Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN LONGCASE

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA


TONSILITIS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI TONSILEKTOMY DENGAN
GENERAL ANESTESI DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
JAWA TENGAH

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Askan Kasus Umum
Dosen Pembimbing : Muhaji, S.Kep.Ns.,M.Si.M.Tr.Kep

DISUSUN OLEH :
YAQUTIN EVI NURDINI / 2011604063

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN LONGCASE
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA
TONSILITIS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI TONSILEKTOMY DENGAN
GENERAL ANESTESI DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
JAWA TENGAH

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Askan Kasus Umum

DISUSUN OLEH :
YAQUTIN EVI NURDINI /2011604063

Telah diperiksa dan disetujui tanggal Januari 2023

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

(Endah Suryani,S.ST) (Muhaji, S.Kep.Ns.,M.Si.M.Tr.Kep)


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tonsilitis merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang disebabkan oleh
virus atau bakteri sehingga tonsil menjadi bengkak, merah, melunak, dan memiliki
bintik-bintik putih di permukaannya (G. Z. Prasetya, Kusumastuti, & Kurniawati, 2018).
Tonsilitis dibagi menjadi 2 tipe yaitu tonsilitis akut dan tonsilitis kronis (Palandeng,
Tumbel, & Dehoop, 2014). Tonsil adalah salah satu pertahanan tubuh terdepan antigen
yang berasal dari inhalan (kelompok senyawa) maupun ingesti (masuknya makanan)
dapat mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi perlawanan tubuh (Brodsky, 2006).
Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan virus. Tonsilitis akut
dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering
disebabkan oleh kuman grup A streptococcus β- hemolyticus, pneumococcus,
Streptococcus viridans dan Streptococcus pyogenes, sedangkan tonsilitis kronik bakteri
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang pola bakteri berubah
menjadi bakteri dari golongan gram negatif. Selain itu, penggunaan antibiotik yang luas
pada pengobatan ISPA, tanpa bukti empiris yang jelas, telah menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi berbagai strain mikroba dari Streptococcus aureus, Streptococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae, Moraxella catarrhalis dan lainnya terhadap antibiotik.
(Soepardi, 2009)
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman untuk
pengobatan tonsilitis kronis (Savitri & Vivit, 2013). Penanganan nyeri akut pascaoperasi
yang tidak baik akan menyebabkan komplikasi kesehatan seperti pneumonia, deep vein
thrombosis, infeksi, nyeri kronik, dan depresi (Prabandari, Indriasari, & Maskoen, 2018).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut (Bahrudin, 2018). Secara neurofisiologis, nyeri dapat diklasifikasikan
menjadi 2 jenis utama yakni nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik (Fallis, 2018).
Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai jumlah
kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak di bawah 15 tahun
mengalami tonsilektomi (operasi tonsil), dengan atau tanpa adenoidektomi. 248.000 anak
(86,4%) mengalami tonsilioadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani
tonsilektomi saja (WHO, 2015). Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit
tonsilitis kronis di Amerika merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak usia 5-10
tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun (Endgard, 2010).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI, angka kejadian penyakit
tonsilitis di Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2016, prevalensi tonsilitis kronik
tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8% (Kemenkes, 2020). Laporan
Dinas Kesehatan Kota Kendari kasus tonsilitis masuk dalam urutan ke 13 dari 20 besar
penyakit dengan prevalensi sebanyak 1,17% kemudian tahun 2014 menurun menjadi
1,07%, namun tahun 2015 prevalensi kasus tonsilitis meningkat menjadi 1,27%.
Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Kota Kendari tahun 2018 jumlah penderita
tonsilitis adalah sebesar 231 kasus, kasus tersebut meningkat hingga sebesar 305 kasus
tahun 2019 (Dinkes Kota Kendari, 2019)
Terdapat data mengenai prevalensi tonsilitis kronis di berbagai Negara, yaitu di
Islamabad, Pakistan pada tahun 1998-2007 terdapat 15.067 kasus atau dengan prevalensi
22%. Di Amerika Serikat prevalensi tonsilitis kronis sebesar 1,59%. Sedangkan menurut
penelitian di Rusia mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis
kronis yang dilakukan pada 321 keluarga dan 335 anak-anak (umur 1-15 tahun)
didapatkan data sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa
tonsilitis kronis. Namun, dari beberapa rumah sakit di Indonesia, jumlah kunjungan
pasien rawat jalan yang disebabkan penyakit tonsilitis pada dua tahun terakhir, yaitu
pada tahun 2012-2013 berjumlah sebanyak ±55.383 orang sedangkan pasien rawat jalan
yang disebabkan tonsillitis berjumlah ±37.835 orang (Ramadhan, Sahrudin, & Ibrahim,
2017). Menurut Riskesdas 2013, prevalensi ISPA selama tahun 2013 mencapai 25,0%
dengan total kasus sekitar 2,33 juta (G. Z. Prasetya et al., 2018). Tonsilitis merupakan
salah satu dari 10 kasus penyakit terbanyak yang terjadi di kabupaten Gresik. Pada tahun
2017, terdapat 11.715 kasus Tonsilitis yang terjadi di kabupaten Gresik. Kasus Tonsilitis
menempati peringkat ke-8 dari 10 kasus penyakit terbanyak yang terjadi di kabupaten
Gresik pada rentang waktu tersebut (Hughes, 2008).
Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang berasal
dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi
perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus yang tumbuh di
membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini akan semakin berat
jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus sebelumnya. Tonsilitis
akut yang disebabkan oleh bakteri disebut peradangan lokal primer. Setelah terjadi
serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau bahkan tidak dapat kembali sehat
seperti semula. Penyembuhan yang tidak sempurna akan menyebabkan peradangan
ringan pada tonsil. Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada
penderita berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah
yang mengalami peradangan (Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016). Sedangkan
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan
terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh
karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut
(Palandeng et al., 2014).
Tonsilitis kronis masih menjadi masalah kesehatan utama dalam bidang THT
sehingga dalam penatalaksanaannya tonsilektomi menjadi pilihan yang terbaik dan harus
sesuai dengan indikasi, baik indikasi absolut maupun indikasi relatif pada setiap pasien
berbeda-beda (Savitri & Vivit, 2013). Tonsilitis dapat menyebabkan nyeri jika
mengalami peradangan akibat penyembuhan yang tidak sempurna. Jika tonsilitis tidak
teratasi, nyeri akan bertambah dan menyebabkan keluhan yang tidak nyaman pada
penderita (Maulana Fakh et al., 2016). Jika penyakit dasar ditangani secara efektif, maka
juga dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri. Jika mengalami infeksi dan
mengkonsumsi antibiotik, antibiotik itu dapat membasmi infeksi, juga dapat
menghilangkan nyeri akibat infeksi itu. Walaupun, penyakit dasarnya dapat diobati,
seringkali analgesik masih diperlukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri
(Fallis, 2018).
Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan, penulis tertarik untuk
membuat laporan asuhan kepenataan anestesi dengan kasus “Asuhan Kepenataan
Anestesi pada pasien anak dengan diagnosa Tonsilitis di di Instalasi Bedah Sentral RS
PKU Muhammadiyah Gombong”

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan perianestesi dengan diagnosa medis Tonsilitis di
di Instalasi Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah Gombong
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan perianestesi dengan
diagnosa Tonsilitis di IBS RS PKU Muhammadiyah Gombong

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori General Anestesi
b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori Tonsilitis
c. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori asuhan kepenataan anestesi
dengan General Anestesi
d. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pre anestesi dan post anestesi pada
pasin Tonsilitis di IBS RS PKU Muhammadiyah Gombong
e. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Tonsilitis
di IBS RS PKU Muhammadiyah Gombong
f. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan pada pasien Tonsilitis di
IBS RS PKU Muhammadiyah Gombong
D. METODE
Studi kasus pada An. S usia 13 tahun dengan diagnosa medis Tonsilitis di IBS RS
PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 08 Februari 2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI TUMOR PAROTIS


1. Definisi
Tonsilitis atau Amandel merupakan pembesaran dari tonsil, tonsil merupakan
bagian yang menahan dari bakteri agar tenggorokan tidak mudah sakit (Riza, 2015).
Tonsil (Amandel) ini berfungsi untuk memerangi kuman yang masuk melalui mulut
atau hidung sebelum mereka dapat menyebabkan infeksi diseluruh tubuh. Bakteri atau
virus yang masuk ke tonsil dan menginfeksi mereka. Ketika ini terjadi, maka kitapun
akan mengalami tonsilitis. Anak yang terkena tonsilitis akan mengalami tanda dan
gejala seperti nyeri tenggorokan, sulit untuk menelan makanan bahkan minuman, dan
terjadi demam (Priyatna, 2011). Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil faring.
Peradangan biasanya meluas ke tonsil adenoid dan lingual. Oleh karena itu, istilah
faringitis juga bisa digunakan. Sebagian besar kasus tonsilitis bakteri disebabkan oleh
Group A betahemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) (Fahrul 2019). Gunanya
tonsil itu adalah untuk membuat limfosit yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas
membunuh kuman yang masuk kedalam badan melalui mulut. Bila tonsil itu meradang
maka amandel itu membengkak, merah, dan penderita merasa gatal, sakit
kerongkongan, sakit menelan, kadang-kadang muntah (Fahrul, 2019).
Peradangan tonsil membuat anak demam, sakit kepala, muntah-muntah, sakit
perut, lemas dan tidak bersemangat. Pembesaran tonsil yang terlalu besar, sehingga
tonsil kiri dan kanan saling bertemu, dapat menghalangi jalan pernapasan. Kelenjar
dagu ikut pula membesar. Kelenjar pada dinding kerongkongan disebut adenoid.
Biasanya bila amandel meradang adenoid pun ikut meradang (Fahrul, 2019).
2. Etiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak tetapi kondisinya jarang terjadi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies
Strepmacoccus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus
lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda. Abses peritonsillar (PTA) biasanya
terjadi pada remaja atau dewasa muda namun mungkin terjadi lebih awal. Menurut
Fahrul (2019) infeksi virus atau bakteri dan faktor imunologi menyebabkan tonsilitis
dan komplikasinya. Kondisi padat dan kekurangan gizi meningkatkan tonsilitis.
Berikut ini merupakan virus penyebab faringitis dan tonsillitis akut :
a. Virus herpes simpleks
b. Virus Epstein-Barr (EBV)
c. Cytomegalovirus
d. Adenovirus
e. Virus campak
Bakteri menyebabkan 15-30% kasus faringotonsilitis. Bakteri anaerob berperan
penting dalam penyakit tonsil. Sebagian besar kasus tonsillitis bakteri disebabkan oleh
kelompok GABHS (Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes) (Fahrul, 2019).
Streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridians, streptococcus pyogenes
Merupakan penyebab dari radang Amandel (Bulan & Zulfito, 2010). Streptococcus
pyogenes menempel pada reseptor adhesion yang terletak di epitel tonsillar. Lapisan
immunoglobulin pathogen mungkin penting dalam induksi tonsillitis bakteri (Fahrul,
2019).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Fahrul (2019) tanda dan gejala tonsillitis antara lain :
a. Demam
b. Sakit tenggorokan
c. Bau napas (Halitosis)
d. Disfagia (kesulitan menelan)
e. Odynophagia (nyeri menelan)
f. Pembesaran kelenjar getah bening leher
g. Pembesaran tonsil
Menurut Bulan & Zulfito (2010).tanda dan gejala tonsillitis antara lain :
a. Suhu tubuh naik hingga 40 C
b. Rasa gatal di tenggorokan
c. Lesu
d. Nyeri sendi
e. Tidak nafsu makan
f. Nyeri telinga
Obstruksi jalan napas dapat bermanifestasi dengan adanya pernapasan
tambahan mulut, mendengkur, pernapasan yang tidak teratur, pernapasan nocturnal
berhenti, atau apnea tidur (Fahrul, 2019).
4. Pemeriksaan Penunjang
Tonsillitis didiagnosis melalui pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Stadium pembersaran tonsil yang dilihat dengan pemeriksaan
orofaring. Gold standard diagnosis tonsillitis untuk mengetahui etiologinya adalah
melalui pemeriksaan kultur dan apusan tenggorokan (Fahrul, 2019). Uji kultur
diindikasikan bila dicurigai adanya infeksi GABHS (Group A beta-hemolytic
Streptococcus pyogenes). Kultur swab tenggorokan adalah standar kriteria untuk
menditeksi GABHS (Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes). Proses
penyebaran tonsillitis akut sangat cepat menyebar ke struktur leher, terutama di luar
bidang fasia oropharynx (Fahrul, 2019). Ukuran tonsil pada tonsillitis kronik dapat
membesar Hipertrofi ata Atrofi. Menurut Rusmarjono, Soepardi EA 2011 dalam
Amalia 2017 berikut pembesaran tonsil dibagi dalam ukuran T1 sampai T4 :
a. T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior-
uvula
b. T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak
pilar anterior-uvula
c. T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak
pilar anterior-uvula
d. T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih
5. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan radang amandel akut pada anak yaitu dengan pemberian antibiotik
polongan penisilin atau sulfonamide selama 5 hari, obat penurun panas dan obat kumur.
Apabila angka mengalami radang amandel yang berulang (lebih dari 3 kali dalam
setahun) maka merupakan indikasi untuk melakukan operasi tonsilektomi
(pengangkatan tonsil) (Bulan. & Zulfito, 2010).
Amandel yang terlalu besar sehingga mengganggu jalan pernapasan perlu juga
dioperasi, namun bila amandel agak besar dan tidak mengganggu jalan pernafasan
maupun tidak menimbulkan sakit, tidak perlu diapa-apakan, karena amandel berguna
untuk memerangi infeksi. Orang yang telah dioperasi masih 11 dapat terjadi
peradangan kerongkongan. Untuk mengatasi panasnya, diberi aspirin atau parasetamol,
banyak minum, dan istirahat yang cukup. Anak yang panas tidak boleh pergi sekolah
(Bulan. & Zulfito, 2010). Pengobatan tonsillitis akut sebagian besar terapi suportif dan
berfokus pada pemeliharaan hidrasi dan asupan kalori yang cukup dan mengendalikan
rasa nyeri dan demam. Kortikosteroid dapat memperpendek durasi demam dan
faringitis. Infeksi bakteri merupakan indikasi antibiotik (Fahrul, 2019).
a. Terapi suportif
1) Istirahat cukup
2) Pemberian cairan yang sesuai
b. Terapi medikamentosa
1) Analgetik & Antipiretik
a) Paracetamol 10-15 mg/kgBB/pemberian 3-4 kali sehari
b) Ibu profem : 20 mg/kg/hari dosis terbagi 3-4
2) Antibiotik
a) Amoxilin : 10-15 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari, jika berat 3 kali
sehari
b) Amoxiclav : 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
c) Klindamisin : 20-30 mg/kgBB/hari
d) Eritromisin : 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 2 sampai 4 kali
e) Cefalexin : 25-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 sampai 4 kali untuk
faringitis streptococcus grup A
f) Cefadroxil : 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 kali
g) Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis 12
h) Benzatin penisilin G intramuscular dengan dosis 600.000 IU (BB <
30 kg) dan 1.200.000 IU (BB > 30 kg)
c. Tonsilektomi, diindikasikan jika :
1) Lebih dari enam episode faringitis streptokokus (dikonfirmasi dengan
kultur positif) dalam 1 tahun
2) Lima episode faringitis streptokokus dalam 2 tahun berturut-turut
3) Tiga atau lebih infeksi tonsil dan/atau adenoid per tahun selama 3 tahun
berturut-turut meski ada terapi medis yang memadai
4) Tonsillitis kronik atau rekuren yang terkait dengan keadaan pembawa
streptokokus yang tidak respon dengan terapi antibiotik resisten
betalaktamase (Fahrul, 2019).
B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2018)
2. General Anestesi
General anestesi adalah keadaan tak sadar tanpa rasa nyeri (dengan reflek
otonomik minimal) yang reversibel karena pemberian obat obatan. Anestesi inhalasi,
anestesi intravena, anestesi intravaskular, anaestesi perektal adalah sub sub bagian dari
general anestesi, serta menunjukkan jalur masuknya obat e dalam tubuh (Soenarjo dan
Jarmiko,2010). General anestesi/ anestesi umum adalah suatu keadaan tak sadar yang
bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat
pemberian obat anestesia. Tindakan general anestesi meliputi 3 komponen anestesi
atau biasa disebut dengan trias anestesi ;
a. Sedasi
b. Analgesia
c. Relaksasi
Tanda tanda anestesi umum telah bekerja adalah hilangnya koordinasi
anggota gerak, hilangnya respon syaraf perasa dan pendengaran, hilangnya tonus otot,
terdepresinya medulla oblongata sebagai pusat respirasi dan vasomotor, bila terjadi
overdosis maka akan mati. Stadium anestesi umum sangat perlu dipahami bagi
operator dalam menjalankan operasi, karena dengan memonitor tahapan stadium
