Anda di halaman 1dari 37

Perawatan Post Resusitasi

(ROSC)

Prepared by GDMI
 RJP merupakan langkah awal dari tata laksana
pasien henti jantung.
Pendahuluan
 Keberhasilan RJP ditandai dengan kembalinya
sirkulasi spontan pasien (return of spontaneous
circulation/ROSC).
 Setelah ROSC, pasien dapat mengalami
perubahan hemodinamik.

Prepared by GDMI
• Gambaran patofisiologi pasca henti jantung
Lanjutan terkadang sangat unik.
• Post cardiac arrest syndrome:
1. Cedera otak pasca henti jantung,
2. Disfungsi miokardial pasca henti jantung,
3. Iskemik sistemik/respon reperfusi,
4. Pencetus patologi henti jantung yang
persisten.

Prepared by GDMI
 Beratnya sindrom pasca henti jantung berbeda
tiap individu.
Lanjutan  Tingginya angka morbiditas dan mortalitas
pasien pasca henti jantung mendorong
disusunnya sistematika perawatan pasca henti
jantung secara komprehensif.

Prepared by GDMI
Tujuan awal:
a. Mengoptimalkan fungsi kardiopulmoner dan perfusi organ
Tujuan vital
Perawatan
b. Mengirim pasien ke rumah sakit yang memiliki penanganan
Paska Henti
paska-henti jantung yang komprehensif.
Jantung
c. Memberikan perawatan paska-henti jantung secara
komprehensif
d. Mengidentifikasi dan menangani penyebab yang memicu
henti jantung dan mencegah terjadi henti jantung berikutnya

Prepared by GDMI
Tujuan berikutnya :
a. Mengendalikan suhu tubuh,
Tujuan
b. Identifikasi dan mengobati sindrom koroner akut (SKA),
Perawatan
c. Mengoptimalkan ventilasi mekanik,
Paska Henti
Jantung d. Mengurangi resiko cedera multi-organ,
e. Kaji prognosis dari pemulihan secara obyektif,
f. Memberikan pelayanan rehabilitasi jika diperlukan

Prepared by GDMI
Sindrom Pasca  Cedera otak penyebab tersering kematian pasien pasca
Henti Jantung henti jantung.
 Cedera otak menyumbang 68% penyebab kematian
pasien pasca henti jantung setelah keluar rumah sakit,
sekitar 23% selama perawatan di rumah sakit.
 Otak memiliki keterbatasan toleransi terhadap iskemik
dan respon otak terhadap reperfusi.

Prepared by GDMI
 Cedera otak juga dipengaruhi oleh kondisi pireksia,
hiperglikemi, dan kejang.
Lanjutan  Pasien dengan suhu lebih dari 390 C pada 72 jam pasca
ROSC akan meningkatkan risiko kematian otak.
 Peningkatan gula darah diketahui dapat memperberat
iskemik di otak.
 Kondisi ini dapat ditangani dengan pemberian insulin.
 Kejang pasca henti jantung berkaitan dengan prognosis
pasien.
 Kejang yang terjadi kemungkinan terjadi akibat cedera
otak pasca henti jantung.

Prepared by GDMI
 Disfungsi miokardial pasca henti jantung turut
berkontribusi terhadap rendahnya angka harapan hidup
pasien.
Lanjutan
 Disfungsi miokardial dapat dideteksi dengan pemeriksaan
fraksi ejeksi.
 Fraksi ejeksi akan menurun dari 55% sampai 20%,
dan end-diastolic pressure meningkat dari 8-10 mmHg
sampai 20-22 mmHg selama 30 menit pertama setelah
ROSC.

Prepared by GDMI
• Disfungsi miokardial harus cepat dideteksi dengan
Lanjutan melihat cardiac output yang rendah (<2.2 L/menit/m2),
takikardia, peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel
kiri, diikuti hipotensi 6 jam setelahnya.
• Masa pemulihan dapat terjadi selama 1-2 hari setelah
ROSC dengan tatalaksana yang adekuat.
• Fraksi ejeksi secara bertahap akan meningkat selama
beberapa minggu hingga bulan.

Prepared by GDMI
Lanjutan  Sepsis merupakan salah satu penyebab henti jantung, acute
respiratory distress syndrome, dan kegagalan multi organ.
 Pasien pasca henti jantung dengan sepsis memiliki
kecenderungan untuk mengalami eksaserbasi sindrom
pasca henti jantung.
 Kegagalan multipel organ akibat sepsis merupakan
penyebab tersering kematian pasien pasca henti jantung
selama perawatan di rumah sakit.

Prepared by GDMI
Algoritma
ROSC

Prepared by GDMI
Tata Laksana  Segera setelah ROSC, jaga patensi jalan napas dan
pastikan bantuan pernapasan yang adekuat bagi pasien,
 Pasien pasca henti jantung dengan kesadaran belum pulih
dengan sempurna membutuhkan tatalaksana jalan napas
lanjutan,
 Manuver sederhana dapat dipertimbangkan seperti elevasi
kepala sebesar 300 untuk mencegah terjadinya edema otak,
aspirasi, dan pneumonia akibat penggunaan ventilator.
 Pemasangan alat bantu jalan napas yang benar.
 Pemantauan CO2 dan O2 dengan
menggunakan caphnograph dan pulse oximetry.

Prepared by GDMI
• Pada awal tindakan resusitasi, penolong dapat
memberikan oksigen 100% namun pemberian oksigen
Tata Laksana harus diturunkan secara perlahan, sampai mencapai
kadar oksigen
• Penurunan kadar oksigen dapat dilakukan ketika pasien
mencapai rumah sakit dan mendapat perawatan yang
adekuat.
• Hindari pemberian ventilasi yang berlebihan untuk
mencegah hiperventilasi,

Prepared by GDMI
• Hiperventilasi dapat memicu penurunan PaCO2 sehingga
aliran darah ke otak dapat berkurang.
Tata Laksana • Ventilasi dimulai dengan 10-12 kali per menit sampai
PETCO2 mencapai 35-40 mmHg atau PaCO2 sebesar 40-45
mmHg.
• Pemantauan tanda vital dan aritmia harus dilakukan selama
perawatan pasca henti jantung.
• Pemasangan akses intravena harus dilakukan sejak
resusitasi.

Prepared by GDMI
Tata Laksana • Bolus cairan dapat diberikan apabila pasien mengalami
hipotensi.
• Pemberian obat vasoaktif mungkin diperlukan, dan harus
diturunkan sampai mencapai tekanan darah sistolik ≥ 90
mmHg atau tekanan arteri rata-rata ≥ 5 mmHg.
• Pada pasien yang tidak dapat mengikuti perintah verbal
setelah ROSC, dapat dipertimbangkan terapi hipotermia
untuk meningkatkan pemulihan neurologikal.
• Terapi hipotermia dilakukan dengan pemberian infus
cairan dingin

Prepared by GDMI
 Pemantauan EKG 12 lead diperlukan untuk mendeteksi
Tata Laksana elevasi segmen ST.
 Apabila pasien memiliki kecurigaan ke arah acute
myocardial infarction, aktivasi protokol tatalaksana AMI
dan lakukan reperfusi koroner.
 Selanjutnya tindakan yang paling utama adalah
mengidentifikasi penyebab henti jantung.

Prepared by GDMI
 Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk mencegah
Tata Laksana terjadinya henti jantung berulang atau kondisi yang
memperberat pasien pasca henti jantung seperti
hipovolemi, hipoksia, asidosis, hiper/hipokalemi,
hipotermia, toksin, tamponade, tension pneumotoraks, dan
trombosis koroner atau paru.

Prepared by GDMI
 Optimasi hemodinamik atau early goal-directed
therapy (EGDT) bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara
Optimasi pengantaran oksigen dan kebutuhan jaringan akan oksigen.
Hemodinamik  Pengelolaan hemodinamik mengutamakan optimasi preload,
konsentrasi oksigen dalam arteri, afterload, kontraktilitas, dan
penggunaan oksigen sistemik.
 Target EGDT mencakup CVP sebesar 8-12 mmHg, MAP antara
65-90 mmHg, ScvO2 > 70%, hematokrit > 30% atau
hemoglobin > 8 g/dL, laktat ≤ 2 mmol/L, urine output ≥ 0.5
ml/kg/jam, dan oxygen delivery index > 600 ml/menit/m2.
 Target ini dapat dicapai melalui pemberian cairan intravena,
inotrop, vasopresor, dan transfusi darah.

Prepared by GDMI
 Hilangnya autoregulasi tekanan serebrovaskular membuat
perfusi serebral bergantung pada cerebral perfusion
Lanjutan presure (CPP).
 Pada keadaan pasca henti jantung, peningkatan intra kranial
jarang terjadi sehingga CPP bergantung pada MAP.
 Perfusi serebral yang adekuat dapat dicapai ketika nilai MAP
berkisar antara 90-100 mmHg.
 Saturasi oksigen vena sentral (ScvO2), urine output, dan
laktat  menunjukkan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan.
 Target urine output pada pasien pasca henti jantung ≥0.5
ml/kg/jam.

Prepared by GDMI
• Pengeluran urin > 1 ml/kg/jam dapat terjadi pada pasien
yang menjalani terapi hipotermia.
Lanjutan • Konsentrasi laktat dapat meningkat segera setelah ROSC
akibat iskemik di seluruh tubuh ketika henti jantung.
• Nilai CPV yang optimal berkisar antara 8-12 mmHg namun
perlu diperhatikan penyebab persisten henti jantung yang
dapat meningkatkan CVP seperti tamponade,acute
myocardial infarction, emboli pulmoner, dan tension
pneumotoraks.
• Pada pasien pasca henti jantung biasanya mengalami
penurunan volume intravaskular sehingga dibutuhkan
pemberian cairan dapat berupa kristaloid maupun koloid.

Prepared by GDMI
 Kondisi hiperoksia selama tahap awal reperfusi dapat
membahayakan neuron pasca iskemik karena terbentuk stres
oksidatif yang berlebihan.
Oksigenasi  Pada 1 jam pertama setelah ROSC, pemberian oksigen 100%
justru akan memperberat kondisi neuron dibandingkan fraksi
oksigen yang telah disesuaikan untuk menghasilkan saturasi
oksigen 94-96%.

Prepared by GDMI
 Selama perawatan pasca henti jantung sebaiknya hindari
kondisi hiperventilasi maupun hipoventilasi.
 Hiperventilasi akan menyebabkan vasokonstriksi serebral
Ventilasi
sehingga berpotensi terjadi iskemik.
 Hiperventilasi juga akan meningkatkan tekanan intratoraks
yang akan menurunakan cardiac output.
 Pada kondisi hipoventilasi, hipoksia dan hiperkarbia dapat
meningkatkan ICP segera setelah ROSC.
 Selama ventilasi mekanik, volum tidal yang direkomendasikan
sebesar 6 ml/kgBB dan plateau pressure sebesar ≤ 30 cmH2O.
 Volume tidal yang berlebihan dapat menyebabkan barotrauma
maupun volutrauma.
Prepared by GDMI
Terapi hipotermi
Manajemen  Beberapa studi yang menunjukkan terapi hipotermi dapat
Hipotermia menjadi neuroprotektor dan organ lain setelah terjadinya
iskemik di seluruh tubuh.
 Kondisi hipotermi dapat menurunkan kecepatan metabolisme
oksigen serebral.
 Berdasarkan penelitian random, induksi hipotermi pada pasien
dengan fibrilasi ventrikular sampai 32-340C selama 12-24 jam
setelah ROSC dapat meningkatkan fungsi neuron.

Prepared by GDMI
 Belum ada studi yang menjelaskan mengenai waktu inisialsi
maupun durasi  terapi hipotermia.
Lanjutan
 Pada studi menggunakan model hewan dengan henti jantung,
hipotermia yang berlangsung selama ≤ 1 jam yang dicapai < 10-
20 menit setelah ROSC memberikan manfaat dibandingkan
ketika inisiasi terapi hipotermia ditunda.
 Pada penelitian prospektif, hipotermia yang dicapai dalam 2 jam
setelah ROSC memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
pada pasien pasca henti jantung dengan normotermia.
 Kondisi hipotermia dipertahankan selama 12-24 jam.

Prepared by GDMI
 Banyak cara yang dapat dipakai sebagai terapi hipotermia
seperti cooling blankets, kantung es, pemberian cairan intravena
Lanjutan dingin bisa menggunakan 500 ml sampai 30 ml/kg saline 0.9%
atau ringer’s lactate.
 Terapi hipotermia ini membutuhkan pengawasan suhu yang
berkelanjutan dengan menggunakan termometer esofageal.

Prepared by GDMI
Terapi Hipertermia
 Suhu dapat meningkat pasca henti jantung disebabkan oleh
Lanjutan peningkatan sitokin.
 Hal ini dapat menyebabkan gangguan pemulihan otak. Suhu ≥
37.6oC dapat memperburuk kondisi neuron pasien pasca henti
jantung.
 Dengan demikian diperlukan pengawasan ketat terhadap suhu
inti.

Prepared by GDMI
 Hemodinamik yang tidak stabil sering terjadi pada pasien pasca
henti jantung ditandai dengan disritmia, hipotensi, cardiac
Sirkulasi index yang rendah.
 Ini disebabkan karena terjadi deplesi volume intravaskular,
terganggunya vasoregulation, dan disfungsi miokardial.
 Disritmia dapat ditatalaksana dengan kontrol konsentrasi
elektrolit.
 Tidak dibutuhkan obat profilaksis yang diperlukan untuk
mencegah terjadinya aritmia setelah henti jantung.

Prepared by GDMI
 Disritmia biasanya terjadi akibat iskemik miokardial.
 Pemberian cairan intravena dapat digunakan untuk tata laksana
Lanjutan hipotensi, bertujuan untuk optimasi right-heart filling pressure.
 Pada sebuah studi, 3.5-6.5 L kristaloid intravena dibutuhkan
selama 24 jam pertama setelah ROSC untuk mempertahnkan
tekanan atrium kanan sebesar 8-12 mmHg.

Prepared by GDMI
 Pemberian inotrop dan vasopresor dapat dipertimbangkan jika
target hemodinamik tidak tercapai dengan optimasi preload.
Lanjutan  Disfungsi miokardial bersifat reversibel dengan pemberian
inotrop tetapi tingkat keparahan dan durasi disfungsi miokardial
juga berpengaruh pada keberlangsungan hidup.
 Terganggunya vasoregulation juga bersifat reversibel dengan
penggunaan vasopresor.
 Jika ekspansi volume dan penggunaan obat vasoaktif dan
inotropik tetap tidak memberikan perfusi organ yang adekuat,
dapat digunakan intra-aortic ballon pump (IABP) namun alat ini
tidak dianjurkan dilakukan secara rutin.

Prepared by GDMI
 Pemantauan tanda vital pasien pasca henti jantung
harus dilakukan secara berkala karena dapat terjadi
perubahan hemodinamik yang tidak stabil. Kondisi
Perfusi hipotensi sering terjadi pasca henti jantung akibat
Serebral deplesi deplesi volume intravaskular. Kondisi ini dapat
memperberat iskemik serebral. Penurunan perfusi
serebral ini terjadi akibat disfungsi sistem
mikrovaskular dan gangguan autoregulasi pasca henti
jantung. Perfusi serebral dipengaruhi cerebral
perfusion presure (CPP) dimana CPP=MAP-ICP. Pada
kondisi henti jantung biasanya ICP tidak meningkat
sehingga CPP bergantung pada MAP. Dengan demikian
perfusi serebral dapat dipertahankan dengan
mempertahankan MAP.

Prepared by GDMI
 Obat vasoaktif diberikan pada pasien pasca henti jantung dengan
tujuan meningkatkan cardiac ooutput
Vasopresor  Obat dapat bersifat meningkatkan frekuensi nadi (kronotropik),
meningkatkan kontraktilitas (inotropik), meningkatkan tekanan
arteri (vasokonstriksi), atau yang bertujan untuk menurunkan
afterload (vasodilator).
 Kebanyakan obat adrenergik tidak bersifat selektif sehingga
seringkali terjadi ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dan
kebutuhan oksigen di jaringan.

Prepared by GDMI
 Pasca henti jantung, pasien seringkali mengalami ketidakstabilan
hemodinamik.
Lanjutan  Kematian akibat kegagalan multiorgan berkaitan dengan
rendahnya curah jantung selama 24 jam setelah resusitasi.
 Vasodilatasi yang terjadi akibat hilangnya tonus simpatetik dan
akibat asidosis metabolik.
 Iskemik dan defibrilasi ikut memengaruhi terjadinya disfungsi
miokardial yang dapat pulih dengan pemberian obat vasoaktif.
 Target ideal tekanan darah dan oksigenasi dengan pemberian
obat vasoaktif dapat dilihat dari MAP ≥65 mmHg dan ScvO2
≥70%.

Prepared by GDMI
 Kelainan metabolisme tubuh pasca henti jantung seperti kondisi
Pengendalian hiperglikemik dapat memperburuk kondisi pasien.
kadar gula  Kadar glukosa yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas dan
darah memiliki efek yang buruk terhadap sistem saraf.
 Kadar gula darah pasca henti jantung yang optimal belum
diketahui dengan pasti. Namun kadar gula darah sebaiknya
dipertahankan sebesar 144-180 mg/dL.
 Kondisi hipoglikemia juga harus dihindari karena dapat
memperburuk kondisi pasien.

Prepared by GDMI
 Kejang terjadi pada 5-20% pasien setelah ROSC.
 Kejang dapat meningkatkan metabolisme serebral sebanyak 3
kali normal dan memperberat cedera otak sehingga harus
Pengendalian mendapatkan terapi secepatnya.
Kejang  Obat yang dapat digunakan sebagai terapi adalah
benzodiazepines, phenytoin, sodium valproate, propofol, dan
barbiturat.
 Thiopental  kurang efektif untuk kejang pasca henti jantung.
 Phenytoin biasanya tidak efektif terhadap mioklonik.
 Clonazepam merupakan obat antimioklonik yang palling efektif.
 Namun sodium valproat dan levetiracetam juga efektif untuk
mioklonik.

Prepared by GDMI
?
Prepared by GDMI
Terimakasih

Prepared by GDMI

Anda mungkin juga menyukai