Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Heart Failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks,

yang disadari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah

keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural

dan fungsional dari jantung (Black and Hawks dalam budiyana,2013).

Penyebab utama gagal jantung meliputi abnormalitas miokardium, overload

beban luar (contoh: hipertensi), abnormalitas katup jantung, ritme jantung

yang abnormal (aritmia), kegagalan terkait perikardium (contoh: tamponade),

dan kelainan kongenital deformitas jantung.

Gagal jantung adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang secara

global, dengan lebih dari 26 juta orang yang terkena gagal jantung. Di negara-

negara maju prevalensi penderita gagal jantung gagal pada kelompok usia

dewasa adalah 1-2%. Menurut American Heart Association, 5,3 juta kasus

gagal jantung telah terjadi di Amerika serikat, lebih dari 660.000 kasus baru

didiagnosis tiap tahunnya, dengan kejadian mendekati 10 per 1000 penduduk

pada usia lebih dari 65 tahun. Diperkirakan angka kematian tahunan terkait

dengan gagal jantung adalah sekitar 278.000 orang. Prevalensi gagal jantung

meningkat secara eksponensial dengan mengikuti bertambahnya usia dan

menyerang 6-10% orang-orang dengan usia di atas 65 tahun.

Berdasar Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 disebutkan bahwa gagal jantung

mengakibatkan 13.395 orang menjalani rawat inap dan 16.431 orang

menjalani rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia dan mempunyai


persentase Case Fatality Rate(CFR) sebesar 13,42%, kedua tertinggi setelah

infark miokard akut (13,49%). Dapat disimpulkan bahwa gagal jantung

termasukdalam penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan berakibat

dalam hal penurunan kualitas hidup. Maka dari itu perlunya asuhan

keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan dari perawatan pasien gagal

jantung akut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan proses asuhan keperawatan dengan teori keperawatan

pada pasien dengan acute heart failure?

1.3 Tujuan

Mengetahui dan menghubungkan antara konsep/teori keperawatan dalam

merancang atau menyusun suatu rencana asuhan keperawatan yang

dibutuhkan oleh pasien dan keluarga sesuai kasus secara teori dengan benar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Jantung Akut

2.1.1. Definisi dan Etiologi

Gagal jantung akut (GJA) adalah serangan yang cepat dari gejala
dan tanda gagal jantung sehingga membutuhkan terapi segera. GJA dapat
berupa acute de novo (serangan baru dari gagal jantung akut, tanpa ada
kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronik (GJK).
Tabel 2-1. Penyebab dan faktor presipitasi GJA

(1) Dekompensasi pada GJK yang sudah ada (kardiomiopati)


(2) Sindrom koroner akut (SKA)
a. Infark miokardial/angina pektoris tidak stabil dengan
iskemia yang bertambah luas dan disfungsi iskemik
b. Komplikasi kronik infark miokard akut
c. Infark ventrikel kanan
(3) Krisis hipertensi
(4) Aritmia akut
(5) Regurgita vulvular/endokarditis/ruptur

kordatendinae,perburukan regurgitasi katup yang


sudah ada
(6) Stenosis katup aorta berat
(7) Miokarditis berat akut
(8) Tamponade jantung
(9) Diseksi aorta
(10) Kardiomiopati pasca melahirkan
(11) Faktor presipitasi non-kardiovaskular
a. Pelaksanaan terhadap pengobatan kurang
b. Overload volume
c. Infeksi, terutama pneumonia atau septicemia
d. Severe brain insult
a. pasca operasi besar
b. penurunan fungsi ginjal
c. asma
d. penyalahgunaan obat
e. penggunaan alcohol
f. feokromositoma
(12) Sindrom high output (Curah Jantung Tinggi)

Dikutip dari: ”Manurung D. Gagal jantung akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th
Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1505.”

2.1.1. Patofisiologi terjadinya Gagal Jantung

Disfungsi kardiovaskular disebabkan oleh satu atau lebih dari 5

mekanisme utama di bawah ini:

1. Kegagalan pompa

Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah atau inadekuat

atau karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk

terjadinya pengisian ventrikel.

2. Obstruksi aliran

Terdapat lesi yang mencegah terbukanya katup atau menyebabkan

peningkatan tekanan kamar jantung, misalnya stenosis aorta,

hipertensi sistemik, atau koarktasio aorta.

3. Regurgitasi

Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik beban kerja kamar

jantung, misalnya ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau atrium


serta pada regurgitasi mitral.

4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium

yang tidak selaras dan tidak efisien.

5. Diskontinuitas sistem sirkulasi

Mekanisme ini memungkinkan darah lolos, misalnya luka tembak

yang menembus aorta.

Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume atau

tekanan atau disfungsi regional pada jantung yang akan meningkatkan beban

kerja jantung dan menyebabkan hipertrofi otot jantung dan atau dilasi kamar

jantung.

Pressure-overload pada ventrikel (misalnya pada hipertensi atau

stenosis aorta) menstimulasi deposisi sarkomer dan menyebabkan

penambahan luas area cross-sectional miosit, tetapi tanpa penambahan

panjang sel. Akibatnya, terjadi reduksi diameter kamar jantung. Keadaan ini

disebut pressure-overload hypertrophy (hipertrofi konsentrik). Sebaliknya,

volume-overload hypertrophy menstimulasi deposisi sarkomer dengan

penambahan panjang dan lebar sel. Akibatnya, terjadi penebalan dinding

disertai dilasi dengan penambahan diameter ventrikel. Penambahan massa

otot atau ketebalan dinding yang seiring dengan penambahan diameter kamar

jantung menyebabkan tebal dinding jantung akan tetap normal atau kurang

dari normal.

Terjadinya hipertrofi dan atau dilasi disebabkan karena peningkatan

kerja mekanik akibat overload tekanan atau volume, atau sinyal trofik (misal

hipertiroidisme melalui stimulasi reseptor β-adrenergik) meningkatkan


sintesis protein, jumlah protein di setiap sel, jumlah sarkomer, mitokondria,

dimensi, dan massa miosit, yang pada akhirnya ukuran jantung. Apakah

miosit jantung dewasa memiliki kemampuan untuk mensintesis DNA dan

apakah hal ini memungkinkan terjadinya pembelahan sel masih menjadi

perdebatan.

Perubahan molekular, selular, dan struktural pada jantung yang

muncul sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan perubahan pada

ukuran, bentuk, dan fungsi yang disebut remodelling ventricle (left

ventricular atau LV remodeling). Terjadinya remodelling ventricle merupakan

bagian dari mekanisme kompensasi tubuh untuk memelihara tekanan arteri

dan perfusi organ vital jika terdapat beban hemodinamik berlebih atau

gangguan kontraktilitas miokardium, melalui mekanisme sebagai berikut: 14

1. Mekanisme Frank-Starling, dengan meningkatkan dilasi preload

(meningkatkan cross-bridge dalam sarkomer) sehingga memperkuat

kontraktilitas.

2. Perubahan struktural miokardium, dengan peningkatan massa otot

(hipertrofi) dengan atau tanpa dilasi kamar jantung sehingga massa

jaringan kontraktil meningkat.

3. Aktivasi sistem neurohumoral, terutama pelepasan norepinefrin

meningkatkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokardium, dan

resistensi vaskular; aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron; dan

pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP).

Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan


jantung memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya

untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis,

perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular

(terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan

fungsional dan struktural. Jika mekanisme kompensasi tersebut gagal, maka

terjadi disfungsi kardiovaskular yang dapat berakhir dengan gagal jantung.

Kebanyakan gagal jantung merupakan konsekuensi kemunduran

progresif fungsi kontraktil miokardium (disfungsi sistolik) yang sering

muncul pada cedera iskemik, overload tekanan, dan volume atau dilated

cardiomyopathy. Penyebab spesifik tersering adalah penyakit jantung

iskemik dan hipertensi. Terkadang kegagalan terjadi karena

ketidakmampuan kamar jantung untuk relaksasi, membesar, dan terisi

dengan cukup selama diastol untuk mengakomodasi volume darah ventrikel

yang adekuat (disfungsi diastolik), yang dapat muncul pada hipertrofi

ventrikel kiri yang masif, fibrosis miokardium, deposisi amiloid, dan

perikarditis konstriktif. Apapun yang mendasari, gagal jantung kongestif

dikarakteristikkan dengan adanya penurunan curah jantung (forward failure)

atau aliran balik darah ke sistem vena (backward failure) atau keduanya.

Gagal jantung kiri lebih sering disebabkan oleh penyakit jantung

iskemik, hipertensi, penyakit katup mitral dan aorta, serta penyakit

miokardial non-iskemik. Efek morfologis dan klinis gagal jantung kiri

terutama merupakan akibat dari aliran balik darah ke sirkulasi paru yang

progresif dan akibat dari berkurangnya aliran dan tekanan darah perifer.

Gagal jantung kanan yang terjadi tanpa didahului gagal jantung kiri
muncul pada beberapa penyakit. Biasanya gagal jantung kanan merupakan

konsekuensi sekunder gagal jantung kiri akibat peningkatan tekanan

sirkulasi paru pada kegagalan jantung kiri.

Gagal jantung kanan murni paling sering muncul bersama hipertensi

pulmoner berat kronik (cor pulmonale). Pada keadaan ini ventrikel kanan

terbebani oleh beban kerja tekanan akibat peningkatan resistensi sirkulasi

paru. Hipertrofi dan dilatasi secara umum terbatas pada ventrikel dan atrium

kanan, walaupun penonjolan septum ventrikel kiri dapat menyebabkan

disfungsi ventrikel kiri.

2.1.2. Presentasi Klinis

Presentasi klinis pasien dengan GJA dapat digolongkan ke dalam

kategori klinik:

o Gagal jantung kronik dekompensasi

Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah

diketahui gagal jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti

adanya bendungan paru dan sistemik.

o Edema paru

Pasien datang dengan distres pernapasan berat, takipnoe, dan

ortopnoe dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi

oksigen arteri biasanya <90% pada udara ruangan sebelum diterapi

oksigen.

o Gagal jantung hipertensif


Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah

dan biasanya fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti

peningkatan tonus simpatis dengan takikardia dan vasokonstriksi.

Responnya cepat terhadap terapi yang tepat dan mortaliti rumah

sakitnya rendah.

o Syok kardiogenik

Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah

dilakukan koreksi preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi

organ dan bendungan paru terjadi dengan cepat.

o Gagal jantung kanan terisolasi

Ditandai oleh sindrom low output dengan peningkatan tekanan vena

sentral tanpa disertai kongesti paru.

o SKA dan gagal jantung

Terdapat gambaran klinis dan bukti laboratoris SKA. Kira-kira 15%

pasien dengan SKA memiliki tanda dan gejala gagal jantung.

o GJA akibat Curah Jantung Tinggi

Ditandai dengan tingginya curah jantung, umumnya disertai laju

jantung yang sangat cepat (penyebabnya, antara lain aritmia,

tirotoksikosis, anemia, penyakit paget, iatrogenik), dengan perifer

hangat, kongesti pulmoner, dan terkadang tekanan darah yang rendah

seperti pada syok septik.


2.1.1. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian

klinis, serta pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks,

laboratorium, dan ekokardiografi Doppler.

Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung

dapat ditegakkan bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor

dan 2 kriteria minor .

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi mengenai denyut,

irama, dan konduksi jantung, serta seringkali etiologi, misalnya perubahan ST

segmen iskemik untuk kemungkinan STEMI atau non-STEMI.1

Pemeriksaan foto toraks harus dikerjakan secepatnya untuk menilai

derajat kongesti paru dan untuk menilai kondisi paru dan jantung yang lain.

Kardiomegali merupakan temuan yang penting. Pada paru, adanya dilatasi

relatif vena lobus atas, edema vaskular, edema interstisial, dan cairan alveolar

membuktikan adanya hipertensi vena pulmonal.

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:

o Anemia

o Prerenal azotemia

o Hipokalemia dan hiperkalemia, yang dapat meningkatkan risiko aritmia

o Hiponatremia, akibat penekanan sistem RAA (renin-angiotensin-


aldosteron)

o Peningkatan kadar tiroid, pada tirotoksikosis atau miksedema

o Peningkatan produksi Brain Natriuretic Peptide (BNP), akibat


peningkatan tekanan intraventrikular, seperti pada gagal jantung
Selain itu, kadar kreatinin, glukosa, albumin, enzim hati, dan INR

dalam darah juga perlu dievaluasi. Sedikit peningkatan troponin jantung dapat

terjadi pada pasien GJA tanpa SKA.

