Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN TEKANAN INTRA KRANIAL


LENI MARLIA : 1610711073
PUTRI AYNIYAH SINTA : 1610711086
DEFINISI KENAIKAN TIK
Kenaikan tekanan intracranial adalah peningkatan tekanan yang terjadi ruang intracranial otak
sehingga menyebabkan keparahan. Ruangan intracranial terdiri dari tiga komponen, yaitu: brain substance (80%),
cerebrospinal fluid (10%), dan darah (10%). Hipotesis Monro-Kellie mengatakan bahwa kenaikan volume pada
satu komponen intracranial harus dikompensasi dengan penurunan volume pada satu atau lebih komponen
intracranial sehingga total volume tidak berubah. Implikasi klinis dari perubahan volume komponen adalah
penurunan aliran darah otak atau herniasi otak.
ETIOLOGI
1. Peningkatan volume otak
2. Efek massa
3. Peningkatan cairan serebrospinal
4. Peningkatan produksi CSF
5. Peningkatan volume darah
6. Penyebab lainnya
PATOFISIOLOGI
Efek berbahaya dari kenaikan intrakranial terutama disebabkan oleh cedera otak yang disebabkan oleh
iskemia serebral. Iskemia serebral adalah hasil dari penurunan perfusi otak akibat peningkatan ICP.
Tekanan perfusi serebral (CPP) adalah gradien tekanan antara mean arterial pressure (MAP) dan
tekanan intrakranial (CPP = MAP - ICP). CPP = MAP - CVP jika tekanan vena sentral lebih tinggi dari tekanan
intrakranial. Target CPP untuk orang dewasa setelah cedera otak traumatis parah direkomendasikan pada lebih
dari 60 hingga 70 mm Hg.
CPP kurang dari 50 mm Hg menyebabkan hipoperfusi, ensefalopati anoksik, dan kemungkinan
serangan jantung. CPP lebih besar dari 150 mm Hg menyebabkan hiperperfusi, edema serebral, dan ensefalopati
serebral. Perfusi otak ditentukan oleh aliran darah, bukan tekanan darah. CPP normal tidak menjamin perfusi otak
yang efektif terutama dengan adanya hipertensi dan kemunduran klinis.
MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala
2. Muntah proyektil
3. Edema papil
4. Defisit neurologis
5. Kejang umum/ fokal
6. sindroma herniasi dan tandatanda umum Cushing’s triad
KOMPLIKASI
1. Herniasi batang otak
2. Ireversible anoxia otak.
3. Diabetes Insipidus akibat penurunan sekresi ADH kelebihan urine, penurunan osmolaritas urine, serum
hiperosmolaritas dengan terapi: cairan, elektrolit, vasopresin.
4. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) peningkatan sekresi ADH kebalikan Diabetes
insipidus , terapi: batasi cairan, 3 % hipertonic saline solution hati-hati central pontine
myelolysis tetraplegia dengan defisit nerves cranial. Terapi lain SIADH lithium carbonate/ demeclocycline
blok aksi ADH
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Funduskopi
• CT atau MRI
Pengukuran Tekanan Pembukaan dengan Tusukan Lumbar

Pemantauan ICP (kateter intraventrikular, alat serat optik, dan epidural monitor)
Eksternal Ventrikular Drain (EVD)
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. UMUM
a) Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki
venous return
b) Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat tinggi dapat
menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan
mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan
peningkatan TIK.
c) Mencegah dan mengatasi kejang
d) Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
e) Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat
metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak
suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak
dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
F). Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit. Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma
sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.
g). Hindari kondisi hiperglikemia
h). Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65
mmHg harus segera dikoreksi.
i). Atasi hipoksia
J). Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak
lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK.
k). Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
L). Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan
lendir pernafasan yang berlebihan
2. KHUSUS

A. Mengurangi efek massa


B. Sedasi atau paralisis
C. Mengurangi volume cairan serebrospinal
D. Mengoptimalkan CPP
E. Mengurangi volume darah intravaskular
F. Terapi osmotik
KASUS
Pasien wanita 52 tahun, tidak menggunakan helm, dalam posisi terbaring dan tidak sadarkan diri setelah terjatuh dari sepeda motor.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: GCS E1V1M1, pupil anisokor 6mm/3mm, dengan reflek cahaya negatif, reflek kornea negatif pada
kedua mata, hematoma kranium regio frontal kanan. Tidak didapatkan brill hematoma, otorrhea atau rhinorrhea. CT scan kepala
menunjukkan subdural hematome (SDH) regio frontotemporoparietal dextra, ICH regio temporoparietal dextra, dan edema cerebri.
Dilakukan resusitasi jalan napas, bantuan ventilasi dan manajemen cedera kepala standar pada pasien ini di ruang resusitasi. Terapi
segera untuk mencegah herniasi dengan infus manitol 1.5 g/kgbb diberikan dalam 30 menit, setiap 6 jam. Tindakan dari bedah syaraf
adalah konservatif, mengingat prognosis pasien yang kurang baik. Kemudian pasien dibawa ke unit perawatan intensif (ICU). Di ICU
pasien tetap terpasang ETT ukuran internal diameter 7.0 mm, kedalaman 21 cm, dengan ventilasi mekanik mode SIMV, frekuensi napas
14/menit, volume tidal 360 ml, pressure support 10 cmH2O, FiO2 40%, PEEP 5 cmH2O dan menghasilkan saturasi 98% dan analisa
gas darah sampel arteri : pH 7.460; BE 2.4; PCO2 37 mmHg; PO2 146 mmHg; HCO3 26.4; saturasi O2 99% dan laktat arteri 2.60.
Perfusi tangan hangat, kering, merah, laju denyut jantung 92/menit, tekanan darah non invasif 144/75 mmHg. Pasien terpasang
kateter urin dengan produksi 70 ml/jam, bising usus positif dengan abdomen teraba supel. Kami melakukan pemeriksaan ONSD pada
pasien ini dengan hasil ONSD mata kanan = 5.5 mm, ONSD mata kiri = 6.1 mm (Gambar 5). Pada pasien ini tampak posturing spastik
pada lengan dan kaki kanan serta otot sternocleidomatoideus muscle kanan. Terapi di ICU untuk mengurangi peningkatan TIK pada
pasien ini adalah Head up 30 dan manitol 20% 200 ml/ 8 jam. Pada pasien ini kami putuskan memberikan analgetik sedatif dengan
Morfin 20 ug/Kg/jam intravena dengan loading dose 3 mg iv dan midazolam 1 mg per jam infus kontinyu. Pasca sedasi posturing
pasien hilang dan pasien menjadi tenang. Pasien disedasi selama 2 hari dan pada hari ke tiga dilakukan penghentian sedasi. Tiga jam
setelah sedasi dihentikan keluhan peningkatan TIK pasien muncul dan memberat, berupa distress pernapasan, hipertensi, takikardia
SVT (HR > 160/menit).
ASKEP
DI WORD

Anda mungkin juga menyukai