Anda di halaman 1dari 16

Cardiac Arrest

Farmakoteropi III
apt. Cahyani Purnasari, S.Si, M.Si
Cardiac Arrest (CA)/Henti Jantung
• Didefinisikan sbg berhentinya aktivitas mekanis jantung yg
dikonfirmasi oleh ketiadaan tanda sirkulasi.
• Jantung memiliki sistem listrik internal yg menjaga irama denyut
jantung. Beberapa masalah dapat menyebabkan gangguan irama
denyut jantung, yang disebut sebagai aritmia.
• Saat aritmia jantung akan berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat
atau berhenti berdenyut.
• Sudden cardiac arrest (SCA) atau henti jantung terjadi saat
jantung mengalami aritmia yang mengakibatkan jantung berhenti
berdenyut.
• Berbeda dgn serangan jantung/heart attack, dimana jantung
masih berdetak/berdenyut tetapi aliran darah ke jantung
terhalang.
Etiologi
• CA dapat diakibatkan oleh gangguan kardiovaskular atau kejadian
non-kardiovaskular (tenggelam, asphyxia, trauma, overdosis, sudden
infant death syndrome, keracunan, tersedak, asma berat, dan
pneumonia, dll)
• Penyakit arteri koroner (coronary artery disease/CAD) menjadi
penyebab ~80% CA; Kardiomiopati menjadi penyebab ~ 10-15% CA.
• ~5-10% CA disebabkan oleh kondisi jantung abnormal bawaan atau
pasien dgn struktur jantung normal tetapi kondisi listrik jantung
abnormal.
• Sayangnya, paling tidak pada 67% pasien, CA adalah tanda klinis CAD
pertama tanpa tanda-tanda lain sebelumnya.
• Serangan CA di RS sering diasosiasikan dengan sepsis, kegagalan
respirasi, keracunan obat, gangguan metabolik dan aritmia.
Aritmia Penyebab CA
• Ventricular fibrillation (VF)
Gangguan aktivitas listrik jantung menyebabkan ventrikel
bergetar, atau berfibrilasi, dan bukannya berkontraksi
(berdenyut) dengan normal. Hal ini mencegah jantung
memompa darah dan menyebabkan collapse dan CA.
• Pulseless ventricular tachycardia (PVT)
Kondisi dimana kontraksi teratur ventrikel digantikan oleh
kontraksi yg sangat cepat dan berakibat pengisian
ventrikel sangat menurun dan mengakibatkan penurunan
cardiac output. Akibatnya ketiadaan denyut jantung. Hal
ini menyebabkan perfusi yg tidak efisien dan gagal
jantung.
Patofisiologi

Cardiac Arrest (CA)

Primary CA Secondary CA

Darah arterinya telah Serangannya bersifat sekunder akibat


kegagalan respirasi dimana kurangnya
teroksigenasi semuanya ventilasi mengakibatkan hipoksemia
berat, hipotensi, dan akhirnya CA
saat terjadi serangan. sekunder.
Terapi Non-Farmakologi
• Basic life support (BLS) dan Cardiopulmonary
resuscitation (CPR)
• Electrical defibrillation
• CPR + Electrical defibrillation
Drug administration saat CA
• IV (intravena sentral & periferal)
• IO (intraosseous/injeksi langsung ke dalam
lubang sumsum tulang)
• Endotrakeal
Tujuan CPR pada CA
• Return of spontaneous circulation (ROSC )
Atau kembalinya sirkulasi spontan dengan
perfusi dan ventilasi yang efektif secepat
mungkin untuk meminimalisir efek hipoksia
yang berbahaya untuk organ-organ vital.
Algoritma Cardiac Arrest Dewasa (AHA
2015-update)
• ACLS-Cardiac-Arrest-Algorithm.pdf
Terapi Farmakologi pada CA
• Epinefrin IV/IO :
1 mg setiap 3-5 menit
• Amiodarone IV/IO :
Dosis pertama: 300 mg bolus
Dosis kedua : 150 mg
Algoritma First Aid utk CA pada pasien
hamil
• Di rumah sakit
• alsprograms-2015ACLS-Arrest-InHospital-Preg
nancy.pdf
• Di luar rumah sakit
• alsprograms-2015ACLS-Arrest-OutHospital-Pre
gnancy.pdf
Algoritma Terapi pada Immediate Post-
Cardiac Arrest Care (AHA 2015-update)
• alsprograms-2015ACLSUpdates-ROSC.pdf
Terapi Farmakologi pada Immediate Post-
Cardiac Arrest Care (AHA 2015-update)
• NaCl 0,9% (normal saline) atau Ringer laktat
Sekitar 1-2 L
• Epinefrin IV
0,1-0,5 mcg/kg/menit (pada pasien 70 kg: 7-35
mcg/menit)
• Dopamin IV infus
5-10 mcg/kg/menit
• Norepinefrin IV infus
0,1-0,5 mcg/kg/menit (pada pasien 70 kg: 7-35
mcg/menit)
Terapi Farmakologi pada Immediate Post-
Cardiac Arrest Care (AHA 2015-update)
• Lakukan coronary angiography (pada pasien
STEMI & non-STEMI)
• Perbaiki hipotensi sesegera mungkin (sistolik >80
mmHg)
• Pasien komatose (tidak merespon perintah
verbal) setelah ROSC disarankan utk menerima
targeted temperature management (TTM) dgn
suhu disarankan 32o-36oC. Dipertahankan paling
tidak selama 24 jam.
• Hindari hipertermia
Terapi Farmakologi pada Immediate Post-
Cardiac Arrest Care (AHA 2015-update)
• 12-22% pasien CA mengalami kejang saat komatose
setelah CA. Karena itu disarankan pemeriksaan EEG utk
pasien komatose setelah ROSC dan jika dibutuhkan
dapat dipertimbangkan utk diberi antikonvulsan.
• Kondisi harus dipantau utk melihat apakah pasien
membutuhkan ventilator setelah terjadinya CA dengan
target mempertahan kisaran fisiologis PaCO2 (tekanan
parsial CO2 normal: 35-45 mmHg).
• Untuk menghindari hipoksia pada pasien dewasa ROSC
setelah CA, disarankan utk menggunakan konsentrasi
oksigen tertinggi hingga saturasi oksihemoglobin arteri
atau tekanan parsial oksigen arteri dapat diukur.
Referensi
• Link, MS., et al. 2015. Part 7: Adult Advanced
Cardiovascular Life Support. Circulation 2015;132[suppl
2]:S444-S464. DOI:10.1161/CIR.0000000000000261
• Callaway, CW., et al. 2015. Part 8: Post-Cardiac Arrest Care.
Circulation. 2015;132[suppl 1]:S465-S482.
DOI:10.1161/CIR.0000000000000262
• Jeejeebhoy, FM. 2015. Cardiac Arrest in Pregnancy.
Circulation. 2015;132:1747-1773.
DOI:10.1161/CIR.0000000000000300
• Dipiro JT, et al. 2020. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach 11th Edition. McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai