Anda di halaman 1dari 35

ADVANCE LIFE SUPPORT

PENGELOLAAN PASKA RESUSITASI


(MANAJEMEN ROSC)
Primamed Nusa Persada
Mengapa ALS ?
Advance Life Support (Bantuan Hidup Tingkat Lanjut) dirancang selain untuk
meningkatkan keterampilan Petugas Pemberi Asuhan (PPA) yang sudah
disesuaikan dengan STARKES 2022.

Saat ini kompetensi seorang Perawat harus di tingkatkan sehingga dapat


memiliki kompetensi dalam melakukan manajemen Paska Resusitasi.
Mengingat angka Survival Rate pasien Paska Resusitasi masih sangat rendah.
Semoga webinar Ini nantinya akan memberikan gambaran tentang ALS.
Post Cardiac Arrest Syndrome :
Cedera Otak
Disfungsi Miokardial
Iskemik Sistemik
Pencetus patologi
Pendahuluan
Beratnya sindrom pasca henti jantung berbeda tiap
individu.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien
pasca henti jantung mendorong disusunnya
sistematika perawatan pasca henti jantung secara
komprehensif.
BHD merupakan langkah awal dari tata laksana pasien
henti jantung.
Keberhasilan RJP ditandai dengan kembalinya sirkulasi
Pendahuluan spontan pasien (return of spontaneous circulation/
ROSC).
Setelah ROSC, pasien dapat mengalami perubahan
hemodinamik.
Tujuan Awal

1. Mengoptimalkan fungsi kardiopulmoner dan


Tujuan perfusi organi vital
Perawatan Henti 2. Memgelola pasien paska henti jantung secara
Jantung komprehensif
3. Mengidentifikasi dan menangani penyebab
yang memicu henti jantung dan mencegah
henti jantung berikutnya
Tujuan berikutnya :
a. Mengendalikan suhu tubuh,
Tujuan b. Identifikasi dan mengobati sindrom koroner akut
Perawatan Henti (SKA),
Jantung c. Mengoptimalkan ventilasi mekanik,
d. Mengurangi resiko cedera multi-organ,
e. Kaji prognosis dari pemulihan secara obyektif,
f. Memberikan pelayanan rehabilitasi jika diperlukan
Sindrom Pasca Henti Jantung
✓ Cedera otak penyebab tersering kematian pasien pasca henti jantung.
✓ Cedera otak menyumbang 68% penyebab kematian pasien pasca henti jantung
setelah keluar rumah sakit, sekitar 23% selama perawatan di rumah sakit.
✓ Otak memiliki keterbatasan toleransi terhadap iskemik dan respon otak
terhadap reperfusi.
✓ Cedera otak juga dipengaruhi oleh kondisi pireksia, hiperglikemi, dan
kejang.
✓ Pasien dengan suhu lebih dari 39 derajat Celcius pada 72 jam pasca ROSC
akan meningkatkan risiko kematian otak.
Sindrom Pasca Henti Jantung

✓ Peningkatan gula darah diketahui dapat memperberat iskemik di otak.. Kondisi ini
dapat ditangani dengan pemberian insulin.
✓ Kejang pasca henti jantung berkaitan dengan prognosis pasien. Kejang yang
terjadi kemungkinan terjadi akibat cedera otak pasca henti jantung.
✓ Disfungsi miokardial pasca henti jantung turut berkontribusi terhadap rendahnya
angka harapan hidup pasien. Disfungsi miokardial dapat dideteksi dengan
pemeriksaan fraksi ejeksi. Fraksi ejeksi akan menurun dari 55% sampai 20%, dan
end-diastolic pressure meningkat dari 8-10 mmHg sampai 20-22 mmHg selama
30 menit pertama setelah ROSC.
Sindrom Pasca Henti Jantung
✓ Disfungsi miokardial harus cepat dideteksi dengan melihat cardiac output yang
rendah (<2.2 L/menit/m2), takikardia, peningkatan tekanan end-diastolic
ventrikel kiri, diikuti hipotensi 6 jam setelahnya.
✓ Masa pemulihan dapat terjadi selama 1-2 hari setelah ROSC dengan tatalaksana
yang adekuat.
✓ Fraksi ejeksi secara bertahap akan meningkat selama beberapa minggu hingga
bulan.
Sindrom Pasca Henti Jantung
✓ Sepsis merupakan salah satu penyebab henti jantung, acute respiratory distress
syndrome, dan kegagalan multi organ.
✓ Pasien pasca henti jantung dengan sepsis memiliki kecenderungan untuk
mengalami eksaserbasi sindrom pasca henti jantung.
✓ kegagalan multipel organ akibat sepsis merupakan penyebab tersering kematian
pasien pasca henti jantung selama perawatan di rumah sakit.
Algoritma ROSC
❑ Segera setelah ROSC, jaga patensi jalan nafas dan
pastikan bantuan pernafasan yang adekuat untuk
pasien
❑ Pasien paska henti jantung dengan kesadaran belum
pulih dengan sempurna membutuhkan tatalaksana
jalan nafas lanjutan
Tatalaksana ❑ Manuver sederhana dapat dipertimbangkan seperti
elevasi kepala 30 derajat untuk mencegah
terjadinya edema otak, aspirasi dan pnemonia
akibat penggunaan ventilator
❑ Pantau pemasangan alat bantu jalan nafas yang
benar
❑ Pemantauan Co2 dan O2 dengan menggunakan
caphnograph dan pulse oxymetri
❑ Pada awal Tindakan resusitasi, penolong dapat
memberikan oksigen 100% namun pemberian
oksigen harus diturunkan secara perlahan,
sampai mencapai kadar oksigen >94%
Tatalaksana ❑ Penurunan kadar oksigen dapat dilakukan Ketika
pasien mencapai rumah sakit dan mendapat
perawatan yang adekuat
❑ Hindari pemberian ventilasi yang berlebihan
untuk mencegah hiperventilasi
❑ Hiperventilasi dapat memicu penurunan
PaCO2 sehingga aliran darah ke otak dapat
berkurang
❑ Ventilasi dimulai dengan 10-12 kali per menit
sampai PETCO2 mencapai 35-40 mmHg atau
Tatalaksana PaCO2 sebesar 40-45 mmHg
❑ Pemantauan tanda vital dan aritmia harus
dilakukan selama peraawatan pasca henti
jantung.
❑ Pemasangan akses intravena harus dilakukan
sejak resusitasi
❑Bolus cairan dapat diberikan apabila pasien
mengalami hipotensi
❑Pemberian obat vasoaktif mungkin diperlukan,
dan harus diturunkan sampai mencapai tekanan
darah sistolik > 90 mmHg atau tekanan arteri
rata-rata > 5 mmHg
Tatalaksana ❑Pada pasien yang tidak dapat mengikuto perintah
verbal setelah ROSC, dapat dipertimbangkan
terapi hiptermia untuk meningkatkan pemulihan
neurological
❑Terapi hipotermia (Targetted Temperature
Management) dilakukan dengan pemberian infus
cairan dingin.
❑Pemantauan EKG 12 lead diperlukan
untuk mendeteksi elevasi segment ST.
❑Apabila pasien memiliki kecurigaan ke arah
acute myocardial infarction, aktivasi
Tatalaksana protocol tatalaksana AMI dan lakukan
reperfusi coroner.
❑Selanjutnya tindakan yang paling utama
adalah mengidentifikasi penyebab henti
jantung.
❑ Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk
mencegah terjadinya henti jantung berulang
atau kondisi yang memperberat pasien paska
henti jantung.
--5H5T--
Hipoksia;
Tatalaksana Hipovolumi;
Hidrogen Ion (asidosis);
Hipo/ hiperkalemi;
Hipotermia;
Tension pneumothoraks;
Tamponade jantung;
Toksin;
Thrombosis coronary;
Thrombosis Pulmonary.
Optimasi Hemodinamik
✓Optimasi hemodinamik atau Early Goal-Directed Therapy (EGDT) bertujuan
untuk menjaga keseimbangan antara pengantaran oksigen dan kebutuhan jaringan
akan oksigen.
✓Pengelolaan hemodinamik mengutamakan optimasi preload, konsentrasi oksigen
dalam arteri, afterload, kontraktilitas dan penggunaan oksigen sistemik.
✓Target EGDT mencakup CVP sebesar 8-12 mmHg, MAP antara 65-90 mmHg,
ScvO2 >70%, Hematokrit > 30% atau hemoglobin > 8 g/dl, Laktat <2 mmol/L,
urine Output >0,5 ml/kg/jam, dan oxygen delivery index > 600 ml/menit m2.
✓Target ini dapat dicapai melalui pemberian intravena, inotropin, vasopressor dan
transfuse darah.
Optimasi Hemodinamik
✓Hilangnya autoregulasi tekanan serebrovaskular membuat perfusi serebral
bergantung pada cerebral perfusion pressure (CPP)
✓Pada keadaan pasca henti jantung, peningkatan intracranial jarang terjadi sehingga
CPP bergantung pada MAP
✓Perfusi cerebral yang adekuat dapat dicapai Ketika MAP berkisar antara 90-100
mmHg
✓Saturasi oksigen vena sentral (ScvO2), Urine output, dan laktat menunjukkan
kecukupan pasokan oksigen ke jaringan.
✓Target Urine output pada pasien paska henti jantung >0,5 ml/kg/jam
Optimasi Hemodinamik
✓Pengeluran urin > 1 ml/kg/jam dapat terjadi pada pasien yang menjalani terapi
hipotermia.
✓Konsentrasi laktat dapat meningkat segera setelah ROSC akibat iskemik di
seluruh tubuh ketika henti jantung.
✓Nilai CPV yang optimal berkisar antara 8-12 mmHg namun perlu diperhatikan
penyebab persisten henti jantung yang dapat meningkatkan CVP seperti
tamponade, acute myocardial infarction, emboli pulmoner, dan tension
pneumotoraks.
✓Pada pasien pasca henti jantung biasanya mengalami penurunan volume
intravaskular sehingga dibutuhkan pemberian cairan dapat berupa kristaloid
maupun koloid.
Oksigenasi
✓Kondisi hiperoksia selama tahap awal reperfusi dapat membahayakan neuron
pasca iskemik karena terbentuk stres oksidatif yang berlebihan.
✓Pada 1 jam pertama setelah ROSC, pemberian oksigen 100% justru akan
memperberat kondisi neuron dibandingkan fraksi oksigen yang telah disesuaikan
untuk menghasilkan saturasi oksigen 94-96%.
Ventilasi
✓Selama perawatan pasca henti jantung sebaiknya hindari kondisi hiperventilasi
maupun hipoventilasi.
✓Hiperventilasi akan menyebabkan vasokonstriksi serebral sehingga berpotensi
menjadi iskemik
✓Hiperventilasi juga akan meningkatkan tekanan intratoraks yang akan menurunkan
cardiac output.
✓Pada kondisi Hipoventilasi, hipoksia dan hiperkarbia dapat meningkatkan ICP
segera setelah ROSC
✓Selama ventilasi mekanik, volum tidal yang direkomendasikan sebesar 6 ml/kgBB
dan plateu pressure sebesar <30 cmH2O
✓Volume tidal yang berlebihan dapat menyebabkan barotrauma maupun volutrauma
Manajemen Hipotermia
✓Beberapa studi yang menunjukkan terapi hipotermi dapat menjadi neuroprotector
dan organ lain setelah terjadinya iskemik di seluruh tubuh.
✓Kondisi hipotermi dapat menurunkan kecepatan metabolisme oksigen serebral.
✓Berdasarkan penelitian random, induksi hipotermi pada pasien dengan fibrilasi
ventrikel dengan 32-34 derajat selama 12-24 jam setelah ROSC dapat
meningkatkan fungsi neuron.
Manajemen Hipotermia
✓ Belum ada studi yang menjelaskan mengenai waktu inisialsi maupun durasi terapi
hipotermia.
✓ Pada studi menggunakan model hewan dengan henti jantung, hipotermia yang
berlangsung selama ≤ 1 jam yang dicapai < 10-20 menit setelah ROSC
memberikan manfaat dibandingkan ketika inisiasi terapi hipotermia ditunda.
✓ Pada penelitian prospektif, hipotermia yang dicapai dalam 2 jam setelah ROSC
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pada pasien pasca henti jantung
dengan normotermia.
✓ Kondisi hipotermia dipertahankan selama 12-24 jam.
Manajemen Hipotermia
✓Banyak cara yang dapat dipakai sebagai terapi hipotermia seperti cooling blankets,
kantong es, pemberian cairan intravena dingin (500 ml sampai dengan 30 ml/ kgBB
saline 0,9% atau ringer lactate
✓Terapi hipotermia ini membutuhkan pengawasan suhu yang berkelanjutan dengan
menggunakan thermometer esofageal.
✓Suhu dapat meningkat pasca henti jantung disebabkan oleh peningkatan
sitokin.
✓Hal ini dapat menyebabkan gangguan pemulihan otak. Suhu ≥ 37.6°C dapat
memperburuk kondisi neuron pasien pasca henti jantung.
✓Dengan demikian diperlukan pengawasan ketat terhadap suhu ini.
Sirkulasi
✓Hemodinamik yang tidak stabil sering terjadi pada pasien paska henti jantung
ditandai dengan disritmia, hipotensi, cardiac index yang rendah
✓Ini disebabkan karena terjadi deplesi volume intravascular, terganggunya
vasoregulation, dan disfungsi miokardial
✓Disritmia dapat ditatalaksana dengan control konsentrasi elektrolit.
✓Tidak dibutuhkan obat profilaksis yang diperlukan untuk mencegah terjadinya aritmia
setelah henti jantung.
Sirkulasi
✓Disritmia biasanya terjadi akibat iskemik miokardium
✓Pemberian cairan intravena dapat digunakan untuk tatalaksana hipotensi, bertujuan
untuk optimasi right heart filling pressure
✓Pada sebuah studi, 3,5-6,5 liter kristaloid intravena dibutuhkan selama 24 jam
pertama setelah ROSC untuk mempertahankan tekanan atrium kanan sebesar 8-12
mmHg
Sirkulasi
✓Pemberian inotropin dan vasopresor dapat dipertimbangkan jika target
hemodinamik tidak tercapai dengan optimasi preload.
Disfungsi miokardial bersifat reversibel dengan pemberian inotrop tetapi tingkat
keparahan dan durasi disfungsi miokardial juga berpengaruh pada keberlangsungan
hidup.
Terganggunya vasoregulation juga bersifat reversibel, dengan penggunaan vasopresor.
Jika ekspansi volume dan penggunaan obat vasoaktif dan inotropik tetap tidak
memberikan perfusi organ yang adekuat, dapat digunakan intra-aortic ballon
pump (IABP) namun alat ini tidak dianjurkan dilakukan secara rutin.
Perfusi Serebral
✓ Pemantauan tanda vital pasien pasca henti jantung harus dilakukan secara berkala
karena dapat terjadi perubahan hemodinamik yang tidak stabil.
✓ Kondisi hipotensi sering terjadi pasca henti jantung akibat deplesi deplesi volume
intravaskular. Kondisi ini dapat memperberat iskemik serebral. Penurunan perfusi
serebral ini terjadi akibat disfungsi sistem mikrovaskular dan gangguan autoregulasi
pasca henti jantung.
✓ Perfusi serebral dipengaruhi cerebral perfusion presure (CPP) dimana CPP=MAP-ICP.
Pada kondisi henti jantung biasanya ICP tidak meningkat sehingga CPP bergantung
pada MAP. Dengan demikian perfusi serebral dapat dipertahankan dengan
mempertahankan MAP.
Vasopressor
✓ Obat vasoaktif diberikan pada pasien pasca henti jantung dengan tujuan
meningkatkan cardiac output.
✓ Obat dapat bersifat meningkatkan frekuensi nadi (kronotropik), meningkatkan
kontraktilitas (inotropik), meningkatkan tekanan arteri (vasokonstriksi), atau yang
bertujan untuk menurunkan afterload (vasodilator).
✓ Kebanyakan obat adrenergik tidak bersifat selektif sehingga seringkali terjadi
ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dan kebutuhan oksigen di jaringan.
Vasopressor
✓ Pasca henti jantung, pasien seringkali mengalami ketidakstabilan hemodinamik.
✓ Kematian akibat kegagalan multiorgan berkaitan dengan rendahnya curah jantung
selama 24 jam setelah resusitasi.
✓ Vasodilatasi yang terjadi akibat hilangnya tonus simpatetik dan akibat asidosis
metabolik.
✓ Iskemik dan defibrilasi ikut memengaruhi terjadinya disfungsi miokardial yang dapat
pulih dengan pemberian obat vasoaktif.
✓ Target ideal tekanan darah dan oksigenasi dengan pemberian obat vasoaktif dapat
dilihat dari MAP ≥65 mmHg dan ScvO2 ≥70%.
Pengendalian Kadar Gula Darah
✓ Kelainan metabolisme tubuh pasca henti jantung seperti kondisi hiperglikemik dapat
memperburuk kondisi pasien.
✓ Kadar glukosa yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas dan memiliki efek yang
buruk terhadap sistem saraf.
✓ Kadar gula darah pasca henti jantung yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Namun kadar gula darah sebaiknya dipertahankan sebesar 144-180 mg/dL.
✓ Kondisi hipoglikemia juga harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi
pasien.
Pengendalian Kejang
✓ Kejang terjadi pada 5-20% pasien setelah ROSC.
✓ Kejang dapat meningkatkan metabolisme serebral sebanyak 3 kali normal dan
memperberat cedera otak sehingga harus mendapatkan terapi secepatnya.
✓ Obat yang dapat digunakan sebagai terapi adalah benzodiazepines, phenytoin, sodium
valproate, propofol, dan barbiturat.
✓ Thiopental kurang efektif untuk kejang pasca henti jantung
✓ Phenytoin biasanya tidak efektif terhadap mioklonik.
✓ Clonazepam merupakan obat antimioklonik yang palling efektif.
✓ Namun sodium valproat dan levetiracetam juga efektif untuk mioklonik.
Kesimpulan,
Diskusi dan Tanya Jawab

Anda mungkin juga menyukai