Anda di halaman 1dari 14

ASKEP HENTI JANTUNG

A. DEFENISI

Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak
sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis
harus ditegakkan dalam 3 – 4 menit. Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan
otak. Harus dilakukan resusitasi jantung – paru.

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010).

Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi
normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau
cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

B. ETIOLOGI
1. Terhentinya system pernafasan secara tiba-tiba yang dapat disebabkan karena:
a. Penyumbatan jalan nafas : aspirasi cairan lambung atau benda asing.
b. Sekresi air yang terdapat dijalan nafas, seperti pada saat tenggelam, edema
paru, lender yang banyak.
c. Depresi susunan saraf pusat yang disebabkan karena obat-obatan, racun, arus
listrik tegangan tinggi, hipoksia berat, edema otak.
2. Terhentinya peredaran darah secara tiba-tiba yang disebabkan :
Hipoksia, asidosis, hiperkapnia karena penyakit paru atau karena henti
perrnafasan secara tiba-tiba.
3. Terganggunya fungsi system saraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya
system pernafasan dan peredaran darah.Menurut American Heart Association
(2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest
dengan kondisi:
a. Adanya jejas di jantung
Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain,jantung yang terjejas
atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk
mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama
setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi
untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung
atherosclerosis
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)
Karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan
katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung
Karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti
aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac
arrest.Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan
yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam
darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang
mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal
Beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-
White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa
menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal
Jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan
kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah
raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu
terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan obat
Merupakan faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang
sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia (Diklat
Ambulans Gawat Darurat 118, 2010) :
a) Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak,pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya,jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
b) Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya
karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun
akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah keventrikel juga berkurang sehingga curah jantung
akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan
terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus
VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT
tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.

c) Pulseless Electrical Activity (PEA)


Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak
menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi
tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi
tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera
dilakukan.
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis
lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah
CPR.

C. PATOFISIOLOGI
a. Akibat dari ateroklerosis menimbulkan plak pada pembuluh darah.
b.   Penebalan otot jantung dan fibrilasi ventrikel mengakibatkan jantung tidak dapat
berkontraksi secara optimal
c. Takikardi ventrikel terjadi karena pembentukan impuls sehingga frekuensi nadi
cepat yang mengakibatkan pengisian ventrikel menurun.
Dari ketiga penyebab diatas mengakibatkan hambatan aliran darah sehingga
sirkulasi darah terhenti terjadilah cardiac arrest.Akibat cardiac arrest terjadi
kemampuan pompa jantung menurun akibatnya curah jantung menurun sehingga
terjadi:
a) Suplai oksigen keseluruh tubuh menurun,dimana darah membawa oksigen
otomatis kebutuhan oksigen keparu-paru tidak terpenuhi terjadilah gangguan
pertukaran gas
b)     Suplai oksigen ke otak tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi serebral
c)       Suplai oksigen ke jaringan tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi jaringan

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen termasuk otak
b.    Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan
kesadaran (collapse)
c.     Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit
dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
d.    Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
e. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri
f.    Tidak ada denyut jantung
g.    Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%

E. PENATALAKSANAAN
a. Respons awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-benar
disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada
tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat
menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang dapat
membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam waktu yang
singkat setelah henti jantung
b. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)
Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner
(RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan dasar
yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan intervensi yang
definitive dapat dilaksanakan.
Untuk penanganan awal henti jantung yaitu dengan CAB :
1. Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau
menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah anda baik-baik saja?”.Jika tidak
berespon berikan rangsangan nyeri.
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya masih
dalam keadaan sadar.
1) Apabila pasien tidak berespon segera telfone Emergency Medical Service (EMS)
2) Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar dengan
bahu pasien. Jika pasien mempunyai trauma leher dan kepala, jangan gerakkan
pasien, kecuali bila sangat perlu saja.
Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan dapat memberikan bantuan nafas
dan kompresi dada tanpa berubah posisi.
a. Circulation
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi
pasien, tangan yang lain meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral
selama 5 sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi
dada.
a) Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari salah satu
tangan pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus
xyphoideus) . Jari-jari bisa saling menjalin atau dikeataskan menjauhi dada.
Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum, sehingga tekanan yang
diberikan akan terpusat di sternum, yang mana akan mengurangi resiko patah tulang rusuk.
b) Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak lurus
dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah bawah dari
sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5 cm)
c) Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya
pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan
diangkat dari dada pasien atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah mengalir ke
jantung.
         Lakukan CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali
kompresi dada. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit).
         Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika:
a)      Telah tersedia AED (Automated External Defibrillator).
b)      korban menunjukkan tanda kehidupan.
c)      Tugas diambil alih oleh tenaga terlatih.
Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di arteri
carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada.
         Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan perlengkapan khusus
resusitasi untuk memberikan perawatan definitive.
Rasionalisasi: perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian defibrilasi, terapi
obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan asam-basa, monitoring dan
perawatan oleh tenaga terlatih di ICU.
         CPR yang diberikan pada anak hanya menggunakan satu tangan,sedangkan untuk bayi hanya
menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak lebih tinggi dalam
rongga dada, jadi tekanan harus dibagian tengah tulang dada.
2.      Airway
Buka jalan nafas
         Head-tilt/chin-lift maneuver : letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan kening ke
arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala pasien.
Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang
bertulang dan angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub.
Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.
         Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing-masing sisinya
dengan kedua tangan,angkat mandibula ke atas sehingga kepala mendongak.
Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka jalan nafas pada
korban yang dicurigai mengalami trauma leher.

3.      Breathing
         Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke dada
pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara yang
berhembus selama expirasi
Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan.
         Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to mouth atau dengan
menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan nafas pasien
terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua
kali (masing-masing selama 2-4 detik).
Rasionalisasi: pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas dan terdengar
adanya udara yang keluar saat expirasi.
         Jika pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery (posisi tengkurap, kepala menoleh
ke samping).
C.     Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat, mengendalikan aritmia
jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan darah serta curah jantung) dan
memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini mencakup:
1.      Tindakan intubasi dengan endotracheal tube
Pemasangan endotracheal tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan pipa jalan nafas
buatan kedalam trachea melalui mulut.Tindakan intubasi dilakukan bila cara lain untuk
membebaskan jalan nafas (airway) gagal,perlu memberikan nafas buatan dalam jangka
panjang dan ada resiko besar terjadi aspirasi paru.
2.      Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
Defibrilasi adalah suatu tindakan pengobatan menggunakan aliran listrik secara
asinkron.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan fibrilasi ventrikel atau takikardi
ventrikel.
3.      Pemasangan lini infuse.

D.    Asuhan pasca resusitasi


Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti jantung. Fibrilasi
ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat responsive terhadap teknik-
teknik dukungan kehidupan (life support) dan mudah dikendalikan setelah kejadian
permulaan. Pemberian infuse lidokain dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-
72 jam setelah serangan. Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya tidak
perlu atau diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi hemodinamik yang
terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel sekunder
pada IMA (kejadian dengan abnormalitas hemodinamika menjadi predisposisi untuk
terjadinya aritmia yang dapat membawa kematian), upaya resusitasi kurang begitu berhasil
dan pada pasien yang berhasil diresusitasi, angka rekurensinya cukup tinggi. Gambaran klinis
didominasi oleh ketidak stabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih ditentukan
oleh kemampuan untuk mengontrol gangguan hemodiunamik dibandingkan dengan gangguan
elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol dan bradiaritmia merupakan peristiwa
sekunder yang umum pada pasien yang secara hemodinamis tidak stabil dan kurang
responsive terhadap intervensi.
Hasil akhir (outcome) setelah serangan henti jantung di rumah sakit yang menyertai penyakit
nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang berhasil diresusitasi, perjalanan
pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit yang mendasari serangan henti jantung
tersebut.  Pasien dengan kanker, gagal ginjal, penyakit system saraf pusat akut dan infeksi
terkontrol, sebagai suatu kelompok, mempunyai angka kelangsungan hidup kurang dari 10
persen setelah henti jantung di rumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap hasil
akhir henti jantung yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan
obstruksi jalan nafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia obat-obatan dan gangguan
metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai harapan hidup baik jika mereka
mendapat resusitasi dengan cepat dan dipertahankan sementara gangguan transien dikoreksi.

