHF) adalah terminologi yang digunakan untuk


mendreskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal
jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan segera
dan biasanya berujung hospitalisasi.

Ada dua jenis presentasi gagal jantung akut yaitu gagal jantung akut yang baru
terjadi pertama kali (de novo) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal
jantung kronis yang sebelumnya stabil. Penyakit tersering dari gagal jantung akut
adalah hipervolume atau hipertensi pada pasien dengan gagal jantung
diastolik.(ESC guidelines 2012)

Acute heart failure (AHF) adalah mengacu pada onset cepat atau perburukan
gejala dan tanda-tanda gagal jantung. AHF adalah kondisi medis yang
mengancam jiwa memerlukan evaluasi dan perawatan segera.

AHF mungkin hadir sebagai kejadian pertama (de novo) atau lebih sering sebagai
konsekuensi dari dekompensasi akut kronis gagal jantung. Disfungsi miokard akut
(Iskemia, inflamasi atau toksik) Insufisiensi katup akut atau tamponade
perikardial adalah salah satu penyebab utama gagal jantung akut yang paling
sering, dekompensasi kronis terjadi tanpa di ketahui faktor resiko, tapi faktor

8
9|Page

pencetusnya seperti infeksi, hipertensi tidak terkontrol gangguan irama dan


ketidakpatuhan minum obat dan diet.(ESC guidelines 2016)

2. 1. 2 Faktor pencetus dan penyebab gagal jantung akut

Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat :

• Gangguan takiaritmia atau bradikardia yang berat


• Sindroma koroner akut
• Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum
intraventrikuler,akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)
• Emboli paru akut
• Krisis hipertensi
• Diseksi aorta
• Tamponade jantung
• Masalah perioperative dan bedah
• Kardiomiopati peripartum

Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat

• Infeksi (Termasuk infektif endocarditis)


• Eksaserbasi akut PPOK / asma
• Anemia
• Disfungsi ginjal
• Ketidakpatuhan berobat
• Penyebab iatrogenik (obat kortikosteroid,NSAID)
• Aritmia,bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak menyebabkan
perubahan mendadak laju nadi
• Hipertensi tidak terkontrol
• Hiper dan hipotiroidisme
• Penggunaan obat terlarang dan alkohol

(Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
hearth failure 2012)

9
10 | P a g e

2.1.3 Subset Atau Manifestasi Klinis

presentasi klinis pasien dengan AHF biasanya merefleksikan spektrum kondisi,


dan klasifikasinya memiliki batasan-batasan . Pasien dengan AHF biasanya
datang dengan salah satu dari keenam kategori klinis berikut (Filippatos,2007,
Pfister dan Schneider,2009) :

• Perburukan atau dekompensasi dari gagal jantung kronis/ADHF: biasanya


terdapat riwayat perburukan dari gagal jantung kronis dalam pengobatan ,
dan bukti dari kongesti sistemik dan pulmoner. Tekanan darah rendah saat
masuk biasanya berhubungan dengan prognosis yang jelek.
• Edema paru akut: pasien biasanya datang dengan distress pernafasan,
takipnea dan ortopnea, ronki basah halus sering ditemukan di seluruh
lapang paru. Saturasi oksigen arterial biasanya <90% dengan udara
ruangan sebelum diberikan therapi oksigen.
• AHF hipertensif dan gejala dari gagal jantung yang disertai peningkatan
tekanan darah dan biasanya memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
masih baik. Terdapat bukti dari peningkatan tonus simpatis dan
vasokonstriksi. Pasien mungkin dalam kondisi euvolemik atau hanya
sedikit hipervolemik, dan datang dengan tanda-tanda kongestif paru tanpa
disertai kongesti sistemik. Respon terhadap terapi medis biasanya cepat
dan tingkat kematian di rumah sakit biasanya rendah.
• Renjatan kardiogenik (cardiogenic shock) didefinisikan sebagai bukti
adanya hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal jantung setelah
dilakukannya koreksi adekuat dari preload dan aritmia mayor. Biasanya
renjatan kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik
≤90 mmHg atau penurunan cepat dari rerata tekanan arteri>30 mmHg)
disertai dengan oligura atau anuria (<0,5 ml/kg/jam). Gangguan irama juga
sering terjadi, dan bukti-bukti hipoperfusi organ serta kongesti paru
biasanya terjadi secara cepat
• Gagal jantung kanan terisolasi: ditandai dengan sindroma penurunan curah
jantung (low output syndrome) tanpa adanya kongesti paru dengan

10
11 | P a g e

peningkatan tekanan vena jugularis, dengan atau tanpa hepatomegali dan


tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah
• AHF pada sindrome koroner akut: banyak pasien datang dengan gambaran
klinis AHF namun disertai bukti-bukti laboratorium dari sindroma
kororner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindroma kororner akut
memiliki tanda dan gejala AHF dan epsiode AHF tersebut biasanya
berhubungan atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, fibrilasi, atrium
atau takikardi ventrikel)
2.1.4 Klasifikasi AHF

Di dalam menentukan suatu diagnosa gagal jantung dapat ditegakan dengan


menggunakan 3 klasifikasi, yaitu :

2.1.4.1 Klasifikasi killip

Klasifikasi killip digunakan untuk memberikan perkiraan keparahan klinik


yang terjadi pada miokard dalam pengobatan Acute Miokard Infark (AMI):

• Tahap I – tidak ada gagal jantung tidak ada tanda dari dekompensasi
jantung.
• Tahap II – gagal jantung. Dengan kriteria diagnosa adanya ronkhi basah
halus di kedua lapangan paru, S3 gallop, peningkatan tekanan vena
pulmonalis.
• Tahap III – gagal jantung berat. Ditandai dengan edema paru yang jelas
dengan ronkhi basah pada seluruh lapangan paru.
• Tahap IV – syock kardiogenik. Dengan tanda-tanda hipotensi ( tekanan
darah sistolik ≤ 90 mmHg ) dan vasokontriksi perifer di tandai dengan
oligura, sianosis dan diaphoresis.
2.1.4.2 Klasifikasi Forrester

Klasifikasi forrester juga digunakan pada pasien AMI, didasarkan pada tanda
klinis atas dasar hipoperfusi dan kongesti paru, sedangkan secara
hemodinamik di dasarkan pada penilaian kardiak indek (≤2,2 L/mnt/m²) dan
peningkatan pulmonary Cappilary Wedge Pressure (PCWP) (> 18 mmHg).

11
12 | P a g e

Tissue
Low perfusion 3.5─
H-II H-I
C-I C-II

normal diuretics
Normal perfusion 3─ vasodilator: ntg, nitropusside
3 Klasifikasi kondisi klinis (stevenson)
2.5─
Klasifikasi ini melihat klien dari pemantauan sirkulasi perifer
(perfusi) dan auskul
Mild hypoperfusion pulmonary edema
2.2
2─ H-III H-IV
CI C-III C-IV
I/m/m² normal blood pressure:vasodilator

1.5─ fluid administration reduced blood pressure:


Severe
Hypoperfusion inotropic or vasopressor

1─ hypovolemic shock cardiogenic shock


0.5─
s

ᶦ ᶦ ᶦ ᶦ ᶦ ᶦ ' ' '


0 5 10 15 20 25 30 35 40

18
PCWPmmHG
pulmonary congestion
hypovolemia mild severe

klasifikasi klinis HF (klasifikasi forrester). H I –IV menunjukkan berat ringannya HF dalam


hal hemodinamik
C I-IV menunjukkan berat ringan HF secara klinis. PCWP: pulmonary capillary wedge
pressure, CI: cardiac index

12
13 | P a g e

2.1.4.3 Klasifikasi Stevenson

Congestion (-) Congestion (+)

Pulmonary congestion
Orthopnoea/paroxysmal
nocturnal dyspnoea
Peripheral (bilateral)oedema
Jugular venous dilatation
Congested hepatomegaly
Gut congestion,ascites
Hepatojugular reflux
HYPOPERFUSION (-)

WARM-DRY WARM-WET

HYPOPERFUSION (+)

Cold sweated extremities

Oliguria COLD-DRY COLD-WET

Mental confusion

Dizzines

Narrow pulse pressure

Hypoferfusion is not synonymous with hypotension, but often hypoperfusion is


accompanied by hypotension.

13
14 | P a g e

Berdasarkan penilaian diatas didapat 4 klasifikasi klinis :


• Kelas I (A) : kering dan hangat, pasien dalam keadaan tanpa kongesti dan
perfusi yang cukup
• Kelas II (B) : basah dan hangat (wet-warm), pasien dalam keadaan
kongesti dengan status perfusi yang cukup
• Kelas III (L) : kering dan dingin (dry-cold), pasien dalam keadaan tanpa
kongesti dengan status perfusi yang tidak adekuat
• Kelas IV (C) : basah dan dingin(wet-cold), pasien dalam keadaan kongesti
dengan status perfusi yang tidak adekuat
2.1.5 Sindrom Klinis AHF
Sindrom AHF dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal forward kanan atau kiri,
gagal backward kanan atau kiri, atau kombinasi keduanya. Berdasarkan tekanan
darah saat masuk rumah sakit, sebagian besar kasus AHF dapat diklasifikasikan
menjadi 2 tipe :

Cardiac failure Vascular failure


Mekanisme Retensi cairan Redistribusi cairan
Type gagal jantung ADHF De novo
Onset Gradual Cepat
Tanda Kongesti pulmonal dan Kongesti pulmonal
perifer
Tekanan darah Normal atau rendah Normal atau naik
LVEF Berkurang Masih normal
Tekanan pengisian Rendah Tinggi
Cardiac outfut Menurunkan Menaikan
Terapi utama Diuretik Vasodilator
Angka kematian Tinggi Rendah
Angka rehospitalisasi High High

(Marco tubaro dan Pascal vranckx, 2015)

14
15 | P a g e

Istilah Definisi
Tanda dan gejala kongesti Orthopneu,paroxysmal nocturnal dyspnoes,pulmonary rales
(bagian kiri) (bilateral),oedema perifer (bilateral)
Tanda dan gejala (bagian Vena jugular dilatasi,oedema
kanan) perifer (bilateral),kongesti
Tanda dan gejala hypoperfusi hepatomegali,reflux
hepatojugular,ascites gejala
kongesti usus
Klinik: extremitas dingin dan berkeringat,oliguri,kebingungan
mental,pusing,tekanan nadi menyempit.
Hasil laboratorium : asidosis metabolik,kenaikan serum
laktat,kenaikan serum creatinin
Hypoperfusi tidak sama dengan hipotensi tetapi hypoperfusi disertai
dengan hipotensi
Hypotensi Systolic BP < 90 mmhg

Bradicardia Hearth rate <40 x/menit

Takicardia Hearth rate >120 x /menit

Usaha pernafasan yang tidak Respiratory rate >25 x/menit menggunakan otot aksesoris pernafasan
normal untuk bernafas,atau respiratory rate <8 x/menit dispnoe
Low saturasi O2 Saturasi O2 (SaO2) <90% dalam pulse oximetry

Hypoxaemia Tekanan parsial O2(PaO2) dalam darah arteri <80 mmhg (<10,67
Kpa) (analisa gas darah)
Hypoxemia gagal nafas type I PaO2 <60 mmhg (<8Kpa)

Hypercapnia Tekanan parsial CO2 (PaCO2) dalam darah arteri >45 mmhg
(>6Kpa) (Analisa gas darah)

2.1.6. Pathofisiologi

Jika curah jantung tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,
mekanisme kompensasi diaktifkan, termasuk respon neurohormonal. Mekanisme
ini membantu meningkatkan kontraksi dan mempertahankan integritas sirkulasi
tetapi jika terus berlangsunsg akan menyebabkan pertumbuhan otot yang

15
16 | P a g e

abnormal (remodeling) jantung. Respon kompensatorik terhadap penurunan curah


jantung merupakan dilatasi ventrikel, peningkatan stimulus sistem saraf simpatis
dan aktivasi sistem renin angiotensin.(joyce M. Black and Jane Hokanson
Hawks,2014)

Dilatasi ventrikel

Dilatasi ventrikel merupakan pemanjangan serabut otot yang meningkatkan


volume di dalam ruang jantung. Dilatasi menyebabkan peningkatan preload dan
curah jantung karena sebuah otot yang teregang akan berkontraksi lebih kuat,
akan tetapi dilatasi memiliki keterbatasan sebagai mekanisme kompensasi.
Serabut otot jika diregangkan melebihi titik tertentu akan menjadi tidak efektif.
Jantung yang berdilatasi dengan aliran darah yang normal akan menglami
kekurangan oksigen. Hipoksia pada jantung selanjutnya akan mengurangi
kemampuan kontraksi otot.

Peningkatan stimulasi sistem saraf pusat

Stimulasi adrenergik simpatis menghasilkan konstriksi arteriole, takikardia dan


peningkatan kontraktilitas miokardial yang akan bekerja meningkatkan curah
jantung dan memperbaiki penghantaran oksigen dan nutrien ke jaringan.
Baroreseptor arterial merupkan komponen penting pada respon ini. Efek
kompensasi terjadi jika terjadi peningkatan tahanan vaskular perifer (afterload)
dan beban kerja miokardium. Selain itu stimulus simpatis mempengaruhi aliran
darah ke ginjal dan menstimulasi sistem renin-angiotensin.

Stimulasi sistem renin angiotensin

Jika aliran darah melaui arteri renalis berkurang, refleks baroreseptor akan
terangsang dan renin akan di lepaskan ke aliran darah. Renin berinteraksi dengan
angiotensinogen menghasilkan angiotensin I, jika angiotensin I berinterkais
dengan ACE, angiotensin I di ubanh menjadi angiotensin II meningkatkan
vasokontriksi, meningkatkan pelepasan norepinefrin/nor adrenalin dari ujung saraf
simpatis dan merangsang medula adrenal untuk menghasilkan aldosteron yang
akan meningkatkan penyerapan air dan natrium. Stimulus sistem renin-

16
17 | P a g e

angiotensin akan menyebabkan volume plasma bertambah dan peningkatan


preload.

Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara waktu,


namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu
perburukan gagal jantung tidak hanya karena vasokontriksi serta retensi air dan
garam yang terjadi,akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung dari
noradrenalin dan angiotensin terhadap miokrad.
Mekanisme Pathogenik utama (Marco tubaro dan Pascal vranckx, 2015)
Gagal jantung akut terjadi 4 akibat mekanisme pathogenik :

• Volume overload
• Pressure overload
• Myocardial loss
• Disfungsi diastolik/Imfaired filling

AHF di pengaruhi kondisi kardiovaskuler sama non kardiovaskuler,salah satu


mekanisme pathogenik atau kombinasi keduanya.

Kongesti

Tanda dari gagal jantung akut adalah kongesti

Kongesti perifer karakteristiknya :

• Kenaikan berat badan


• Oedema perifer
• Distensi vena jugularis
• Pembesaran hati,nyeri dan hepatojugular reflux

Kongesti pulmonal karakteristiknya :

• Dyspnoe
• Tingkat keparahan paru-paru yang bervariasi

Kongesti perifer biasanya bersamaan dengan kongsti paru-paru tapi tidak


keduanya, kedua mekanisme kongesti terbentuk karena retensi cairan dan

17
18 | P a g e

redistribusi cairan. Dalam kasus retensi cairan disfungsi cardiac/gagal jantung


akut mengakibatkan low cardiac outfut lalu mengaktivasi neurohormonal sebagai
mekanisme kompensasi renin angiotensin aldosteron system meningkatkan
aldosteron dan vasopresin sehingga menyebabkan retensi na dan air didalam
ginjal,mengakibatkan retensi cairan lalu menjadi kongesti perifer dan kongesti
pulmonal. Dalam kasus redistribusi cairan, gagal jantung akut mengakibatkan
vasokontriksi perifer sehingga menaikan venous return dan afterload lalu
menyebabakan kenaikan tekanan di ventrikel kiri terjadi redistribusi cairan yang
menyebabkan tekanan di kapiler paru meningkat terjadi kongeti pulmonal.

Cardiac VS Vascular failure

Kasus gagal jantung akut menyebabkan perburukan fungsi jantung,


mekanismenya di dominasi pasien dengan akut dekompensated chronic hearth
failure dengan kelemahan left ventrikel ejection fraxion (LVEF) dan tekanan
arteri yang normal atau rendah, mekanisme utama yang menyebabkan kongesti
pulmonal. Penyebab vascular failure adalah vasokontriksi perifer yang
menyebabkan redistribusi cairan sehingga menjadi kongesti. Melihat mekanisme
tersebut contohnya pada acute pulmonary oedema dan hipertensi krisis,biasanya
pasien mempunyai frekuensi pemeliharaan LVEF normal atau meningkatnya
tekanana arteri.

Konsiderasi patofisiologi AHF klinis yang aktual sebagai tanda gagal jantung
diobati terutama dengan diuretik dan dalam kasus yang banyak dengan inotropik.
Sedangkan vaskular failure terutama mengatur dengan vasodilator.Dimana
syndrome ini yang komplex dan dua mekanisme yang berbeda pada kebanyakan
pasien.

Myocardial Injury

ACS adalah penyebab tersering AHF,dari data hampir 85000 pasien AHF dari
registry ADHERE (2008) 6% pasien positif troponin. Dalam konteks AHF
iskemia penyebabnya yang di sebabkan penurunan supply oksigen ke miokardium
dan kenaikan demand oksigen keduanya menurun karena low diastolik tekanan
arteri darah dan high LV diastolik pressure.

18
19 | P a g e

Kombinasi yang menyebabkan penurunan tekanan coroner sehingga gangguan


perfusi koroner :

• Sirkulus visious pada AHF


Faktor utama pada AHF adalah, ketidakmampuan miokardium untuk
mempertahankan curah jantung supaya dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan perifer, sehingga akan terjadi aktivasi neurohormonal
yang berakibat timbulnya keluhan dan gejala-gejala klinis. Jika sirkulus
visious ini terjadi terus menerus akhirnya terjadi gagal jantung kronik.
• Myocardial hibernation
Adalah gangguan fungsi miokardium akibat aliran darah coroner yang
terganggu, walaupun sel-sel miokardium masih tetap infark.Dengan
meningkatkan aliran darah dan oksigenisasi, otot-otot miokardium akibat
myocardial hibernation ini dapat diperbaiki kembali fungsinya. Keadaan ini
dapat dianggap sebagai suatu mekanisme adaptasi terhadap keadaan
kekurangan oksigen agar tidak terjadi iskemia dan nekrosis miokardium yang
irreversible
• Myocardial stunning
Adalah keadaan disfungsi miokardium yang terjadi sementara akibat iskemia
miokardium yang berkepanjangan dan tetap terjadi walaupun perfusi
miokardium sudah terjadi. Mekanisme yang mendasarinya adalah stress
oksidatif, perubahan-perubahan homeostasis Ca⁺⁺, desentisasi protein-protein
kontraktil miokardium. Intensitas dan lamanya keadaan ini tergantung pada
iskemia miokardium yang mendahuluinya.
Disfungsi Renal

Keadaan saling ketergantungan antara jantung dan ginjal merupakan vicios circle
dimana gagal jantung penyebab disfungsi renal dalam memutar ,merubah atau
menaikan

Efek gagal jantung fungsi renal dipengaruhi beberapa mekanisme:

• Low cardiac outfut(forwald failiure). yang menyebabkan tekanan perfusi


yang rendah pada glomerulus arteriole aferen

19
20 | P a g e

• Kenaikan CVP (bakd ward) meningkatkan tekanan intra abdominal dan


dengan demikian menaikan tekanan pada capsula bowmans
• Terapi obat dan terutama diuretik yang mengurangi volume intravaskular
dan dengan demikian menyebabkan penurunan tekanan perfusi glomerulus
lebih lanjut, dan inhibitor RAAS yang menyebabkan vasodilatasi arteriole
eferen. Kombinasi dari tiga mekanisme yang disebutkan menyebabkan
tekanan filtrasi rendah di glomerulus, dan sehingga urine outfut yang
rendah.

Pada waktu bersamaan beberapa faktor tambahan dengan meningkatkan gagal


jantung yang mempengaruhi fungsi jantung dan ginjal seperti aktivasi
neurohormonal dan inflamasi, anemia, necrosis, apoptosis dan fibrosi. Faktor
resiko gagal jantung dan gagal ginjal frekuensi sering di gagal jantung yaitu
pasien dengan diabetes, hipertensi dan penuaan.

20
21 | P a g e

Algoritma manajemen penanganan pasien menurut guidlines ESC 2016

21
22 | P a g e

Penilaian klinis dan prosedur AHF

22
23 | P a g e

2.1.7 Prosedur diagnostik


2.1.7.1 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus terfokus untuk mendeteksi adanya kelainan struktur dan
penyebabnya, status volume cairan dan derajat beratnya gagal jantung sebagai
landasan terapi awal.Tinggi dan berat badan harus dicatat, lakukan pemeriksaan
tanda vital saat berbaring dan duduk untuk menentukan adanya ortostatik.
Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan dapat ditentukan bila JVP
meningkat, sedangkan peningkatan pengisian ventrikel kiri secara fisik ditentukan
bila terdengar pulmonsry rales pada pemeriksaan auskultasi paru dan terdengar
adanya suara gallop S3.
2.1.7.2 Rontgen Thorax
Digunakan diagnosis AHF untuk mengetahui kongesti vena paru, effusi pleura,
edema interstial,kardiomegaly,meskipun 20% pasien dengan AHF hampir
normal,posisi dada terlentang memiliki nilai yang terbatas. Foto rontgen juga
digunakan untuk identifikasi alternatif penyakit non-cardiac yang dapat
menyebabkan atau berkontribusi pada gejala pasien (pneumonia,infeksi paru non
konsulodasi)
2.1.7.3 Elektrokardiogram (EKG)
Untuk mengetahui identifikasi yang mendasari penyakit jantung dan yang
berpotensial (Atrial fibrilasi ventrikuler rapid respone, acute myiocardial iskemia)
2.1.7.4 Pemeriksaan Ekokardiografi
untuk menentukan fungsi dan adanya perubahan struktur jantung serta sebagai
informasi dalam menentukan penyebab gagal jantung.Dengan pemeriksaan ini
dapat dievaluasi adanya komplikasi mekanik infarkmiokardium akut dan
kemungkinan kelainan pericardium, secara tidak langsung dapat mengukur curah
jantung dan tekanan arteri polmanalis.Teknik tissue Doppler imaging (TDI) untuk
mengetahui adanya ketidak sinkronan ventrikal berkembang sangat cepat. Teknik
ini sangat bermanfaat dalam evaluasi pacu jantung biventricular /
CRThokardiografi
2.1.7.5 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium standar untuk evaluasi gagal jantung adalah :
pemeriksaan hitung jenis darah (blood count) untuk melihat adanya anemia dan

23
24 | P a g e

infeksi, pemeriksaan analisa gas darah (terutama bagi pasien AHF yang berat)
untuk evaluasi oksigenasi (pO2) adekuasi system respirasi (pCO2) dan
keseimbangan asam basa (pH).
Pemeriksaan laboratorium tambahan : pemeriksaan fungsi ginjal (BUN dan
Kreatinin serum), pemeriksaan elektrolit, gula darah, CK-MB, troponinte T/I (bila
dicurigai adanya iskemia akut), profil lipid, tes fungsi hati, albumin serum,
urinalisis dan tes fungsi tiroid. Pemeriksaan spesifik dalam mendiagnois AHF
sekaligus menggambarkan prognosis, digunakan pemeriksaan pertanda biologis
brain natriuretic peptide plasma (BNP/NT-proBNP). Patokan nilai diagnosis kadar
BNP plasma adalah 100pg/ml dan kadar plasma NT-sproBNP adalah 300pg/ml.
2.1.7.6 Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan kateterisasi jantung kanan dengan kateter swan Ganz (ballon
flotation catheter) dapat mengukur secara langsung PCWP dan cardiac output.
Pada umumnya untuk diagnose AHF tidak diperlukan kateterisasi jantung kanan,
namun pada pasien yang kompleks, pemeriksaan ini dapat membedakan apakah
suatu kondisi klinis disebabkan oleh faktor intra kardiak atau ekstra kardiak,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung yang disertai kelainan paru,
disamping itu informasi yang diperoleh dari kateterisasi jantung kanan dapat
dipergunakan untuk menentukan pilihan terapi.
2.1.8 Pemantauan hemodinamik ada dua cara :
2.1.8.1 Non invasive
Pemantauan yang dilakukan meliputi : HR, RR, suhu tubuh, tekanan darah,
saturasi oksigen, produksi urin dan cairan masuk, berat badan, keluhan
sesak,pemeriksaan elektrolit, kreatinin serum, gula darah dan elektrokardiografi.
2.1.8.2 Invasive
Jika terdapat instabilitas hemodinamik perlu dipertimbangkan pemantauan
tekanan intaatrial, pemantauan CVP, pemantauan PCWP dan cardiac index
dengan menggunakan kateter arteri pulmonal (swan ganz catheter)

24
25 | P a g e

2.1.9 Penatalaksanaan AHF


2.1.9.1. Therafi non-farmakologi
Oksigen
Pemberian oksigen diberikan untuk mengurangi hipoksia,dispnea dan untuk
memperbaiki pertukaran oksigen dan karbon dioksida,bertujuan juga
mempertahankan saturasi oksigen arteri 95%-98%. Pada pasien AHF therapi
oksigen tidak selalu digunakan rutin apabila tidak terjadi hipoksemia karena akan
menyebabkan vasokontriksi dan penurunan cardiac outfut.
Recommendations for the management of patients with acute heart failure:
oxygen therapy and ventilatory support

Recommendations Class Level Ref c


a b
Monitoring of transcutaneous arterial oxygen saturation (SpO2) is I C
recommended.
Measurement of blood pH and carbon dioxide tension (possibly
including lactate) should be considered, especially in patients with IIa C
acute pulmonary oedema or previous history of COPD using
venous blood. In patients with cardiogenic shock arterial blood is
preferable.
Oxygen therapy is recommended in patients with AHF and SpO2
<90% or PaO2 <60 mmHg (8.0 kPa) to correct hypoxaemia. I C
Non-invasive positive pressure ventilation (CPAP, BiPAP) should
be considered in patients with respiratory distress (respiratory rate
>25 breaths/min, SpO2 <90%) and started as soon as possible in IIa B 541-
order to decrease respiratory distress and reduce the rate of 545
mechanical endotracheal intubation.Non-invasive positive pressure
ventilation can reduce blood pressure and should be used with
caution in hypotensive patients. Blood pressure should be
monitored regularly when this treatment is used.
Intubation is recommended, if respiratory failure, leading to
hypoxaemia (PaO2 <60 mmHg (8.0 kPa)), hypercapnia (PaCO2 I C

25
26 | P a g e

>50 mmHg (6.65 kPa)) and acidosis (pH <7.35), cannot be


managed non-invasively.

AHF = acute heart failure; BiPAP = bilevel positive airway pressure; COPD =
chronic obstructive pulmonary disease; CPAP = continuous positive airway
pressure; PaCO2 =
partial pressure of carbon dioxide in arterial blood; PaO2 ¼ partial pressure of
oxygen in arterial blood; SpO2 ¼ transcutaneous oxygen saturation.
a
Class of recommendation.
b
Level of evidence.
c
Reference(s) supporting recommendations

Retriksi cairan dan natrium


Retriksi cairan (< 2 L perhari), terutama pada penderita dengan hiponatremi, diet
rendah natrium (2 gr) dianjurkan bagi penderita tanpa hiponatremi. Penderita
dengan kadar natrium serum < 125 mEq/ perlu restriksi cairan lebih ketat.
2.1.9.2 Therapi farmakologi
Beberapa ketentuan penggunaan farmakotherapi pada guidlline ESC 2016 ,anatara
lain
Diuretik (akan menurunkan preload dan kerja jantung) :
• Loop diuretik IV atau diuretik kuat secara intravena direkomendasikan
untuk seluruh pasien dengan AHF dengan tanda dan gejala kelebihan
cairan.
• Pasien dengan AHF onset baru atau dengan HF yang belum pernah
menerima diuretik oral maka dosis inisial yang direkomendasikan adalah
20-40 mg IV furosemide, bagi yang sudah dalam therapi oral diuretik
sebelumnya maka dosis minimal harus ekuivalen dengan dosis
sebelumnya (beberapa penelitian merekomendasikan penggunaan high
dose yaitu dosis 2,5 kali lipat dari dosis oral)

26
27 | P a g e

• Pemberian diuretik intravena dapat dilakukan secara continuous infusion


atau bolus infusion dan dapat dilakukan titrasi sesuai gejala dan tanda
klinis.
• Kombinasi loop diuretik atau thiazide atau spironolakton dapat
dipertimbangkan pada edema yang resisten.
• Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemberian diuretik asupan dan
pengeluaran cairan harus dicatat, karena pasien mungkin mengalami
kehilangan sejumlah besar cairan setelah pemberian dosis diuretik,
timbang berat badan setiap hari untuk mengeavluasi keefektifan therapi,
selain itu turgor kulit dan selaput lendir harus dikaji akan adanya tanda-
tanda dehidrasi.Denyut nadi juga harus dipantau dan evaluasi
pemeriksaan elektrolit
• Spironolactone, sebagai diuretic obat ini mempunyai efek natriuresis
lemah, spironolactone dosis rendah tidak mempunyai efek diuretic yang
berarti, efek lain obat ini adalah menghambat fibrosis miokardium dan
pembuluh darah akibat aldosterone dan mengurangi ambilan norepinefrin
oleh miokardium. Spirolaktone tidak diberikan pada penderita dengan
kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl dan atau kadara kalium serum > 5
mmol/L.
Vasodilator :
• Vasidilator intravena adalah agen farmakoterapi kedua yang umumnya
digunakan pada AHF untuk menurunkan gejala sistomatik.
• Cara kerjanya adalah mengurangi tonus vena (optimisasi preload) dan
tonus arteri (menurunkan afterload)
• Vasodilator umumnya sangat berguna pada kondisi hypertensive AHF dan
harus dihindari penggunaannya pada tekanan darah sistolik <90 mmHg
(atau symptomatic hypotension).
• Nitroglicerin didominasi oleh venodilator yang mengurangi tekanan
pengisisan ventrikel dan membantu meringankan kongesti paru. Pada
dosis yang tinggi menunjukan pelebaran arteri dan juga sering digunakan
sebagai therapi anti iskemi,sehingga digunakan pada pasien dengan AHF
dan miokard iskemia.

27
28 | P a g e

• Sodium nitropuside (SNP) adalah vasodilator yang kuat bekerja langsung


pada otot vaskular. Nitoprusid, terutama diberikan pada penderita AHF
dengan hipertensi krisis, pemberian nitroprusid pada syok kardiogenik
dikombinasi dengan inotropic, efek samping obat ini adalah hipotensi dan
intoksikasi tiosianat. Penghentian obat ini harus dititrasi turun secara
bertahap untuk menghindari efek rebound. Pemberian nitroprusid pada
infark miokard akut dapat menyebabkan coronary steal syndrome.
• Nesiritide, pemberian nesiritide intravena dapat menurunkan tekanan
pengisian ventrikel kiri tanpa meningkatkan HR. nesiritide diberikan pada
pasien ADHF , efeksamping pemberian obat ini hipotensi
Vasodilator intravena yang biasa diobati pada AHF
Vasodilator Dosis Efek Lainnya
samping
Nitroglycerine Star 10-20miqro/menit, Hipotensi, Tolernsi
dititrasi sampai 200 sakit terus
miqro/menit kepala digunakan
Issosorbide Star dengan 1 mg/jam, Hipotensi, Toleransi
dinitrate dititrasi sd 10 mg/jam sakit terus
kepala digunakan
Nitroprusid Star dengan 0,3 Hipotensi, Sensitife
mikro/kg/menit dan toksisitad terhadap
dititrasi sd 5 isosianat cahaya
mikro/kg/menit
Nesirited ᵦ Bolus 2 mikro/kg + infus hipotensi
0,01 mikro/kg/menit
ᵦ tidak tersedia dibanyak negara Eropa

Agen inotropik :
• Penggunaan agen inotropik hanya diberikan pada kondisi cardiac output
yang sangat rendah dan menyebabkan gejala hipoperfusi organ vital,yang
terutama terjadi pada hypotensi AHF

28
29 | P a g e

• Agen inotropik tidak direkomendasikan pada kasus hypotensi AHF dengan


penyebab hypotensi nya adalah hypovolemia atau kondisi lainnya yang
dapat dikoreksi sebelumnya.agen ini dapat diberikan setelah semua
penyebab tesebut terkoreksi dan masih terjadi hypotensive AHF.
• Beberapa agen inotropik yang dapat digunakan :
• Dobutamine: 2-20 mcg/kg/min (beta+)
• Dopamine: 3-5 mcg/kg/min;inotropic (beta+),> 5 mcg/kg/min:
(beta+),vasopressor (alpha+).
• Norepinephrine: 0.2-1.0 mcg/kg/min
• Epinephrine: 0.05-0.5 mcg/kg/min.
• Vasopresor
• Obat vasopresor diberikan pada keadaan hipotensi yang prominem untuk
meningkatkan tekanan darah dan menunjang perfusi ke organ-organ vital.
• Beberapa obat seperti norepinephrine dan dopamine dosis lebih tinggi
memiliki efek vasokonstriksi arteri yang kuat
Prophilaxis trombo emboli
Profilaxis trombo-emboli (dengan LMWH) rekomendasi bagi pasien sebelumnya
belum mendapatkan obat antikoagulan dan tidak terdapat kontraindikasi pada
pemberian antikoagulan untuk menurunkan resiko DVT dan emboli paru
Digoksin
Diberikan pada pasien atrial fibrilasi (AF) dengan rafid ventricular respone
(HR>110 kali/menit).dosis bolus IV 0.25-0.5 mg, apabila tidak diberikan
sebelumnya.diberikan dosis lebih rendah apabila ada gangguan ginjal sedang-
berat.
Vasopresin antagonis
Vasopresin antagonis seperti tolvaptan blok aksi arginin vasopersin (AVP) di
reseptor V2 di tubulus ginjal dan menaikan aquaresis.Tolvaptan digunakan pasien
dengan volume overload dan hyponatremia (efek sampingnya haus dan dehidrasi)
Opiat
Opiat mengurangi dyspnoe dan anxietas,untuk AHF penggunaan rutin opiat tidak
rekomendasi hanya harus hati-hati dipertimbangkan pada pasien dyspnea berat

29
30 | P a g e

kebanyakan digunakan pada oedema pulmonary,dosis dependent,efek sampingnya


nause,hipotensi,bradicardi dan depresi pernapasan
Anxiolytic dan sedasi
Digunakan buat pasien dengan agitasi dan delirium.,penggunaan
benzodiazepines(duazepam atau lorazepam) yang hati-hati merupakan pendekatan
yang aman
ACE inhibitor
Ace inhibitor mempunyai efek positif terhadap hemodinamik penderita HF yaitu
mengurangi resistensi vaskuler, memperbaiki proses remodeling dan mempunyai
efek natriuresis. ACE inhibitor dalam sediaan intravena tidak dianjurkan untuk
digunakan. Pemberian ACE inhibitor pada AHF dilakukan setelah 48 jam
penderita stabil, ACE inhibitor digunakan minimal 6 minggu, selama penggunaan
ACE inhibitor tekanan darah dan fungsi ginjal harus dievaluasi secara teratur
Calcium channel blocker (verapamil, diltiazem, dihidropiridin),
pemberian obat ini diindikasikan bagi penderita AHF yang disertai dengan
hipertensi emergensi, pada penderita AHF dan CHF tanpa hipertensi harus
dihindari.
Angiotensin receptor blocker/ARB
penggunaan terpai ini dalam HF adalah sebagai alternative bagi penderita yang
intolan terhadap ACE inhibitor atau penderita yang mengalami angioedema ketika
dalam terapi ACE inhibitor.
Beta blocker
Obat ini diberikan sedini mungkin pada penderita infark miokard akut dengan
gagal jantung yang sudah stabil
Renal replacement therapy
Ultrafiltrasi melibatkan pemindahan air plasma melintasi membran semipermibel
sebagai respons terhadap gradien tekanan transmembran.
Indikasi menggunakan renal replacement therapi pasien dengan volume
overload,oliguria,tidak respon terhadap tindakan (PH,7,2),serum urea level
>25mmol/L(150 mg/dl) dan serum creatinin >300 miqro mol/L (3,4 mg/dl). Tidak
di rekomendasikann untuk pasien yang masih respon terhadap obat diuretik.

30
31 | P a g e

2.1.9.3 Mechanical assits devices


Intra aortic balon pump
Intra Aortic Balloon Pump/IABP, indikasi IABP adalah penderita HF berat atau
syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap terapi (cairan,
vasodilator, inotropic), disertai regurgitasi katup mitral atau rupture septum
interventrikuler sebelum terapi definitive dapat dilakukan atau disertai iskemik
miokardium sebelum terapi revaskularisasi dapat dilakukan. Kotra indikasi mutlak
IABP adalah regurgitasi katup aorta sedang sampai berat, aneurisma aorta
torakalis atau abdominalis, diseksi aorta, perdarahan yang tidak terkontrol, HF
akhir tanpa alternative terapi. Alat ini dapat dihentikan pemakaiannya jika
penderita telah stabil secara klinis dan hemodinamik dan pencabutan dilakukan
jika PTT ≤ 50 detik atau ACT < 160 detik.
Ventrikular asist devices

Ventricular Assist Device (VAD) adalah pompa mekanis yang menggantikan


sebagian kerja mekanis dari ventrikel, VAD diindikasikan bagi penderita AHF
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi, penggunaan VAD
terbatas pada penderita yang tidak mempunyai gagal organ lain, tidak miokarditis
dan sebagai jembatan sebelum transplantasi jantung.

Pacu jantung

Pacu jantung, tujuan terapi pacu jantung adalah mempertahankan HR dan


mempertahankan sinkronisasi antara atrium dan ventrikel, indikasi pemasangan
pacu jantung pada penderita HF adalah bradikardi yang simtomatik dan blok atrio
ventrikuler derajat tinggi. Terapi resinkronisasi memakai pacu jantung
biventricular (CRT) terbukti memperbaiki keluhan, indikasi pemasangan CRT
adalah HF dengan disfungsi sistolik yang mengalami gangguan sinkronisasi dan
keluhan tidak dapat diatasi dengan terapi medical yang maksimal

Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)

Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD), pemasangan ICD yang dikombinasi


dengan CRT dilakukan pada penderita HF berat dengan keluhan menetap, EF ≤ 35

31
32 | P a g e

% dengan kompleks QRS ≥0,12 datik. Pemasangan ICD pada infark miokard akut
dilakukan > 30-40 hari pasca serangan akut.

Terapi Bedah
Terapi bedah, berbagai kelainan jantung, terutama terjadi setelah infark miokard
akut, dapat menyebabkan AHF, terapi bedah mungkin diperlukan untuk
memperbaiki prognosis
2.1.9.4 Intervensi lain

Pasien dengan AHF dan efusi pleura, pleurocentesis dengan evakuasi cairan dapat
dipertimbangkan jika memungkinkan untuk meringankan dyspnea. Pasien dengan
asites ,asites paracentesis dengan evakuasi cairan dapat dipertimbangkan untuk
mengurangi gejala.Prosedur melalui pengurangan tekanan intra
abdominal,mungkin juga sebagian menormalkan tekanan gradien
transrenal,sehingga memperbaiki filtrasi ginjal

Penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik

Recommendation regarding management of patient with cardiogenic shock

Recommendation Class ͣ Level ᵇ Ref ͨ


In all patient with suspected cardiogenic shock,immediate I C
ECG and echocardiography are recommended
All patient with cardiogenic shock should be rapidly
transferred to a tertiary care center which has a 24/7 service I C
of cardiac catheterization, and a dedicated ICU/CCU with
availability of short term mechanical circulatorybsupport
In patients with caediogenic shock complicating ACS an
immediate coronary angiography is recommended (within 2 I C
hours from hospital admission) with an intent to perform
coronary revascularization
Continous ECG and blood pressure monitoring are I C
recommended
Invasive monitoring with an arterial line is recommended I C

32
33 | P a g e

Fluid challenge (saline or ringer`s lactate,>2090ml/15-30 I C


min) is recommended as the first line treatment if there is no
sign of overt fluid overload
Intravenous inotropic agent (dobutamine) may be considered IIb C
to increase cardiac output
Vasopressors (norepinephrine preferable over dopamine) IIb B 558
may be considered if there is a need to maintain SBP in the
presence of persistent hypoperfusion
IABP is not routinely recommended in cardiogenic shock III B 585,586
Short-term mechanical circulatory support may be IIb C
considered in refractory cardiogenic shock depending on
pateint age, comorbidities and neurological function
ACS= acute coronary syndrome;CCU= coronary care unit;ECG=
electrocardiogram;IABP= intra-aortic ballon pump;ICU= intensive care
unit;SBP= systolic blood pressure

ͣ class of recommendation

ᵇ level of evidence

ͨ reference (s) supporting recommendation

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL


JANTUNG AKUT
2.2.1 Pengkajian

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan
tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama
jantung, gangguan endokardial, perikardial, valvular atau miokardial. Kelainan
miokardium bisa sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan
ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian ventrikel) atau
kombinasi keduanya.

33
34 | P a g e

2.2.1.1 Keluhan utama

Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan, meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistematik.

• Dispnea

Keluhan dispnea atau sesak nafas merupakan manifestasi kongesti pulmonalis,


sekunder dan kegagalan ventrikal kiri dalam melakukan kontraktilitas
sehingga akan mengurangi curah sekuncup. Dengan meningkatnya LVEDP,
maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)., karena atrium dan
ventrikal berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan
ke belakang masuk ke dalam anyaman vaskular paru - paru, meningkatkan
tekanan kapiler, dan vena paru - paru.

• Kelemahan fisik

Kelemahan fisik karena cardiac outfut yang rendah namun abnormalitas otot
skelet dan komorbiditas non-cardiac (anemia) juga berkontribusi pada gejala
ini.

• Edema sistemik

Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai respons terhadap peningkatan


kronis terhadap tekanan vena paru.Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikal kanan. Mekanisme kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.

2.2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama dengan


melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama.Pengkajian
yang di dapat dengan adanya gejala - gejala kongesti vaskular pulmonal adalah
dispnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema, pulmonal
akut. Pada pengkajian dispnea (dikarakteristikan oleh pernafasan cepat, dangkal,
dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien)

34
35 | P a g e

apakah menggangu aktivitas lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah,


atau kelemahan yang disebabkan oleh dispnea.

• Ortopneu

Ortopneu merupakan tahap lanjut dari dyspnea. Klien sering mengeluhkan


sebagai posisi tiga titik, duduk dengan kedua tangan di lutut dan condong
kedepan. Ortopnea terjadi karena posisi terlentang (supine meningkatkan
jumlah darah yang kembali ke jantung dan paru dari ekstrimitas inferior
(preload). Klien bersusaha untuk menghindari distres

• Paroxysmal nocturnal dyspneu

Paroxysmal nocturnal dyspneu adalah sesak nafas yang terjadi pada malam
hari dan biasanya membangunkan pasien dari tidurnya.PND dapat berupa
batuk atau bersin.Hal ini disebabkan adanya peningkatan arteri bronchial yang
menyebabkan kompresi jalan nafas,disertai dengan edema interstitial paru
yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya resistensi saluran pernafasan
pada pasien. Jika pada saat oetopneu kedaan dapat membaik jika pasien
berubah posisi dari berbaring ke duduk, pada PND batuk dan mengi menetap
meskipun pasien melakukan perubahan posisi.

• Keluhan Batuk

Batuk merupakan manifestasi yang sering pada gagal ventrikel kiri. Batuk
yang kasar dapat menghasilkan sputum berbusa kental dan bercampur darah.
Klien batuk karena sejumlah cairan yang banyak terperangkap dalam saluran
pernapasan dan mengiritasi mukos paru. Pada auskultasi terdapat ronkhi
bilateral

• Edema Pulmonal

Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan


dengan kongesti vaskular pulmonal.Ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran
vaskular (kurang lebih 30mmHg).Pada tekanan ini, terdapat transduksi cairan

35
36 | P a g e

ke dalam alveoli, yang sebaliknya menurunkan tersedianya area untuk


transport normal oksigen dan karbondioksida masuk dan keluar dari darah
dalam kapiler pulmonal.Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat,
batuk, ortopnea, ansietas dalam, sianoasis, berkeringat, kelainan bunyi
pernafasan, sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, dan
berbusa dari mulut.Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani
dengan cepat dan sigap.

2.2.1.3 Riwayat penyakit Dahulu

Pengkajian yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah


menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, dan
hiperlipidemia.Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi obat diuretik , nitrat,
penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan adanya alergi obat, dan tanyakan reaksi
alergi apa yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek
samping obat.

2.2.1.4 Riwayat Keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta
bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga
dintanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunan nya.

2.1.1.5 Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungan nya. Kebiasaan


social: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol, atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok:menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-
pertanyaan tersebut diatas, maka data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui, yaitu : nama, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang di

36
37 | P a g e

anut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya


diperhatikan kondisi klien.Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang
diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan yang jawabannya adalah ya
atau tidak.Atau pertanyaan yang dapat di jawab dengan gerak tubuh, yaitu
mengangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak memerlukan energy
yang besar.

2.1.1.6 Pengkajian Psikososial

Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal,
takut mati, perasaan mati sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tidak
perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai
dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial dikaji terhadap
adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan
koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi.

2.1.1.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6. Pada
pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran
yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

• B1 (breathing)

Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vasksular pulmonal


adalah dispnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru.Hal ini dikenali sebagai bukti gagal ventrikal kiri.
Sebelum crackles dianggap sebagai kegagalan pompa, klien harus
diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang
mungkin di kompresi dari bawah diafragma.

37
38 | P a g e

• B2 (Blood / sirkulasi)

Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengkajian apa saja yang dilakukan pada
pemeriksaan jantung dan pembuluh darah :

Inspeksi

Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung.Lihat adanya dampak


penurunan curah jantung.Selain gejala-gejala yang diakibatkan dan kongesti
vaskular pulmonal, kegagalan ventrikal kiri juga dihubungkan dengan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.Klien
dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan, berkonsentrasi,
defisit memori, dan penurunan toleransi latihan.Gejala ini mungkin timbul
pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama
klien.Sayangnya, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap depresi,
neurosis, atau keluhan fungsional.Oleh karena itu, secara potensial hal ini
merupakan indikator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak
dikenali kepentingannya, dan klien juga diberi keyakinan dengan tidak tepat
atau diberi tranquilizer (sediaan yang meningkatkan suasana hati-mood).
Ingat, adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung rendah memerlukan
evaluasi cermat terhadap jantung serta pemeriksaan psikis yang akan member
informasi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat.

Distensi Vena Jugularis. Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi,


maka akan terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada
diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan
peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini
sebaliknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis.Seseorang dapat mengevaluasi hal
yang paling baik ini dengan melihat pada vena-vena dileher dan memerhatikan
ketinggian kolom darah. Pada klien yang berbaring di tempat tidur dengan
kepala tempat tidur ditinggikan antar 300 dan 600, pada orang normal kolom
darah di vena-vena jugularis eksternal akan hanya beberapa milimeter diatas
batas atas klavikula, bila ini terlihat sama sekali.

38
39 | P a g e

Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat


dipercaya.Tentu saja ini sering ada bila ventrikal kanan telah gagal.Setidaknya
hal ini merupakan tanda yang dapat dipercaya dari disfungsi ventrikal.Banyak
orang, terutama lansia yang menghabiskan mereka untuk duduk di kursi
dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini, terjadi penurunan
turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena primer seperti varikositis. Edema pergelangan kaki dapat terjadi
yang mewakili faktor ini daripada kegagalan ventrikal kanan.

Edema yang berhubungan dengan kegagalan di ventrikal kanan, bergantung


pada lokasinya, bila klien berdiri atau bangun, perhatikan pergelangan kakinya
dan tinggikan kaki bila kegagalan makin buruk.Bila klien berbaring ditempat
tidur, bagian yang bergesekan dengan tempat tidur menjadi area
sakrum.Edema harus diperhatikan di tempat tersebut. Manifestasi klinis yang
tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali
(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta kelemahan.

Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai yang pada akhirnya ke genitalia eksterna serta
tubuh bagian bawah.Edema sakral sering jarang terjadi pada klien yang
berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting
edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari.

Palpasi

Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung


terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi : kontraksi atrium prematur,
takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikal prematur.

39
40 | P a g e

Perubahan Nadi. Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukan


denyut yang cepat dan lemah.Denyut jantung yang cepat atau takikardia,
mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatis.Penurunan yang
bermakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer mengurangi
tekanan nadi (perbedaan antara tekanan siskolik dan diastolik), sehingga
menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse.Hipotensi sistolik pada
gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans
(suatu perubahan kekuatan denyut arteri).Pulsus alternans menunjukkan
gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke
denyut pada curah sekuncup.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup.Tanda fisik
yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi: bunyi jantung ketiga dan keempat (S3.S4) serta
crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium
dan terdengar paling baik dengan bel stetoskop yang ditempelkan dengan tepat
pada apeks jantung.
Posisi laterai kiri mungkin diperlukan untuk mendapatkan bunyi.Ini terdengar
sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu tanda pasti kegagalan
kongesif, tetapi dapat menurunkan kompalins (peningkatan kekauan)
miokard.Ini mungkin indikasi awal premonitori menuju kegagalan.Bunyi S4
adalah bunyi yang umun terdengar pada klien dengan infark miokardium akut
dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.

S3 atau gallop ventrkel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada
orang dewasa hamper tidak pernah ada pada adanya penyakit jantung
signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan terhadap gagal
kongesif diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal
diastolic setelah bunyi jantung kedua (S2), dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Ini juga dapat didengar paling baik

40
41 | P a g e

dengan bel stetoskop yang diletakkan tepat di apeks, dengan klien pada posisi
lateral kiri dan pada akhir ekspirasi.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya didapatkan apabila
penyebab gagal jantung karena kelainan katup.
Perkuasi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakkan adanya hipertrofi jantung
( kardiomegali).

• B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila


gangguan perfuasi jaringan berat. Pengkajian objektif klien: wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

• B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena


itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda dari
syok kardiogenik.Adanya edema ekstremilas menandakan adanya retensi
cairan yang parah.

• B5 (Bowel)

Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen, serta penurunan
berat badan.
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan
jantung. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu
kondisi yang dinamakan asites pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini
dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernapasan.

41
42 | P a g e

• B6 (Bone)

Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah


sebagai berikut.
Kulit Dingin
Gagal depan pada ventrkel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke orang-organ. Oleh karena darah dialihkan dari organ-organ non-
vital demi mempertahankan perfusi jantung dan otak, maka manifestasi paling
dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit
dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan oleh
vasokonstriksi perifer; penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan
panas.Oleh karena itu, demam ringan dan keringat yang berlebihan dapat
ditemukan.
Mudah Lelah

Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme.Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan
untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pad otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat diekserbasi oleh ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit atau anoreksia.Pemenuhan personal higiene mengalami
perubahan.
2.1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis gagal jantung seharusnya menggunakan kriteria klinis maupun


penilaian jantung secara objektif.Diagnosis tersebut sangat perlu ditegakan
sebelum mulai memberikan penatalaksanaan. Alat diagnosis dasar untuk gagal
jantung semuanya bersifat non-invasif, yaitu: ekokardiografi, elektrokardiografi
(EKG), dan foto sinar X dada. Hemoglobin, elektrolit, urea darah, dan fungsi
tiroid seharusnya juga diukur secara rutin. Pemeriksaan lain yang lebih khusus,
misalnya: kateterisasi jantung, arteriografi jantung, dan uji latihan juga dapat

42
43 | P a g e

digunakan pada klien tertentu tergantung ketersediaannya. Tekhnik khusus ini


sering tidak dibutuhkan karena prosedur non-invasif, terutama ekokardiografi
sudah demikian maju.

Pemeriksaan objektif diperlukan karena dua alasan: (1) untuk menilai kinerja
jantung dan (2) untuk menentukan penyebab dasar gagal jantung, khususnya jika
penyebab ini dapat diobati atau bahkan dihilangkan, misalnya kelainan katup,
endokarditis infektif, efusi perikardial, dan emboli paru yang berulang

2.1.1.8.1 Ekokardiografi

Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnose dan


manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasive, dan segera dapat memberikan
diagnose disfungsi jantung dari Doppler dapat membuat pemeriksaan invasive
lain tidak diperlukan.

Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung adalah akibat
penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan ketup
dilatasi ventrikal kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikal.Juga
dapat dilihat diskinesia regional pada tempat infarkmiokardium sebelumnya.

Pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan


fungsi ventrikel kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir diastolik dan sistolik dapat
direkam dengan ekokardiografi mode-M standar.

Diameter akhir diastolik ventrikel kiri berkorelasi baik dengan ukuran total
ventrikel kiri dan pemendekan traksional, yang dinyatakan dengan; dimensi akhir
diastolic dimensi akhir sistolik/dimensi akhir diastolik dapat digunakan untuk
memperkirakan fraksi ejeksi. Di sini juga dapat dinilai fungsi diastolik yang
sering abnormal pada hipertensi hipertrofi ventrikel.Beratnya penyakit jantung
katup dapat dievaluasikan dengan ultrasonografi Doppler.

Ultrasonografi Doppler gelombang kontinu dapat digunakan untuk menghitung


derajat etenosis dengan mengukur kecepatan aliran darah. Ultrasonografi Doppler,
termasuk aliran warna dapat digunakan untuk menilai regurgitasi katup dan pirau

43
44 | P a g e

intrakardiak. Aneurisma ventrikal kiri, trombus dalam ventrikel, efusi pericardial,


dan berbagai bentuk penyakit jantung congenital juga dapat dideteksi.

2.1.1.8.2 Rontgen Dada

Foto sinar X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena,


edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan vena
paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan
ukuran pembuluh darah.

Dengan meningkatnya tekanan, maka terjadi edema interstisial yang tampak


sebagai garis septal atau Kerley B horizontal.Pada semua jenis penyakit jantung
dapat terjadi pembesaran jantung. Ini dapat terlihat sebagai penignkatan diameter
transversal baying jantung menjadi lebih dari 15,5 cm pada pria dan lebih dari
14,5 cm pada wanita, atau sebagi peningkatan rasio kardiotoraks (rasio diameter
jantung dan dada) lebih dari 50%.

Garis-garis padat yang halus ini disebabkan oleh adanya cairan padat sekat
interlobularis dan paling mudah dilihat pada sudut kostofrenik. Pada akhirnya
terjadi edema alveolar, yang tampak sebagai bayangan samar yang umunya
menyebar dari daerah hilus, efusi pleura sering terjadi, khususnya di sebelah
kanan.

Namun, pengukuran jantung dengan sinar X kurang akurat, sehingga ukuran


jantung mungkin dapat saja normal pada klien yang sudah di diagnosis gagal
jantung.Sinar X dada juga dapat menunjukkan kelainan katup mitral dengan
adanya pembesaran atrium kiri.Klasifikasi katup atau perikardial menunjukkan
aneurisma ventrikel kiri atau efusi pericardial yang tampak sebagai jantung
globular besar.

2.1.1.8.3 Elektrokardiografi

Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak


dapat menunjukkan gambaran yang spesifik.EKG normal menimbulkan
kecurigaan akanadanya diagnosis yang salah.Pada pemeriksaan EKG untuk klien
dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti dibawah ini.

44
45 | P a g e

• Left bundle branch block, kelainan ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel


kiri kronis.
• Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST,
menunjukkan penyakit jantung iskemik.
• Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan sitenosis
aorta dan penyakit jantung hipertensi.
• Aritmia: deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan.

Selain melihat adanya hipertrofi, pemeriksaan EKG juga digunakan untuk


memantau adanya perubahan kalium setelah pemakaian diuretik . Perawat perlu
mengetahui gambaran dari pemberian diuretik yang telah menahan kalium.

Radiogram data menunjukkan hal-hal berikut: (1) kongesti vena paru-paru,


berkembang menjadi edema interstisial atau alveolar pada gagal jantung yang
lebih berat; (2) redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru; dan (3)
kardiomegali. Juga terjadi perubahan-perubahan khas pada kimia darah. Misalnya,
perubahan cairan dan kadar elektrolit terlihat dari kadarnya dalam serum. Sesuatu
yang khas adalah adanya hiponatremia pengenceran, kadar kalium dapat normal
atau menurun sekunder terhadap terapi diuretik .Hiperkalemia dapat terjadi pada
tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Demikian pula kadar
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap
perubahan laju filtrasi glomerulus. Kemih menjadi lebih pekat, dengan berat jenis
yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang.

Kelainan pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin


yang ringan.Dapat diamati peningkatan bilirubin dan enzim-enzim hati, aspartat
aminotransferase (AST) dan fostatase alkai serum, terutama pad gagal jantung
yang aku

2.2.2. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian, diagnosis keperawatan utama


untuk klien gagal jantung adalah sebagai berikut.

45
46 | P a g e

• Actual/risiko tinggi menurunnya curah jantung


• Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas
• Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif
• Aktual/risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
• Intoleransi aktifitas
• Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi
• Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian,
penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan
kesehatan
• Risiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan
dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
• Kurangnya pengetahuan

2.2.3. Rencana atau Intervensi

2.2.3.1 Aktual/Risiko penurunan cardiac outfut jantung


Diagnosa Rencana keperwatan
keperawatan/masalah Tujuan dan kriteria Intervensi
kolaborasi hasil
Penurunan curah NOC NIC :
jantung b/d
Perubahan Setelah dilakukan Evaluasi adanya
frekuensi/irama asuhan nyeri dada
jantung,preload, selama....penurunan (intensitas, lokasi,
afterload, kontraktilitas, kardiak output klien radiasi, durasi dan
volume sekuncup teratasi dengan faktor pencetus
kriteria hasil : nyeri)
DO/DS : Tanda vital Lakukan penilaian
Aritmia, dalam komprehensif
takikardia, rentang terhadap sirkulasi
bradikardia normal perifer (mis:cek
Distensi vena (takanan nadi perifer, edema,
jugularis darah, nadi, pengisian kapiler

46
47 | P a g e

Edema respirasi) dan suhu ekstimitas


Keletihan Dapat Dokumentasikan
Murmur jantung mentoleransi adanya disritmia
Peningkatan aktivitas,tida jantung
berat badan k ada Catat tanda dan
Peningkatan cvp kelelhan gejala penurunan
Peningkatan Tidak ada curah jantung
PAWP edema Observasi tanda-
Penurunan paru,perifer tanda vital
pulmonary arteri dan tidak ada Observasi status
wedge pressure asites kardiovaskuler
Penurunan CVP Tidak ada Observasi disritmia
Dispnea disritmia jantung termasuk
Kulit lembab Tidak ada gangguan irama dan
Oliguria bunyi konduksi
Pengisian jantung Observasi
kapiler abnormal keseimbangan
memanjang Tidak ada cairan (asupan-
Penurunan angina haluaran dan berat
denyut nadi Tidak ada badan harian)
perifer penurunan Evaluasi respons
Perubahan kesadarn klien terhadap
warna kulit AGD dalam disritmia
Perubahan batas normal Kolaborasi dalam
tekanan darah Tidak ada pemberian
Batuk distensi vena antiaritmia sesuai
Bunyi nafas leher kebutuhan
tambahan S3 Warna kulit Observasi respons
dan S4 normal klien terhadap
Ortopneu pemberian therapi
PND anti aritmia
Kecemasan Instruksikan klien

47
48 | P a g e

dan keluarga
tentang pembatasan
aktivitas
Tentukan periode
latihan dan istirahat
untuk menghindari
kelelahan
Observasi toleransi
klien terhadap
aktivitas
Observasi adanya
dispneu, kelelahan,
takipneu, dan
ortopneu
sAnjurkan untuk
mengurangi stress
Ciptakan hubungan
yang saling
mendukung antara
klien dan keluarga
Anjurkan klien
untuk melaporkan
adanya
ketidaknyamanan
dada
Tawarkan dukungan
spiritual untuk klien
dan keluarga

48
49 | P a g e

2.2.3.2 Gangguan pertukaran gas

Diagnosa keperawatan/Masalah Rencana Kepertawatan


kolaborasi Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Gangguan pertukaran gas NIC : NOC :
berhubungan dengan:
Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Atur posisi
perfusi ventilasi tindakan keperawatan kepala klien
Perubahan membran selama....x 24 jam untuk
kapiler-alveolar klien menunjukan memaksimal
DS : pertukaran gas kan ventilasi
Sakit kepala ketika adekuat dengan Lakukan
bangun kriteria : fisiotherapi
Dyspnoe Mendemonstra dada sesuai
Gangguan penglihatan sikan kebutuhan
DO : peningkatan Anjurkan
Penurunan CO2 ventilasi dan klien untuk
Takikardi oksigenasi bernafas
Hiperkapnia yang adekuat pelan dan
Keletihan Memelihara dalam
Iritabilitas kebersihan Auskulatasi
Hypoxia paru-paru dan bunyi nafas,
Kebingunagn bebas dari area
Sianosis tanda-tanda penurunan
Warna kulit abnormal distress ventilasi atau
(pucat, kehitaman) pernafasan tidak adanya
Hipoksemia Mendemonstra ventilasi dan
Hiperkarbia sikan batuk adanya bunyi
AGD normal efektif dan nafas

49
50 | P a g e

PH arteri abnormal suara nafas tambahan


Fekuensi dan kedalaman yang bersih, Kelola
nafas abnormal tidaka da pemberian
sianosis dan bbronkhodila
dyspnea tor sesuai
(mamapu kebutuhan
mengeluarkan Ajarkan klien
sputum, bagaimana
mampu menggunaka
bernafas n inhaler
dengan mudah, Atur posisi
tidakab da klien untuk
pursed lips) mengurangi
Tanda tanda dispnea
vital dalam Observasi
rentang normal status
AGD dalam respirasi dan
batas normal oksigenasi
Status sesuai
neurologis kebutuhan
dalam batas Terapi
normal oksigen
Pertahankan
kepatenan
jalan napas
Observasi
aliran
oksigen
Berikan
oksigen
sesuai
kebutuhan

50
51 | P a g e

Observasi
Respirasi
Observasi
kecepatan,
irama
kedalaman
respirasi
Catat
pergerakan
dada,
kesimetrisan,
penggunaan
otot nafas
tambahan
dan adanya
retraaksi otot
inteerkosta
Obsrvasi pola
nafas:
Bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi
, pernafasan
kusmaul,
cheynes
stokes, biot
dan apnea
Palpasi
ekspansi paru
Perkusi
toraks
anterior dan

51
52 | P a g e

posterior
bagian apeks
dan dasar
kedua paru
Auskultasi
setelah
pemberian
pengobatan
Observasi
peningkatan
kegelisahan
dan
kecemasan
Observasi
kemampuan
klien untuk
batuk efektif
Observasi
hasil
pemeriksaan
foto thoraks

2.2.3.3 Pola nafas tidak efektif

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/masalah Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil
Pola nafas tidak efektif NOC : NOC :
berhubungan dengan : Setelah dilakukan Posisikan pasien untuk
Hiperventilasi tindakan memaksimalkan
Penurunan keperawatan ventilasi
energi/kelelaha selama.....pasien Pasang mayo bila perlu

52
53 | P a g e

Perusakan/pele menunjukan Lakukan fisiotherapi


mahan keefektifan pola dada jika perlu
muskoskeletal nafas, dibuktikan Keluarkan sekret dengan
Kelelahan otot dengan kriteria hasil batuk atau suction
pernafasan : Auskultasi suara nafas,
Hipoventilasi Mendemonst catat adanya suara
syndrom rasikan batuk tambahan
Nyeri efektif dan Berikan brobkhodilator
Kecemasan suara nafas Berikan pelembab udara
Disfungsi yang bersih, kassa basah NaCl
neuromuskular tidak ada lembab
Obesitas injury sianosis dan Atur intake untuk cairan
tulang belakan dyspnes mengoptimalkan
DS : (mmapu keseimbangan
Dyspnea mengeluarka Monitor status dan status
Nafas pendek n sputum, O2
DO : mampu Bersihkan mulut, hidung
Penurunan bernafas dan secret trakea
tekanan dengan Pertahankan jalan nafas
inspirasi/ekspira mudah, tidak yang paten
si ada pursed Observasin adanya
Penurunan lips) tanda-tanda hipoventilasi
tekanan udara Menunjukan Monitor adanya
permenit jalan nafas kecemasan pasien
Menggunakan yang paten terhadap oksigen
otot pernafasan (klien tidak Monitor tanda-tanda
tambahan merasa vital
Orthopnea tercekik, Informasikan pada
Pernapasan irama nafas, pasien dan keluarga
pursed-lip frekuensi tentang teknik relaksasi
Tahap eklspirasi pernafasan untuk memperbaiki pola
berlangsung dalam nafas

53
54 | P a g e

sangat lama rentang Ajarkan bagaimana


Penurunan normal, tidak batuk efektif
kkapasitas vital ada suara Monitor pola nafas
Respirasi :< 11- nafas
24 x/menit abnormal)
Tanda-tanda
vital dalam
rentang
normal
(tekanan
darah,nadi,
pernafasan)

2.2.3.4 Kelebihan volume cairan

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


/ masalah Keperawatan Tujuan dan kriteria Interveensi
hasil
Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan Berhubungan Elektrolit and Pertahankan catatan
dengan : acid base intake dan output yang
Mekanisme balance akurat
pengaturan Fluid balance Pasang kateter urine
melemah Hydration jika diperlukan
Asupan cairan Setelah dilakukan Monitor hasil lab yang
yang berlebihan tindakan keprawatan sesuai dengan retensi
DO/DS : selama..... Kelebihan cairan (BUN,
Berat badan volume cairan teratasi hematokrit, osmolalitas
meningkat pada denagn kriteria ; urin)
waktu yang Terbebas dari Monitor vital sign
singkat edema, efusi Monitor indikasi
Asupan dan anasarka retensi/kelebihan

54
55 | P a g e

berlebihan Bunyi nafas cairan (cracles, CVP,


dibanding bersih tidak ada edema, distensi vena
outfut dyspneu leher, asites)
Distensi vena /ortopneu Kaji lokasi dan luas
jugularis Terbebas dari edema
Perubahan pada distensi vena Monitor masukan
pola nafas, jugularis makanan/cairan
dyspnoe, suara Memelihara Monitor status nutrisi
nafas abnormal tekanan vena Berikan diuretik sesuai
(rales atau sentral, tekanan instruksi
crakles) pleural kapiler paru, Kolaborasi pemberian
efusion output jantung obat................
Oliguria, dan vital sign Monitor berat badan
azotemia dalam batas Monitor elektrolit
Perubahan normal Monitor tanda dan
status mental, Terbebas dari gejals dari oedema
kegelisahan, kelelahan
kecemasan Kecemasan
atau bingung

2.2.3.5 Intoleransi Aktivitas

Diagnosa Rencana keperawatan


keperawatan/masalah Tujuan dan keriteria hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan dengan Saturasi oksigen, Periksa tanda-tand
dispnea setelah frekuensi nafas vital sebelum dan
beraktivitas,keletihan dan frekuensi nadi segera setelah
ketika beraktivitas aktifitas
DS Klien mengatakan Kemudahan Menjelaskan
cape setelah beraktivitas bermafas ketika kepada pasien
DO : beraktivitas fungsi intoleransi

55
56 | P a g e

Perubahan EKG Tekanan darah Observasi adanya


(mis.Aritmia sistolik dan pembatasan dalam
abnormalitas diastolik ketika melakukan
konduksi,iskemia) beraktivitas aktifitas
-Respon frekuensi Toleransi dalam Monitor pasien
jantung abnormah menaiki tangga akan adanya
terhadap aktivitas Kekuatan tunuh kelelahan fisik
Respon tekanan bagaian agtas atau dan emosi secara
darah abnormal bawah berlebihan
terhadap aktivatas Bantu pasien
dalam aktifitas
Libatkan keluarga
Evaluasi
peningkatan
intoleransi
aktifitas

56
57 | P a g e

2.2.3.6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Diagnosa Rencana keperawatan


keperawatan/masalah Tujuan dan kriteria Intervensi
kolaborasi hasil
Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari Nutritional Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh status : untuk menentukan jumlah
Berhubungan dengan : adequacy of kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan untuk nutrient dibutuhkan pasien
memasukan atau Nutritional Yakinkan diet yang dimakan
mencerna nutrisi oleh status : food mengandung tinggi serat untuk
karena faktor biologis, and fluid intake mencegah konstipasi
psikologis atau Weight control Ajarkan pasien bagaimana
ekonomi. Setelah dilakukan membuat catatan makanan
DS: tindakan keperawatan harian
Nyeri abdomen selama... nutrisi kurang Monitor adanaya penurunan
Muntah teratasi dengan BB dan gula darah
Kejang perut indikator : Monitor lingkungan selama
Rasa penuh Albumin serum makan
tiba-tiba setelah Pre albumin Jadwalkan pengobatan dan
makan serum tindakan tidak selama jam
DO: Hematokrit makan
Diare Hemoglobin Monitor turgor kulit
Rontok rambut Total iron Monitor kekeringan, rambut
yang berlebih binding kusam, total protein, Hb dan
Kurang nafsu capacity kadar Ht
makan Jumlah limfosit Monitor mual dan muntah
Bising usus Monitor pucat, kemerahan,

57
58 | P a g e

berlebih dan kekeringan jaringan


Konjungtiva konjungtiva
pucat Monitor intake nutrisi
Denyut nadi Informasikan pada klien dan
lemah keluarga tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberian anti
emetik...
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya
edema,hiperemik,hipertonik,pa
pila lidah dan cavitas oval.

2.2.3.6 Cemas

Diagnosa keperawatan / Rencana keperawatan


masalah kolaborasi Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Kecemasan NOC: NIC:
Berhubungan dengan Kontrol kecemasan Anxiety reduction
Faktor keturunan, Koping (penurunan kecemasan)
Krisis situasional, Setelah dilakukan asuhan Gunakan
Stress,perubahan status selama....klien kecemasan pendekatan yang
kesehatan,ancaman teratasi dengan kriteria hasil menenangkan

58
59 | P a g e

kematian,perubahan : Nyatakan dengan


konsep diri, kurang Klien mampu jelas harapan
pengetahuan dan mengidentifikasi dan terhadap pelaku
hospitalisasi mengungkapkan pasien
gejala cemas Jelaskan semua
DO/DS: Mengidentifikasi, prosedur dan apa
- Insomnia mengungkapkan dan yang dirasakan
- Kontak mata menunjukan tehnik selama prosedur
kurang untuk mengontrol Temani pasien
- Kurang istirahat cemas untuk memberikan
- Berfokus pada Vital sign dalam keamanan dan
diri sendiri batas normal mengurangi takut.
- Iritabilitas Postur tubuh, Berikan informasi
- Takut ekspresi wajah, faktual mengenai
- Nyeri perut bahasa dan tubuh diagnosa, tindakan
- Penurunan TD dan tingkat aktifitas prognosis
dan denyut nadi menunjukan Libatkan keluarga
- Diare, mual, berkurangnya untuk
kelelahan kecemasan mendampingi klien
- Gangguan tidur Instruksikan pada
- Gemetar pasien untuk untuk
- Anoreksia, mulut menggunakan
kering tehnik relaksasi
- Peningkatan TD, Dengarkan dengan
denyut nadi, RR penuh perhatian
- Kesulitan Identifikasi tingkat
bernapas kecemasan
- Bingung Bantu pasien
- Bloking dalam mengenal situasi
pembicaraan yang menimbulkan
- Sulit kecemasan
berkonsentrasi Dorong pasien

59
60 | P a g e

untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
Kelola pemberian
obat anti cemas.....

2.2.3.8 Managemen regimen terapeutik tidak efektif

Diagnosa keperawatan/masalah Rencana keperawatan


kolaborasi Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Manajemen regimen terapeutik NOC: NIC:
tidak efektif Complience Self modification
Berhubungan dengan : behavior assistance
Konflik dalam memutuskan Knowledge : Kaji pengetahuan
terapi, konflik keluarga, treatment regimen pasien tentang
keterbatasan pengetahuan, Setelah dilakukan tindakan penyakit,
kehilangan kekuatan, defisit keperawatan komplikasi dan
support sosial selama....manajemen pengobatan
DS: regimen terapeutik tidak Interview pasien
- Pilihan tidak efektif efektif pasien teratasi dan keluarga untuk
terhadap tujuan dengan kriteria hasil : mendeterminasi
- Pengobatan/program Mengembangkan masalah yang
pencegahan dan mengikuti berhubungan
- Pernyataan keluarga dan regimen dengan regimen
pasien tidak mendukung terapeutikmampu pengobatan
regimen pengobatan / mencegah perilaku terhadap gaya
keperawatan yang beresiko hidup
- Pernyataan keluarga dan Menyadari dan Hargai alasan
pasien tidak mencatat tanda- pasien
mendukung/tidak tanda perubahan Hargai
mengurangi faktor status kesehatan pengetahuan

60
61 | P a g e

resiko perkembangan pasien


penyakit atau skuelle Hargai lingkungan
fisik dan sosial
DO: pasien
- Percepatan gejala-gejala Sediakan
penyakit informasi tentang
penyakit,
komplikasi dan
pengobatan yang
direkomendasikan
Dukung motivasi
pasien untuk
melanjutkan
pengobatan yang
berkesinambungan

2.2.3.9 Kurangnya pengetahuan

Diagnosa Rencana keperawatan


keperawatan/masalah Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
kolaborasi
Kurang pengetahuan NOC: NIC:
Berhubungan dengan : Kowlwedge : Kaji tingkat
keterbatasan kognitif, disease process pengetahuan
interpretasi terhadap Kowledge : health pasien dan
informasi yang salah, behavior keluarga
kurangnya keinginan Setelah dilakukan Jelaskan
untuk mencari informasi, tindakan keperawatan patofisiologi dari
tidak mengetahui selama.....pasien penyakit dan
sumber-sumber menunjukan pengetahuan bagaimana hal ini

61
62 | P a g e

informasi. tentang proses penyakit berhubungan


DS: menyatakan secara dengan kriteria hasil : dengan anatomi
verbal adanya masalah Pasien dan dan fisiologi,
DO: ketidakakuratan keluarga dengan cara yang
menikuti instruksi, menyatakan tepat
perilaku tidak sesuai pemahaman Gambarkan tanda
tentang penyakit, dan gejala yang
kondisi, prognosis biasa muncul
dan program pada penyakit,
pengobatan dengan cara yang
Pasien dan tepat
keluarga mampu Gambarkan
melaksanakan proses penyakit,
prosedur yang dengan cara yang
dijelaskan secara tepat
benar Identifikasi
Pasien dan kemungkinan
keluarga mampu penyebab, dengan
menjelaskan cara yang tepat
kembali apa yang Sediakan
dijelaskan informasi pada
perawat/tim pasien tentang
kesehatan lainnya kondisi, dengan
cara yang tepat
Sediakan bagi
keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
Diskusikan
pilihan terapi atau

62
63 | P a g e

penanganan
Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan, dengan
cara yang tepat.

2.2.4 Implementasi

Implemantasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan oleh


perawat dengan melakukan intervensi secara dependent, kolaboratif
(Interdependent), independent dan dapat di delegasikan serta tercatat (record)

2.2.5 Evaluasi

63
64 | P a g e

Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan keperawatan dengan melihat respon


pasien, mengacu pada kriteria hasil, tahap ini merupakan proses yang menentukan
sejauh mana kemajuan pasien terhadapoutcome yang dicapai dan keefektifan dari
rencana asuhan keperawatan.

64
65 | P a g e

BAB III

LAPORAN STUDI KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Pasien

Nama : Tn S

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Diagnosa Medis :

ALO dengan AHF Pada ACS

NSTEMI Very high risk (timi 5/7 grace 161


crussade 76)

Acute on CKD stg IV

DM Tipe II Gula darah terkontrol

Tanggal masuk RS : 21-03-2021 jam 17.30

Tanggal pengkajian : 22-03-2021 jam 08.00

Ruangan : IGD

Label Triage : Merah

3.1.2 Keluhan utama/Alasan Masuk masuk RS

Sesak napas

3.1.3. Keluhan Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan sesak napas sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan
sesak bertambah kalau saat beraktivitas dengan jalan 50-100 meter saja sudah

65
66 | P a g e

cape. Klien tidak ada keluhan nyeri dada klien sudah dengan DOE (+), (OP+),
Klien langsung dibawa ke IGD RS jantung harapan kita dengan keluhan sesak
napas dan cepet lelah bila berkativitas yang tidak hilang-hilang. Klien tiba di
ruang IGD jam 23.38 : Sesak nafas (+), keringat dingin (-), mual (-),muntah (-),
demam (-), batuk (+), DOE (+),OP (+), PND (+)

3.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien merupakan pasien lama PJNHK dengan riwayat PCI 22 Juni 2020 1 DES di
RCA pada CAD 3 VD Dengan STEMI Inferior posterior CKD stage IV, DM tipe
2 , klien mengatakan mempunyai penyakit diabetes (+) sudah lama sejak tahun
1998 kontrol ke dokter secara teratur penyakit sebelumnya asma (-), gastritis (-),
stroke (-), dislipedimea (-), faktor herediter (-), Hipertensi (+), punya riwayat
merokok sudah berhenti 10 tahun yang lalu

3.1.5. Riwayat Alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi baik terhadap obat-obatan, makanan
maupun lingkungan seperti debu, dingin.

3.1.6 Pengkajian Primer Kegawat Daruratan

Survey primer: Airway :

Jalan nafas atas patent/clear, pasien mampu berbicara


panjang, bunyi nafas tambahan Snoring, Crowing,
gurgling (-), sekret (-), alat bantu nafas (-).

Breathing :

Pasien terlihat sesak nafas, Ronchi terdengan 2/3 lapang


paru kanan dan kiri, wheezing (-), pengembangan dada (-
). pergerakan dada simetris kanan dan kiri (+), bunyi
nafas vesikuler +/+, penggunaan otot bantu pernafasan
(+) , saturasi oksigen 94 %.

66
67 | P a g e

Circulation

Akral teraba hangat, keringat dingin dan baju basah (+),


nadi perifer teraba kuat dan teratur, CM, TD 138/93
mmhg (MAP : 108mmhg) mmHg, HR 105 x/mnt, RR
28x/mnt, S 36 C,

Disabilty :

Kesadaran composmentis, GCS E 4, M6, V 4, reaksi


pupil isokor, gerakan motorik extremitas sama kuat 6/6,
kelemahan motorik (-).

Eksposure

Tidak ada luka terbuka, atau perdarahan, fraktur (-), alat


invasif (-) terpasnag IV line Nacl 0.9 % dan terapi
Nitroglicerin

3.1.7. Secondary Surver (Anamnesis dan Pemeriksaan fisik, Pola Fungisonal)

3.1.7.1. SAMPLE

S
A
M
P
L
E

3.1.7.2. Spemeriksaan Fisik (Head to Toe)

Survey Sekunder BB 74 kg, TB 167 cm

67
68 | P a g e

1. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Wajah :

Ekspresi wajah tampak menahan nyeri tidak ada,


tidak tetlihat resah, gelisah, cemas, pucat, biru tidak
terlihat,

Mata :

- Pandangan nomal , penggunaan alat bantu


kacamata (-)
- Palpebra, tidak danya palpebrarum xantoma
(edema pada palpebra).
- Konjuctiva, tidak ada (anemia), petechi
(perdarahan bawah kulit / selaput lendir)
- Sklera normal, terlihat putih,
- Terlihat garis melingkar putih atau abu-abu di tepi
kornea.
- Gerakan bola mata lateral, medial.
- Refleks kornea, kapas disentuhkan pada kornea
mata maka mata akan terpejam
Hidung

- Simetris, tidak adanya peradangan atau tidak.


- Tidak daa Kelainan bentuk, mukosa membran
terdapat edema, exudat, pendarahan.
Mulut dan Faring

- Bibir terlihat merah, cyanosis tidak ada, tidak


terjadi exudat, ulserasi, dan pembengkakan.
Leher

- Pembesaran kelenjar teroi tidak ada, terdapat


peningkatan JVP hasil 5+2 cm
Dada

- Bentuk dada normal chest, gerakan pernafasan,


penggunaan otot-otot bantu nafas reguler,

68
69 | P a g e

simetris kanan dan kiri, kelainan tulang belakang


tidak daa. Auskultasi : bunti nafas Normal
Vesikuler RR 24 kali/menit, tidak adanya
crackles, ronchi minimal, wheezing, stridor,
pleural friction rub, bruits, bunyi jantung 1, bunyi
jantung 2, gallop, murmur.
Perut :

- Bising usus normal 15 x/menit, tidak ada asites,


nyeri tekan
Genetalia

- Terlihat bersih, pembengkakan pada genetalia


Tidak ada
Kulit / Ekstremitas

- Akral hangat, tidak ada sianosis perifer pada


tangan dan kaki, terdapat edema extremitas,
Capillart Refiil time 2 detik
Pemeriksaan Kuku

- Warna kuku normal, kebiruan tidak ada


mengidentifikasi adanya sianosis perifer.
Clubbing (-)

3.1.7.1 Data klinis pasien

Kesadaran compos mentis (GCS 15) keadaan umum sedang, pasien mengatakan
sesak napas, cepat cape (+) dan cepat lelah pada saat melakukan aktivitas sejak1
bulan, kaki bengkak sekitar 1 mingguan, dan makan, berbaring di tempat tidur
dengan posisi fowler.

klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, sopan, kontak mata (+), TB 165
cm, BB 70 kg, mata ikteerik (-), konjungtiva anemis (-), keluhan nyeri menelan (-
), kelenjar tyroid tidak membesar, bibir kering (-), gigi palsu (-).

3.1.7.2 Tanda-tanda vital

69
70 | P a g e

Pada saat datang TD 144/105 mmhg, HR 108 x/menit, RR 35 x/menit suhu


36,6°C, Saturasi 94%, oksigen NRM 10 liter/menit

Saat pengkajian

TD : 138/93 mmhg (MAP : 108mmhg) dengan nitrogliserin 50


mikro/menit

HR : 105 x/menit

RR : 30x/menit

Suhu : 36,8ºC

Saturasi oksigen : 98% dengan Nasal 5 lpm

Irama EKG : Sinus takikardia, regular

3.1.6.3 Sistem Respirasi

Bentuk dada simetris, sesak (+), tachypnea (+), penggunaan cuping hidung (-),
penggunaan otot bantu pernafasan (+), bunyi nafas vesikuler, ronchi (+) basah dan
halus di 2/3 lapang paru, wheezing (-), batuk (+), pasien terpasang O2 Nasal 5
lt/menit. Saturasi oksigen 98%

3.1.6.4 Sistem Kardiovaskuler dan Hemodinamik

Dada simetris, tidak ada denyutan pada lokasi apex jantung, tidak tampak
denyutan pada dinding dada, tidak tampak adanya thrill, peningkatan JVP (5+4
cm H2O), BJ I dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-), pulsasi arteri perifer kaki
kanan (+) kiri (+) teraba kuat, asites (-), odema ekstremitas bawah (+), capillary
refil time (<3 detik), clubbing (-), palpitasi (+)

Sianosis perifer (-).

3.1.6.5 Sistem Neurologi

Klien dalam keadaan compos mentis, pasien dapat menyebutkan tempat dia
berada sekarang, mengetahui hari dan tanggal.

70
71 | P a g e

3.1.6.7 Sistem Perkemihan

Kandung kemih tidak terasa penuh karena urine sudah keluar spontan dengan
kateter urine, MAP 108 mmhg. Urine 800ml/8 jam → 100cc/jam 1,4 cc/KG
BB/jam (BB 80kg) setelah ekstra lasix 40mg, dengan intake 400ml selama 8jam
dengan targetr balance – 5oocc/24 jam. Total intake cairan 1500 cc/24 jam,
albumin 3 g/dl.”

3.1.6.8 sistem Pencernaan

Klien mendapat diet DJ II DM 1500 Kcal/24 jam dengan total intake cairan 1500
ml/24 jam. Acites (-), bising usus baik (+) selera makan baik, mual (-), muntah (-),
BAB hampir tiap hari, terakhir BAB tanggal 2-8-2017 jumlah sedikit konsistensi
lembek.

3.1.6.9 Sistem Motorik

Pergerakan ekstremitas atas dan bawah (+/+) tidak ada kelemahan dan kekuatan,
tonus otot baik, kekuatan otot 5555 5555

5555 5555

Selama di IGD ADL dibantu, klien mengalami perubahan tekanan darah dan HR
setelah aktivitas seperti makan

3.1.7 Skrining gizi

BB 70 kg, TB 165 cm. Klien mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan
dalam 6 bulan terakhir, asupan makanan bagus, tidak ada mual, muntah maupun
kesulitan menelan. Skrining gizi nol.pasien ada penyakit penyerta diabetes
melitus, hipertensi, skrining dan pengkajian gizi lanjutan oleh dietesien ruangan.

3.1.8 Status fungsional

Total skor status fungsional pasien 55 ( pengkajian terlampir )

71
72 | P a g e

Selama di IGD ADL dibantu,pasien mengalami perubahan tekanan darah dan HR


setelah beraktivitas seperti makan, minum.

3.1.9 skrining risiko jatuh

Usia klien 60 tahun. Pengkajian menggunakan modifikasi ann hendrich dengan


score 6 kategori resiko tinggi .

3.1.10 kebutuhan komunikasi dan edukasi

Fungsi bicara normal, dengan penggunaan bahasa indonesia dalam sehari-hari,


tidak ada hambatan dalam memahami proses pembelajaran. Pasien mengatakan
paham kenapa pasien sesak dan kakinya bengkak. Klien menanyakan apakah
harus pasang ring lagi supaya tidak muncul keluhan sesak.

3.1.11 psikososiospiritual

Menurut keluarga klien yaitu istri pasien,pasien rajin beribadah dan mudah
bergaul dengan orang lain, keluarga juga mengatakan kalau klien sangat
menyayangi anaknya. Ekspresi wajah klien tampak tenang. klien dengan status
mental kesadaran penuh dan orientasi penuh. klien menggunakan biaya
JKN.pasien mengatakan membutuhkan informasi lebih lanjut tentang
penyakiynya sekarang ini.

3.1.12 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hematologi
- Hemoglobin 10,2 g/dl 13,7-17,5
- Hematokrit 33,1 % 40,1-51,0
- Leukosit 15570 /µl 3580-8150
- Trombosit 328 Ribu/µl 172-359

Analisa gas darah


- Ph 7,34 Mmhg 7,34-7,44

72
73 | P a g e

- PCO2 49,2 Mmhg 35,5-45,0


- PO2 101,6 Mmol/l 80-100
- Hco3 26,9 Mmol/l 21-28
- ABE 1,2 % -2 sd +3
- SaO2 99,6% Mmol/l 95-98
- lactat 2,0
- Natrium 139 Mmol/l 135-153
- Kalium 3,7 Mmol/L 3,5-5,1
- Clorida 94 Mmol/l 98-109
- Magnesium 2,2 Mmol/l 1,6-2,6
- Calcium total 2,26 Mg/dl 2,16-2,50

- Ureum 149 mg/dl 12,84-42,80


- Creatinin 5,5 mg/dl 0,67 – 1,17
- E gfr 10 ml/mnt/1,72 m2 >90 : normal 60-
89, midly
decreased 45-
59,midly to
mmoderately
decreased 30-44,
maderately to
sverrly decreased
15-29, severely
decreased <15:
kidney failure
- Gds 157 mg/dl KDIGO 2012

74-99 bukan dm
100-199 belum
pasti diabetes
- CKMB 18 serial 22 U/l melitus
- Hs Troponin T 357 serial 378 Ng/l > = 200 dm

73
74 | P a g e

<25
< 14
Pemeriksaan EKG tanggal 02-03-2021

Irama teratur, sinus takikardia, QRS rate 119 x /menit, axis RAD, p wave normal
0,08 detik,PR normal 0,20 detik , QRS durasi 0,16 detik, wave s di lead
I,AVL,V5,V6. T Inverted V1, V2, V3 RBBB complite+LPFB

Pemeriksaan radiologi 22-03-2021

CTR 58 %, segmen pulmonar normal, segmen aorta normal, pinggang jantung


mendatar, apex downwoard, kongesti (+), infiltrat (-)

pemeriksaan echo hemodinamik bedside tanggal 04-08-2018

- EDD 49, ESD 35, EF 47%, TAPSE 1,67cm


- Hipokinetik mid basal inferior septal, inferior lateral, apikal
- MR Trivial ec Iskemik
- IVC 23/20. E/A >1
- LvoT VTI 13 LvoT diameter 2
- CO 4,4 liter/menit , SV 40,8 SVR 1545 dyne-sec/cm

Penatalaksanaan medis

• pasien terpasang oksigen Nasal 5 lt/mnt

74
75 | P a g e

• terpasang IV line heparin 700 unit/ jam dan NTG 50 mcq/mnt

pasien mendapat terapi :

• ISDN 3 x 5 mg
• Acetosal 1 x 100 mg
• Clopidogrel 1 x 75 mg
• V-block 1 x 3,125
• Hydralazine 3 x 50 mg
• Simvastatin 1 x 20 mg
• Lasix extra 40 mg
• Lasix drip 5 mg jam
• NTG drip 100 mcq/mnt
• Heparin 700 unit/jam

Kebutuhan cairan 1500 cc/24 jam. Target balance -500cc/24 jam

Diet DJ II DM 1500 kkal/24 jam

3.2 Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Data subyektif : Perubahan Gangguan
Pasien mengatakan sesak nafas dan membrane kapiler pertukaran gas
sering cepat cape alveoli
Data obyektif :
Kesadaran CM, tampak sesak
BP : 138/93 mmHg
RR : 30 x/mnt
Saturasi : 99 % dengan Nasal
5lt/mnt
Agda
Ph=7,34/PCO2=49,2/PO2=101,6/
HCO3 26,9/ABE= 1,2/satO2=99,5%
Kebutuhan cairan 1500 cc/24 jam.

75
76 | P a g e

Target balance -500cc/24 jam


BB 70kg, TB 165 cm
Pasien di support lasix drip 5 mg/jam
(iv) dan NTG 50 mcq/mnt produksi
urine 800 ml/8 jam → 100cc/jam
1,2cc/kg BB/jam
Ronkhi (+) di 2/3 lapang paru
Pasien berbaring ditempat tidur
dengan posisi fowler. DOE (+), OP
(+),PND (+)

2. Data subyektif : aktual


Klien mengatakan sesak dan cepat Efek penurunan penurunan
capek jika aktivitas sejak 1 bulan ini kontraktiitas kardiak outfut
Klien mengtakan kaki bengkak
sekitar 1 mingguan
Data obyektif :
Kesadaran CM
BP : 138/93 mmHg
HR : 105 x/mnt
RR : 30x/m
Saturasi oksigen 99%
Ronchi basah 2/3 lapang paru
Klien terpasang O2 nasal 5
liter/menit
DOE (+), PND(+), OP(+)
Pulsasi arteri perifer kaki teraba kuat
Oedema eksrimitas bawah (+)
Produksi urine 800ml/8 jam
→100 cc/jam 1,3 cc/kg BB/jam.
Pasien di support lasix 5 mg/jam

76
77 | P a g e

EKG : irama teratur,sinus takikardi


Pemeriksaan echo

- EDD 49, ESD 35, EF 47%,


TAPSE 1,67cm
- Hipokinetik mid basal
inferior septal, inferior
lateral, apikal
- MR Trivial ec Iskemik
- IVC 23/20. E/A >1
- LvoT VTI 13 LvoT diameter
2
- CO 4,4 liter/menit , SV 40,8
SVR 1545 dyne-sec/cm

3. Data subyektif : Aktual


Klien mengatakan sesak, dan kaki Efek sekunder kelebihan
bengkak gagal jantung volume cairan
Data objektif :
Kesadaran cm
BP : 138/93mmhg
HR : 105 X Menit
Ronchi basah 2/3 lapang paru
Klien terpasang O2 nasal 5
liter/menit
DOE (+), PND(+), op(+)
Pulsasi arteri perifer kaki teraba kuat
Oedema eksrimitas bawah (+)
EKG : irama teratur sinur takikardi
EF 47 %

77
78 | P a g e

4 DS : Resiko
DO: Pemberian obat perdarahan
Terpasang heparine 20000/50 ; 700 antikoagulan
unit/jam dengan nilai APTT 32,9 (heparinisasi)
Kontrol 29,0 (tidak ada tanda-tanda
perdarahan)
Hasil lab hb 10,2 ht 33,1
Usia 68 tahun
Therapi :
Asetosal 1 x 100 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Tidak ada hematuri
Tidak ada haemaptoe
Tidak ada bab hitam,

3.3 Diagnosa Keperawatan

Dari analisa di atas di dapatkan diagnosa keperawatan ;

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


kapiler paru
2. Aktual penurunan kardiak output b.d efek penurunan kontraktilitas
3. Aktual kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan efek sekunder
gagal jantung
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemberian therapi antikoagulan

3.4 Rencana asuhan keperawatan pada Tn. S

no Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1 Gangguan NOC : Respiratory NIC ; Acid-based
pertukaran gas Status : status management (1910)

78
79 | P a g e

pernafasan : (0402) 1. Pertahankan jalan


Kriteria hasil : nafas
a. Nilai analisa gas 2. Atur posisi pasien
darah dalam agar ventilasi adekuat
batas normal 3. Monitor akses IV
b. Hasil rontgen 4. Monitor tren AGD
dada baik untuk
c. Tidak timbul mengidentifikasi
dispnea saat ketidakseimbangan
istirahat ataupun yang terjadi
aktivitas ringan 5. Periksa nilai AGD
dan plasma darah
secara teratur untuk
membuat rencana
tindakan selanjutnya
dan mengevaluasi
hasil tindakan yang
telah dilakuakan
6. Monitor oksigen
delevery ke jaringan
(paO2, SaO2,Hb,C0)
NIC : monitor pernapsan
(3350)
1. Monitor kecepatan
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan
dada, catat ketidak
simetrisan
penggunaan otot-otot
bantu pernafasandan
retraksi padsa otot

79
80 | P a g e

supraclaviculas dan
iterkosta
3. Monitor suara nafas
tambahan seperti
ngorok dan mengi
4. Monitor pola nafas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi)
5. Monitor saturasi O2
6. Pasang sensor
pemantauan oksigen
non-invasif
7. Auskultasi suara
nafas
8. Monitor peningkatan
kelelahan ,
kecemasan dan
kekurangan udara
pada pasien
9. Catat perubahan pada
perubahan saturasi O2
10. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
11. Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak nafas

2 Penurunan curah NOC: cardiac pump NIC: cardiac care (4040)

80
81 | P a g e

jantung effectiveness (0400) 1. Yakinkan setiap


Kriteria hasil : aktifitas tidak
a. TDS dalam memberatkan kerja
rentang normal jantung
b. TDD dalam 2. Monitor EKG
rentang normal 3. Monitor TTV secara
c. Nadi perifer rutin, catat adanya
teraba variasi tekanan darah
d. Haluaran urine 4. Kaji sirkulasi perifer
0,5-1 (cek
cc/kgBB/jam nadi,edema,warna
e. Balance antara dan suhu kulit) secara
intake dan rutin
output 5. Monitor status
f. Bebas edema kardiovaskular
g. Nilai elektrolit 6. Monitor adanya
dalam rentang disritmia
normal 7. Catat tanda dan gejala
dari penurunan curah
jantung
8. Monitor status
pernafasan yang
merupakan tanda
gagal jantung
9. Monitor abdomen
untuk indikasi
penurunan perfusi
(asites)
10. Monitor balanca
cairan intake,output,
BB harian
11. Monitor toleransi

81
82 | P a g e

aktifitas
12. Monitor adanya
dispnea,ortopnea,taki
pnea
NIC: vital sign monitor
(6680)
1. Ukur tekanan
darah,denyut
nadi,suhu, dan status
pernafasan,jika
diperlukan.
2. Catat gejala dan turun
naiknya tekanan
darah
3. Ukur tekanan
darah,nadi dan
pernafasan
sebelum,selama dan
setelah
beraktivitas,jika
diperlukan
4. Pantau naik turunnya
tekanan nadi
5. Pantau irama dan
denyut jantung
6. Pantau frekuensi dan
irama pernafasan (e.g
kedalaman dan
kesimetrisan)
7. Pantau suara nafas
8. Ukur saturasi oksigen
dengan menggunakan

82
83 | P a g e

pulse oksimetri
9. Kaji warna kulit, suhu
dan kelembaban
NIC : Medication
administration (2300)
1. Monitor efetifitas dari
pengobattan
2. Ajarkan 5 benar
prinsip pemberian
obat
3. Monitor efek
pemberian dari
therapi
4. Cek kembali resep
atau obat-obatan
sebelum diberikan

3. Kelebihan volume NOC : Fluid balance NIC : Fliud Management


cairan (0601) (4120)
Kriteria hasil ; 1. Timbang BB tiap hari
a. Edema 2. Hitung haluaran urine
berkurang 3. Pertahankan intake
b. JVP tidak dan output yang
meningkat akurat
c. Asites 4. Monitor status hidrasi
berkurang (seperti kelembaban
d. Berat badan membran mukosa,
ideal nadi, TD orthostatik)
e. Haluaran urine 5. Monitor hasil lab
0,5-1 cc/kg terkait retensi cairan
BB/Jam (peningkatan BUN,Ht
f. Turgor kulit turun)

83
84 | P a g e

elastis 6. Monitor TTV


7. Monitor adanya
indikasi
retensi/overload
cairan (seperti edema,
asites, distensi vena
jugularis)
8. Kaji lokasi dan
derajat edema
9. Batasi intake cairan
24 jam
NICMedication management
(2380)
1. Kolaborasi dalam
pemberian diuretik
2. Monitor efektifitas
dari pengobatan
3. Monitor efek dari
pemberian therapi

4 Resiko perdarahan Kriteria hasil : 1. Observasi tanda-tanda


b.d pemberian - Tidak ada perdarahan
obat antikoagulan tanda-tanda 2. Observasi tetesan
perdarahan infus heparin
- Urin jernih 3. Observasi warna
- Nilai aptt 1,5- sputum (jika ada
2,5 x nilai sputum), urin atau
kontrol feses pasien
4. Motivasi pasien untuk
intake nutrisi dan
cairan peroral secara

84
85 | P a g e

adequat
5. Ingatkan pasien untuk
berhati-hati ketika
melakukan sikat gigi
6. Observasi adanya
hematome atau
plebitis pada area
pemasangan infus
Kolaborasi :
1. Cek APTT setiap 12
jam
2. Berikan dosis heparin
sesuai dengan hasil
aptt
3. Lapor dokter jika
terjadi perdarahan

3.5 Implementasi keperawatan Tn. S tanggal 22/03/2021

Tgl/jam diagnosa Implementasi hari I Paraf


22/03/21 1,2,3,4 Cuci tangan dan memperkenalkan diri dengan menyebut
nama dan lamanya jam dinas saat ini
08.00
Respon : pasien tersenyum dan tampak kooferatif
08.10 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
08.30 1,2,3,4 Mengukur TTV dan menanyakan keluhan pasien
Respon : pasien masih mengatakan sesak
Hasil:BP 135/80 (98.33) mmhg HR 115x/menit, RR 28 x
/menit , saturasi 98 %,suhu:36,6
Monitor irama EKG ST (irama teratur)
Auskultasi ronchi basah dan halus di 2/3 lapang paru

85
86 | P a g e

08.40 1,2,3,4 Mengobservasi kepatenan infus line dan pemberian


oksigen.IVL hari kedua lancar dan tidak ada tanda-tanda
infeksi, oksigen terpasang 5iter/menit
09.00 1 Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif
Respon ; pasien memahami teknik tersebut
Menghitung O2 delevery :
DO2=(Hbx1,34xSaO2)+PaO2X0,003 x CO x 10
(10,2 x 1,34 x 0,99) + 101,6 x 0,003 = 13,6 + 0,3 = 13,9
13,9x4,4x10=611,6 cc
10.00 2,3 Hitung haluaran urine hasil 150cc/2 jam →75 cc/jam
→1cc/KgBb/jam
10.30 1,2,4 Membantu pasien untuk makan snack
Respon : pasien minta dibantu oleh keluarganya
11.30 1,2,3,4 Melaporkan kondisi pasien dan keluhan pasien ke dokter,
lapor hasil aptt(aptt 38,7 kontrol 29,0) dan mengecek terapi
yang telah diberikan dan akan diberikan
Kolaborasi dengan dokter menaikan diuretik 10 mg/menit
Heparin tetap 700 unit/jam
12.00 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat karena
pasien berubah posisi
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
12.10 1,2,3,4 Memonitor irama jantung dan gangguan nafas Sesak
Kolaborasi pemberian ISDN 5 mg per oral
12.30 2 Membantu ADL memberikan diet lunak
Respon ; pasien tampak kelelahan , makan habis ½ porsi
13.00 1,2,3,4 Mengukur tanda-tanda vital TD 143/86 mmhg (105 mmhg)
HR 104 x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
Kolaborasi pemberian therapi hydralazine 50 mg per oral
14.00 2 Hitung haluran urine (jam 6-jam14)
700ml/8 jam →87,5 cc/jam→1,2 cc/kgbb/jam
Balance cairan intake 400ml

86
87 | P a g e

Outfut 700ml
Balance – 300ml/8jam
14.30 Mengoperkan pasien keperawat berikutnya
Tgl/jam diagnosa Implementasi Paraf
23/03/21 1,2,3,4 Cuci tangan dan memperkenalkan diri dengan menyebut
08.00 nama dan lamanya jam dinas saat ini
Respon : pasien tersenyum dan tampak kooferatif
08.10 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
08.30 1,2,3,4 Mengukur TTV dan menanyakan keluhan pasien
Respon : pasien masih mengatakan sesak
Hasil:BP 124/70 (98.33) mmhg HR 90 x/menit, RR 20 x
/menit , saturasi 98 %,suhu:36,6
Monitor irama EKG ST (irama teratur)
Auskultasi ronchi basah dan halus di 1/3 lapang paru
08.40 1,2,3,4 Mengobservasi kepatenan infus line dan pemberian
oksigen.IVL hari kedua lancar dan tidak ada tanda-tanda
infeksi, oksigen terpasang 5iter/menit
09.00 1 Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif
Respon ; pasien memahami teknik tersebut
Menghitung O2 delevery :
DO2=(Hbx1,34xSaO2)+PaO2X0,003 x CO x 10
(10,2 x 1,34 x 0,99) + 101,6 x 0,003 = 13,6 + 0,3 = 13,9
13,9x4,4x10=611,6 cc
10.00 2,3 Hitung haluaran urine hasil 150cc/2 jam →75 cc/jam
→1cc/KgBb/jam
10.30 1,2,4 Membantu pasien untuk makan snack
Respon : pasien minta dibantu oleh keluarganya
11.30 1,2,3,4 Melaporkan kondisi pasien dan keluhan pasien ke dokter,
lapor hasil aptt(aptt 38,7 kontrol 29,0) dan mengecek terapi
yang telah diberikan dan akan diberikan
Kolaborasi dengan dokter menaikan diuretik 10 mg/menit

87
88 | P a g e

Heparin tetap 700 unit/jam


12.00 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat karena
pasien berubah posisi
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
12.10 1,2,3,4 Memonitor irama jantung dan gangguan nafas Sesak
Kolaborasi pemberian ISDN 5 mg per oral
12.30 2 Membantu ADL memberikan diet lunak
Respon ; pasien tampak kelelahan , makan habis ½ porsi
13.00 1,2,3,4 Mengukur tanda-tanda vital TD 143/86 mmhg (105 mmhg)
HR 104 x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
Kolaborasi pemberian therapi hydralazine 50 mg per oral
14.00 2 Hitung haluran urine (jam 6-jam14)
700ml/8 jam →87,5 cc/jam→1,2 cc/kgbb/jam
Balance cairan intake 400ml
Outfut 700ml
Balance – 300ml/8jam
14.30 Mengoperkan pasien keperawat berikutnya
Tgl/jam diagnosa Implementasi hari ke 3 Paraf
24/03/21 1,2,3,4 Cuci tangan dan memperkenalkan diri dengan menyebut
08.00 nama dan lamanya jam dinas saat ini
Respon : pasien tersenyum dan tampak kooferatif
08.10 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
08.30 1,2,3,4 Mengukur TTV dan menanyakan keluhan pasien
Respon : pasien masih mengatakan sesak
Hasil:BP 135/80 (98.33) mmhg HR 115x/menit, RR 28 x
/menit , saturasi 98 %,suhu:36,6
Monitor irama EKG ST (irama teratur)
Auskultasi ronchi basah dan halus di 2/3 lapang paru
08.40 1,2,3,4 Mengobservasi kepatenan infus line dan pemberian
oksigen.IVL hari kedua lancar dan tidak ada tanda-tanda

