Anda di halaman 1dari 13

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung

kongestif. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan
gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang
digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi
Forrester, Stevenson dan NYHA.2
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan
tekanan vena pulmonalis
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan
kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,distensi vena juguler, ronki basah,
refluks hepatojugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atausquare
wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya
tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan
penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)
Perubahan-perubahan yang terlihat dengan gagal jantung 9

Di dalam jantung
normal

Dinding jantung merentang dan bilik-bilik


jantung membesar

dinding-dinding jantung menebal

Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongenital
maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam
kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya
miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block),
berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
Faktor predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: keadaan penurunan fungsi
ventrikel (hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit
jantung congenital), dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral,
kardiomiopati dan penyakit pericardial).
Faktor presipitasi/pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake) garam,

ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia
akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh:
Penyakit arteri koroner (myocardial infarction atau serangan jantung):
Penyakit arteri koroner menyebabkan berkurangan aliran
darah ke otot jantung. Jika arteri menjadi tersumbat, maka
jantung menjadi kelaparan akan oksigen dan zat nutrisi
(iskemia). Dalam jangka waktu pendek, kerusakan otot
jantung (serangan jantung) terjadi. Daerah yang rusak tidak
dapat memompa secara normal, yang menyebabkan gagal
Penyakit arteri jantung
jantung.
Sebab-sebab lain meliputi:
Cardiomyopathy: kerusakan pada otot jantung karena infeksi, alkohol, atau
penyalah-gunaan obat, kehamilan atau tanpa penyebab yang jelas.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan jantung bekerja terlalu berat: tekanan
darah tinggi (hipertensi), penyakit katup jantung, penyakit tiroid, penyakit
ginjal, diabetes mellitus atau cacat jantung.
Menurut Hudak dan Gallo (1997) penyebab kegagalan jantung yaitu :
a. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
b. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan
(obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang seperti stenosis katup aortik atau stenosis
pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke
ventrikel kiri.
c. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau
hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi
luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.
d. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa
dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.
Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif, yaitu:
kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload), peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, penyakit jantung lain, faktor
sistemik

Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik,mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.Kontraktilitas

ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu
ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1)
meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system
rennin angiotensin aldosteron,dan 3) Hipertrofi ventrikel.Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.Kelainan pad kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.Dengan berlanjutnya
gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik
kompensatorik.Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin
dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk
menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal,agar perfusi ke jantung dan
otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :1) penurunan
aliran darah ginjal an akhirnya laju filtrasi glomerulus,2) pelepasan rennin dari apparatus juksta
glomerulus,3)interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I, 4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi
aldosteron dari kelenjar adrenal, dan 6) retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus
pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban
volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

Patogenesis gagal jantung


Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada
ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya
kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang
lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan
terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan
dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan
tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi,
takikardi dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua

kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan
sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan
darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir
diastol
dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini
merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri
yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal.
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru
dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi
ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).

Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan
merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan
dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi
gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.

Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi
ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium
kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan
pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena
jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi
bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah
dan asites.

Klasifikasi.
Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan
pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung
kongestif.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal
paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan
S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap
atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi
P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

New York Heart Association (NYHA)(Mansjoer, 2001) membuat klasifikasi fungsional


dalam 4 kelas :
1.Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2.Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa
keluhan
3.Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
4.Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat latihan fisik
yang menyababkan timbulnya gejala.Pada permulaan,secara khas gejala-gejala hanya muncul
pada latihan atau aktivitas fisik;toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala
muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada gagal jantung kiri antara
lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk,
edema pulmonal akut, penurunan curah jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles
paru, disritmia, bunyi nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan cheyne-stokes, bukti-bukti
radiologi tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal jantung kanan antara lain
curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4 ventrikel kanan,
hiperresonan pada perkusi.
Diagnosa gagal jantung kongestif menurutFramingham ( Mansjoer, 2001) dibagi menjadi 2
yaitu:
Kriteria mayor :
1.Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2.Peningkatan tekanan vena jugularis
3.Ronkhi basah tidak nyaring
4.Kardiomegali
5.Edema paru akut
6.Irama derap S3
7.Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8.Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1.Edema pergelangan kaki
2.Batuk malam hari
3.Dispneu deffort
4.Hepatomegali
5.Efusi pleura

6.Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum


7.Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi.
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada
pada saat yang bersamaan.

Pemeriksaan penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa CHF yaitu 5:
a. Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi
atrial.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita
dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran
yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri,
bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu
pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8
b. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area
penurunan kontraktili tas ventrikular.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.
Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.
Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan
gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik,
atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic
ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila
tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal
dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.
Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak
terkena adalah bagian kanan.8,10
f. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.
i. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung
kongestif.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah
bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung
yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul
hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung
yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan
serum kreatinin setelah pemberian angiotensin convertingenzyme inhibitor dan diuretik dosis
tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia dapat terjadi pada
pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul
pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan
ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
(bilirubin,AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid,
albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai

penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP
adalah 300 pg/ml.2,8,12-14
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction,
laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik,dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri
dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik,sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium
kanan,ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge
pressure.8,15
Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium,baik secara sendirisendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart Failure adalah:
1.Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/pembatasan aktivitas.
2.Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Mengatasi keadaan yang reversible,termasuk tirotoksikosis,miksedema,dan aritmia.
Digitalisasi ;
a.Dosis digitalis :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan
dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
b.Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk pasien usia lanjut dan
gagal ginjal dosis disesuaikan
c.Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d.Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3.Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan vasodilator
a)Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV,penggunaan diuretic,digoksin dan penghambat
angiotensin converting enzyme (ACE),diperlukan mengingat usia harapan hidup yang
pendek.Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan ;
1)Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2)Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
3)Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang
lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid

dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia
yang menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg.Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b)Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg.Dosis penunjang rata-rata 20 mg.Efek samping berupa
hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan
spironolakton.Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain
hidroklorotiazid,klortalidon,triamteren,amilorid,dan asam etakrinat.
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau
kelangsungan ,tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan
pengobatan dan perawatan di rumah sakit.Penggunaan penghambat ACE bersama diuretic hemat
kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
c)Vasodilator
1)Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 g/kg BB/menit iv.
2)Nitroprusid 0,5-1 g/kgBB/menit iv
3)Prazosin per oral 2-5 mg
4)Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.
Prosedur Tetap Penanganan Gagal Jantung 6
1. Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi duduk
2. Berikan O2 3-6 liter/menit
3. Digitalisasi misalkan dengan
a. cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam,
b. digoxin IV 0,75 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4 dosis/24 jam dilanjut
2x0,5mg selama 2-4 hari
4. Pasang infus Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-2 ampul.
Aminofilin dapat juga diberikan bolus 1 ampul IV pelan
5. Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata 20mg
6. Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)
7. Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU

Komplikasi
1. Efusi Pleura
Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura, transudasi dari kapiler ini
memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya terjadi pada lobus sebelah kanan bawah
2. Arrhytmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki resiko tinggi mengalami aritmia, hampir
setengah kejadian kematian jantung mendadak disebabkan oleh ventrikuler arrhytmia
3. Trombus pada ventrikel kiri
Pada kejadian gagal jantung kongestif akut ataupun kronik, dimana terjadinya pembesaran dari
ventrikel kiri dan penurunan cardiac output hal ini akan meningkatkan kemungkinan
pembentukan thrombus diventrikel kiri, sehingga American college of
cardiologydan AHA merekomendasikan pemberian antikoagulan pada pasien dengan gagal

jantung kongestif dan atrial fibrilasi atau fungsi penurunan ventrikel kiri (Cth: ejection fraction
kurang dari 20%). Sekali terbentuk thrombus, hal ini bisa menyebabkan penurunan kontraksi
ventrikel kiri, penurunan cardiac output dan kerusakan perfusi pasien akan menjadi lebih parah.
Pembentukan emboli dari thrombus juga mungkin mengakibatkan terjadinyacerebrovaskular
accident (CVA)

Klasifikasi Killip
Kelas

Gambaran Klinis

Kelas I

Tidak ada tanda disfungsi LV / gagal jantung, tidak ada tanda dekompensasi
cordis.
Ada gagal jantung. Kriteria diagnosis termasuk ronki, S3 gallop, hipertensi vena
pulmonal. Kongesti paru dengan ronki basah pada setengah lapangan paru
bawah.
Gagal jantung yang berat. Oedem paru Frank dengan ronki yang menyebar di
seluruh lapangan paru.
Syok kardiogenik. Tanda meliputi hipotensi (tekanan darah sistolik 90
mmgHg) dan ada vasokonstriksi perifer seperti oliguria, sianosis dan
diaphoresis.

Kelas II

Kelas III
Kelas IV

Mortalitas
di
Rumah Sakit
0-6 %
30 %

40 %
> 80 %

Klasifikasi Forrester
Pasien diklasifikasi secara klinis atas dasar hipoperfusi perifer (sianosis perifer, kulit teraba dingin, hipotensi,
takikardi, kebingungan, oliguria) dan kongesti paru (ronki, foto rontgen toraks abnormal) dan hemodinamik
berdasarkan indeks kardiak yang terdepresi ( 2.2 L/menit/m2) dan peningkatan tekanan kapiler pulmonal (> 18
mmHg). Mortalitas sekitar 2.2% pada grup I, 10.1% pada grup II, 22.4% pada grup III, dan 55.5% pada grup IV.

1.
2.
3.
4.

Jadi klasifikasi Forrester:


Normal (F I): perfusi jaringan normal atau hipoperfusi ringan, dengan indeks kardiak 2.2 L/menit/m 2, serta
PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) < 18 mmHg.
Edema pulmonal (F II): perfusi jaringan normal atau hipoperfusi ringan, dengan indeks kardiak 2.2 L/menit/m2,
serta PCWP > 18 mmHg.
Syok hipovolemik (F III) : hipoperfusi berat, dengan indeks kardiak < 2.2 L/menit/m 2, serta PCWP < 18 mmHg.
Syok kardiogenik (F IV) : hipoperfusi berat, dengan indeks kardiak < 2.2 L/menit/m2, serta PCWP > 18 mmHg.

Anda mungkin juga menyukai