Disusun oleh :
A. Pengertian
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang. Sekitar tima juta
orang di Amerika Serikat menderita gagal jantung kongestif (GJK), dimana jumlah
tersebut didominasi olch orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas
usia 65 tahun dengan angka kematian sekitar 45-50% (O'Connor et al., 2011). Di
Indonesia, usia pasicn gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat (PERKI, 2015). Prevalensi penyakit gagal
jantung berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau
diperkirakan sekitar 229.696 orang (Kemenkes,2013).
Gagal jantung secara umum discbabkan karena penyakit pada miokard antara lain:
penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis, dan gangguan mekanis pada
miokard antara lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta(Kabo, 2012). Gangguan
tersebut akan menyebabkan terjadinya overioad volume atau tekanan atau disfungsi
regional pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja jantung sehinga menimbulkan
tanda dan gejala seperti sesak nafas dan kelelahan saat beraktivitas. Umumnya pasien
dengan gagal jantung akan mengalami intoleransi aktifitas sehingga terjadi keterbatasan
fungsional. Keterbatasan fungsional akan mempengaruhi kemampuan pasien gagal
jantung untuk melakukan self care.
Self care menurut Dorothea Orem adalah suatu tindakan dalam mengoptimalkan
kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri sehingga tercapai
kemampuan untuk mempertahankar kesehatan dan kesejahteraannya (Alligood, 2014).
Pada dasarnya sescorang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri yang
disebut dengan self care agency. Self care agency pada penderita penyakit jantung
mengalami penurunan karena penyakit yang lama (Indiarti 2014). Sebagian besar pasien
gagal jantung belum melaksanakan self cane secara tepat seperti yang telah diajarkan
seperti diet rendah garam, aktivitas fisik teratur, pembatasan cairan dan monitor berat
badan setiap hari (Britz & Dunn, 2010). Ketidakmampuan melaksanakan self care
tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi rehospitalisasi pada pasien gagal
jantung.
Salah satu sistem yang diidentifikasi Orem pada pasien dengan hambatan pemenuhan
self care adalah supportive-educative system, yang merupakan suatu upaya memberikan
bantuan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien
mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu
melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran (Alligood, 2014).
Program supportive-educative merupakan intervensi yang efektif diberikan oleh perawat
kepada keluarga dan pasien dengan gagal jantung, karena intervensi ini bersifat
sederhana, murah, dan praktis diberikan (Etemadifar, Bahrarni,Shahriari, & Farsani,
2014). Pasien gagal jantung akan mampu melakukan perawatan diri apabila ada
pemahaman tentang aspek yang berbeda dari perilaku perawatan diri yang terapcutik,
schingga intervensi yang paling tepat adalah memberikan supportive-educative yang
sesuai . (Zamanzadeh, Valizadeh, Howard, & Jamshidi, 2013).
Oleh karena itu, Program Supportif Edukatif (PRODUKTIF) yang merupakan sebuah
program berdasarkan intervensi keperawatan self care dipromosikan sebagai suatu solusi
untuk memenuhi slef care dan meningkatkan kualitas hidup pasien gagal jantung.
Monograft ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul "Pengaruh Program
Supportif-Edukatif (Produktif) Terhadap Kemampuan Self Care Pasien Gagal Jantung".
Penelitian tersebut merupakan quasyexperimental dengan menggunakan responden
sejumlah 28 orang yang dibagi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada
kelompok intervensi, responden diberikan program supportif-edukatif yaitu suatu
program edukasi terstrukstur dengan pendampingan perawat dan dibekali dengan booklet
dan video manajemen self care heart failure, sedangkan pada kelompok diberikan edukasi
sesuai dengan prosedur discharge planning yang berlaku di RSUD Mangusada. Setelah 8
minggu diberikan program supportif- edukatif, maka dilakukan kembali evaluasi
kemampuan self care dengan kuisioner Self Care Heart Failure Index (SCHFD) pada
seluruh responden. (Ida, Putu 2020).
Penyakit gagal jantung sering juga disebut dekompensasi kordis, insufisiensi jantung,
atau inkompeten jantung. Kegagalan jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung
tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kegagalan jantung dibagi atas kegagalan jantung akut yang timbulnya sangat cepat,
sebagai akibat dari serangan infark miokard, ditandai dengan sinkope, syok, henti
jantung, dan kematian tiba-tiba dan kegagalan jantung kronis, berkembang secara
perlahan dan disertai dengan tanda-tanda yang ringan karena jantung dapat mengadakan
kompensas. (Mary, Yakobus. 2010).
B. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau
menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan
beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktorfaktor
fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa,
seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat mengsanggu pengisian ventrikel, dan
tamponade jantung dapat menggangsu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, schingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa: Aritmia, akan mengganggu fungsi mekanis
jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis. Respon
mekanis yang tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung
yang stabil. Faktor lainnya yaitu:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada giliranny mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium,
perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
Infeksi sistermik dan infeksi paru-paru. Respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang
meningkat Emboli paru-paru, secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejcksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan
yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak
saja terhadap mekanisme fisiologie dan penyakit yang. mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. (Irwan, 2018).
C. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang
nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantungmenimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik. Penting dibedakan antara
kemampuan jantung untuk memompa (pump finction) dengan kontraktilias otot
jantung (myocandial finction). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis
tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal
gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan
diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu
akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi
ejcksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukurs Laplace). Jika persediaan energi
terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas.
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.
Bila reservasi jantung (andinc rsered) normal untuk berespons terhadap stres
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagaljantung. Demikian
juga, pada tingkatawal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan
gagal jantung lika reservasi jantung normal mengalam kepayahan dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung
meliputi:
D. Pathways
GAGAL JANTUNG
Perpindahan
Kontraktiitas Metabolisme
jantung anaerob Cairan ke
Tekanan pulmonal Darah terkumpul
intersitital Tekanan aliran darah
Disistem perifer
Penuruna ATP Edema paru
n cardiac Kelebihan voume
cairan Infux vena cava
output Fatique Volume darah
Ekpansi paru
dalam sirkulasi
Timbul pd mlm hr
Intoeransi Tekanan vena
Aktivitas Sesak nafas junguaris
Infektif Perfusi
Gangguan pola
Jaringan Perifer
tidur
Pola nafas tdk
efektif
E. Manifestasi Klinik
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktivitas yang bberkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah - Bising jantung
- - Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam/dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > 2kg/minggu - Suara pekak di basal paru pada perkusi
- Berat badan turun (gagal jantung - Takikardia
stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Heaptomegali
- Perasaan bingung (terutama pasien usia - Asietas
lanjut) - Kaheksia
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure,
2012 ).
F. Komplikasi
- Tromboemboli resiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam DVT (deep
venous thrombosis) dan emboli sistemik tinggi , terutama pada CHF brat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.
- Fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis . hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
pemberian digoksin/bloker) dan pemeriksaan warfarin
- Kegagalan pompa profresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic dengan dosis
yang ditinggikan. Transpaltasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.
- Aritmia vertikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (250-50% kematian pada atau kematian pada CHF). Pada pasien yang
berhasil direusitasi, amiodaron,bloker, dan defibrillator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
G. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Non-Farmakologi
a) Manajemen Perawatan Mandiri
2. Tatalaksana Farmakologi
a) Tujuan Tatalaksana Gagal Jantung
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung
tetap merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit jantung.
3. Non Medikamentosa
Dalam pengobatan medikamentosa yang ditkankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar – benar dengan tirah
baring ( bed rest ) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering
tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja.
4. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa masih digunakan diuretic oral maupun parental
yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung.Sampai edema
atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-
inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular
(fibrilasi atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki manfaat utama
dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas
belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk
memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa
studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac
Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-
Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun noniskemia dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut.
H. Pemeriksaan penunjang
1) Radiografi Toraks
Menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >50%), terutama bila
gagal jantung sudah kronis. Ukuran jantung yang normal tidak menyingkirkan
diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang terjadi
pada infrak miokard, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD)
pascainfrak.
2) Elektrokardiografi
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
3) Ekokardiografi
Dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang
jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding
dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan.
4) EKG ambulator
Harus dilakukan jika diduga terdapat aritmia.
5) Tes Darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi dimulai. Disfungsi tiroid ( baik hiper maupun hipotiroidisme)
dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu
dilakukan ).
DAFTAR PUSTAKA
Biodata
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Prempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Semarang Barat
Tanggal masuk : 04 Mei 2022 Jam 22.41
No. Rrgister : 00-21-**-**
Diagnosa medis : Gagal Jantung
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Kawin/belum : Kawin
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan : Anak
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak, lemas, nyeri pada dada sebelah kiri menjalar ke punggung
sejak 3 hari yang lalu. Nyeri bertambah apabila dibuat aaktivitas dan berkurang
bila saat istirahat.
P : Nyeri karena penyakit
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dada sebelah kiri tembus sampai punggung
S : Skala 7
T : Nyeri bertambah apabila sedang beraktivitas
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RS pada tanggal 4 Mei 2022 dengan keluhan sesak, lemas, dan
dada nyeri sebelah kiri menjalar punggung, pusing, keringat dingin menyebabkan
pasien dan keluarga khawatir dengan kondisi pasien saat ini. Pasien sangat cemas
dengan kondisinnya saat ini yang tak kunjung sembuh. Dan sekarang pasien
dirawat di RSPM dengan diagnosa Gagal Jantung.
3. Riwayat kesehatan masalalu
Pasien pernah menderita penyakit hipertensi 1 tahun yang lalu belum pernah di
rawat di Rumah Sakit.
4. Riwayat kesehatan masalalu
Pasien mengatakan dari orang tua ada yang menderita penyakit hipertensi yaitu
dari Bapak. Pasien memiliki empat orang anak, satu laki-laki dan tiga perempuan.
Genogram :
Keterangan :
: laki- laki
: perempuan
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: pasien
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Toileting
Berpakain
Mobilisasi ditempat tidur
Berpindah
Ambulansi
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dibantu sebagian
4 : Ketergantungan total
Klien mengatakan sebelum sakit tidur 8 jam/hari dan tidak mudah terbangun,
setelah di rumah sakit klien hanya tidur 6-7 jam/ hari dan klien sulit tidur karena
cemas dan takut.
Palpasi :
Auskultasi
E. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratoriumpada tanggal 5 mei 2022 jam 06.14 WIB
Analisa Data
Intervensi Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan