DECOMPENSASI CORDIS
A. Definisi
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ).
Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau
dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal,
ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung
masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan
sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar
darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir
ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan
jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.
C. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada
setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan
gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung
iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral,
miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru
kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital
(VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit
arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit
jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan
penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada
penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab
gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti
diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan
dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal
jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat
dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada
otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit
jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan
obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi
abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-
Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan)
meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang
berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan sertacompliance ventrikel yang buruk,
tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang
menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit
jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan
kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial
fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara
langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat
aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal
jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan
defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal
jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke
Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia
pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
E. Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem pulmonal
antara lain :
1. Lelah 2. Angina 3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI 5. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :
1. Dyppnea 2. Batuk 3. Orthopea 4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar
hemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung,
setidaknya keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya beban jantung.
Jumlah leukosit dapat meninggi. Laju endap darah (LED) biasanya menurun.
Kadar natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah.
Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,
keadaan paru, besarnya shunt dan fungsi ginjal.
b. Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat
albuminuria sementara.
5. Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
(Wilson Lorraine M, 2001)
6. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
7. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemik (jika disebabkan oleh AMI).
8. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002).
G. Komplikasi
Komplikasi lebih lanjut yang dapat terjadi akibat Decompensasio Cordis yaitu
renjatan (shock) kardiogenik, dimana ventrikel kiri sudah tidak mampu berfungsi lagi.
Selain itu dapat terjadi gagal nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat dan
ketidakmampuan compliance maupun recoil paru. (Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam,
1987)
H. Penatalaksanaan
1. Perawatan
a. Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan decompensasi harus benar-benar dikurangi dengan
bederest, mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
b. Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen diperlukan 2 liter/menit, dalam keadaan sianosis dapat lebih
tinggi.
c. Diet.
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam. Jumlah
kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori
tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
1) Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan memperkuat
kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
2) Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
2) Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan.
Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
3) Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
1) Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2 mg/kgBB/menit IV
2) Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
4) Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa
ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat diberikan
penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
(Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 1999; Long, Barbara C,
Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 1996)
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1) Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2) Operasi katup mitral.
3) Aneurismektomi.
4) Kardiomioplasti.
5) External cardiac support.
6) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
7) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
8) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
9) Ultrafiltrasi, hemodialisis.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1.Pola Nafas tidak efektif b/d NOC : NIC :
Respiratory status :
hiperventilasi Airway
Ventilation
Management
Definisi : Pertukaran udara Respiratory status :
1. Buka jalan nafas,
inspirasi dan/atau ekspirasi Airway patency
guanakan teknik chin
tidak adekuat Vital sign Status
lift atau jaw thrust
bila perlu
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :
2. Posisikan pasien
1. Penurunan tekanan Mendemonstrasikan
untuk
inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara
memaksimalkan
2. Penurunan pertukaran nafas yang bersih, tidak ada
ventilasi
udara per menit sianosis dan dyspneu
3. Identifikasi
3. Menggunakan otot (mampu mengeluarkan
pasien perlunya
pernafasan tambahan sputum, mampu bernafas
pemasangan alat
4. Nasal flaring dengan mudah, tidak ada
jalan nafas buatan
5. Dyspnea pursed lips)
4. Pasang mayo
6. Orthopnea Menunjukkan jalan
bila perlu
7. Perubahan nafas yang paten (klien
5. Lakukan
penyimpangan dada tidak merasa tercekik,
fisioterapi dada jika
8. Nafas pendek irama nafas, frekuensi
perlu
9. Assumption of 3-point pernafasan dalam rentang
6. Keluarkan sekret
position normal, tidak ada suara
dengan batuk atau
10. Pernafasan pursed-lip nafas abnormal)
suction
11. Tahap ekspirasi Tanda Tanda vital
7. Auskultasi suara
berlangsung sangat lama dalam rentang normal
nafas, catat adanya
12. Peningkatan diameter (tekanan darah, nadi,
suara tambahan
anterior-posterior pernafasan) 8. Lakukan suction
13. Pernafasan rata- pada mayo
rata/minimal 9. Berikan
Bayi : < 25 atau > 60 bronkodilator bila
Usia 1-4 : < 20 atau > perlu
30 10. Berikan
Usia 5-14 : < 14 atau > pelembab udara
25 Kassa basah NaCl
Usia > 14 : < 11 atau > Lembab
24 11. Atur intake untuk
14. Kedalaman pernafasan cairan
Dewasa volume tidalnya mengoptimalkan
500 ml saat istirahat keseimbangan.
Bayi volume tidalnya 6- 12. Monitor respirasi
8 ml/Kg dan status O2
15. Timing rasio
16. Penurunan kapasitas Terapi Oksigen
vital 1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
Faktor yang trakea
berhubungan : 2. Pertahankan
Hiperventilasi jalan nafas yang
Deformitas tulang paten
Kelainan bentuk dinding 3. Atur peralatan
dada oksigenasi
Penurunan 4. Monitor aliran
energi/kelelahan oksigen
Perusakan/pelemahan 5. Pertahankan
muskulo-skeletal posisi pasien
Obesitas 6. Observasi
Posisi tubuh adanya tanda tanda
Kelelahan otot hipoventilasi
pernafasan 7. Monitor adanya
Hipoventilasi sindrom kecemasan pasien
Nyeri terhadap oksigenasi
Kecemasan
Disfungsi
Neuromuskuler
Kerusakan
persepsi/kognitif Vital sign
Perlukaan pada jaringan Monitoring
syaraf tulang belakang 1. Monitor TD,
Imaturitas Neurologis nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD,
nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas
dari nadi
7. Monitor
AcidBase
Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan
nafas paten
3. Monitor AGD,
tingkat elektrolit
4. Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya
tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola
respirasi
7. Lakukan terapi
oksigen
8. Monitor status
neurologi
9. Tingkatkan oral
hygiene
3.Kelebihan volume cairan NOC : NIC :
b/d berkurangnya curah Electrolit and acid base Fluid management
jantung, retensi cairan dan balance 1. Timbang
natrium oleh ginjal, Fluid balance popok/pembalut jika
hipoperfusi ke jaringan diperlukan
perifer dan hipertensi Kriteria Hasil: 2. Pertahankan
pulmonal Terbebas dari edema, catatan intake dan
efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih, output yang akurat
Definisi : tidak ada dyspneu/ortopneu 3. Pasang urin
Retensi cairan isotomik Terbebas dari distensi kateter jika
meningkat vena jugularis, reflek diperlukan
hepatojugular (+) 4. Monitor hasil
Batasan karakteristik : Memelihara tekanan lAb yang sesuai
1. Berat badan meningkat vena sentral, tekanan dengan retensi cairan
pada waktu yang singkat kapiler paru, output jantung (BUN , Hmt ,
2. Asupan berlebihan dan vital sign dalam batas osmolalitas urin )
dibanding output normal 5. Monitor status
3. Tekanan darah Terbebas dari kelelahan, hemodinamik
berubah, tekanan arteri kecemasan atau termasuk CVP,
pulmonalis berubah, kebingungan MAP, PAP, dan
peningkatan CVP Menjelaskanindikator PCWP
4. Distensi vena jugularis kelebihan cairan 6. Monitor vital
5. Perubahan pada pola sign
nafas, dyspnoe/sesak nafas, 7. Monitor indikasi
orthopnoe, suara nafas retensi / kelebihan
abnormal (Rales atau cairan (cracles,
crakles), CVP , edema,
kongestikemacetan paru, distensi vena leher,
pleural effusion asites)
6. Hb dan hematokrit 8. Kaji lokasi dan
menurun, perubahan luas edema
elektrolit, khususnya 9. Monitor
perubahan berat jenis masukan makanan /
7. Suara jantung SIII cairan dan hitung
8. Reflek hepatojugular intake kalori harian
positif 10. Monitor status
9. Oliguria, azotemia nutrisi
10. Perubahan status 11. Berikan diuretik
mental, kegelisahan, sesuai interuksi
kecemasan 12. Batasi masukan
cairan pada keadaan
Faktor-faktor yang
hiponatrermi dilusi
berhubungan :
dengan serum Na <
Mekanisme pengaturan
130 mEq/l
melemah
13. Kolaborasi
Asupan cairan dokter jika tanda
berlebihan cairan berlebih
Asupan natrium muncul memburuk
berlebihan
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat
jumlah dan tipe
intake cairan dan
eliminaSi
2. Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
3. Monitor berat
badan
4. Monitor serum
dan elektrolit urine
5. Monitor serum
dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR,
dan RR
7. Monitor tekanan
darah orthostatik dan
perubahan irama
jantung
8. Monitor
parameter
hemodinamik infasif
9. Catat secara
akutar intake dan
output
10. Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
11. Monitor tanda
dan gejala dari
odema
4.Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
curah jantung yang rendah, Energy conservation Energy
ketidakmampuan Self Care : ADLs Management
memenuhi metabolisme 1. Observasi
otot rangka, kongesti Kriteria Hasil : adanya pembatasan
pulmonal yang Berpartisipasi dalam klien dalam
menimbulkan hipoksinia, aktivitas fisik tanpa disertai melakukan aktivitas
dyspneu dan status nutrisi peningkatan tekanan darah, 2. Dorong anal
yang buruk selama sakit nadi dan RR untuk
Intoleransi aktivitas Mampu melakukan mengungkapkan
b/dfatigue aktivitas sehari hari (ADLs) perasaan terhadap
secara mandiri keterbatasan
Definisi : 3. Kaji adanya
Ketidakcukupan energu factor yang
secara fisiologis maupun menyebabkan
psikologis untuk kelelahan
meneruskan atau 4. Monitor nutrisi
menyelesaikan aktifitas dan sumber energi
yang diminta atau aktifitas tangadekuat
sehari hari. 5. Monitor pasien
akan adanya
Batasan karakteristik : kelelahan fisik dan
1. melaporkan secara emosi secara
verbal adanya kelelahan berlebihan
atau kelemahan. 6. Monitor respon
2. Respon abnormal dari kardivaskuler
tekanan darah atau nadi terhadap aktivitas
terhadap aktifitas 7. Monitor pola
3. Perubahan EKG yang tidur dan lamanya
menunjukkan aritmia atau tidur/istirahat pasien
iskemia
4. Adanya dyspneu atau Activity Therapy
ketidaknyamanan saat 1. Kolaborasikan
beraktivitas.
dengan Tenaga
Faktor factor yang Rehabilitasi Medik
berhubungan : dalammerencanakan
Tirah Baring atau progran terapi yang
imobilisasi tepat.
Kelemahan menyeluruh 2. Bantu klien
Ketidakseimbangan untuk
antara suplei oksigen mengidentifikasi
dengan kebutuhan aktivitas yang
Gaya hidup yang mampu dilakukan
dipertahankan. 3. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yangsesuai
dengan kemampuan
fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
6. Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
7. Bantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon
fisik, emoi, social
dan spiritual