E.     PENGOBATAN
a.       Epinephrine.
Epinephrine hydrochloride bermanfaat pada pasien dengan cardiac arrest, utamanya karena
memiliki efek α-adrenergic reseptor-stimulating (vasokonstriktor). Efek α-adrenergik dari
epinephrine dapat meningkatkan CPP (coronary perfusion pressure/aortic relaxation
“diastolic” pressure minus right atrial relaxation “diastolic” pressure) dan tekanan perfusi
cerebral selama RJP. Untuk efek β-adrenergik dari epinephrine, masih kontoversi karena
berefek meningkatkan kerja miokardium dan mengurangi perfusi
subendokardial.Berdasarkan kerjanya tersebut, jadi cukup beralasan jika pemberian 1 mg
epinephrine IV setiap 3-5 menit dianjurkan pada cardiac arrest. Dosis lebih tinggi hanya
diindikasikan pada keadaan khusus, seperti pada overdosis β-blocker atau calcium channel
blocker. Jika akses vena (IV) terlambat atau tidak ditemukan, epinephrine dapat diberikan
endotrakeal dengan dosis 2 mg sampai 2,5 mg.
b.      Dapat diberikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih
dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
c.       Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
d.      Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
e.       Antiaritmia
Amiodarone IV berefek pada channels natrium, kalium, dan kalsium dan juga memiliki efek
α- and β-adrenergic blocking. Amiodarone dapat dipertimbangkan untuk terapi VF (fibrilsi
ventrikel) atau Pulseless VT (takikardi ventrikel) yang tidak memberikan respon terhadap
shock, RJP dan vasopressor. Dosis pertama dapat diberikan 300 mg IV, diikuti dosis tunggal
150 mg IV. Pada blinded-RCTs didapatkan pemberian amiodarone 300 mg atau 5 mg/KgBB
secara bermakna dapat memperbaiki keadaan pasien VF atau Pulseless VT dirumah sakit,
dibandingkan pemberian placebo atau lidocaine 1,5 mg/KgBB.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG,
sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan
kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG
dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang
meningkatkan risiko kematian mendadak.
2.      Tes darah
a.       Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel
darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan
jantung.
b.      Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung,
di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c.       Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d.      Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.

3.      Imaging tes


a.       Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b.      Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran
darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke
dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c.       Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung  telah rusak oleh
cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah ada kelainan katup.
4.      Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika
penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin
mencoba untuk menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia
dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat
memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab
yang mungkin memicu atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan untuk
mengamati lokasi aritmia.
5.      Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik
jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan
mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel  setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55
sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram,
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
6.      Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan.
Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor
penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati
Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki,
untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-
ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan
memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

G. KOMPLIKASI

1.      Menyebabkan kematian dini

H. ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
a.       Kaji respon klien
         Periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara
keras “Apakah anda baik-baik saja?”.Jika tidak berespon berikan rangsangan nyeri.
         Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah
karotis atau arteri femoralis dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan
henti jantung yang dapat membawa kematian.
b.      Periksa arteri carotis,jika tidak ada denyutan segera lakukan RJP/CPR.Cek kembali arteri
carotis,jika sudah berdenyut.
c.       Periksa pernafasan pasien
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan
untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:
         Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen
(mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.
         Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada
SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan
(masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang).
d.      Jika pasien bernafas,maka lakukan posisikan korban ke posisi recovery (posisi tengkurap,
kepala menoleh ke samping).

2.      DIAGNOSA
a.       Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai  oksigen ke otak
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen  tidak adekuat
c.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun

3.      INTERVENSI
a.       Dx 1 → Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai  oksigen ke otak
Tujuan : Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
Kriteria Hasil : Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal.Warna
dan suhu kulit normal.CRT  < 2 detik.

INTERVENSI RASIONAL
 Pantau adanya pucat, sianosis dan kulit  Sirkulasi yang terhenti menyebabkan
dingin atau lembab transport O2 ke seluruh tubuh juga terhenti
sehingga akral sebagai bagian yang paling
jauh dengan jantung menjadi pucat dan
dingin.
 Posisikan kaki lebih tinggi dari jantung  Mempercepat pengosongan vena
superficial, mencegah distensi berlebihan
 Berikan vasodilator misal nitrogliserin, dan meningkatkan aliran balik vena
nifedipin sesuai indikasi  Obat diberikan untuk meningkatkan
sirkulasi miokardia.
b.      Dx 2 → Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat
Tujuan : Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
Kriteria hasil : Nilai GDA normal dan tidak ada distress pernafasan
INTERVENSI RASIONAL
 Pantau pernapasan klien  Untuk evaluasi distress pernapasan
 Pantau GDA Pasien  Nilai GDA yang normal menandakan
pertukaran gas semakin membaik
 Berikan O2  sesuai indikasi  Peningkatkan konsentrasi oksigen alveolar
dan dapat memperbaiki hipoksemia
jaringan

c.       Dx 3 → Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun
Tujuan : Meningkatkan kemampuan pompa jantung
Kriteria hasil : Nadi perifer teraba dan tekanan darah dalam batas normal

INTERVENSI RASIONAL
 Pantau tekanan darah  Pada pasien Cardiac Arrest tekanan darah
menjadi rendah atau mungkin tidak ada.
 Palpasi nadi perifer  Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin
hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
 Pucat menunjukkkan menurunnya perfusi
 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung
 Untuk mengaktifkan kerja pompa jantung
 Lakukan pijat jantung  Meningkatkan sediaan oksigen untuk
 Berikan oksigen tambahan dengan kebutuhan miokard untuk melawan efek
kanula nasal/masker dan obat  sesuai hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
indikasi  (kolaborasi) digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas.

4.      IMPLEMENTASI
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan
(intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau
prosedur teknis yang telah ditentukan.

5.      EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
a.       Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
b.      Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c.       Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai