Anda di halaman 1dari 36

Cedera Kepala

Evan Kristiono
CASE 1/2
 Wanita 52 tahun dengan kecelakaan lalu lintas
ditemukan tidak kooperatif, tidak responsif, dan
dilakukan intubasi oleh petugas di lapangan.
 Saat tiba di RS, ditemukan fraktur tibia dan fibula
terbuka yang terlah direduksi. Pneumothorax, patah
costa, dan patalh cranium dari parietal (S), occipitale,
clivus sphenoid sinus, dan temporal. GCS 7X, pada
pemeriksaan tanda vital tekanan darah 69/40 mmHg,
nadi 150x/mnt, RR 20x/mnt, dan SaO2 100% pada 60
% O2
CASE 2/2
 Pasien diberikan transfusi PRC, NaCl 0,9% dan
norepinephrine.
 Fresh frozen plasma dan prothrombin complex concentrate
diberikan untuk memperbaiki fungsi koagulasi.
 CT-scan menunjukkan bilatreal traumatic subarachnoid
hemorrhage dan subdural hematom. Karena GCS 7X maka
diputuskan dilakukan ventrikulostomy disertai drainage CSF
 Hyperosmolar therapi, manajemen nyeri, sedasi, paralisis,
dilanjutkan bifrontal craniectomy untuk dekompresi
emergensi pada bifrontal kontusio dengan malignant cerebral
edema.
 Initial
Head CT (bilateral Subarachnoid
hemorrhage)
 Follow up CT (contusion + malignant edema)
What Types of intracranial Injury :
 Concussion
 Diffuseaxonal injury (DAI)
 Traumatic subarachnoid hemorrhage (tSAH)
 Epidural hematoma
 Intracerebral hematomas and hemorrhages
 Cerebral contusions
Difference
Primary vs Secondary injury
what contribute to 2nd injury
 Cedera primer terjadi langsung saat terjadi trauma.
 Cedera sekunder terjadi setelah beberapa menit, jam, hari setelah
trauma terjadi akibat ischaemic pada jaringan cerebral:
 Penyebab sistemik (i.e., hypoxia, hypercapnia, and hypotension)
 Penyebab intracranial (i.e., tekanan tinggi intracranial, dan
herniation).
 Cerebral Perfusion Pressure = Mean Arterial Pressure – ( ICP atau Central
Venous Pressure) pilih yang lebih tinggi. (CPP = MAP - ICP or CVP).
Mempertahankan oksigenasi dan perfusi cerebral adalah target utama
 Normal PaCO2.
 Secara umum mempertahankan CPP lebih dari 60 mmHg untuk
mempertahankan perfusi cerebral dan mencegah cedera sekunder
Apakah Mannitol (20%)
menguntungkan bila diberikan?
 Dosis
0,25 - 1mg/kg  meningkatkan osmolaritas
plasma 300-315 mOsm  menurunkan ICP
CPP meningkat
 Batas atas yang diterima adalah 320 mOsm plasma
 Efek diuretik dimulai 10 menit setelah pemberian
dan mencapai puncak 30 menit setelah pemberian
Apakah Mannitol (20%)
menguntungkan bila diberikan?
 Risiko:
 Kebocoran mannitol pada jaringan cerebral akan
memperburuk edema cerebral
 Osmotic diuresis memperburuk perfusi dan menyebabkan
ischaemia
 Transient hipervolemia pada keadaan CHF dapat
memperburuk fungsi cardiac
 Hypernatremia dapat terjadi pada diuresis akibat mannitol
 Osmolaritas diatas 320mOsm dapat menyebabkan AKI
 Perdarahan ulang pada pasien dengan “expanding hematoma”
bila mannitol diberikan SEBELUM duramater dibuka.
Hyperglycemia VS Kontrol Glucosa
 Hyperglycemia memberikan dampak pada
meningkatnya mortalitas
 Hyperglycemia memberikan prognosis lebih buruk
pada “Severe TBI”
 Kontrol glucosa 140-180 mg/dL
 Tidak diperbolehkan <100mg/dL = Diberikan
terapi sesuai procedure yang dianut di institusi
masing.
Kelainan elektrolit yang terjadi pada cedera kepala
 Hypomagnesia dan hypophosphatemia berhubungan dengan
TBI dan sulit dikenali.
 Tanda Hypo Mg2+:
 Arryhytmia, QRS melebar, PR interval memanjang, lemas,
kejang.
 IV Mg2+ = symptomatic ATAU < 0,8mEq/L (<0,35 mmol/L)
 Kelainan Mg2+ sering disertai kelainan K+ dan dikoreksi sesuai
keadaan
 Hypophosphatemia = hypotensi ; kejang ; gagal napas
 Penanganan hypophosphatemia dapat menyebabkan
hypocalcemia = tangani bila terdapat gejala.
Efek Neuroprotective Magnesium
 Mg2+ akan mencegah influx berlebihan dari Ca2+
melalui Reseptor NMDA, sehingga konsentrasi
Ca2+ di dalam sel tidak melebihi batas yang dapat
menyebabkan kematian sel.
 Mg2+ menurunkan aktifitas aquaporin 4 yang
berpengaruh pada edema cerebral.
 Mg2+ yang diberkan 12 jam setelah TBI
menurunkan mortalitas secara signifikan
Decompressive Craniectomy (DC)
 Beberapa peneliti mengatakan DC adalah suatu
prosedur yang cukup berisiko, mortalitas 26 %
ditemukan pada pasien yang dioperasi DC.
 Tingginya mortalitas tsb mungkin disebabkan
kerusakan mitochondria pada sel cerebral yang
menyebabkan lumpuhnya metabolisme ATP
sehingga menyebabkan kematian sel cerebral.
Pr
e-O
pe
ra
tiv
e
Apakah GCS penting? Evaluasi selain GCS
 Ringan = GCS 13-15; Sedang = GCS 9-12 ; Berat =
GCS 3-8
 Brain Trauma Foundation + American Society of Neurological
Surgeons = hindari hipotensi dan hypoxia disertai ICP
monitoring
 GCS + ukuran pupil ; reflex cahaya ; iso/ansiokor dapat
membantu menentukan apakah terdapat kegawatan neurologi
 80 % pasien yang selamat adalah cedera kepala ringan 10 %
cedera kepala sedang dan 10 % cedera kepala berat
 Penurunan GCS > 3 menggambarkan prognosis buruk
Peranan Ct scan sebagai inisial
evaluasi dan follow up
 Cedera kepala sedang hingga berat (GCS 3-12)
adalah indikasi untuk CT scan inisial
 Bila selama pengawasan mengalami penurunan
GCS maka membutuhkan CT scan ulang. atau
kemungkinan besar terjadi penurunan GCS
 Midline shift > 5mm indikasi pembedahan.
Peranan Intracranial pressure
monitoring (ICP)?
 ICP monitor direkomendasikan oleh ASNS & BTF pada
PX dengan cedera kepala berat
 Autoregulasi yang hilang pada bagian yang cedera,
tergantung dari tekanan perfusi cerebral untuk mencegah
ischaemia.
 CPP < 50 mmHg berhubungan dengan prognosis buruk.
Target CPP adalah 50-70 mmHg
 Pilihan ICP monitor : intra-ventricular atau intra-
parechymal
 Coagulopathy = KONTRAINDIKASI ICP MONITOR.
Vertebra cervical
 Xray : Cervical
 Mekanisme cedera
 Nyeri pada daerah leher
 Kemampuan memutar leher lebih dari 45o tanpa
nyeri
 CT scan = rekomendasi evaluasi leher
Intubasi endotracheal
 Rekomendasi pada:
 GCS < 8
 Obstruksi jalan napas
 Persistent hypoxemia
 Hypoventilation
 Shock hemorrhagic
 Henti jantung
 Membuka collar neck selama intubasi direkomendasikan
 Muscle relaxant pada dugaan sulit ventilasi sulit intubasi
sebaiknya dihindari.
 Lidocaine 1 % 1-1,5 mg/kg untuk membantu intubasi dan
extubasi ETT
Coagulopathy yang mengikuti
Cedera kepala
 Terjadi 24-72 jam setelah TBI  meningkat
mortalitas (>60%)
 Enzim koagulasi
 Fungsi platelet
 Thrombocytopenia
 Gangguan fibrinolisis
 Asumsi = hematoma  konsumtif coagulopathy
 Asam tranexamat berguna bila diberikan < 3 jam
setelah cedera
Muscle relaxant (MR)
 Suxamethonium / Succinylcholine dapat
meningkatkan ICP
 Priming Non depolarisasi MR sebelum
suxamethonium belum terbukti berguna mengatasi
peningkatan ICP
 Rocuronium 1,2mg/kg adalah pilihan yang lebih
direkomendasikan sebagai alternatif Rapid
Sequence induction
In
tr a
-O
pe
ra
tiv
e
Hemodinamik monitoring yang
diperlukan selama operasi?
 Ct-Scan : TD, ECG, SpO2, EtCO2.
 Jika terdapat tanda TTIK atau triad Cushing
(bradicardia, bradypnoe, hypertensi) maka
MANNITOL dapat diberikan.
 Pada evakuasi subdural hematoma intra arterial line dan
urine output dapat dilakukan
 Echocardiogram jika operasi dengan kepala lebih tinggi
dari jantung dilakukan untuk mengetahui emboli udara
 ICP monitor diperlukan untuk menjaga tekanan di
bawah 20 mmHg.
Hyperventilasi apakah berguna pada
cedera kepala
 Hiperventilasi diperlukan untuk menjaga PaCO2
31-35 mmHg
 Penurunan PaCO2 hingga 33 mmHg umumnya
cukup untuk menurunkan ICP namun menjaga
CBF
 Penurunan PaCO2 yang berlebihan menyebabkan
vasokontriksi sehingga memperburuk ischaemia.
Bagaimana manajemen tekanan darah?
 Tekanan darah ditentunkan menurut ICP
 CPP= MAP –(ICP atau CVP) dengan prinsip CPP
dijaga di atas 60 mmHg
Corticosteroid apakah berguna dalam
cedera kepala?
 Campuran Albumin 5% dengan normal saline
disarankan pada pasien hypovolemic dan
dilakukan sebelum induksi anesthesi
 Corticosteroid tidak berguna pada cedera kepala.
Apakah Peranan Hypertonic saline
sebagai terapi edema cerebral?
 NaCl3% dapat meningkatkan osmotic plasma
namun tidak melewati Blood brain barrier
sehingga dapat menurunkan ICP.
Apa obat anesthesi yang dipilih pada
operasi evakasi hematoma daerah frontal
 TIVA umumnya memiliki efek cerebral
vasokonstriktor sehingga menjadi pilihan obat
operasi
 Sedangkan gas anestetik inhalasi N2O memiliki
efek vasodilatasi cerebral sehingga dianjurkan
untuk dihindari untuk menjaga perdarahan
 Ketamin dihindari karena meningkatkan CMRO2
dan CBF
Po
st-
Op
e ra
tiv
e
Pertimbangan apa saja untuk Ventilasi Post
operatif pasien dengan cedera kepala?
 Menjaga tekanan PaCO2 , PaO2,
 PaCO2 31-35 untuk menjaga ICP
 PaO2 80-100mmHg
 Tidal Volume 6-8 ml/Kg untuk mencegah
barotrauma.
 Intraparenchyme O2 monitor dapat digunakan
untuk memaksimalkan DO2
ICP monitor post operasi
 Angkat kepala 30o untuk membantu drain vena
jugular
 Menjaga sedasi pasien
 Kontrol nyeri
 Elektrolit diperiksa dan dikoreksi sesuai kelainan
yang ditemukan
Neurogenic Pulmonary edema
PEEP pada ICP tinggi
 Neurogenicpulmonary edema terjadi diduga
karena meningkatnya tekanan darah sistemik dan
pulmonar yang berakibat gagal jantung kiri. Cairan
menumpuk pada sistem pulmo dan menciptakan
edema.
 PEEP digunakan bila PaO2 tidak dapat
dipertahanankan pada 6o mmHg . Namun drain vena
akan terganggu pada penggunaan PEEP tinggi.
Prophylaxis Kejang
 Kejangdapat terjadi terutama 7 hari post trauma
terutama pada luka tembus dan GCS < 8
 (phenytoin / carbamazepine /
 Obatanti epilepsi direkomendasikan untuk 7 hari
pertama post trauma tembus.
Monitoring Oksigenasi jaringan
cerebral
 Parechymal brain O2 di insersi pada parenchym
otak dan di aga 25-35 mm Hg. (hanya memeriksa
jaringan regional )
 Bulbus jugularis memberikan data mengenai
penggunaan O2 global jaringan cerebral dan dijaga
antara 55-75%
Hyperthermia
 Deteksi dini infeksi,
 Pemberian antipiretik (paracetamol) pada demam
yang disebabkan kelainan set temperatur sentral
kurang bermanfaat
 Selimut pendingin, infus dingin
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai