Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF ( CONGESTIVE HEART FAILUR/GAGAL JANTUNG KONGESTIF)

SRI HARMONI
BT2101088
TINGKAT 3C

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA


WATAMPONE
2024
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Gagal jantung kongestif atau CHF (Congestiv Heart Failure)
adalah suatu keadaan dimana jantung gagal memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme seluruh tubuh. Tanpa metabolisme
yang adekuat akan membuat pasien merasakan suatu keadaaan yang
sangat tidak nyaman pada dirinya. Selain itu dengan adanya gagal
jantung kongestif maka akan menyebabkan munculnya bendungan
sirkulasi yang berdampak kepada penimbunan cairan didalam tubuh
termasuk di paru. Yang mana hal tersebut akan memunculkan tanda
gejala yang membuat pasien semakin tidak nyaman seperti keluhan
sesak nafas yang berat dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit
(Hidayah, N,Wahyuningtyas, E. S. Suci K, dalam penelitian, Amin S,
Rudiati, 2020).
Dampak dari congestive heart failure dapat mempengaruhi
psikologis pasien Congestive Heart Failure (CHF). Faktor predisposisi
seperti pasien mengkhawatirkan kondisi fisiknya yang semakin
menurun atau melemah, takut jika penyakit jantung yang dialami tidak
segera membaik dikarenakan jantung merupakan salah satu organ yang
penting dan jika jantung mengalami masalah maka kesehatan juga ikut
memburuk, lamanya menjalani pengobatan dan seringnya penderita
keluar masuk rumah sakit, biaya yang akan digunakan, berapa lama
proses penyembuhan penyakit, ketakutan akan kematian yang
menyebabkan penderita terlihat gelisah, sulit beristirahat dan nafsu
makan menurun. Faktor tersebut mengakibatkan masalah psikologis
bagi penderita dengan penyakit jantung seperti stress, kecemasan,
ketidak berdayaan, ketakukan dan depresi . Di antara masalah
psikologi tersebut kecemasan dan depresi yang paling sering dijumpai
di antara pasien jantung. (Harisa A, Wulandari P, Ningrat S, Yodang Y
,2020).
B. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat).Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi
jantung.Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung.Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
(Karson (2018) dalam Oktika (2021)).

C. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal
melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang
namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada
penurunan curah jantung.Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh
untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon
primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi
ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus
menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa
pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload
(jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan
kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan
afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka
curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi.Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggu alirannya darah ke otot jantung.Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat).Infark miokardium biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.Hipertensi sistemik atau
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung (Asikin 2018).
D. Penyimpangan KDM

Gagal Jantung

Menurunnya curah jantung Gagal pompa ventrikel kanan Forward Failure

Hipertrofi ventrikelte Tekanan Diastol meningkat Supalai darah jaringan


menurun

Peningkatan pengisian LVEP Tekanan atrium

kanan meningkat Metabolisme Anaerob

Aliran darah kejantung

dan otak tidak adekuat Lien Hepar Penimbunan asam laktat


dan ATP
Penurunan curah
Spelonomegali Hepatomegal Fatingue
jantung

Gangguan Intoleransi
Sesak napas
pola tidur Aktifitas

Pola napas tidak


efektif
E. Tanda dan Gejala
Gagal jantung terbagi menjadi dua berdasarkan waktu
perkembangan gejalanya, yaitu kronis dan akut. Pada gagal jantung
kronis, gejala berkembang secara bertahap dalam waktu yang
lama.Sedangkan pada gagal jantung akut, gejala berkembang secara
cepat.
Gejala utama dari gagal jantung, yaitu:
1. Tubuh terasa lelah sepanjang waktu.
2. Sesak napas, ketika beraktivitas maupun beristirahat,
3. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.
4. Kenaikan berat badan yang signifikan.
5. Sering ingin buang air kecil terutama saat malam hari.

Jika gejala di atas terus-menerus terjadi, akan muncul gejala seperti


napas berbunyi, batuk-batuk karena adanya pembengkakan pada paru-
paru, denyut jantung tidak teratur, tubuh akan menjadi semakin cepat
lelah, dan sesak napas karena paru-paru dipenuhi oleh cairan.

Gagal jantung kongestif bisa dikatakan parah, apabila pengidap


kondisi ini sudah mengalami gejala berupa kulit berwarna kebiru-
biruan karena paru-paru kekurangan oksigen, tarikan napas yang
pendek dan cepat, menjalar rasa nyeri di dada melalui bagian tubuh
atas yang menandai adanya serangan jantung, dan pingsan (Brunner &
Suddart, 2018).

E. Komplikasi
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis
vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan (Padila 2018).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan
diagnostik yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya
tidak invasiv dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi
jantung. Dengan adanya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D,
dan Doppler , maka pemeriksaan invasive lain tidak lagi
diperlukan. Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi,
dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang
disertai hipokinesis seluruh dinding vertikel.
2. Rontgen toraks
Foto Rontagen posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali.Bukti yang
menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah
adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan
ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG meskipun memberikan informasi yang berkaitan
dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran
spesifik.Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai
bahwa hasil diagnosis salah (Asikin 2018).
H. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen ditujukkan pada klien gagal jantung disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi
kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Pengunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, sangat
dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung
mengalami unloaded (penurunan afterload-beban akhir), dengan
adanya vasodilatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan
menurunkan pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti
vaskular pulmonal dan beratnya vertikel kiri dan penurunan pada
konsumsi oksigen miokardium.
3. Terapi Diuretik
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan
garam dan air serta diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya
agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik
memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air
dan garam natrium.Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan
dan merendahkan tekanan darah.
Jika garam natrium ditahan, air juga akan tertahan dan tekanan
darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan
pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, termasuk kalium,
magnesium,klorida dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan
ekresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan
kalium, dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat
kalium.
4. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digitalis diberikan dalam dosis yang sangat besar dan dengan cepat
diulang.Klien dengan gagal jantung lebih berat mungkin mendapat
keuntugan dengan terapi digitalis jangka panjang.
Mempertahankan kadar obat serum 1,54 sampai 2,56 nmol/liter.
5. Inotropik positif
Dopamin bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung
pada keadaan bradikardi di saat tropin tidak menghasilkan kerja
yang efektif pada dosis 5-20 mg/kg/menit. Dopamin sering kali
diberikan dalam bentuk campuran dengan konsentrasi 400-800 mg
dalam 250 mi dekstrosa 5% dalam air dan diberikan secara IV
melalui pompa infus volumetrik untuk mendapatkan dosis yang
akurat. Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik
dengan kerja beta 1 adrenergik.Dobutamin yang sering digunakan
adalah 1000 mg dicampur dalam 250 mi dekstrosa 5% dalam air
atau normalsalin.
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedative untuk
mengurangi kegelisahan dapat diberikan.Dosis phenobarbital 15-30
mg empat kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan klien dan
memberi relaksasi pada klien.
7. Diet
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara
sesuai dengan selera dan pola makan klien dan pembatasan natrium
(Nurafif & Kusuma, (2015) dalam Oktika (2021)).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identistas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
2. Keluhan Utama.
Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan dengan jelas dan
padat, dua atau tiga suku kata yang merupakan keluhan yang
mendasari klien meminta bantuan pelayanan kesehatan atau alasan
klien masuk rumah sakit. Keluhan klien dengan CHF adalah
kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, diabetes mellitus, dan hiperpidemia.Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.Obat-obat ini
meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi.
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya.
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol
atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan
jenis rokok.
7. Riwayat Psikososial
Apakah terdapat gangguan psikologis seperti kecemasan
berlebihan terkait penyakit yang dialami, riwayat gangguan jiwa
keluarga, dukungan keluarga.
8. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas selama di rumah dan di rumah sakit pasien. Apakah
dilakukan secara mandiri atau dengan bantuan minimal, penuh.
9. Pemeriksaan Fisik
a) Kondisi umum: (Composmentis sampai dengan coma),
kelemahan dankelelahan.
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital : (TD, RR, Nadi, Suhu, SpO2,
BB, TB)
c) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher : konjunctiva pucat, distensi vena jugularis
(+), adanya tanda-tanda anemia, bibir kering, sianosis.
2) Pemeriksaan Dada Pernafasan : dyspnea saat beristirahat
atau saat aktivitas, ortopnea, takipnea, batuk dengan atau
tanpa sputum, retraksi dinding dada, adanya suara napas
tambahan (biasnya ronchi, wheziing, rales). Sirkulasi: TD
dapat meningkat atau menurun, takikardia, sianosis perifer,
nyeri dada. Suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung dan ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
3) Pemeriksaan abdomen : asites, nyeri tekan, hepatomegaly
4) Pemeriksaan ekstremitas dan Integumen: sianosis perifer,
akral teraba dingin, pucat, terdapat pitting edema.
5) Pemeriksaan genitalia : kemungkinan terdapat edema pada
area genitalia, terdapat keluhan berkemih, diare atau
konstipasi.
d) Pemeriksaan Penunjang Pada pasien dengan HF pemeriksaan
penunjang dapat melalui pemeriksaan rongten dada/foto thorax,
pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan fungsi hati, lab urin
lengkap dan lainnya sesuai kondisi pasien.
1) EKG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang merupakan
tanda dari iskemia, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injury, dan gelombang Q tanda adanya
nekrosis.
2) Analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia atau
adanya prosespenyakit paru yang kronis atau akut.
3) Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atauhyperkalemia.
4) Chest X Ray menunjukkan mungkin normal atau adnya
kardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau
kerentanan respons diri seorang individu, keluarga, krlompok, atau
komunitas (Herdman, 2017).
1) (D.0008) Penurunan curah jantung
a. Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Penyebab
1) Perubahan irama jantung
2) Perubahan frekuensi jantung
3) Perubahan kontraktilitas
4) Perubahan preload
5) Perubahan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Perubahan irama jantung : Palpitasi
2. Perubahan preload : Lelah
3. Perubahan afterload : Dispenea
4. Perubahan kontraktilitas : Paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND), Ortopnea, Batuk.
Objektif
1. Perubahan irama jantung : Bradikardia/Takikardia,
gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi.
2. Perubahan preload: Edema Central venous (CVP)
meningkat/menurun, Hepatomegali.
3. Perubahan afterload : Tekanan darah meningkat/menurun,
nadi perifer terba lemah, Capillary refill time >3 detik,
Oliguria, warna kulit pucat dan/atau sianosis.
4. Perubahan kontraktilitas : Terdengar suara jantung S3
dan/atau S4, Ejection fraction (EF) menurun.

Gejala dan tanda Minor

Subjektif
1. Perubahan preload –
2. Perubahan afterload –
3. Perubahan kontraktilitas –
4. Perilaku emosional (cemas, gelisah)

Objektif
1. Perubahan preload : Murmur jantumng, berat badan
bertambah, Pulmonary artery wedge pressure (PAWP)
menurun.
2. Sperubahan afterload : Pulmonary vascular resistance
(PVR) meningkat/menururn, Systemic vascular reitance
(SVR) meningkat/menurun.
3. Perubahan kontraktilitas : Cardiac index C1 menurun, left
ventrikular stroke work index (LVSWI) menurun, Stroke
volume indeks (SVI) menurun.
4. Perilaku/emosional –
2) (D.0005) Pola napas tidak efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
b. Penyebab
1. Deperesi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologos
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan

Gejala dan tanda mayor


Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memenjang
3. Pola napas abnormal

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Ortopnea
Objektif
1. Pernapasan purse- lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thorax anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menururun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
3) (D.0055) Gangguan Pola Tidur
a. Definisi
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
b. Penyebab
1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan
sekutar,suhu lingkungan pencahayaan, kebisingan bau tidak
sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Restrain fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur
Gejala dan tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Objektif
-
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
a. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
Objektif
-
4) (D.0056) Intoleransi Aktivitas
a. Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
b. Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Pasien mengeluh lelah
Objektif
2. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Intervensi keperawatan pada kasus pneumonia
berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan buku
Standar Luaran Keperawatan Indonesia sebagai berikut:

NO. DIAGNOSIS TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Setelah dilakukan PERAWATAN JANTUNG
Jantung tindakan perawatan Observasi :
berhubungan dengan diharapkan curah 1. Identifikasi tanda dan
perubahan irama jantung meningkat gejala primer
jantung dengan kriteria hasil penurunan curah
1. Kekuatan nadi jantung
perifer 2. Identifikasi tanda dan
meningkat gelaja sekunder
2. Lelah menurun penurunan curah
3. Dipsnea jantung
menurun 3. Monitor tekanan darah
4. Pucat/sianosis 4. Monitor intake dan
menurun output cairan
5. Tekanan darah 5. Monitor berat badan
membaik setiap hari pada waktu
yang sama
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada
8. Monitor EKG 12
sadapan
9. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
10. Monitor nilai
laboratorium jantung
11. Monitor fungsi alat
pacu jantung
12. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian
obat
Terapeutik :
1. Posisikan pasien semi
fowler/fowler dengan
kaki kebawah atau
posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai
3. Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
motivasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stres, jika perli
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi >94%
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan
5. Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
reabilitasi jantung
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan MANAJEMEN JALAN
efektif berhubungan tindakan NAPAS
dengan hambatan keperawatan Observasi :
upaya napas diharapkan pola 1. Monitor pola napas
nafas lebih baik (frekuensi, kedalaman,
dengan kriteria hasil: usaha napas)
1. Dispnea 2. Monitor bunyi napas
menurun tambahan (mis,
2. Penggunaan gurgling, mengi,
otot bantu wheezing, ronkhi
nafas kering,)
menurun 3. Monitor sputum
3. Frekuensi Terapeutik :
nafas 1. Pertahankan kepatenan
membaik jalan napas dengan
4. Kedalaman head-tilt dan chin-lift
nafas (jaw-thurst jika curiga
membaik trauma servikal)
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiprogsigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3. Ganguan pola tidur Setelah dilakukan DUKUNGAN TIDUR
berhubungan tindakan Observasi :
hambatan keperawatan maka 1. Identifikasi pola aktivitas
lingkungan pola tidur membaik dan tidur.
dengan kriteria hasil 2. Identifikasi faktor
: pengganggu tidur
1. Keluhan sulit 3. Identifikasi makanan dan
tidur menurun minuman yang
2. Keluhan tidak mengganggu tidur
puas tidur tidur 4. Odentifikasi obat tidur
menurun yang dikonsumsi
3. Kemampuan Terapeutik :
beraktivitas 1. Modifikasi lingkungan
meningkat. 2. Batasi waktu tidur
siang
3. Fasilitasi
menghilangkan stres
sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur
rutin
5. Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
6. Seuaikan jadwal
pemberia obat
Edukasi :
1. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Anjurkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
6. Ajarkan rileksasi otot
autegenik atau cara non
farmakologi lainnya

4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan MANAJEMEN ENERGI


berhubungan dengan tindakan Observasi :
kelemahan fisik keperawatan 1. Identifikasi gangguan
diharapkan aktivitas fungsi tubuh yang
meningkat dengan mengakibatkan
kriteria hasil: kelelahan
1. Frekuensi 2. Monitor kelelahan fisik
nadi dan emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam
2. Saturasi tidur
oksigen 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan
3. Keluhan lelah selama melakukan
menurun aktivitas
4. Dispnea saat Terapeutik :
aktivitas 5. Sediakan lingkungan
menurun yang nyaman dan
5. Dispnea rendah stimulus
setelah 6. Lakukan latihan
aktivitas rentang gerak
menurun pasif/aktif
7. Berikan aktivitas
diktraksi yang
menenangkan
8. Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur,jika tidak
dapat
berpindah/berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan
yangmembandingkan antara proses dengan tujuan yang telah
ditetapkan,dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan
untuk bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
(Dinarti& Muryanti, 2017)
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian
proses keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Dinarti&Muryanti, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Aspaiani,RY.(2019).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien


Gangguan Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran
EGC.

Sumber: PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sumber: PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sumber: PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sinulingga, S. B. (2019). Pengkajian Keperawatan Dan Tahapannya


Dalam Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan.


Salemba medika. Jakarta selatan

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan.

Suci K, Amin S, Rudiati (2020). Analisis Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Rehospitalisasi Pasien Gagal Jantung Kongestif. Salki S
(2018).

Faktor Prognostik Kejadian Gagal Jantung Kongestif Di Rsup Dr.


Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Anda mungkin juga menyukai