Anda di halaman 1dari 16

Congestif Heart Failure (CHF)

RSUD dr. H Jusuf SK

Disusun Oleh:

Audiya Arahmah 2130702030

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

2022
I. Konsep Medis
A. Definisi
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat
istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang
menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik (Nurarif, A. H 2017).
Congestif Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah
suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh (ditentukan sebagai konsumsi oksigen). Gagal
jantung terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan
diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami kegagalan karena
defek struktural atau penyakit intrinsik, sehingga tidak
dapat menangani jumlah darah yang normal atau pada
kondisi tidak ada penyakit, tidak dapat melakukan toleransi
peningkatan volume darah mendadak misalnya selama latihan fisik
(Elsevier, 2017).
Congestif Heart Failure (CHF) atau gagal jantung
kongestif merupakan keadaan ketika jantung tidak mampu
lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme
jaringan tubuh. Penyebabnya adalah keadaan meningkatnya
beban awal atau beban akhir yang menurunkan kontraktilitas
miokadrium (Aspian, 2017)

B. Etiologic
Menurut Smeltzer (2017) dalam Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai
keadaan seperti :
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit degenerative atau inflamasi misalnya
kardiomiopati
2. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan pengurangan
kontraktilitas, menimbulkan Gerakan dinding yang abnormal
dan mengubah daya kembang ruang jantung.
3. Hipertensi Sistemik Atau Pulmonal (Peningkatan After Load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi
dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya
aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
4. Peradangan Dan Penyakit Miokardium Degenerative
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat hipertensi maligna
dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak disertai
hipertrofi miokardial.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal:demam, tirotiksikosis), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Asidosis respiratorik
atau metabolik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
C. Klasifikasi data
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al.,
2013), klasifikasidari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut
:
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai
resiko tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan
struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang
didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi pada
pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B
apabila ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung
tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung
tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien
dengan infark miokard ,disfungsi sistolik pada ventrikel
kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan
structural pada jantung bersamaan dengan munculnya gejala
sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul
dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang
membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan
gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat,
serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat
The New York Heart Association (Yancy et al.,
2013) mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas,
meliputi :
1. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik
secara normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau
palpitasi.
2. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik
secara normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi,
serta angina pektoris (mild CHF).
3. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik
sedikit saja mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate
CHF).
4. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan
aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu
menimbulkan gejala yang berat (severe CHF).

D. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi
dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung
akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa,
sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan
jika cadangan jantung normal mengalami payah dan
kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga
mekanis merespon primer yaitu meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas
neurohormon, dan hipertrofiventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah
gangguan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus
menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas
(perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya
tekanan ventrikel yang harus d ihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu makacurah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu
alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik
atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap
sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri
murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

E. Manifestasi klinis
Menurut Niken Jayanthi 217 manifestasi klinis CHF yaitu:
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis
yang menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat
peningkatan tekanan vena sistemik
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin,
dan oliguria akibat perfusi darahdari jantung ke jaringan dan
organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal
yang menurun (pelepasan reninginjal).

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nugroho, 2017 Pemeriksaan Pemnunjang dari
CHF yaitu:
1. EKG
Untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung.
2. Echokardiogram
Menggunakan gelombang suara untuk mengetahui
ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang
jantung dan fungsi katup jantung.
3. Foto Rontgen Dada
Untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan
cairandiparu-paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes Darah BNP
Untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype Nattruretic
Peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas
ventricular.
6. Scan Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan
pergerakan dinding

G. Penatalaksanaan
Menurut Karso, 2017 Penatalaksanaan CHF meliputi:
1. Non farmakologi
a. CHF kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen
dan menurunkan konsumsi oksigen melalui
istirahat atau pembatasan aktivitas
2) Diet pembatasan natrium (<4gr/hari) untuk
menurunkan edema
3) Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi
NSAID karena efek prostaglandin pada ginjal
menyebabkan
retensi air dan natrium.
4) Pembatasan cairan (±1200-1500 cc/hari)
5) Olahraga secara teratur
b. CHF akut
1) Oksigenisasi (ventilasi mekanik
2) Pembatasan cairan
2. Farmakologi
a. First Line Drugs; Diuretic.
Tujuan: Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik
dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic
b. Second Line Drugs; ACE Inhibitor.
Tujuan: membantu meningkatan COP dan
menurunkan kerja jantung.

H. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare 2017 Komplikasi CHF yang
mungkin terjadi adalah:
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadiun akhir disfungsi ventrikel
kiri atau chf , terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan
yang luas, otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,
menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal)
2. Episode tromboemboli
kurangnya mobilitas paien penyakit jantung dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam
pembentukan trombus intrakadial dan itravaskuler. Begitu
pasien meningkatkan aktifitasnya setelah mobilitas lama
sebuah trombus dapat terlepas (embolus) dandapat terbawa ke
otak, ginjal, usus dan paru
3. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Efusi perikardial masuknya cairan kedalam kantung
perikardium. Perkembangan efusi yang cepat dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan
memnyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik ke
jantung, hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung
4. Aritmia
Pasien dengan GJK memiliki kemungkinan besar mengalami
aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran ruangan
jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel)
menyebabkan gangguan kelistrikan jantung. Gangguan
kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada
keadaan tersebut, depolarisasi otor jantung timbul secara cepat
dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu
berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan
penurunan cardiac output dan risiko pembentukan trombus
ataupun emboli. Jenis aritmia lain yang sering dialami oleh
pasien GJK adalah
ventricular takiaritmia, yang dapat menyebabkan kematian
mendadak
pada penderita
II. Penyimpangan KDM
Menurut Niken Jayanti, 2017 penyimpan KDM dari CHF yaitu

III. Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
1. Pengkajian Data Fokus
Menurut (Astuti, YE., Setyorini, Y., Rifai, A. 2018)
a. Identitas Pasien meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin,
agama, diagnosa medis
b. Identitas penanggung jawa.
c. Pengkajian primer
1) Airway : Jalan nafas paten.
2) Breathing: RR pasien, pengembangan dada simetris, ada suara
nafas tambahan atau tidak.
3) Circulation : HR pasien, akral teraba hangat, tekanan darah
pasien.
4) Dissability : Kesadaran pasien, GCS pasien.
5) Eksposure : apa ada pitting edema, bagaimana kekuatan otot
pasien, ada luka atau tidak.
d. Pengkajian sekunder
1) Symptoms : apa ada sesak, pitting edema.
2) Allergies : apa ada riwayat alergi makanan/obat.
3) Medication : apa ada meminum obat rutin.
4) Past illnes : apa ada riwayat penyakit masa lalu.
5) Last meal : makanan terakhir yang dimakan dan apa porsi di
habiskan.
6) Event : pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari sebelum
masuk ke rs. Sesak nafas memberat saat melakukan aktivitas.
e. Pengkajian cairan
1) Cairan input
2) Cairan output
3) Balance cairan
f. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : warna kulit, ada eritema, CRT berapa detik, ada
edema di kedua kaki atau tidak.
2) Palpasi : terdapat pitting edema atau tidak.
g. Program terapi
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan foto thorax
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan elektrolit

B. Diagnosa Keperwatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Diagnosa
keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensional. Diagnosis keperawatan
ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadikan
tanggung gugat perawat diagnose keperawatan yang mungkin muncul
pada chf yaitu:
1. Penurunan curah jantung
2. Pola nafas tidak efektif
3. Perfusi jaringan tidak efektif
4. Gangguan pertukaran gas
5. Hiervolemia
6. Intolerasi aktifitas
7. Ansietas
8. Deficit pengetahuan

C. Perencanaan
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2017) dan Tim Pokja SIKI
DPP PPNI (2017) Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase
pengorganisasian tindakan keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan tindakan asuhan keperawatan dalam usaha membantu,
meringankan, memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan klien.
Perawat menyusun perencanaan keperawatan berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat
tujuan dan intervensi keperawatan untuk mencegah, menurunkan atau
mengeleminasi masalah kesehatan pasien
Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Penurunan curah Setelah dilakukan 1) Identifikasi
jantung b.d intervensi keperawatan tanda dan
kontraktilitas selama 1 x 24 jam gejala
maka curah jantung menurunan
meningkat dengan curah jantung
kriteria hasil: 2) Monitor
1) Kekuatan nadi tekanan darah
perifer 3) Monitor
meningkat saturasi oksigen
2) Takikardia 4) Posisikan
menurun pasien semi-
3) Tekanan darah fowler atau
menurun fowler dengan
kaki kebawah
atau posisi
nyaman
5) Berikan diet
jantung (mis.
Batasi asupan
kafein, natrium,
kolestrol, dan
makanan tinggi
lemak
6) Anjurkan
beraktivitas
secara bertahap
7) Kolaborasi
pemberian
aniaritmia jika
perlu
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Monitor pola
efektif b.d intervensi keperawatan napas
hambatan upayah selama 1 x 24 jam 2) Monitor bunyi
napas ‘ maka pola napas napas tambahan
membaik dengan 3) Pertahankan
kriteria hasil kepatenan jalan
1) Tingkat napas dengan
kesadaran head-tilt dan
meningkat chin-lift
2) Dispnea 4) Berikan
menurun oksigen jika
3) Bunyi napas perlu
tambahan 5) Kolaborasi
menurun pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika
perlu
Hypervolemia b.d Setelah dilakukan 1) Idemtifikasi
gangguan aliran intervensi keperawatan penyebab
balik vena selama 1 x 24 jam hypervolemia
maka keseimbangan 2) Monitor intake
cairan meningkat dan output
dengan kriteria hasil cairan
1) Kelembaban 3) Batasi asupan
membrane cairan dan
mukosa garam
meningkat 4) Kolaborasi
2) Asupan cairan pemberian
meningkat duretik jika
3) Edema perlu
menurun

Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1) Identifikasi


b.d intervensi keperawatan gangguan
ketidakseimbangan selama 1 x 24 jam fungsi tubuh
Antara suplai dan maka toleransi yang
oksigen aktivitas maningkat mengakibatkan
dengan kriteria hasil: kelelahan
1) Kekuatan tubuh 2) Sediakan
bagian atas lingkungan
meningkat nyaman dan
2) Kekuatan tubuh rendah stimulus
bagian bawah (mis. Cahaya,
meningkat suara,
3) Perasaan lemah kunjungan
menurun 3) Lakukan
4) Sianosi Latihan rentang
menurun garak pasif dan/
atau aktif
4) Anjurkan
beraktifitas
secara bertahap
5) Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan
makanan

D. Implementasi
Menurut Setiadi, (2018) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.

E. Evaluasi
Menurut Setiadi, (2017) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai
berikut: Kartu SOAP (data subjektif, data objektif,
analisis/assessment, dan perencanaan/plan) dapat dipakai untuk men
dokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik . Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Kriteria Hasil Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI.
Yeni Eka Astuti, d. (2018). Hipervolemia Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF).
Jurnalinterest.com, 1-9.

Anda mungkin juga menyukai