Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

DI SUSUN OLEH:

DWI LESTARI

RS AMANAH UMAT PURWOREJO

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. Pengertian

Gagal jantung adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala ), ditandai

dengan sesak napas saat istirahat atau aktivitas yang disebabkan oleh kelaina struktur

serta fungsi jantung (NANDA NIC-NOC, 2015). Congestive Heart Failure (CHF)

adalah keadaan ketika jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk

memenuhi kebutuhan tubuh (dikutip dalam Mary Baradero 2008).

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah

yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah

gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan

(Kasron, 2012).

Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan sesak napas, dispnea

saat aktivitas fisik, dispnea noktural paroksismal, ortopnea, dan edema perifer atau

edema paru. Gagal jantung kongestif, dinamakan seperti itu karena gangguan sirkulasi

yang berhubungan dengan kegagalan jantung untuk berfungsi secara normal yang

menyebabkan kongesti pada dasar vaskular paru dan jaringan perifer, yang

menimbulkan gejala pernapasan dan edema perifef (Morton et.al 2012).

B. Anatomi fisiologi

Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan berongga,

terletak dirongga toraks bagian mediastinum. Jantung dilapisi oleh selaput yang disebut

perikardium, yang terdiri dari dua lapisan, yaitu:


a. Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput

paru.

b. Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga

disebut epikardium.

Jantung adalah organ berupa otot,berbentuk kerucut, berongga dan dengan

basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Jantung berada di dalam thorak, antara kedua

paru-paru dan dibelakang sternum,dan lebih menghadap kekiri dari pada ke kanan.

Ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa beratnya antara 220-

260 gram. Jantung terbagi atas sebuah septum atau sekat menjadi dua belah, yaitu kiri

dan kanan. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen keseluruh tubuh dan

membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan

fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh

tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen

dan membuang karbondiksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya

oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh. Jantung di

bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardum,dimana lapisan

perikardium di bagi menjadi 2 lapisan yaitu Perikardium fibrosa (viseral) merupakan

bagian kantung yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium

diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar, melekat pada sternum dan

Perikardium serosum (parietal) yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa Siklus

system kardiovaskuler (Aspiani,2014)


C. Etiologi

Menurut Kasron tahun 2012, ada beberapa etiologi/penyebab dari gagal jantung,

yaitu:

a. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan

fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, dan penyakit

degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis Koroner

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi ototjantung karena terganggunya

aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam

laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya

gagal jantung. Peradangan dan penyakit otot jantung degeneratif, berhubungan

dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,

menyebabkan kontraktilitas menurun.

c. Hipertensi Sistemik Atau Pulmonal

Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi

serabut otot jantung.

d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit Jantung Lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakitjantung yang sebenarnya, yang

secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup

gangguan aliran darah yang masuk jantung untuk mengisi darah (tamponade,

perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak

afterload.

f. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal

ginjal.Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan

peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia

dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik

atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

D. Klasifikasi

Jenis gagal jantung ada bermacam-macam, menurut Kasron tahun 2012, jenis gagal

jantung antara lain:

a. Gagal jantung akut-kronik

Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak

output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru

dan kolaps pembuluh darah. Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan

ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung

kronik terjadi retensi air dan sodiumpada ventrikel sehingga menyebabkan

hipervolemia, akibatnya ventikel dilatasi dan hipertrofi.

b. Gagal jantung kanan-kiri


Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gaga; untuk memompa darah secara

adekuatsehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada

katub aorta/mitral. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekananpulmo

akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang

terbendung akan berakumulasi secara sistemik

c. Gagal jantung sistolik-diastolik

Gagal jantung Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan

ventrikel hipertrofi. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian

darah akibatnya stroke volume cardiac output turun.

Berdasarkan American Heart Association klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu

sebagai berikut (dikutip dalam Laila 2014):

a. Stage A

Memiliki resiko tinggi untuk terkena CHF tapi belum ditemukan adanya kelainan

struktural pada jantung. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya

terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus

atau pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).

b. Stage B

Sudah terdapat kelainan struktural pada jantung, akan tetapi belum menimbulkan

gejala. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,

disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.

c. Stage C
Adanya kelainan struktural pada jantung, dan sudah muncul manifestasi gejala awal

jantung, masih dapat diterapi dengan pengobatan standard. Gejala yang timbul dapat

berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.

d. Stage D

Pasien dengan gejala tahap akhir jantung, dan sulit diterapi dengan pengobatan

standard. Membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat

timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring

secara ketat

E. Patofisiologi

Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stres

tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk

melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,

pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal

jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons

fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini

menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal.

Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi:

a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar

noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia,

serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat

menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan

observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium


menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.

b. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas neurohormon.

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi

natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut.

Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung

masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah. Renin adalah enzim

yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan

arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal.

Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal

dari hati) menjadi angiotensin I.

Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membran plasma sel

endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk

angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara

homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi

sistemis, serta mereabsorpsi natrium pada bagian proksimal nefron. Peptida

natriuretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi.

Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium

atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel.

PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat

neuronhormon lain serta meningkatnya garam dan air.

c. Hipertrofi ventrikel

Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau


bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika

yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau

serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis

aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang

di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi

aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini

diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara

serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi

eksentris.

d. Volume cairan berlebih (overload volume').

Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar.

Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka

peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan jumlah sarkomer seri,

yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan

ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel

yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel..

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.

Mekanisme- mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung

pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan

istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya

tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi

akan menjadi semakin kurang efektif (Arif Muttaqim, 2009).


F. Pathway
G. Manifestasi klinis

Menurut Kasron tahun 2012, tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya

volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat turunnya curah jantung pada

kegagalan jantung. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara

terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagsal ventrikel kanan.

Kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan,

tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana

yang terjadi.

a. Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang pertama

adalah dispneu Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas, dapat terjadi ortopnue. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu

pada malamhari yang dinamakan Paroksimal Noktural Dispnea (PND). Yang

kedua adanya batuk. Selanjutmya adalah mudah lelah, Terjadi karena curah

jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen

serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme juga terjadi karena

meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi

karena distress pernafasan dan batuk.

Yang terakhir adanya kegelisahan dan kecemasan, Terjadi akbat gangguan

oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa

jantung tidak berfungsi dengan baik.

b. Gagal jantung kanan


Pada gagal jantung kanan terdapat kongestif jaringan perifer dan visceral, edema

ekstremitas bawah, pitting edema, penambahan berat badan, hepatomegali dan

nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di

hepar, anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam

rongga abdomen, nokturia , dan kelemahan .

Menurut New York Heart Assosiation(NYHA) membuat klasifikasi

fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu:

a. Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.

b. Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas

dari aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.

c. Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.

d. Kelas IV: bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan

harus tirah baring

H. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Kasron (2012) pemeriksaan diagnostic pada pasien CHF adalah sebagai

berikut :

a. EKG

Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis, kekurangan

oksigen dan kerusakan pola.

b. Tes Laboratorium Darah

Enzym hepar : meningkat dalam gagal jantung/kongesti

Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahancairan, penurunan fungsi

ginjal.
Oksimetri nadi : kemungkinan situasi oksigen rendah

AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau

hipoksemia dengan peningkatan PCO2

Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.

c. Radiologis

Sonogram ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan dalam

struktur bentuk katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.

Scan jantung, : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.

Rontgen dada : menunjukkan pembesaran jantung, bayangan menunjukkan dilatasi

atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan

pulmonal

I. Komplikasi

Menurut NANDA NIC-NOC (2015), komplikasi pada Gagal Jantung Kongestif

yaitu :

a. Edema paru aktu terjadi akibat gagal jantung kiri

b. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan

curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung

dan otak)

c. Episode trombolitik

Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan ganggauan sirkulasi dengan

aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah

d. Efusi perikardial dan tamponade jantung


Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat merangangkan

perikardium sampai ukuuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena ke

jantung ke tamponade jantung

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan berdasarkan kelas NYHA :

a. Kelas I : non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan, menurunkan

berat badan,menghindari alkoholdan rokok, aktifitas fisik, managemen stress.

b. Kelas II dan III : terapi pengobatan meliputi, diuretik, vasodilator, acinhibitor,

digitalis, dopamineroit. Oksigen.

c. Kelas IV : kombinasi diuretik, digitalis, dan acinhibitor seumur hidup.

Menurut Kasron tahun 2012 penatalaksanaan CHF Meliputi :

a. Non farmakologis

Pada CHF kronik penatalaksanaan non farmakologis diantaranya meningkatkan

oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan oksigen melalui istirahat

atau pembatasan aktifitas, diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk

menurunkan edema, menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti

NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan

natrium, pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500cc/hari) dan olahraga secara

teratur. Sedangkan CHF akut dilakukan oksigenasi (ventilasi mekanik) dan

pembatasan cairan (< 1,5liter/hari).

b. Farmakologis

Bertujuan untuk mengurangi afterload dan preload berupa first line drugs :

deuretik untuk mengurangi afterload dan disfungsi sistolik dan mengurangi


kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik. Obatnya adalah thiazide diuretics

untuk CHF sedang, loop deuretik, metolazon (kombinasi loop diuretik)

untukmeningkatan pengeluaran cairan), kalium-sparing diuretik. Second line

drugs : ACE Inhibitor untuk membantu meningkatkan COP dan menurunkan

kerja jantung. Obatnya adalah Digoxin untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat

ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yuang mana dibutuhkan

ngembangan ventrikel untuk relaksasi. Hydralazin untuk menurunkan afterload

pada disfungsi sistolik. Isobarbide dinitrat untuk mengurangi preload dan

afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

Calsium cannel blocker untuk kegagalan diastolik,meningkatkan relaksasi dan

pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik. Beta blocker sering

dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi

diastolic untuk mengurangi HR, mrncegah iskemik miocard, menurunkan

tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri

K. Pengkajian

a. Pengkajian Primer

Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan

mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien

yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula

pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.

Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,

retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas,kaji adanya suara napas tambahan seperti

ronchi,wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.

Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output

serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna

kulit, nadi.

Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

b. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder diantaranya Aktifitas/istirahat dapat berupa keletihan,

insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau

aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.

Integritas ego meliputi Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.

Eliminasi adanya gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih

pada malam hari, diare / konstipasi. Pada pengkajian nutrisi/cairan ditemukan

kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan.

Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic

distensi abdomen, oedema umum. Hygiene keletihan selama aktifitas

perawatan diri, penampilan kurang. Pada neurosensori terdapat kelemahan,

pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung. Terdapat nyeri

dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.

Pada pemeriksaan fisik klien keadaan Umum bisa composmentis sampai

coma. Tanda-tanda Vital ,Tekanan Darah bisa normal, Nadi Frekuensi nadi

60- 80 x/ menit lemah tapi cepat, Pernapasan Frekuensi adanya sesak nafas,
penggunaan otot bantu dan cupung hidung. Suhu Badan metabolisme

menurun, suhu menurun

Pemerikaan Head to toe dimulai dari Kepala (uraikan bentuk , rambut

hitam, bersih, terdapat lesi pada bagian wajah), mata ( uraikan Sklera,

konjungtiva, pupil), hidung (uraikan ada/tidak benjolan, ada/tidak ada

sumbatan jalan nafas), mulut (uraikan keadaan mukosa bibir , lidah ,

ada/tidak ada stomatitis, leher (uraikan ada/tidak pembesaran kelenjar tiroid,

ada/tidak lesi, ada/tak ada pembearan vena jugularis), thorax ( Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, Auskultasi), abdomen (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi,

Palpasi), genetalia (ada/tidak DC, Nomor : …..ada sakit/tidak saat BAK,

ekstremitas (atas:Terpasang/tidak infuse , jenis cairan pada vena

dextra/sinistra, berapa tpm. Bawah uraikan ada/tidak ada jejas, CRT detik,

akral hangat/dingin.

L. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miocard, perubahan

structural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik

b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrome hiperventilasi

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan

tubuh

d. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium

e. Resiko kerusakan integritas kulit b.d edema , tirah baring yang lama

f. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur berhubungan dengan sesak nafas atau

nyeri.
M. Intervensi keperawatan

Tabel 2.1 intervensi keperawatan

NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Monitor respirasi dan
pola nafas b.d Setelah dilakukan tindakan status oksigen
hiperventilasi keperawatan selama 1x6 jam 2. Monitor frekuensi
diharapkan pola nafas pernapasan
kembali efektif. 3. Auskultasi adanya
bunyi nafas tambahan
Kriteria Hasil: 4. Ajarkan teknik nafas
1. Suara nafas bersih dalam
2. Menunjukkan jalan 5. Posisikan klien
nafas yang paten semifowler untuk
3. Tanda-tanda vital memaksimalkan
normal. ventilasi
6. Pertahankan jalan
nafas
7. Kelola pemberian
oksigen
2 Penurunan Tujuan: 1. Monitor Tanda-tanda
curah jantung Setelah dilakukan tindakan vital
b.d perubahan keperawatan selama 1x6 jam 2. Monitor toleransi
preload, diharapkan curah jantung aktivitas
afterload, kembali adekuat 3. Monitor sianosis
perubahan perifer
kontraktilitas Kriteria Hasil: 4. Catat adanya tanda
miokard 1. TTV dalam batas penurunan Cardiac
normal output
2. Nyeri dada tidak 5. Anjurkan klien
ada menurunkan setres
3. Tidak ada 6. Evaluasi adanya nyeri
penurunan dada
kesadaran 7. Kelola pemberian
oksigen untuk
mempertahankan
saturasi arteri
3 Intoleransi Tujuan: 1. Bantu klien untuk
aktifitas b.d Setelah dilakukan tindakan mengidentifikasi
kelelahan atau keperawatan selama 1x6 jam aktivitas yang mampu
dispnue akibat diharapkan klien dapat dilakukan
turunnya curah beraktifitas dengan bantuan 2. Kaji penyebab
jantung minimal atau peniningkatan kelemahan
toleransi aktifitas. 3. Sediakan penguatan
Kriteria Hasil: positif bagi yang aktif
1. Berpartisipasi beraktivitas
dalam aktivitas fisik 4. Monitor respon fisik,
tanpa disertai emosi, sosial, dan
peningkatan darah, spriual
nadi dan RR 5. Kolaborasikan
2. Mampu melakukan dengan tenaga medik
aktifitas sehari-hari dalam merencanakan
secara mandiri program terapi yang
tepat

4 Kelebihan Tujuan : 1. Ukur


volume cairan masukan/haluaran,
b.d Setelah dilakukan tindakan catat penurunan,
meningkatnya keperawatan selama 1x6 jam pengeluaran, sifat
produksi ADH diharapkan keseimbangan konsentrasi, hitung
dan retensi volume cairan dapat kembali keseimbangan cairan
Natrium normal. 2. Observasi adanya
oedema dependen
Kriteria : 3. Timbang BB tiap hari
Mempertahankan 4. Pertahankan masukan
keseimbangan cairan seperti cairan 2000 ml/24
dibuktikan oleh tekanan jam dalam toleransi
darah dalam batas normal, kardiovaskuler
tidak ada distensi vena 5. Kolaborasi :
perifer/vena dan oedema pemberian diit rendah
dependen, paru bersih dan natrium, berikan
BB ideal (BB ideal = TB – diuretic
100 ± 10%) 6. Kaji JVP setelah
terapi diuretik
7. Pantau CVP dan
tekanan darah

5 Resiko tinggi Tujuan : 1. Anjurkan pasien


kerusakan untuk menggunakan
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan pakaian longgar
b.d perubahan keperawatan selama 1x6 jam 2. Hindari kerutan pada
status cairan diharapkan integritas kulit tempat tidur
atau edema tidak terjadi kerusakan 3. Jaga kebersihan kulit
agar tetap kering dan
Kriteria : bersih
1. Perfusi jaringan 4. Mobilisasi pasien
baik setiap 2 jam sekali
2. Mampu melindungi 5. Monitor kulit akan
kulit dan adanya kemerahan
mempertahankan 6. Oleskan lotion atau
kelembaban kulit baby oil pada daerah
dan perawatan yang tertekan
alami
6 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pola normal
pemenuhan asuhan keperawatan selama tidur klien sebelum
istirahat dan x 24 jam diharapkan MRS dan perubahan
tidur masalah gangguan yang terjadi setelah
berhubungan pemenuhan istirahat tidur MRS.
dengan sesak teratasi dengan kriteria hasil: 2. Bantu klien dalam
nafas atau nyeri 1. Jumlah jam tidur dalam beradaptasi dengan
. batas normal 6-8 lingkungan rumah sakit.
jam/hari 3. Nilai adanya faktor
2. Pola tidur, kualitas yang menunjang
dalam batas normal terjadinya gangguan
3. Mampu pola tidur (sesak napas,
mengidentifikasikan hal- PND, sering buang air
hal yang meningkatkan kecil, nyeri, rasa takut,
tidur cemas, merasa kesepian,
4. Perasaan segar sesudah kebisingan, lampu yang
tidur atau istirahat. terlalu terang, dan
tindakan perawatan).
4. Ciptakan lingkungan
yang nyaman
5. Berikan tindakan untuk
mengatasi faktor
penyebab (mengatur
posisi tidur yang
nyaman seperti
memberika posisi semi
fowler atau tidur miring
kanan atau miring kiri,
terapi diuretik diberikan
pada pagi hari,
memberikan obat anti
nyeri sesuai program
terapi, memberikan
selimut, dan
meredupkan lampu
ruangan).
6. Jelaskan tentang
pentingnya tidur yanga
dekuat.
7. Berikan tindakan
perawatan yang dapat
menunjang istirahat/
tidur klien (masase
punggung, minum susu
hangat, gosok gigi,
mengatur suhu ruangan,
memberikan bantal yang
nyaman, dan mengajak
berdoa).
8. Rencanakan tindakan
perawatan/medis
yang tidak
mengganggu jam
istirahat/tidur klien.

9. Kolaborasi tim medis


untuk pemberian
tranquilizer sesuai
kebutuhan/indikasi
DAFTAR PUSTAKA

AH. Yusuf, Retno Indarwati, Arifudin Dwi Jayanto. (2010). Senam Otak Meningkatkan Fungsi
Kognitif Lansia. Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79-86. Diakses tanggal 19 Februari
2018.

Arif, Muttaqin. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Aru, Sudoyo W. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publisting.

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dennison, P. (2009). Brain Gym (senam otak). Edisi bahasa Indonesia Alih bahasa:
Ruslan dan Rahayu, M. Jakarta: Grasindo.

Faried Rahman Hidayat, Dwi Atikah Nur Amrina. (2016). Pengaruh Senam Otak Terhadap
Daya Ingat Jangka Pendek Dan Stres Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Nirwana Puri Samarinda. Jurnal Ilmu Kesehatan
Vol.4No.2.ojs.stikesmuda.ac.id/index.php/ilmukesehatan/article/download/ 54/pdf.
Diakses tanggal 19 Februari 2018.

Guslinda, Yola Yolanda, Delvi Handayani. (2013). Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi
Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. journal.mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.php?file=1e.pdf.Diakses
Tanggal 18 Februari 2018.

Handayani, Wiwik. (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem
Neurologi. Jakarta: Salemba Medika.

Maryam, R. Siti. (2012). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Ni Nyoman Suma Wardani. (2014). Pengaruh Terapi Senam Otak (Brain Gym) Terhadap
Daya Ingat Jangka Pendek Pada Lansia. Jurnal Dunia Kesehatan, Volume 5 nomor 1.
Diakses tanggal 20 Februari 2018.

Perry Potter. (2008). Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sarifah Dwi Wulan Septianti, Suyamto, Teguh Santoso. (2016). Pengaruh Senam Otak (Brain
Gym) Terhadap Tingkat Demensia Pada Lansia. jurnal.akper-
notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/download/39/38. Diakses tanggal 21 Februari 2018.
Jam 19.20 WIB.

Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Yanuarita. Andri. (2012). Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak (Brain Gym).
Yogyakarta: TeranovaBooks

Anda mungkin juga menyukai