Analisis gas darah memungkinkan penilaian oksigen (pO2), fungsi

respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH), terutama pada semua

pasien dengan stres pernapasan.

Ekokardiografi dengan Doppler merupakan alat yang penting untuk

evaluasi perubahan fungsional dan struktural yang dihubungkan dengan GJA.

Temuan dapat menentukan strategi pengobatan.


Menilai gejala dan tanda

EKG abnormal?
Gas darah abnormal? tidak
Bendungan di X-ray?
BNP meningkat?
Penyakit jantung atau gagal jantung kronik? Pertimbangkan
penyakit paru

Evaluasi dengan normal


ekokardigrafi

Gagal jantung
terkonfirmasi
Rencanakan strategi
penatalaksanaan
Menilai jenis, severitas, dan
etiologi menggunakan
investigasi pilihan

Gambar 2-1. Algoritma diagnosis GJA


Dikutip dari: Kalim H, Irmalita, Idham I, Purnomo H, Harsunarti N, Siswanto BB,
et al. Pedoman praktis tatalaksana gagal jantung kronis dan akut. Jakarta: Divisi
„critical care‟ dan kardiologi klinik departemen kardiologi dan
kedokteran vaskular FKUI; 2008. p.35-48.
2.1.3. Terapi

Terapi awal GJA bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menstabilkan

kondisi hemodinamik, yang meliputi:

o Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (continuous positive airway

pressure), target SaO2 94-96%

o Pemberian vasodilator berupa nitrat atau nitroprusid

o Terapi diuretik dengan furosemid atau diuretik kuat lainnya (dimulai dengan

bolus IV dan bila perlu diteruskan dengan infus berkelanjutan

o Pemberian morfin untuk memperbaiki status fisik, psikologis,dan

hemodinamik

o Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan tekanan

pengisian yang rendah (low filling pressure)

o Pacing, antiaritmia, atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan irama

jantung

o Mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ lainnya.

Terapi spesifik lebih lanjut harus diberikan berdasarkan karakteristik klinis

dan hemodinamik pasien yang tidak responsif terhadap terapi awal.


FORMAT PENGKAJIAN
MODEL KEPERAWATAN MYRA ESTRINE LEVINE

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS UMUM
Nama :
Alamat :
Tempat/tgl lahir :
Agama :
Usia :
Suku Bangsa :
 Nama ayah/ibu :
Pendidikan ayah :
Pekerjaan ayah :
pendidikan ibu :
Pekerjaan ibu :

2. LINGKUNGAN INTERNAL
a. Alasan masuk rumah sakit :
b. Faktor pencetus :
c. Keluhan utama :
d. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :
e. Diagnose medic :

3. LINGKUNGAN EKSTERNAL
a. Riwayah kesehatan dahulu
1) Penyakit waktu kecil :
2) Pernah dirawat di RS :
3) Obat-obatn yang digunakan :
4) Tindakan (Operasi) :
5) Alergi :
6) Kecelakaan :
7) Imunisasi :
b. Lingkungan karakteristik rumah (resiko terhadap kesehatan), (jelaskan
keadaan rumah terutama yang membahayakan kesehatan seperti sirkulasi
udara, sinar matahari, tangga, lanta yang licin, dsb)
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………

c. Praktik budaya yang mempengaruhi kesehatan


…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………….
d. fasilitas kesehatan yang tersedia (tulis fasilitas kesehatan di sekitar
rumah atau yang  biasa dimanfaatkan keluarga seperti Puskesmas, dokter
praktik, dsb).
…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………….

