Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh Kelompok 6 :


1. Eka Novrianti
2. Lasro Theresia Siburian
3. Putrision Simamora
4. Reza Nurmala Sari
5. Sudirah
6. Suhartini
7. Syarbani
8. Tialawati Sirait

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan organ tubuh manusia yang mempunyai peran
penting dalam kehidupan manusia dan pastinya sangat berbahaya jika jantung
kita mempunyai masalah mengingat bahwa banyak kematian disebabkan oleh
penyakit jantung (Nugroho, 2018). Penyakit Jantung adalah penyakit yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Ada banyak
macam penyakit jantung, tetapi yang paling umum adalah penyakit jantung
koroner dan stroke, namun pada beberapa kasus ditemukan adanya penyakit
kegagalan pada sistem kardiovaskuler ( Homenta, 2014).
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan
istilah gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat
memompa cukup darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh
membutuhkan oksigen dan nutrisi tidak terpenuhi dengan baik. Gagal jantung
dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan (Mahananto
& Djunaidy, 2017).
Data tahun 2015 menunjukkan bahwa 70 persen kematian didunia 2 2
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta
kematian. Dari seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM)
tersebut, 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan
total 17,7 juta dari 39,5 juta kematian (WHO,2015).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema,
anorexia, mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri
menimbulkan gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan
penurunan fungsi ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama
mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya
bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi sitemik dan
sirkulasi paru (Aspani, 2016).
Penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah
penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang utama
sehingga sangat diperlukan peran perawat dalam penanganan pasien gagal
jantung. Adapun peran perawat yaitu care giver merupakan peran dalam
memeberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah
sesuai dengan metode dan proses keperawatan yang teridiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi sampai evaluasi (Gledis &
Gobel, 2016). Selain itu perawat berperan melakukan pendidikan kepada
pasien dan keluarga untuk mempersiapkan pemulangan dan kebutuhan untuk
perawatan tindak lanjut di rumah (Pertiwiwati & Rizany, 2017).
Oleh karena itu, penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagin pasien dengan congestive heart failure berdasarkan evidance basec
practice yang sesuai dengan kondisi pasien.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep CHF
1. Definisi
Gagal jantung atau sering disebut gagal jantung kongesif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi (Black&Hawks,2009) karena
adanya kegagalan fungsi sistolik dan diastolik. Kegagalan fungsi sistolik
mengakibatkan jantung tidak mampu berkontraksi dan memompa darah kejaringan
secara adekuat, sedangkan kegagalan fungsi diastolik mengakibatkan
ketidakmampuan jantung untuk relaksasi dan mengisi sejumlah darah secara cukup
untuk berkontaksi. Akibat kondisi tersebut, jumlah darah yang mampu dipompakan ke
tubuh dari ventrikel kiri setiap denyutan jantung (fraksi ejeksi) menjadi berkurang.
Fraksi ejeksi pada kegagalan fungsi sistol adalah kurang dari 50% dan dengan
kegagalan fungsi diastolik adalah dibawah 50 – 55% , sedangkan normal EF adalah
50 – 75 %. (Martanti, 2015).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan menurunnya kemampuan
miokardium dan trutama memepengaruhi ventrikel kiri. Penyebab yang paling sering
adalah penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2012). Gagal jantung atau sering disebut
juga gagal jantung kongesif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer,et al,2003). Orang dengan gagal jantung tidak dapat memaksakan diri
karena sesak napas dan kelelahan. Saat aliran darah keluar dari jantung melambat,
darah kembali ke jantung melalui vena, menyebabkan kemacetan di jaringan. Sering
terjadi pembengkakan (edema). Paling sering terjadi pembengkakan di kaki dan
pergelangan kaki, tetapi bisa juga terjadi di bagian tubuh lain. Terkadang cairan
terkumpul di paru-paru dan mengganggu pernapasan, menyebabkan sesak napas,
terutama saat seseorang sedang berbaring. Gagal jantung juga memengaruhi
kemampuan ginjal untuk membuang natrium dan air, air yang tertahan meningkatkan
edema.
2. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh keadaan atau hal-hal yang dapat melemahkan
atau merusak miokardium. Keadaan atau hal-hal tersebut dapat berasal dari dalam
jantung itu sendiri, atau disebut faktor intrinsik, dan faktor luar yang
mempengaruhi kerja jantung, atau disebut faktor ekstrisik. Kondisi yang paling
sering menyebabkan gagal jantung adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang mengakibatkan kegagalan fungsi ventrikel kiri. (Kushariadi., 2012)
a. Kelainan otot jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arteri,
dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Smeltzer,2001)
b. Aterosklerosis koroner.
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung (Smeltzer,2001).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load ).
Hal ini meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan mengakibatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi
secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung (Smeltzer,2001).
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif.
Hal ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun (Smeltzer,2001).
e. Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misal stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misal temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, atau stenosis katup AV) atau pengosongan
jantung abnormal (misalnya insufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak after
load akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial
(Smeltzer,2001).
f. Faktor sistemik.
Terdapat sejumlah faktor yaitu meningkatnya laju metabolisme (misal demam,
tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkata curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia menurunkan suplay
oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik ) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung dapat terjadi
akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung
(Smeltzer,2001).

3. Pathway

Impaired Contractility Afterload


Coronary artery disease (Chronic Pressure
Myocardial Infarction Overload)
Transient myocardial
ischemia Chronic volume Advanced aortic stenosis
overload MR AR Dilated
Uncontrolled severe
Cardiomyopathies
hypertension

Reduced Ejection Fraction

(Systolic Dysfunction)

Heart Failure

Preserved ejection fraction

(Diastolic Dysfunction

Impaired Diastolic filling


Left Ventricular Hypertrophy
Restrictive Cardiomyopathy
Myocardial fibrosis
Transient Myocardial Ischemia
Pericardial contriction or
tamponade
4. Komplikasi
Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi
utama dari gagal jantung kongestif meliputi :
a. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler
pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudate pada pembuluh
kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura menyebablan paru-paru
tidak optimal sehingga oksigen yang di peroleh tidak optimal (Brown&
Edward,2007)
b. Aritmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan besar
mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran ruangan jantung
(peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan gangguan kelistrikan
jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada
keadaan tersebut, depolarisasi otot jantung timbul secara cepat dan tidak
terorganisir sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Hal
tersebut menyebabkan penurunan cardiac output dan resiko pembentukan trombus
ataupun emboli. Jenis aritmia lain yang sering dialami oleh pasien gagal jantung
kongestif adalah ventrikuler takiarimia, yang dapat menyebabkan kematian
mendadak pada penderita. (Brown& Edward,2007)
c. Pembentukan Trombus Pada Ventrikel Kiri
Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien gagal
jantung kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya
pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung. Kombinasi kedua kondisi
tersebut meningkatkan terjadinya pembentukan trombus di ventrikel kiri. Hal yang
paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari trombus tersebut karena besar
kemungkinan dapat menyebabkan stroke.
d. Pembesaran Hati (Hepatomegali)
Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama dengan
kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari darah
vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati. 27 Keadaan
tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan sirosis dapat terjadi.
(Martanti, 2015)
5. Pemeriksaan penujang
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektro kardiogram (EKG) Hipertrofi atrial atau ventrikuler,penyimpangan aksis,
iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial
b. Scan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
c. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler) Dapat menunjukkan
dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area
penurunan kontraktilitas ventricular.
d. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau
insufisiensi.
e. Rongent Dada Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik
g. Oksimetri Nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa Gas Darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Pemeriksaan Tiroid Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Berdasarkan kasus Tn M 45 tahun masuk UGD RS dengan keluhan sesak
nafas dan batuk berdarah. Sesak muncul 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan tidak
BAK 2 hari. Kemudian pasien di rawat di CVCU. Pasien sebelumnya pernah di rawat
di RS dengan diagnosis CHF EF 21% CAD , Mitral Regurgitasi severe, CKD. Proses
pengkajian dilakukan di ruang rawat cardiac intensive care unit hari ke 9 pasien
dirawat, pasien terintubasi dan tersambung dengan circuit ventilasi mekanik. Pasien
terpasang ventilator dengan mode SIMV 8, setting ventilator yang diberikan kepada
pasien Fi02 35%, RR 14%, Tidal Volume 420, P Peak 20 CmH2O, PEEP 5. Response
pasien RR 18 Tidal Volume Ins 370-410, Minute volume 6840, SpO2 98%. Hasil
rontgen ditemukan data CTR 56%, adanya kongesti. AGD PH 7,46 PaCo2 35 mmhg,
PO2 131 mmhg, HCO3 25,1. Cultur specimen ETT tapylococus saprophyticus,.
Program pengobatan levoploksasin 2 x 250 mg. Tekanan darah 98/56 mmHg, nadi
110 bpm, echo EF 21%, Diuresis 0,4 cc/kgBB/jam dengan dopamin 3 mikro/kgBB,
ECG : Sinus takikardia dengan ST depresi di I, AVL.V6. laboratorium darah
prokalsitonin 2,41 mg/ml, laktat 1,6. Pengobatan : dobutamin 3 mikro/kgBB, BB
pasien 54 Kg, IMT 20,4, hasil laboratorium protein total 6,2 g/ul, albumin 2,9 g/ul,
globulin 3,2 g/ul, pengobatan : triofusin 500 cc/24 jam, %, ureum 87.4 mg/dl,
kreatinin 2,8 mg/dl, natrium 143 mmol/L, kalium 4,9 mmol/L, Cl 112 mmol/L .
Pembahasan dengan uraian sebagai berikut :
a. Identitas Klien
Data ini didapatkan dari pasien sendiri dan keluarga yaitu :
Seorang laki -laki Tn.M 45 Tahun, alamat : Air Hitam Kebon9, dengan status sudah
menikah dan Memiliki 2 anak.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama sesak nafas dan batuk berdarah.
2) Riwayat penyakit sekarang
sesak nafas dan batuk berdarah. Sesak muncul 1 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan tidak BAK 2 hari.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien sebelumnya pernah di rawat di RS dengan diagnosis CHF EF 21% CAD ,
Mitral Regurgitasi severe, CKD
3) Pemeriksaan Diagnostik
Hasil rontgen ditemukan data CTR 56%, adanya kongesti COR merupakan bahasa
latin dari jantung yang dimana diartikan bahwa jantung membesar dengan CTR 56%.
CTR merupakan singkatan dari Cardio thorax ratio yang berarti rasio antara jantung
dan dada. Umumnya CTR memiliki nilai dibawah 50% ,apabila di atas 50% maka
dapat dinyatakan mengalami pembesaran.
ECG : Sinus takikardia dengan ST depresi di I, AVL.V6
4) Pemeriksaan Laboratorium
AGD PH 7,46 PaCo2 35 mmhg, PO2 131 mmhg, HCO3 25,1
( Analisa gas darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis yang bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat
digunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau pH darah.
Dengan demikian pemeriksaan analisa gas darah dapat menentukan seberapa baik
paru-paru dalam bekerja memindahkan oksigen ke dalam darah dan mengeluarkan
karbon dioksida dari darah.
Jenis AGD :
Berdasarkan unsur pengukuran tersebut, ada dua jenis hasil analisa gas darah, yaitu
normal dan abnormal (tidak normal).
Nilai normal analisa gas darah adalah sebagai berikut:
PH darah normal (arteri): 7,38-7,42, - Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per
liter, - Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75 sampai 100 mm Hg, - Tekanan parsial
karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg, - Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.
Adapun hasil abnormal dapat menjadi tanda dari kondisi medis tertentu, sebagai
berikut:
a. pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Asidosis Metabolik,
contohnya pada gagal ginjal, syok, dan ketoasidosis diabetik (KAD).
b. pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Asidosis Respiratorik,
contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk pneumonia atau PPOK.
c. pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Alkalosis Metabolik,
contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah (hipokalemia).
d. pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Alkalosis
Respiratorik, contohnya pada Bernapas terlalu cepat, rasa sakit, atau kecemasan.
e. Laboratorium darah prokalsitonin 2,41 ng/ml, laktat 1,6, Protein total 6,2 g/ul,
albumin 2,9 g/ul, globulin 3,2 g/ul. Cultur specimen ETT tapylococus
saprophyticus,.
5) Terapi
a. Levoploksasin 2 x 250 mg
b. Dobutamin 3 mikro/kgBB
c. Dopamin 3 mikro/kgBB
d. Triofusin 500 cc/24 jam
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (Sepsis)
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih
Analisa Data Penegakan Diagnosa :
Diagnosa pertama : Penurunan Curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokard ditandai dengan Pasien mengeluhkan sesak nafas,
TD :98/56 mmHg, Nadi:110x/menit, RR: 18x/menit, Pemeriksaan EKG : Sinus
Takikardi dengan ST depresi di I, hasil rontgen diemukan data CTR 56%
adanya kongesti
Alasan diagnosa ini ditegakkan karena berdasarkan data yang kami temukan
yaitu :Pasien mengeluhkan sesak nafas, TD :98/56 mmHg, Nadi:110x/menit, RR:
18x/menit, Pemeriksaan EKG : Sinus Takikardi dengan ST depresi di I, hasil rontgen
diemukan data CTR 56% adanya kongesti (Nilai normal CTR yaitu 50%). Penurunan
curah jantung bisa berhubungan dengan Kontraktilitas miokard dikarenakan, miokard
berperan dalam memompa darah melalui pembuluh arteri, apabila se-sel otot yang
terdapat didalam jantung terjadi kontraksi yang lemah atau menurun maka akan
mempengaruhi peredaran darah keseluruh tubuh, dan dapat menyebabkan penurunan
curah jantung kemudian terjadi ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard meskipun
tak ada penyakit arteri coroner.(P C, 2012) Sehingga berdasarkan data tersebut
penurunan curah jantung akan mengganggu sistem vaskulararisasi darah,
menyebabkan sel dan jaringan mengalami kekurangan suplay oksigen maupun
nutrient, menyebabkan perubahan membran kapiler alveolar, edema, peningkatan
tekanan vena. Penurunan curah jantung mengakibatkan kompensasi jantung gagal
mempertahankan perfusi jaringan yang berdampak pada penurunan kemampuan otot
jantung dalam pemenuhan kebutuhan tubuh dan jaringan, terjadi peningkatan pada
sirkulasi paru menyebabkan cairan didorong ke alveoli dan jaringan interstisium
menyebabkan dispnea, ortopnea dan batuk yang akan mengakibatkan gangguan pola
nafas, penurunan curah jantung juga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hati dan metabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan dapat menyebabkan lelah juga akibat dari meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk. Menurut Brunner & Suddarth (2002)
Diagnosa kedua : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler- alveolar ditandai dengan pasien mengeluhkan sesak nafas dan
batuk berdarah, pemeriksaan AGD PH: 7,46, Paco2 35 mmhg, PO2 131 mmhg,
HCO3 25,1, Volume tidal 420 , TTV : TD:98/56 mmhg, Nadi: 110x/menit,
RR:18x/menit, SPO2:98%
Alasan diagnosa ini ditegakkan karena berdasarkan data yang kami temukan yaitu :
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk berdarah, pemeriksaan AGD PH: 7,46
(Meningkat), PaCO2 35 mmhg(Normal), PO2 131 mmhg (Meningkat), HCO3 25,1,
Volume tidal 420 : Alkalosis Respiratorik, ( Nilai Normal: PH : 7,35- 7,45 PaCO2 :
35 -45 mmHg PO2 : 80 -100 mmHg HCO3 :22 -26 ) TTV : TD:98/56 mmhg, Nadi:
110x/menit, RR:18x/menit, SPO2:98%, pasien terinkubasi dan tersambung dengan
circuit ventilasi mekanik, Pasien terpasang ventilator dengan mode SIMV 8, setting
ventilator yang diberikan kepada pasien Fi02 35 %. Sehingga berdasarkan data
tersebut kami menegakan diagnosa gangguan pertukaran gas karena gangguan
pertukaran gas adalah suatu keadaan dimana kelebihan atau kekurangan dalam
kebutuhan oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapilier-
alveoli, terjadi gangguan keseimbangan asam basa alkalosis respiratorik adalah
kondisi akibat dari tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi
sehingga mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma, Menurut Smeltzer (2002.)
Diarahkan untuk memperbaiki ventilasi yaitu dengan pemberian O2 atau ventilator
bila diperlukan. Ventilator yang berfungsi untuk menunjang atau membantu
pernapasan karena pasien tidak dapat bernapas dengan sendiri sehingga perlunya
bantuan ventilator. Manifestasi klinis yang biasa terjadi pada diagnosa ini meliputi
dispnea, batuk, dan mudah lelah.
Diagnosa ketiga : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Imobilisasi ditandai
dengan Pasien Merasa sesak saat beraktivitas, merasa badannya lemas , ADL
(activities of daily living) dibantu oleh keluarga, TTV : TD:98/56 mmhg, Nadi:
110x/menit, RR:18x/menit, SPO2:98%.
Alasan diagnosa ini ditegakkan karena berdasarkan data yang kami temukan yaitu :
Pasien Merasa sesak saat beraktivitas, merasa badannya lemas , ADL (activities of
daily living) dibantu oleh keluarga, TD : 98/56 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR :
18x/menit, Pemeriksaan EKG : Sinus takikardi dengan ST depresi di I . Diagnose
keperawatan intoleransi aktivits berhubungan dengan imobilisasi dikarenakan suatu
keadaan mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, perubahan
dalam tingkat mobilisasi fisik dapat meningkatkan instruksi pembatasan gerak dalam
tirah baring, pembatasan gerak fisik, karena mengalami tekanan darah yang abnormal
yang diakibatkan dari penurunan curah jantung dimana kontraktilitas miokard
menurun sehingga sel otot jantung berkurang dalam memompa darah keseluruh
tubuh, sehingga melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan produksi energi
menjadi berkurang (Wartonah, 2015)
Diagnosa keempat : Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (sepsis)
ditandai dengan nilai Procalcionin 2,41 mg/ml, TD :98/56 mmHg,
Nadi:110x/menit, RR: 18x/menit
Alasan diagnosa ini ditegakkan karena Procalcitonin diharapkan dapat menjadi
penanda infeksi bakteri yang lebih spesifik. Kadar Procalcitonin normal di bawah
0,5 ng/mL dan kadar Procalcitonin > 2 ng/mL memiliki risiko tinggi untuk
sepsis. Prokalsitonin (PCT) adalah peptida prekursor dari hormon kalsitonin, dan
kadarnya meningkat terutama setelah infeksi bakteri. Kenaikan dan penurunan darah
yang lebih cepat dengan sinyal yang sangat kuat dengan peningkatan 105 kali lipat
dibandingkan dengan molekul lain seperti protein C-reaktif yang hanya menunjukkan
peningkatan 10 hingga 100 kali lipat yang diamati. Oleh karena itu, PCT adalah
penanda infeksi bakteri, dan bukti terbaru menunjukkan bahwa itu dapat digunakan
untuk memandu pengambilan keputusan sehubungan dengan terapi antibiotik pada
pasien dengan AHF dengan mengidentifikasi pasien yang bersamaan atau memicu
infeksi bakteri. Di sisi lain, bukti menunjukkan bahwa peradangan mungkin
merupakan faktor patofisiologis penting pada gagal jantung, yang dapat memengaruhi
prognosis pasien. Oleh karena itu, PCT dipelajari dari dua perspektif, sebagai penanda
prognostik pada gagal jantung serta penanda biomarker untuk terapi medis yang
memadai. (Dewi, 2018).
Fluktuasi kadar procalcitonin diduga dipengaruhi juga secara langsung oleh jaringan
adiposa melalui sel-sel imun penderita dan secara tidak langsung melalui pengaturan
fungsi imun endokrin dan/atau parakrin. Selama inflamasi, ekspresi TNF-α jaringan
adiposa meningkat dan diduga berefek lokal. TNF-α tidak disekresi ke sirkulasi,
sementara adipokin lain seperti IL-6, dilepaskan ke aliran darah. Peningkatan
procalcitonin ini berkorelasi dengan beratnya penyakit dan risiko kematian.(Dewi,
2018)
Diagnosa Kelima : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Infeksi
saluran kemih ditandai dengan Pasien juga mengeluhkan tidak BAK 2
hari ,Cultur specimen ETT tapylococus saprophyticus, Diuresis 0,4 cc/kgBB/jam
Alasan diagnosa ini ditegakkan karena berdasarkan data yang kami temukan
yaitu :Pasien juga mengeluhkan tidak BAK 2 hari ,Cultur specimen ETT tapylococus
saprophyticus, Diuresis 0,4 cc/kgBB/jam. Mekanisme gangguan eliminasi urin pada
pasien gagal jantung dapat dikaitkan dengan komplikasi dari gagal jantung tersebut
terhadap sistem eliminasi urin. Secara garis besar, penyakit gagal jantung
menyebabkan tiga hal yang berhubungan dengan gangguan eliminasi urin, yaitu
penurunan curah jantung, tekanan darah sistemik, dan aliran darah ke ginjal
(Brashers,2010). Penurunan curah jantung dan tekanan darah sistemik menyebabkan
aktivasi barorseptor sehingga pusat regulasi vasomotor di medulla terangsang dan
menyebabkan kenaikan aktivasi sistem saraf simpatik.
C. Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien dan keluarga dan
orang terdekat untuk membantu mengatasi permasalahan klien. Dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan kepada klien berdasarkan prioritas masalah yaitu :
1. Diagnosa pertama Penurunan Curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokard
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan dengan tujuan setelah
diberikan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan TTV dalam retang
normal,Tidak ada penurunan kesadaran :
a) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, durasi ,lokasi) bertujuan untuk melihat
karakteristik nyeri yang dialami klien, sehingga akan mempengaruhi tindakan
keperawatan dan diagnosis yang ditegakkan, b) Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output bertujuan untuk mengetahui sistemik tubuh dan
memberikan pengarahan dalam melakukan tindakan, c) Monitor status pernafasan
yang menandakan gagal jantung bertujuan untuk mengetahui jika terjadi kelebihan
volume cairan sering menimbulkan kongesti paru , d) Monitor bunyi jantung
bertujuan untuk mengetahui apakah ada bunyi tambahan pada jantung. e) Monitor
adanya perubahan tekanan darah bertujuan untuk mengetahui keadaan umum klien
f) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan bertujuan untuk
menghindari kelelahan yang menimbulkan sesak nafas, g) Monitor toleransi aktivitas
pasien bertujuan untuk memantau aktivitas pasien yang dapat membuat pasien
menjadi sesak atau lemas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan selama 3x 24 jam maka
mekanisme pertukaran gas dalam batas normal dengan kriteria hasil : AGD dalam
batas normal, tidak ada dispnea : - a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
bertujuan untuk memaksimalkan jalan nafas klien, b) Monitor nilai AGD bertujuan
untuk mengetahui keseimbangan asam basa pada pasien,mengetahui kadar oksigen
dan karbondioksida dalam tubuh pasien mengetahui menurunnya saturasi oksigen
(PaO2) atau meningkatnya PCO2 menunjukka perlunya penanganan yang lebih
adekuat atau perubahan terapi, - c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan bertujuan untuk memaksimalkan ekspansi paru dalam mengeluarkan
secret, d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan bertujuan untuk
mengetahui adanya perubahan atau tambahan suara nafas, e) Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan bertujuan untuk mengetahui adanya keabnormalan
pada pernafasan untuk mengoptimalkan tindakan, f) Monitor respirasi dan status O2
bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2
dengan kebutuhan
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan selama 3x24 jam diharapkan
mampu melakukan ADL secara mandiri, status kardiopulmonari adekuat, TTV dalam
rentang normal : a) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan bertujuan agar klien dapat melatih kegiatan yang memungkinkan untuk
dilakukan, b) Bantu klien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, dan social bertujuan untuk memudahkan klien dalam
melakukan aktifitas, c) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktifitas yang di inginkan bertujuan agar klien dapat memahami
aktifitas yang harus dilakukan untuk sehari-hari, d) Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas bertujuan dengan mengetahui
kekurangan dalam beraktifitas dapat dijadikan evaluasi untuk intervensi selanjutnya,
e) Bantu untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang bertujuan agar dapat
membantu aktifitas yang terjadwal
4. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan selama 2x24 jam diharapkan
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi, Procalcitonin normal, : a) Kaji tanda-tanda infeksi ; suhu, nyeri,
perdarahan dan pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi, b) Tingkatkan intake nutrisi bertujuan untuk mempertahankan daya tahan
tubuh agar dapat melawan infeksi, c) Berikan terapi antibiotik bertujuan untuk
mempercepat penyembuhan, d) Monitor kerentanan terhadap infeksi bertujuan untuk
Mengetahui tanda dan gejala infeksi yang terjadi, e) Instruksikan klien untuk minum
obat antibiotic sesuai resep bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan atau
penyembuhan , f) Ajarkan cara menghindari infeksi bertujuan mengurangi penyebaran
infeksi.
5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan selama 3x24 jam dengan
diharapkan kandung kemih kosong secara penuh, bebas dari ISK, Balance cairan
seimbang, : a) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif (misalnya, output urin,
pola berkemih , dan masalah kencing persisten), b) Gunakan kekuatan sugesti dengan
menjalankan air atau disiram toilet, c) Rangsang refleks kandung kemih dengan
menerapkan dingin untuk perut, d) Pantau efek dari obat-obatan yang diresepkan, e)
Pantau asupan dan keluaran.
D. Implementasi Keperawatan
Tahap Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
1. Diagnosa pertama Penurunan Curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokard Tindakan keperawatan yang akan dilakukan
yaitu : a) Mengevaluasi adanya nyeri dada (intensitas, durasi ,lokasi), b) Mencatat
adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output, c) Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung, d) Memonitor bunyi jantung, - Memonitor adanya
perubahan tekanan darah, e) Mengatur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan, f) Memonitor toleransi aktivitas pasien
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu : a) Memposisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, b) Memonitor nilai AGD, c) Mengidentifikasi pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan, d) Mengauskultasi suara nafas, catat
adanya suara nafas tambahan, e) Mengatur intake cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan, f) Memonitor respirasi dan status O2.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2
dengan kebutuhan Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu : a) Membantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, b) Membantu klien
untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi,
dan social, c) Membantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktifitas yang di inginkan, d) Membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas, e) Membantu untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
4. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (sepsis) Tidakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu : a) Mengkaji tanda-tanda infeksi ; suhu,
nyeri, perdarahan dan pemeriksaan laboratorium, b) Meniingkatkan intake nutrisi, c)
Memberikan terapi antibiotic, d)Memonitor kerentanan terhadap infeksi, e)
Memonitor tanda dan gejala infeksi, f)Menginstruksikan klien untuk minum obat
antibiotic sesuai resep, g) Mengajarkan cara menghindari infeksi
5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu : a) Melakukan penilaian kemih
yang komprehensif (misalnya, output urin, pola berkemih , dan masalah kencing
persisten), b) Menggunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram
toilet, , c) Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut,
d) Memantau efek dari obat-obatan yang diresepkan, e) Memantau asupan dan
keluaran
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan keadaan pasien selama 3 hari dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan
1. Diagnosa pertama Penurunan Curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokard. Pada hari pertama masalah ini belum teratasi masih terdapat
penurunan curah jantung yang ditandai dengan pasien mengeluhkan sesak nafas, TD :
98/56 mmHg. Pada hari kedua masalah belum teratasi intervensi yang dilakukan
mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output, memonitor status
pernafasan yang menandakan gagal jantung, memonitor bunyi jantung, memonitor
adanya perubahan tekanan darah, mengatur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan, memonitor toleransi aktivitas pasien. Pada hari ketiga
masalah teratasi sebagian karena napas klien memasuki batas normal , tidak ada
tambahan bunyi pada jantung , dan memaksimalkan klien agar tidak kelelahan.
2. Diagnosa Kedua Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler- alveolar, Pada hari pertama masalah ini belum teratasi masih
terdapat gangguan pertukaran gas yang ditandai dengan pasien mengeluhkan sesak,
Volume tidal 420 , TTV : TD:98/56 mmhg, Nadi: 110x/menit, RR:18x/menit,
SPO2:98%, pemeriksaan AGD PH: 7,46. Pada hari ke dua masalah belum teratasi
intervensi yang dilakukan masih mengikuti intervensi yang pertama.
Pada hari ke tiga masalah teratasi Sebagian karena sesak nafas berkurang dan
pemeriksan AGD PH : 7,43 dengan bantuan alat ventilator dengan mode SIMV8
2. Diagnosa ketiga Intoleansi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplay O2 dalam kebutuhan. Pada hari pertama masalah belum
teratasi ,Ditemukan Pasien mengatakan mudah lelah, Pasien mengatakan
beraktifitas masih di bantu sama keluarga dan perawat , Tampak pasien
lemah ,Pasien tampak beraktifitas dibatu oleh keluarga dan perawat, Tanda-tanda
vital TD:95/56 mmHg, RR:18x/menit, Nadi :110 x/menit. Intervensi dilanjutkan.
Pada hari kedua masalah belum teratasi Pasien mengatakan masih mudah Lelah,
Tanda-tanda vital TD 100/70mmHg Nadi:110x/menit, RR: 20 x/menit, Intervensi
dilanjutkan. Pada hari ketiga masalah teratasi sebagian, Pasien mengatakan rasa
lelah sedikit berkurang ketika melakukan aktifitas seperti berjalan ke
toilet ,Tampak pasien masih lemah , tanda tanda vital TD: 120/80 mmHg Nadi :
110x/menit RR : 20x/menit :Intervensi dilanjutkan.
4. Diagnosa Keempat Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit (sepsis)
Pada hari pertama masalah klien belum teratasi, karena kadar procalcitonin klien
tinggi diatas normal (2,41 ng/ml). Pada hari kedua masalah klien masih belum teratasi
karena kadar procalcitonin belum normal. Pada hari ketiga masalah klien masih belum
teratasi karena kadar procalcitonin masih diatas normal
5. Diagnosa kelima Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran
kemih. Pada hari pertama masalah ini belum teratasi masih terdapat gangguan
eliminasi urin ditandai dengan Pasien mengeluhkan tidak BAK 2 hari ,Cultur
specimen ETT tapylococus saprophyticus, Diuresis 0,4 cc/kgBB/jam.
Pada hari kedua masalah teratasi sebagian karena pasien sudah mulai bisa BAK
walaupun sedikit-sedikit atau belum normal. intervensi dilanjutkan. Pada hari ketiga
masalah teratasi sebagian karena pasien sudah bisa BAK, Pasien BAK 3x dalam
sehari.
F. Evidance Based Practice Nursing
Salah satu EBNP yang diterapkan pada pasien congestive heart failure adalah
meningkatka motivasi dan pengetahuan pasien mengenai perawatan yang selanjutnya
akan dilakukan.
Adapun tahap-tahapnya yaitu :

Pra-intervensi
Lokakarya wawancara motivasi selama 3 jam

Empat bulan

Rekaman audio percakapan perawat-pasien


pertama Pengukuran dasar motivasi Keterampilan
wawancara Umpan balik dan pembinaan pertama

Empat bulan

Rekaman audio percakapan perawat-pasien kedua


Umpan balik dan pengukuran pembinaan
keterampilan Wawancara Motivasi Umpan balik dan
pembinaan

Empat bulan

Rekaman audio percakapan perawat-pasien ketiga


Umpan balik dan pengukuran pembinaan
keterampilan Wawancara Motivasi Umpan balik dan

Anda mungkin juga menyukai