88
89 | P a g e

infeksi, oksigen terpasang 5iter/menit


09.00 1 Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif
Respon ; pasien memahami teknik tersebut
Menghitung O2 delevery :
DO2=(Hbx1,34xSaO2)+PaO2X0,003 x CO x 10
(10,2 x 1,34 x 0,99) + 101,6 x 0,003 = 13,6 + 0,3 = 13,9
13,9x4,4x10=611,6 cc
10.00 2,3 Hitung haluaran urine hasil 150cc/2 jam →75 cc/jam
→1cc/KgBb/jam
10.30 1,2,4 Membantu pasien untuk makan snack
Respon : pasien minta dibantu oleh keluarganya
11.30 1,2,3,4 Melaporkan kondisi pasien dan keluhan pasien ke dokter,
lapor hasil aptt(aptt 38,7 kontrol 29,0) dan mengecek terapi
yang telah diberikan dan akan diberikan
Kolaborasi dengan dokter menaikan diuretik 10 mg/menit
Heparin tetap 700 unit/jam
12.00 1 Mengatur posisi pasien agar ventilasi adekuat karena
pasien berubah posisi
Respon:pasien mengatakan merasa lebih nyaman
12.10 1,2,3,4 Memonitor irama jantung dan gangguan nafas Sesak
Kolaborasi pemberian ISDN 5 mg per oral
12.30 2 Membantu ADL memberikan diet lunak
Respon ; pasien tampak kelelahan , makan habis ½ porsi
13.00 1,2,3,4 Mengukur tanda-tanda vital TD 143/86 mmhg (105 mmhg)
HR 104 x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
Kolaborasi pemberian therapi hydralazine 50 mg per oral
14.00 2 Hitung haluran urine (jam 6-jam14)
700ml/8 jam →87,5 cc/jam→1,2 cc/kgbb/jam
Balance cairan intake 400ml
Outfut 700ml
Balance – 300ml/8jam

89
90 | P a g e

14.30 Mengoperkan pasien keperawat berikutnya

3.7 Evaluasi tindakan keperawatan

TGL/JAM Diagnosa Evaluasi


24-3-21 DX 1: Gangguan S: pasien mengatakan sesak berkurang
JAM pertukaran gas O:pasien tampak sesak berkurang
15.00 Posisi tidur semifowler
TD 143/86 mmhg (105 mmhg) HR 104
x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
A: masalah pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
P: lanjut intervensi dalam memonitor klinis
pasien dan keluhan
2 DX 2: penurunan S: pasien mengatakan sesak berkurang
cardiac output O: pasien tampak sesak berkurang
TD 143/86 mmhg (105 mmhg) HR 104
x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
Balance cairan (jam 6-jam14)
700ml/8 jam →87,5 cc/jam→1,2 cc/kgbb/jam
Balance cairan intake 400ml
Outfut 700ml
Balance – 300ml/8jam
A: masalah penurunan cardiac output teratasi
sebagian
P: lanjut intervensi monitor balance cairan,
evaluasi nadi terhadap isi dan kekuatan
3 DX 3: aktual S: pasien mengatakan sesak berkurang

90
91 | P a g e

kelebihan volume O:pasien tampak sesak berkurang


cairan TD 143/86 mmhg (105 mmhg) HR 104
x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan
nasal 5 liter/menit,suhu 36.5 ºC
Balance cairan (jam 6-jam14)
700ml/8 jam →87,5 cc/jam→1,2 cc/kgbb/jam
Balance cairan intake 400ml
Outfut 700ml
Balance – 300ml/8jam
A: masalah kelebihan volume cairan teratasi
sebagian
P: lanjut intervensi monitoring balance cairan
Evaluasi hasil elektrolit
4 Resiko terjadinya S:
perdarahan O :Terpasang heparin di syiringe pump
20000/500 dosis tetap 700 unit/jam
Tidak ada tanda-tanda perdarahan
(hematuri, perdarahan gusi)
A: masalah resiko perdarahan teratasi sebagian
ditandai tidak ditemukan tanda perdarahan
seperti urin hematuri, hasil laboratorium APTT
stabil tidak memanjang
P : lanjut asuhan keperawatan
Observasi tanda-tanda perdarahan
Cek aptt/12 jam dan laporkan hasil aptt
pastikan pengaturan syiringe pump sesuai
dosis

91
92 | P a g e

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan sebelum langkah


diagnosa,perencanaan,implementasi, dan evaluasi dilakukan ( american nurse
association,2010)

Penulis mengidentifikasi makna data pengkajian melalui penggunaan penilaian


klinik, penulis secara kontinu menggunakan penilaian klinik untuk menyesuaikan
data pengkajian sebagai dasar dalam memberikan intervensi keperawatan demi
mencapai hasil kesehatan yang positif (herdman, T.H Nanda internasional
diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi,2012)

Saat melakukan pengkajian keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan yang


berarti, hal ini dikarenakan pasien kooperatif dengan penjelasan dan asuhan
keperawatan yang diberikan.penulis melakukan pengkajian dengan
mengguanakan metode per sistem tubuh (review of system) yaitu : pengkajian
yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda
vital, sistem pernapasan, sistem kardiovaskular,sistem persyarafan, sistem
perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal. Informasi yang didapat
membantu penulis untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat
perhatian khusus.pada pengkajian digunakan juga beberapa format penilaian
untuk menentukan skala nyeri pasien, skala resiko jatuh, skala tingkat gizi dan
skala kemampuan fungsional klien.semua dapat terpenuhi, karena pasien selama
1x24 jam berada di unit intensive kardiovaskular.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang


digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Nanda Internasional, 2012) dari diagnose yang penulis angkat

92
93 | P a g e

sebagian besar sama dengan teori yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Adapun diagnosa keperwatan yang diambil penulis pada kasus ini antara lain :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan membrane


kapiler alveoli, kongesti paru sekunder dan retensi cairan interstisial
Penulis mengangkat diagnosa ini dengan data klien menunjakan pasien
tampak sesak nafas, posisi tidur fowler dengan O2 nasal 5
liter/menit,kadar PCO2 dalam darah 49,2 dan PO2 101,6, pada auskultasi
juga ditemukan ronchi basah dan halus di 2/3 lapang paru. Pasien
mendapat therapi lasix drip 10 mg/jam dan NTG 50 mikro/menit. Pada
rontgen thorax ditemukan kongesti
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas dan peningkatan preload
Penulis mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa kedua karena pada saat
pengkajian pasien mengeluh sesak, cepat cape saat beraktivitas,oedem
ekstrimitas bawah dengan pitting edema 2+. Pasien mendapatkan therapi
lasix drip 10mg/jam selain itu hasil echo tanggal 4-8-2017 EF 47 %,
monitor EKG 105x/menit (sinus takikardi),penurunan cardiac output bisa
terjadi karena kontraktilitas menurun yang disebabkan dari injury/infark
yang mengganggu kontraktil sel miokard. Tekanan darah yang relative
tinggi TD 143/86 mmhg (105 mmhg) HR 104 x/menit , RR 26 X/ menit,
yang menunjukan peningkatan bila pasien melakuakn aktivitas
3. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan retensi cairan isotonik
Penulis mengangkat diagnosa ini karena pada saat pengkajian klien
tampak ada oedema ekstremitas . menurut pengakuan pasien keluaran urin
selama satu minggu ini memang berkurang seperti biasa.
4. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan pemberian
antikoagulan (heparinisasi)
Penulis mengangkat diagnosa ini karena efek samping antikoagulan adalah
perdarahan dan umur pasien 68 tahun sangat beresiko terjadi perdarahan
sehingga harus observasi dan pemantauan tanda-tanda perdarahan

93
94 | P a g e

4.3 Intrvensi Dan evaluasi Keperawatan

Intervensi keperawatan dipilih sebagai pilihan diagnosis keperawatan dan di


kemas sebagai rangkain asuhan. Rangkaian asuhan ini memebantu penulis dalam
memutuskan rencana asuhan keperawatan dengan tingkat efisiensinya (Nanda,
2012). Hal ini memastikan bahwa penulis harus menyesuaikan rencana tersebut
dan juga mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tujuan akhir, yang
memungkinkan perawata merevisi rencana sesuai kebutuhan

Dalam memberikan asuhan nkeperawatan, penulis hanya melakukan selama 1x


8jam (dalam 1 hari shift pagi) pada tanggal 4-8-2017. Oleh karena itu penulis
tidak melakukan secara menyeluruh, namun penulis tetap memantau
perkembangan dan asuhan keperawatan yang diberikan secara berkelnajutan dan
menyeluruh dari catataan perkembanagn asuhan keperawatan yang diberikan di
ruangan tempat klien di rawat.

Intervensi yang dibuat penulis meliputi tindakan mandiri keperawatan dan


kolaborasi. Untuk diagnosa gangguan pertukaran gas diperlukan pemantauan
oksigenasi pasien, pada diagnosa penurunan curah jantung penulis memantau
ketat keluhan pasien, akral, serta memantau ketat hemosdnamik dan balance
cairan. Selain itu penulis juga berkolaborasi dengan medis dalam pemberian obat-
obat yang meningkatkan curah jantung. Untuk diagnosa kelebihan volume cairan,
penulis memantau intake outfut serta balance cairan dikarenakan pasien juga
mendapatkan batasan cairan dan therapi diuretik. Untuk diagnosa resiko
perdarahan berhubungan pemberian therapi antikoagulan penulis memantau hasil
lab aptt dan berkolaborasi untuk dosis heparin serta observasi ketat adanya tanda-
tanda perdarahan

4.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan yang


berguna sebagai pengukur keberhasilan pencapaian tujuan akhir rencana
keperawatan yang dibuat dan perkembangan pasien. Dengan evaluasi
keperawatan, penulis dapat merevisi rencana sesuai kebutuhan pasien.

94
95 | P a g e

Setelah memberikan asuhan keperawatan selama 1 shift, penulis menyadari


tidak semua diagnosa keperawatan tidak dapat diatasi seluruhnya. Hal ini
dikarenakan belum optimalnya asuhan keperawatan yang diberikan
berhubungan dengan waktu pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu,
penulis menyadari perlunya intervensi lanjutan secara berkesinambungan
demi tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi klien. Adapun evaluasi
keperawatan dilakukan setiap hari agar penulis mengetahui perkembangan
klien.

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan perembesan membran kapiler


alveoli
Posisi tidur sudah bisa posisi semifowler ,TD 143/86 mmhg (105 mmhg)
HR 104 x/menit , RR 26 X/ menit,saturasi 99 % dengan nasal 5
liter/menit,suhu 36.5 ºC,masih dengan NTG 50 mikro/menit
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
Pada pasien tampak akral hangat, pasien masih mengeluh sesak nafas tapi
sudah mulai berkurang. Urin outfut memenuhi target dan hemodinamik
relative stabil TD
135-165/80-86 mmhg dan HR 95-105x/menit.
3. Kelebihan volume cairan ekstraseluler b.d peningkatan retensi cairan
isotonik
Pada pasien oedema ekstremitas bawah masih ada intake 400ml/8 jam,
output 700ml/8jam balance -300 ml/ 8 jam diuresis 1,2 cc/kgbb/jam klien
di support lasix drip 10 mg/jam oleh karena itu masih diperlukan
intervensi lanjutan untuk mencegah masalah initimbul kembali, seperti :
1. Monitor intake output dan balance cairan
2. Batasi cairan sesuai dengan kolaborasi instruksi medis
3. Tolong ingatkan dokter untuk follow up hasil echo setelah
pemberian lasix
4. Resiko perdarahan bd pemberian therapi antikoagulan (heparin)
Pada pasien tidak ada tanda-tanda perdarahan, namun harus tetap di
observasi, nilai APTT sesuai nilai kontrol. Namun pemberian heparinisasi
yang tidak terpantau dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan,

95
96 | P a g e

intervensi dilanjutkan perawat berikutnya, cek APTT/12 jam, observasi


adanya tanda-tanda perdarahan, laporkan jika ada tanda-tanda perdarahan

Selama satu shift penulis melakukan implementasi asuhan keperawatan, penulis


berusaha menciptakan hubungan saling percaya terhadap pasien dan melibatkan
keluarga dalam perawatan, berusaha memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
pasien dan keluarga.

96
97 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M & Butcher, H. K, et al.(2013) Nursing Interventions Clasification


(NIC) 6 th edition, Butcher, Bulechek. Wagner, Dochterman Nurjannah, Intansari,
Tumanggor, R.D (editor), Mosby, Elsivier

Black, J.M & Hawks, J.H.(2014) Keperawatan medikal bedah mnajemen klinis
untuk hasil yang diharapkan, mulyanto, Joko, Setiyawan, M.H dkk (penerjemah),
Singapore, Elsevier

Blackwell,Wiley.(2015-2017).diagnosa keperawatan: definisi &


klasifikasi.(Prof.Dr.Budi anna keliat,Ns Heni dwi Windarwati,Akemat
pawirowiyono,Drs M.asyad subu,penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC

European Society of Cardiology Heart Failure Long-Term Registry (ESC-HF-


LT): 1-year follow-up outcomes and differences across regions Volume 19, Issue
3, 438, Article first published online: 1 March 2017

ESC.(2016). Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure.(versi 2016)

Lilly, leonard S.(2011). Patophisiology of Hearth Disease.(5th ed). Philadelphia :


Lippincorth Williams & Wilkins.

Moorhead, Sue & Johson, Marion, et al (2013) Nursing outcomes classification


(NOC) 5 th edition, Nurjanah, Intansari, Tumanggor, R.D (editor), Mosby,
Elsevier

Nieminen MS, et al. Executive summary of guidlines on the and treatment of


acute heart failure: the Task Force on Acute Heart Failure of the European
Society of Caediology. Eur Heart J, 2005. 26 (4):384-416

Panduan pengkajian pasien awal di IGD dan rawat inap dan skrining jatuh (2015).
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita

Panduan penulisan Diagnosa Keperwatan (2013). Rumah Sakit Jantung Harapan


KITA

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular I ndonesia (2015). Pedoman tata


laksana gagal jantung. 1 st edition. Jakarta : PERKI

Rekam Medis RS Jantung dan pembuluh darah Harapan Kita, angka kejadian acut
heart failure tahun 2016

97
98 | P a g e

Tubaro, Marco.& Vranckx, Pascal (2015) The ESC Textbook of Intensive and
acute cardiovascular care 2 nd edition Oxford, European society of cardiology
th
Wood, L susan, et al.(2010). Cardiac nursing 6 edition. Lippincott:Williams &
Wilkins

98

Anda mungkin juga menyukai