4. PENGKAJIAN KONSERVASI
a. Konservasii energy
1) Nutrisi dan cairan:
…………………………………………………………………………
2) Eliminasi
…………………………………………………………………………
3) Istirahat dan tidur
…………………………………………………………………………
4) Aktivitas
…………………………………………………………………………
5) Kebersihan
…………………………………………………………………………

b. Konservasi struktur
a) Keadaan umum dan kesadaran
b) Tanda-tanda vital
1) Suhu :
2) Frekuensi Nafas :
3) Tekanan darah :
4) Nadi :
c) Pengukuran antropometri
1) Berat badan :
2) Tinggi badan :
3) Lingkar kepala :
4) Lingkar perut :
5) Lingkar lengan :
d) Pemeriksaan fisik (Head to toe)
1) Kepala
a) Inspeksi
(1) Bentuk dan kesimetrisan :
(2) Kebersihan kepala :
(3) Lesi :
b) Palpasi
(1) Benjolan (ada/tidak) :
(2) Nyeri tekan (ada/tidak) :
2) Mata
a) Palpebral : Edama ( ) Radang ( )
b) Scelera : ikterik ( ) Tidak ikterik ( )
c) Konjungtiva : Anemis ( ) Anemis ( )
d) Pupil : Isokor ( ) Anisokor ( ) miosis
( ) midriasis ( )
Reflek pupil terhadap cahaya:
Reflek kornea :
e) Posisi mata : Simetris ( ) Tidak Simetris ( )
f) Gerakan bola mata :
g) Kemampuan visual :
3) Hidung
a) Bentuk :
b) Struktur :
c) Perforasi septum :
d) Secrec/cairan :
4) Telinga
a) Posisi telinga :
b) Ukuran dan bentuk :
c) Aurikel :
d) Lubang telinga : bersih/serumen/nanah
e) Memakai alat bantu :
f) Pemeriksaan uji pendengaran
 Rinne :
 Weber :
 Swabach :
5) Mulut
a) Gigi :
 Keadaan gigi :
 Karang Gigi :
 Gigi Berlubang :
b) Gusi : normal/edema
c) Lidah : mikroglosia/makroglosia/glosoptosis
d) Mukosa Mulut : lembab/kering
e) Tonsil : normal/bengkak
f) Palatum : labiopalatoskisis/tidak
g) Pengeluaran saliva berlebih: ada/tidak
6) Faring
a) Hyperemia :
b) Edema :
c) Abses pada retroaringeal: ada/tidak
7) Laring
a) Obstruksi pada laring : ada/tidak
8) Pemeriksaan paru
a) Inspeksi
 Kesimetrisan : simetris/tidak
 Gerakan dada : sama antara kanan/kiri
 Deformitas : ada/tidak
 Penonjolan : ada/tidak
b) Palpasi
 Kesimetrisan :
 Vocal Premitas :
 Krepitasi subcotis:
c) Perkusi
 Pembesaran paru :
 Suara : resonan/pekak
d) Auskultasi : vesikuler/ronchi/cracles
9) Jantung
a) Inspeksi
 Denyut apek :
b) Pekusi
 Pembesaran :
 Suara :
c) Auskultasi
 BJ 1 :
 BJ II :
 BJ III :
 Bunyi jantung tambahan :
10) Abdomen
a) Inspeksi
 Ukuran & bentuk :
 Lesi/luka post op :
 Stoma :
b) Auskultasi
 Peristaltic usus : x/menit
c) Perkusi : timpani/redup
d) Palpasi
 Organ hati
 Limpa
 Ketengangan dinding perut
 Turgor kulit
11) Genetalia
a) Laki – laki
 Ukuran :
 Bentuk penis : hipospadi/epispadia/normal
 Peradangan
 Testis
 fimosis
b) Perempuan
 Labia minora tertutup oleh labia mayora
 Lubang uretra dan vagina terpisah
 Kebersihan vagina
12) Pemeriksaan anus
a) adanya luka post op : ada/tidak
b) kebersihan :
c) anus : ada/tidak
13) Pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas
a) kelainan tulang belakang: lordosis/kifosis/skoliosis
b) spasme otot : ada/tidak
c) paralysis : ada/tidak
d) atropi/hipertropi
e) kontraktur :
f) faktur :
g) kelemahan/kelumpuhan :
h) polidaktil :
i) clubbing finger :
j) CRT :
14) Pemeriksaan Kulit
a) Turgor kulit : kencang/lembek
b) Warna kulit : sianosis/ikterus
c) Kelembaban :
d) Penyakit pada kulit :

e) Pemeriksaan tingkat perkembangan


1) Kemandirian dan bergaul : sesuai umur ( ), tidak sesuai umur
()
2) Motoruik halus : sesuai umur ( ), tidak sesuai umur
()
3) Kognitif dan bahasa : sesuai umur ( ), tidak sesuai umur
()
4) Motorik kasar : sesuai umur ( ), tidak sesuai umur
()
f) Data tambahan (pemeriksaan penunjang)
a) Hasil laboratorium :
b) Rontgen :
c) USG :

c. Konservasi personal
1) Identitas diri : baik ( ), tidak baik ( ), lainnya
(sebutkan) :
………………………………………………………………………
2) Harga diri : baik ( ), tidak baik ( ), lainnya
(sebutkan) :
………………………………………………………………………
3) Stress dan koping : baik ( ), tidak baik ( ), lainnya
(sebutkan) :
………………………………………………………………………
d. Konservasi sosial
1) Pembawaan secara umum : baik ( ), tidak baik ( ), lainnya
(sebutkan) :
………………………………………………………………………
2) Hubungan dengan anggota keluarga: baik ( ), tidak baik ( ), lainnya
(sebutkan) :
………………………………………………………………………
3) Support keluarga : baik ( ), tidak baik ( ),
lainnya (sebutkan) :
………………………………………………………………………
4) Hubungan dengan teman sebaya : baik ( ), tidak baik ( ),
lainnya (sebutkan) :
………………………………………………………………………
5) Harapan keluarga terhadap tindakan petugas kesehatan (apa yang
diharapkan keluarga terhadap petugas kesehatan: cepat
sembuh/pulang kerumah ( ), lainnya (sebutkan)
………………………………………………………………………
B. TRIPOCOGNOSIS (DIAGNOSA KEPERAWATAN)
1. ……………………………………………………………….
2. ……………………………………………………………….

C. HIPOTESIS (INTERVENSI)
1. ……………………………………………………………….
 ………………………………………………………….....
 ………………………………………………………….....
 …………………………………………………………….
2. ……………………………………………………………….
 ………………………………………………………….....
 ………………………………………………………….....
 …………………………………………………………….
D. IMPLEMENTASI DAN ANALISA DATA

HARI/TANGGAL TRIPOCOGNOSIS IMPLEMENTASI EVALUASI


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. NURSING OUTCOMES NURSING INTERVENTIONS
NURSING DIAGNOSES (NANDA)
CLASSIFICATION (NOC) CLASSIFICATION (NIC)
1. Penurunan Curah Jantung a. Cardiac Pump Effectiveness a. Cardiac Care
Definisi : ketidakadekuatan darah yang Indikator : Aktivitas :
dipompa oleh jantung untuk memenuhi
1) Systolic blood pressure dalam 1) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
kebutuhan metabolisme tubuh.
rentang normal durasi, frekuensi)
Batasan karakteristik : 2) Diastolic blood pressure dalam 2) Catat adnya disritmia jantung
rentang normal 3) Catat adanya tanda dan gejala penurunan
a. Perubahan frekuensi/ irama jantung 3) Tidak ada bunyi jantung cardiac output.
b. Perubahan preload abnormal 4) Monitor status kardiovaskuler
c. Perubahan afterload 4) Tidak terjadi angina 5) Monitor status pernafasan yang menandakan
d. Perubahan kontraktilitas 5) Tidak ada edema perifer Heart Failure
e. Perilaku /Emosi 6) Tidak ada edema paru 6) Monitor abdomen sebagai indicator adanya
7) Tidak dispnea saat istirahat adanya penurunan fungsi
8) Aktivitas toleran 7) Monitor balance cairan
8) Monitor adanya perubahan perubahan
9) Tidak sianosis tekanan darah
b. Circulation Status 9) Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
Indikator : 10) Atur periode latihan dan istirahat untuk
1) Systolic blood pressure dalam menghindari kelelahan
rentang normal 11) Monitor adanya dispnea, ortopnea, dan
2) Diastolic blood pressure dalam takipnea
rentang normal
3) Pulse pressure dalam rentang 12) Anjurkan untuk menurunkan stres
normal
4) AGD (PaO2 dan PaCO2) dalam
rentang normal b. Vital Sign Monitoring
5) Tidak asites
Aktivitas :
c. Vital signs 1) Monitor TD, nadi, suhu dan RR
Indikator : 2) Monitor vital sign pasien saat berbaring,
1) Denyut jantung apikal dalam duduk, berdiri
rentang normal 3) Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
2) Irama denyut jantung dalam dan bandingkan
rentang normal 4) Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan
3) Denyut nadi radial dalam rentang setelah aktivitas
normal 5) Monitor kualitas nadi
4) Tekanan Systole dan Diastole 6) Monitor jumlah dan irama jantung
dalam rentang normal 7) Monitor bunyi jantung
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernafasan abnormal
10) Monitoradanya sianosis perifer
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

2. Ketidakefektifan Pola Nafas a. Respiratory Status : Ventilation a. Airway Manajemen


Definisi : Indikator : Aktivitas :
Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak 1) Respiratory rate dalam rentang 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
memberi ventilasi adekuat. normal ventilasi
2) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Batasan Karakteristi : 2) Tidak ada retraksi dinding dada nafas tambahan.
a. Pernafasan cuping hidung 3) Tidak mengalami dispnea saat 3) Monitor respirasi dan status O2
b. Takipnea istirahat b. Oxygen Therapy
c. Dispnea 4) Tidak ditemukan orthopnea
d. Penurunan tekanan ekspirasi Aktivitas :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
b. Respiratory : Airway Patency 2) Monitor aliran oksigen.
3) Pertahankan posisi pasien.
Indikator : 4) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
1) Respiratory rate dalam rentang 5) Monitor adanya kecemasan
normal
2) Pasien tidak cemas c. Vital Sign Monitoring
3) Menunjukkan jalan nafas yang Aktivitas :
paten
1) Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
2) Monitor kualitas nadi
3) Monitor suara paru
4) Monitor suara pernafasan
5) Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan a. Circulation Status a. Oxygen Therapy
Perifer
Indikator : Aktivitas :
Definisi :
1) Systolic blood pressure dalam 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Penurunan sirkulasi darah ke perifer rentang normal 2) Atur peralatan oksigenasi
yang dapat mengganggu kesehatan. 2) Diastolic blood pressure dalam 3) Monitor aliran oksigen
rentang normal 4) Pertahankan posisi pasien
Batasan Karakteristik : 3) Pulse pressure dalam rentang 5) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
normal
a. Waktu pengisian kapiler > 3 detik 6) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
b. Warna kulit pucat saat elevasi 4) Tidak asites oksigenasi
c. Penurunan nadi perifer
d. Perubahan tekanan darah di b. Tissue Perfusion : Peripheral b. Vital Sign Monitoring
ekstremitas Aktivitas :
Indikator :
e. Pemendekan jarak total ang 1) Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
ditempuh dalam uji berjalan selam 1) CRT (jari tangan dan kaki) 2) Monitor kualitas nadi
enam menit dalam batas normal 3) Monitor suara paru
2) Suhu kulit ekstremitas dalam 4) Monitor pola pernapasan yang banormal
rentang normal 5) Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
3) Blood pressure dan MAP dalam c. Peripheral Sensation Management
rentang normal Aktivitas :
1) Monitor adanya paratese (kesemutan)
2) Batasi gerakan kepala, leher, dan punggung
3) Monitor adanya tromboplebitis dan vena
thromboembolism
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen


Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan. (E. A. Suslia, F. Ganiarji, P. P. Lestari,
& A. R. W. Sari, Ed.) (8th ed.). singapura: Elsevier.

Digiulio, mary. Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah :


DeMYSTiFieD, Buku Wajib Bagi Praktisi dan Mahasiswa Keperawatan. (K.
Aulawi, Ed.). Jakarta: Rapha.

Lukman, T. V. (2013). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas


nyeri pada pasien post-operasi. Tesis, 9(2013), 262–266.

Satriyo Agung, Annisa Andriyani, D. K. S. (2013). TERDAPAT PENGARUH


PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DENGAN ANESTESI
UMUM DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA, 3(1), 52–60.

Sunaryo, T., & Lestari, S. (2015). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap


Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri Pada Pasien Acute Myocardial Infarc Di
RS Moewardi Surakarta Tahun 2014. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 4(2),
82–196. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2014.05.002.This

Yusrizal. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Masase Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca Apendiktomi di Ruang Bedah RSUD
Dr. M. Zein Painan. Ners Jurnal Keperawatan, 8(2), 138–146.

28

Anda mungkin juga menyukai