operasi akan berjalan lancar dan aman. Namun tidak semua anestesi umum dapat
menunjukkan tahapan stadium ini hanya anestesi inhalasi menggunakan eter akan
lebih nyata teramati pada stadium anestesi ini (Suranadi, 2016). proses kerja anestesi
umum melewati beberapa stadium yaitu :
a. Stadium I (stadium analgesia/ eksitasi bebas/ stadium induksi)
b. Stadium II (stadium eksitasi tidak bebas/ stadium induksi
c. Stadium III (stadium operasi)
d. Stadium IV (stadium overdosis)
3. Endotracheal Tube (ETT)
Intubasi endotrakeal / endotracheal tube (ETT) intubation adalah salah satu
tindakan yang dapat dilakukan dalam manajemen jalan napas. Intubasi ETT dapat
dilakukan pada pasien sadar ataupun tidak sadar. Prosedur ini pada umumnya
dilakukan sebagai bagian dari praoperasi ataupun tindakan gawat darurat untuk
menyelamatkan jalan napas, sehingga intubasi endotrakeal harus dikuasai oleh seluruh
petugas medis dengan baik. Selain untuk pasien yang menjalani operasi dengan
anestesi umum, indikasi intubasi adalah pasien dengan ancaman gagal napas seperti
perdarahan intrakranial, syok sepsis, trauma kepala, cedera servikal. Pasien gangguan
ventilasi dan patensi jalan napas juga memerlukan intubasi. Adanya gangguan
oksigenasi seperti pada kasus emboli paru, edema paru difus, sindroma distress
pernapasan akut (ARDS), keracunan karbon monoksida, atau keracunan sianida juga
merupakan indikasi intubasi.
4. Rumatan Anestesi
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara
mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh paisen. Jika onsentrasi obat tinggi
maka akan dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah,
maka kan didapatkan anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang
adeuat. Untuk itu diperlukan pemantauan secara ketat terhadap indikator indikator
kedalaman anestesi. .
C. Web of Caution (WOC)
D. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan data
dikumpulkan dari berbagai sumber untuk menilai dan mengidentifikasi kondisi
pasien.
a. Identitas pasien, Suatu sistem untuk membedakan antara pasien satu dengan
pasienyang lainnya sehingga memperlancar atau mempermudah
dalampemberian pelayanan kepada pasien. Identitas terdiri dari: Nama,Umur,
Jenis kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, SukuBangsa, Status
Perkawinan, Golongan darah, Alamat, No. CM, Diagnosa Medis, Tanggal
Masuk, Tanggal Pengkajian
b. Anamnesa, Suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan
dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk
memperolehketerangan-keterangan tentang keluhan dan riwayat penyakit
yangdiderita pasien. Riwayat penyakit pasien dan riwayat elergi.
1) Anamnesis Khusus
a) Keluhan Utama, Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah
atau penyakit yang mendorong penderita memeriksakan diri, atau
keluhan yang dirasakan pasien saat itu.
b) Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit sekarang adalah
perjalanan penyakit yang sampai saat ini. Hal ini lanjutan dari
observasi keluhan utama
c) Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit dahulu adalah
misalnya penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa
saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan
sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll),
perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan
riwayat menstruasi (untuk wanita).
d) Riwayat penyakit keluarga, Anamnesis ini digunakan untuk
mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga
(diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit
yang menular.
c. Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan fisik adalah proses di mana seorang
profesional medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda-tanda
klinis penyakit. Hasil tes dicatat dalam file pasien. Pemeriksaan fisik dan
rekam medis membantu mendiagnosis dan merencanakan perawatan
pasien.Untuk pemeriksaan fisik meliputi:
1) Keadaan Umum: Kesadaran pasien, TTV
2) Pemeriksaan kepala
3) Pemeriksaan wajah
4) Pemeriksaan mata
5) Pemeriksaan telinga
6) Pemeriksaan hidup
7) Pemeriksaan mulut dan faring
8) Pemeriksaan leher
9) Pemeriksaan payudara dan ketiak
10) Pemeriksaan torak
11) Pemeriksaan abdomen
12) Pemeriksaan genetila
13) Pemeriksaan ekstermitas
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Masalah kesehatan anestesi yang dikhawatirkan muncul pada Batu Ginjal
diantaranya Nyeri Akut, Resiko Infeksi, Ansietas, Hambatan mobilitas fisik, Resiko
kurang volume cairan, dan Defisit perawatan diri. Masalah kesehatananestesi
meruapakan suatu penilaian kritis mengenai respon pasien terhadapmasalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dilaminya baik yang berlangsungactual atau
potensial, dan diagnosa bisa menjadi acuan untuk mengatasi masalah. Diagnose
dapat di urutkan dari prioritas diagnose.
3. Rencana Intervensi
Rencana Intervensi Perencanaan (intervensi) keperawatan adalah semua
tindakan asuhanyangperawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk
intervensi yangdiprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif,
intervensi ini menggunakan NIC dan NOC (Butcher, 2012). Diagnose yang mungkin
muncul adalah:
a. Nyeri Akut
1) Tujuan,
Setelah diberikan asuhan selama 1 x 30 menit pasien diharapkanakan
menyatakan redanya atau berkurangnya nyeri
2) Kriteria Hasil
a) Skala nyeri berkurang
b) Ekspresi wajah tampak nyaman dan tenang
c) Menyebutkan faktor yang meningkatkan nyeri
d) Menyebutkan intervensi yang efektif
3) Rencana Intervensi
a) Pantau ekspresi wajah pasien
b) Kaji skala nyeri pasien
c) Jelaskan penyebab nyeri, lama nyeri berlangsung danmenjelaskan
mengenai prosedur pemeriksaan atau prosedur tindakan yang akan
dilakukan
d) Ajarkan tindakan pereda nyeri non infasiv seperti distraksi atau teknik
relaksasi nafas dalam
e) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
b. Ansietas
1) Tujuan
Setelah diberikan asuhan selama 1 x 30 menit, diharapkan ansietas
yang dirasakan pasien akan berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil
a) Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejalacemas
b) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tekhnikuntuk
mengontrol cemas
c) Vital sign dalam batas normal
3) Intervensi
a) Gunakan pendekatan yang menenangkan kepada pasien
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang akan dirasakan selama
prosedur
c) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian
d) Identifikasi tingkat kecemasan pasien
e) Ajarkan pasien menggunakan tekhnik relaksasi atau distraksi
c. Resiko Infeksi
1) Tujuan
Setelah diberikan asuhan selama 1 x 30 menit pasien diharapkanakan
melaporkan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dantindakan
kewaspadaan yang diperlukan.
2) Kriteria Hasil
a) Memperlihatkan teknik cuci tangan yang cermat
b) Menejelaskan metode penyebaran infeksi
c) Menjelaskan pengaruh nutrisi untuk pencegahan nfeksi
3) Rencana Intervensi
a) Kaji adanya faktor yang meningkatkan resiko infeksi
b) Kurangi organisme yang masuk ke tubuh pasien dengan mengajarkan
teknik cuci tangan, teknik aseptic, dan tindakanisolasi.
c) Lindungi individu yang mengalami defisiensi imun dari infeksi
d) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotikapabila
resiko infeksi tidak teratasi.
d. Defisit Pengetahuan Diri
1) Tujuan
Setelah diberikan asuhan selama 1 x 30 menit pasien diharapkan
mengetahui informasi tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil
a) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
3) Rencana Intervensi
a) Berikan penilaian tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
b) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
c) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
d) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
e) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
e. Resiko Perdarahan
1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi diharapkan resiko
perdarahan berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
a) TTV dalam batas normal
b) Tidak terjadi perdarahan (tidak adanya ptekie, melena, epitaksis,
hematemisis)
2) Rencana Intervensi
a) Observasi tanda- tanda vital
b) Pantau area pembedahan dan monitor tanda tanda perdarahan untuk
mengetahui adanya perdarahan.
c) Kaji cairan output dan input
d) Kolaborasi untuk pemberian obat anti perdarahan
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi
selalu berkaitan dengan tujuan, apabila dalam penilaiannya ternyata tujuan
tidaktercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi
karenabeberapa faktor: tujuan tidak realistis, tindakan keperawatan yang tidak tepat,
&terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad. Manza Adi Putra, Marco. 2016. Tonsilitis. Volume 5, No 2.


https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/10
80/920

Hasanah, Uswatun. 2016. Mengenal Penyakit Tonsilitis dan Tonsilektomy.


Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera. Volume 14

https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/4698/4129
Krisna, Dwi Nur Patria. 2011. Faktor Resiko Penyakit Tonsilitis . Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/download/1793/198 4

Wulan Budi Utami, Srwi Suwarni, Muhammad Saiful Amin, Isfandri


Kusumawardhani, Nirmala Sari Febriana dkk. 2020. Penyuluhan 2G
Masyarakat RW VI Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon.
Volume 3. https://prosiding.unimus.ac.id/index.php/

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7.


Jakarta:ECG
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Ed.IV Jilid II. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Fadli Rizal. 2022. Penyakit Tonsilitis.


https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-

Anda mungkin juga menyukai