Anda di halaman 1dari 57

KEGAWATDARURATAN

NEUROLOGI

dr. Isnaniah, Sp.S


Bagian/SMF Neurologi
FKIK Untad / RSU Undata
Palu
Pendahuluan
Kegawatdaruratan :
 Serangan penyakit tiba-tiba
 Butuh diagnosis, tindakan dan penanganan segera
 Bertujuan untuk menekan angka kesakitan dan
kematian
 Pelaksana harus mempunyai pengetahuan yang
adekuat tentang penyakit, mampu berkonsultasi
dengan baik dengan bidang terkait.
Kegawatdaruratan neurologi :

Suatu kondisi di bidang neurologi yang


memerlukan tindakan pengobatan segera dan bila
tidak dilakukan dapat menyebabkan kerusakan
lebih berat bahkan kematian.
Carroll LS dan Lorenzo N (2007):
9 jenis kegawatdaruratan neurologi yaitu:
1. Perubahan status mental dan koma
2. Nyeri kepala
3. Cerebrovascular accident : stroke
4. Vertigo
5. Bangkitan kejang : status konvulsivus/epileptikus
6. Neuropathi perifer: krisis miastenia, SGB
7. Multipel sklerosis, neuritis optik
8. Gangguan otot: periodik paralisis
 Jaringan otak merupakan jaringan dengan tingkat metabolisme
tinggi, meskipun pada area dengan densitas kapiler yang
rendah.

 Dengan sedikit saja gangguan akan menimbulkan gangguan


fungsi.

 Fungsi sel otak sangat tergantung pada ketersediaan O2 &


energi (glukosa) yang kontinyu.

 Tidak ada cadangan O2 dan sumber energi di otak.


 Injuri serebral :
 Primer

 Sekunder

 Pada stroke akut, trauma kepala, kejang, infeksi


SSP, hipoksik-iskemik akan terjadi gangguan
metabolisme otak berupa ketidak-seimbangan
antara suplai & kebutuhan (demand).
Mekanisme pada kegawatan neurologi

Mekanisme
Injuri Primer Serebral, melalui:
 Trauma
 Iskemia
 Inflamasi
 Kompressi
 Metabolisme
Injuri Otak Sekunder

 Hipoperfusi
 Global
 Regional
 Hipoksia
 Gangguan elektrolit atau
asam basa
 Injuri reperfusi.
Cerebral Blood Flow (CBF)

• Evaluasi cerebral blood flow dengan mengetahui


cerebral perfusion pressure (CPP)
• Kontrol autoregulasi regional cerebral blood flow
• Hubungan antara deliveri O2 dengan kebutuhan O2
– CPP = MAP – ICP (normal 60-100 mm Hg)

 Infark cerebri tergantung waktu, bila CBF:


 5 ml/100 g/min ~ 30 minutes,

 10 ml/100 g/min ~ > 3 hours,

 15 ml/100 g/min ~ > 3.5 hours,

 18 ml/100 g/min ~ > 4 hours.


Autoregulasi

 Normal :
 CPP 70 – 100 mmHg.

 Untuk mempertahankan CBF 50 ml/100mg/ menit


dibutuhkan CPP 40 - 140 mm Hg

AUTOREGULASI
Mekanisme Autoregulasi
1. Efek lokal dari ion H+ pada pembuluh darah otak.
 Aliran lambat  hipoksia atau hiperkapnia 
asidosis  vasodilatasi serebral dan
peninggian CBF.
 Hipokapnia atau alkalosis  vasokonstriksi
serebral.
2. Refleks miogenik sebagai respon terhadap
peregangan otot arteri akibat peningkatan aliran
darah.
Gangguan Autoregulasi

 Akibat stroke, trauma kepala, kejang, hipoksik-


iskemik
 CBF bervariasi sesuai dengan CPP
 Keadaan patologis berupa tekanan perfusi pasif
 CPP↓  CBF↓  Iskemik (sinkop)
 CPP ↑  CBF ↑  "luxury perfusion“ (ensefalopati
hipertensif)
 CPP < 70 mmHg  trauma sekunder.
Prinsip Injuri Serebral

 Cegah pemakaian O2  Jaga deliveri O2


abnormal  Pastikan transportasi O2
 Atasi demam baik
 Atasi kejang  Usahakan tekanan darah
 Atasi rasa cemas, agitasi optimal
dan nyeri  Hindari hiperventilasi
 Atasi menggigil rutin
 Stimulasi seminimal  Usahakan euvolemia
mungkin.  Intubasi yang cepat bila
ada tanda-tanda  TIK
 Berikan nimodipine pada
SAH
Jenis-jenis kegawatdaruratan Neurologi :

TIK meningkat :
stroke, neoplasma, abses, trauma
Kejang :
epilepsi, stroke, infeksi
Penurunan kesadaran :
stroke, neoplasma, infeksi, trauma, epilepsi
Kelemahan/kelumpuhan :
stroke, trauma, infeksi, SGB
Peningkatan TIK

Normal TIK: 5-20 cmH2O


Penyebab :
SOL dan edem serebri (edem vasogenik dan edem
sitotoksik)
Edem vasogenik:
rusaknya fungsi BBB pada neoplasma/infeksi (abses)
Edem sitotoksik :
disfungsi membran sel dan peningkatan cairan intraseluler pada
stroke, trauma kepala
Mekanisme kontrol keseimbangan volume

LCS Darah LCS Darah LCS Darah


10% 10% 7% 7% 6% 4%

Otak Otak Otak


80% 86% 90%

TIK
TIK Normal TIK Normal (>20 mm Hg)

• Peninggian TIK iskemia, kompresi


Tanda-tanda peningkatan TIK:

 Sakit kepala
 Akibat kompresi saraf kranialis, arteri dan vena
 Memburuk pada pagi hari.
 Diperberat oleh aktivitas.
 Muntah
 Tidak didahului mual.
 Mungkin projektil
 Perubahan tingkat kesadaran
Paling sensitif dan indikator penting, tahap awal mungkin
tidak spesifik: gelisah, irritabilitas, letargi.
 Perubahan Vital Sign
 Cushing’s triad: Peninggian TDS, bradikardi (muncul
belakangan), pola nafas iregular (late sign)
 Perubahan suhu
 Ocular signs
 Pelebaran pupil akibat tekanan pada N III
 Refleks pupil melambat dan anisokor.
 Penurunan fungsi motorik
 Hemiparesis atau hemiplegia
 Dekortikasi – gangguan pada traktus motorik
 Deserebrasi – kerusakan berat pada mesensefalon dan
batang otak
Terapi penatalaksanaan peningkatan TIK:

 Posisi tidur 15-300


 Usahakan tekanan darah yang optimal.
 Atasi kejang.
 Atasi rasa cemas.
 Atasi rasa nyeri.
 Menjaga suhu tubuh normal < 37,50 C.
 Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit.
 Atasi hipoksia.
Mengurangi volume LCS:

 Pada hidrosefalus  TIK ↑.


 3 cara :
 kateter intraventrikel,

 Lumbal punksi

 Kateter lumbal.

 Pengaliran LCS dengan kateter lumbal dapat dikerjakan


apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan
massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif.
Mengurangi volume darah intravaskuler:

 Hiperventilasi  alkalosis respiratori akut  vasokonstriksi 


menurunkan TIK.
 Hemodilusi mempunyai efek menguntungkan terhadap ADO
dan DO2 serebral.
 Hematokrit 30%  vasokonstriksi  mengurangi CBV
dan TIK.
 Manitol/cairan osmotik lain  efek vasokonstriksi  CBF ↓.
 Barbiturat atau obat anestesi  CMRO2 ↓ ADO↓  CBV ↓
dan TIK↓.
 Hipotermia (pendinginan)
DO2 = delivery O2
CMRO2 = cerebral metabolic rate
Kejang

Gerakan otot berulang yang biasanya berhenti spontan


dalam 2 menit
Gawat darurat  status epileptikus yaitu serangan
kejang > 30 menit terus menerus dan tanpa perbaikan
kesadaran
Penatalaksanaan : oksigenasi, sirkulasi, terapi
komplikasi, terapi farmakologis ( benzodiazepin,
fenitoin, valproat, fenobarbital, topiramat)
Etiologi :
 Pada penderita epilepsi : putus obat, dosis obat tidak
adekuat
 Bukan penderita epilepsi :stroke, trauma kepala, tumor
otak, gangguan metabolik, intoksikasi

Penatalaksanaan :
 Umum : perbaiki fungsi vital: amankan jalan nafas,
awasi tekanan darah dan jalan nafas, pemasangan
jalur intravena, NGT, kateter urine, EKG
Terapi medikamentosa :
Hentikan kejang dan koreksi komplikasi
 Tahap premonitoring : diazepam 10 mg iv/per rektal
 Tahap 1 tahap kompensasi (0-30 menit)
Diazepam 10 mg iv /per rektal, jika status berlanjut,
ulang pemberian setelah 15 menit
 Tahap II tahap dekompensasi (30-60 menit)
Jika status berlanjut setelah 30 menit, maka :
- Rawat intensif
- Fenitoin iv dalam NaCl 0,9 % dosis 15-18 mg/kg kec 50
mg/menit awasi TD dan EKG atau fenobarbital 10-20 mg/kg
sampai 100 mg/menit dengan pengawasan TD dan respirasi

 Tahap III tahap refrakter (>60 menit)


Anestesi umum dengan propofol atau tiopental di ICU
COMA
• Suatu keadaan tidak bisa dibangunkan yang
sifatnya tidak berespon (Plum & Poner, 1996)
• Penurunan kesadaran yang paling berat,
ditandai dengan kondisi penurunan kesadaran
yang tidak menghasilkan reaksi sama sekali
terhadap rangsangan dari luar.
• Secara medis mencakup seluruh aspek gejala2
Neurologis dan tanda-tanda EEG
Patofisiologi
• Disfungsi otak difus : merupakan proses
metabolik atau submikroskopik yang menekan
aktivitas neuronal (ggn metabolik, toksik, kejang,
meningitis, viral encephalitis, hipoksia dll)
• Efek langsung pada batang otak : stroke batang
otak, trauma
• Efek kompresi pada batang otak : tumor, abses,
perdarahan intraserebral, subdural maupun
epidural
Patofisiologi Koma:

Gangguan Korteks Serebri


Atau
Sistem aktivasi
lesi
Retikuler ascending
Serabut penghubung

Perubahan kesadaran global


Koma terjadi akibat dari:

1. Lesi supratentorial, infeksi mening atau


perdarahan subarahnoid yang menghasilkan
peningkatan tekanan intrakranial (prosesnya
melalui brainstem)
2. Lesi pada fossa posterior brainstem, yang
mengakibatkan penekanan pada brainstem
3. Metabolik, endokrin atau ensefalopati anoksia
dengan keterlibatan hemisfer serebri yang
difus
4. Bangkitan General tonic clonic
Penyebab koma

Intrakranial
1. Traumatik: epidural hemorrhage, subdural, intracranial
hemorrhage
2. Infeksi: subdural empyema, brain abscess, meningitis
bakterial dan fungal, viral encephalitis
3. Neoplasma: primer, metasstase
4. Vaskular: infark, intracerebral hemorrhage
Penyebab koma

Metabolik
1. Gangguan asam-basa dan elektrolit:
hyper/hyponatremia, hyper/hypokalemia,
hypermagnesia, hyperkalsemia
2. Penyakit endokrin: DM, hyperosmolar ninketotik,
chusing’s syndrome
3. Koma hepatikum
4. Koma uremikum
5. Ensefalopati anoksia: obstruksi jalan nafas, cardiac
arrest, pulmonary disfunction
6. Defisiensi vitamin: thiamine, niasin
7. Racun dan Intoksikasi: alkohol, heroin, barbiturat,
organic solvent
Diagnosis kesadaran menurun

• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik umum
• Pemeriksaan Neurologis
• Pemeriksaan penunjang (Laboratorium,
head CT Scan, MRI)
Pemeriksaan fisik umum

1. Tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, respirasi (tipe


pernafasannya), ada tidaknya aritmia
2. Bau nafas
3. Kulit
4. Kepala
5. Leher
6. Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Pemeriksaan Neurologis

1. Derajat kesadaran: secara kuantitatif dinilai dengan


GCS
2. Pemeriksaan brainstem reflex: perhatikan posisi bola
mata, refleks pupil, refleks kornea, refleks gerak bola
mata. Bila ditemukan refleks cahaya pupil anisokor
besar kemungkinan etiologi struktural
3. Pemeriksaan refleks motoriknya: adakah kelumpuhan
sesisi/ hemiparesis, refleks patologis, refleks fisiologis,
refleks movement spt deserebrasi / dekortikasi
Pupil 1
Mid-Brain not working
Doll’s head and caloric
induced eye movement 2
Mid-Brain and Pons
not working
Corneal reflex 3
Pons not working

Gag and tracheal reflex 4 Medulla not working

Motor responses in cranial


nerve territory on painful Mid-Brain,pons and
stimulation of the limbs 5 medulla not working

No respiratory movements when


pCO2 rises above 6,65 kPa 6 Medulla not working

Brainstem Reflexes for Coma


Cranial Nerves in Coma
– pupils: CN II (afferent), sympathetics and
parasympathetics (CNIII, autonomic portion)
– Oculocephalic maneuver: CNs III, IV and VI, and
integrity of MLF
– corneal reflex and nasal tickle: CN V (afferent) and CN
VII
– cold water calorics: CN VIII (afferent) and MLF + CN
III, IV and VI (*** response to sound also checks CN
VIII)
– gag reflex: CN IX (afferent), CN X efferent
– spontaneous respiratory pattern: relies on many levels
of brainstem/diencephalon (see diagram)
Pola nafas

Nafas cepat dan dalam ada periode apneu


Respon motorik terhadap rangsangan nyeri (penekanan daerah
supraorbital)
A. Hemisfer kanan
B. Diensefalon
C. Midbrain/ Pons
Penatalaksanaan
Setiap pasien koma dikelola menurut pedoman:
• Airways : bebaskan jalan nafas  cek saturasi
oksigen
• Breathing : beri bantuan nafas
• Circulation : menjaga tekanan darah
• Hentikan kejang jika terjadi kejang
• Periksa keseimbangan cairan pasang kateter
• Pemasangan pipa NGT (nasogastric tube)
Komplikasi dan Prognosis

• Komplikasi : hipoksia, edema otak, herniasi


tentorial, sepsis, septic shock,
bronchopneuminia, stress ulcer
• Koma yang bersifat struktural  prognosis
bersifat ad malam, begitu juga dengan
insufisiensi batang otak
• Tanda-tanda prognosis buruk: tidak ada refleks
pupil dan gerak bola mata, tidak ada refleks
kornea, atonia anggota gerak, tidak ada refleks
visual, auditori dan somatosensorik
Skala koma Glasgow
Eye Membuka mata spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap rangsang nyeri 2
Menutup mata terhadap semua rangsangan 1

Orientasi baik 5
Verbal
Bingung 4
Bisa membentuk kata tetapi tdk mampu ucapkan kalimat 3
Mengeluarkan suara yang tidak berarti 2
Tidak ada suara 1

Menurut perintah 6
Motorik
Dapat melokalisir rangsang setempat 5
Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsang nyeri (fleksi) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan samasekali 1
Stroke
“STROKE”

ADALAH

“BRAIN ATTACK”
Iskemik/infark (80%)

STROKE

Perdarahan (20%)

PSA
PIS
Pemeriksaan Klinis

A. Gejala & tanda klinis


Anamnesa
Pemeriksaan fisik neurologi:
- kesadaran
- saraf kranial
- gangguan motorik
- gangguan sensorik
B. Stroke skor :
Algoritma Stroke Gajah Mada, Siriraj Stroke Skor

C. Laboratorium darah
D. CT scan & MRI
Penatalaksanaan Umum

1. Posisi kepala & badan 200 -300


2. Pasang infus
3. Bebaskan jalan nafas
(berikan O2 1-2 L/1’ sampai ada hasil pemeriksaan gas darah)
4. Kandung kemih dikosongkan (kateterisasi intermitten)
5. Penatalaksanaan tekanan darah secara khusus
6. Hiperglikemia atau hipoglikemia segera dikoreksi
7. Suhu tubuh dipertahankan normal
8. Asupan nutrisi per oral (hasil fungsi menelan baik) , bila
gangguan menelan (+) / penurunan kesadaran  NGT
(1500 kalori)
9. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
10. Pemberian cairan IV 24 jam I
11. Mobilisasi & rehabilitasi dini bila kontra indikasi (-)
Krisis Miastenik

Krisis miastenia :
- Eksaserbasi penyakit miastenia gravis dimana kelumpuhan
menyebabkan episode akut kegagalan pernafasan yang
memerlukan alat respirator.
- Kelemahan berat otot2 respiratorik dan/atau
kelemahan berat otot2 jalan napas atas (bulbar myasthenia)
- Merupakan suatu keadaan yang mengancam nyawa.

Etiologi:
Infeksi saluran pernafasan
Pemakaian obat-obatan miastenia
Pemicu
 Kontrol tidak teratur
 Obat untuk miastenia bulbar :
steroid dan antikolinesterase
 Infeksi sistemik spt UTI
 Aspirasi
 Pembedahan
 Lainnya : stres emosional, udara panas,
hipertiroidisme
Gejala:
 Kelemahan motorik semakin berat
 Kelemahan otot pernafasan
 Disfagi
 Stridor

Penatalaksaan :
• Identifikasi pencetus
• Respirator
• Terapi disfungsi neuromuskuler
Sindroma Gullain Barre

Kedaruratan penyakit ini berupa kegagalan pernafasan,


sehingga terkadang memerlukan ventilator

Gejala klinis:
- Diawali dengan lemah keempat anggota gerak dengan
pola asending
- Disertai dengan kelainan sensorik
Penatalaksanaan :

- Terapi suportif dengan monitoring fungsi vital


- Pemasangan intubasi
- Terapi medika mentosa : IVIG dan plasmaparesis
Cedera medula spinalis

Etiologi :
 Kecelakaan lalu lintas
 Jatuh dari ketinggian > 3 X tubuh pasien
 Beban aksial tinggi
 Kekerasan di daerah spinal
 Kecelakaan olah raga

Jenis :
Fraktur, dislokasi, luka tembus,EDH, SDH,
Pada keadaan ini dapat terjadi Syok spinal:
 Paralis flasid, gangguan kontrol BAB dan BAK
 Hilangnya tonus anal, refleks, kontrol otonom

Penatalaksanaan :
Identifikasi pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik
(primary survey dan secondary survey)  rujuk
Kesimpulan

Kegawatdaruratan neurologi :
Suatu kondisi di bidang neurologi yang memerlukan
tindakan pengobatan segera dan bila tidak dilakukan
dapat menyebabkan kerusakan lebih berat bahkan
kematian.

Tujuan penatalaksanaan :
Mengoptimalkan peluang pasien untuk hidup,
Meminimalkan sequelle
Menurunkan beban keluarga

Anda mungkin juga menyukai