Anda di halaman 1dari 42

POST CARDIAC ARREST CARE

EWS & CODE BLUE Update


Oktober 2022
Kurikulum Vitae
• Nama : Ns.Iim Rohiman SKep
• Tempat/Tgl Lahir : Kuningan 17 September
Identitas
• Alamat : Jl Melati Blok E 7 no 26 Komp Harapan Kita Karawaci-Tanggerang
• No Hp/Email : 08128298337 / iimrohiman65@gmail.com

• S1 Keperawatan STIKES SINT CAROLUS 2007


Pendidikan • Keperawatan Spesialis Kardiovaskuler

• Ka Unit ICU Bedah Jantung Dewasa RS Jantung Harapan Kita.


• Case Manajer Ruang Perawatan Dewasa
• Clinical Instruktur
Pekerjaan
• Leader Tim ICU Bedah Dewasa
• Perawat ICU Bedah Jantung Dewasa RS Jantung Harapan Kita

Organisasi • PPNI
• Hipercci Pusat
Pokok Bahasan

BLS ALS

PCAC
Past Cardiac Arrest Care
PENDAHULUAN
 Henti jantung dapat terjadi di luar rumah sakit (out-hospital
cardiac arrest - OHCA) ataupun di dalam rumah sakit (in-hospital
cardiac arrest - IHCA).
 RJP(Resusitasi Jantung Paru) pendekatannya : BHD & BHL
bertujuan kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous
circulation - ROSC) yang ditandai dengan terabanya nadi dan
terukurnya tekanan darah.
 Resusitasi yang berhasil membutuhkan tindakan cepat,tepat dan
terkoordinasi oleh tenaga terlatih.
 Morbiditas dan mortalitas pasien pasca-henti jantung masih
signifikan; kematian terutama dalam 24 jam pertama pasca-
henti jantung.
Cont…..

 Pasien OHCA yang bertahan hidup hingga keluar rumah sakit


diperkirakan sebesar 8 – 10%, dan IHCA sebesar 15 – 20%.
 Optimalisasi Tatalaksana pasca-henti jantungmembutuhkan
pendekatan multidisiplin yang meliputi stabilisasi status
kardiopulmoner, penanganan penyebab, strategi neuroproteksi
dini, dan pencegahan berulangnya henti jantung.
 Keberhasilan resusitasi juga tergantung pada tersedianya
peralatan, obat-obatan,Tenaga tenaga terlatih dan banyak
lainnya.
Cont….

Penatalaksanaan pasca return of spontaneous


circulation (ROSC) yang berulang memerlukan strategi
yang menyeluruh meliputi optimalisasi hemodinamik,
manajemen hipotermia, manajemen kejang, proteksi
jalan napas dan penilaian prognostik terhadap cedera
otak
Pemulihan jangka panjang memerlukan dukungan dari
keluarga dan tim PPA, ahli dalam rehabilitasi dan
pemulihan kognitif, fisik, dan psikologis.
AHA ADULT CHAINS OF SURVIVAL ( 2020 )

EWS
Algoritme Henti Jantung Dewasa
PRE ARREST TIME

A
R
R
E
S
T

T
I
M
E

POST ARREST TIME


Cont….

Components of high-quality cardiopulmonary resuscitation.


POST-CARDIAC ARREST SYNDROME

• Setelah ROSC disebut sindrom pasca-henti jantung


(post-cardiac arrest syndrome - PCAS).
• PCAS terdiri dari 5 fase,
1. Immediate (20 menit pertama setelah ROSC),
2. Early (20 menit hingga 6-12 jam setelah ROSC),
3. Intermediate (6- 12 jam hingga 72 jam setelah
ROSC),
4. Recovery (3 hari setelah ROSC),
5. Rehabilitation
Post Cardiac Arrest Syndrome
Pendekatan yang direkomendasikan untukk neuroprognostikasi pada
pasien dewasa setelah henti jantung
Algoritma Perawatan Pasca-Henti Jantung Dewasa.
Air Way
Breathing
Circulation
Dissability
TATALAKSANA

Pasien pasca-henti jantung membutuhkan perawatan


kritis di intensive care unit (ICU) setelah mendapatkan
resusitasi awal/segera yang berlanjut ke fase
intermediate sampai recovery
Tatalaksana memerlukan koordinasi tim multidisiplin.
Prinsip tatalaksana pasca-henti jantung meliputi ABCD
(Airway, Breathing, Circulation, dan Disability).
Tatalaksana Sindrom Pasca ROSC

Patofisiologi
Tatalaksana sindrom pasca ROSC Manifestasi Klinis Terapi Potensial
Gangguan autoregulasi Koma, kejang, mioklonik, Terapi hipotermi, optimalisasi
serebrovaskular disfungsi kognitif, status hemodinamik, proteksi
Cedera otak Edema otak vegetatif menetap, jalan nafas dan penggunaan
pasca henti Neurodegenerasi pasca Parkinson sekunder, stroke ventilator, kontrol kejang,
jantung iskemik kortikal, stroke spinal, kontrol oksigenasi (SaO2 94%
kematian otak. - 96%), terapi penunjang.
Disfungsi HIpokinesis global Revaskularisasi infark Optimalisasi hemodinamik,
miokardium Penurunan curah jantung miokardium akut, pemberian cairan intravena,
pasca henti Sindrom koroner akut hipotensi, disritmia, kolaps inotropik, IABP, LVAD,
jantung kardiovaskular. ECMO.
SIRS
Gangguan vasoregulasi Hipoksia jaringan/ Optimalisasi hemodinamik,
Iskemik Gangguan koagulasi iskemik, hipotensi, kolaps cairan intravena, vasopresor,
sistemik Supresi adrenal kardiovaskular, demam, kontrol temperature,
atau respons Gangguan hantaran dan hiperglikemi, kegagalan hemofiltrasi dengan volume
reperfusi penggunaan oksigen pada fungsi organ multiple, tinggi.
jaringan infeksi.
Gangguan kekebalan terhadap
infeksi
Penyakit jantung
Penyakit paru Sesuai dengan penyebab Intervensi yang diberikan
Keadaan Penyakit sistem saraf pusat pasca henti jantung namun sesuai kondisi pasien pasca
patologis yang Tromboembolik lebih kompleks. henti jantung.
menetap Toksikologi
Infeksi
Hipovolumia
TATALAKSANA POST CARDIAC ARREST CARE

Air Way 1.kontrol Oksigenisasi


Breathing 2.Kontrol Ventilasi

1.Stabilisasi Hemodinamik
Circulation 2.Tatalaksana Penyebab

1.Kontrol Suhu
2.Kontrol Kejang
Disability 3.Kontrol Gula darah
4.Sedasi
5.Terafi lainnya
Airway - Breathing
A Oksigenisasi dan Ventilasi :

B
 Pemasangan Endotracheal tube dan Ventilasi Mekanik terkontrol
 Fraksi oksigen inspirasi (FiO ) tinggi dan < 48 jam dan perlu dititrasi untuk mencapai
saturasi oksigen target 94-98%
 target end tidal CO2(ETCO ) 35-40 mmHg
 Strategi ventilasi mekanik protektif dianjurkan dengan volume tidal 6-8
mL/kg berat badan ideal
 positive- end expiratory pressure (PEEP) 4-8 cmH2O
 Selang nasogastrik perlu untuk dekompresi abdomen
 Obat penyekat neuromuscular dan sedasi dapat diberikan selama ≤48 jam
Observasi:
Airway  Monitor Posisi selangETT,terutama Setelah perubahan posisi
Breathing  Monitor tekanan balon ETT setiap 4 – 8 jam
 Monitor kulit stoma jika tracheostomy
1. Kontrol Oksigenisasi
Terapeutik :
2. Kontrol Ventilasi
 Bila perlu pasang Oropharingeal Air way (OPA)
SIKI  Cegah ETT terlipat/kinking
( Standar Intervensi  Lakukan suction ETT sesuai prosedur ( Prinsip 3 A/
Keperawatan Indonesia ) Asianotik,Aseptik,Atraumatik)
 Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam dan rubah posisi secara
bergantian setiap 2-4 jam
1. Manajemen Jalan Napas
Buatan  Lakukan Perawatan mulut (oral hygiene) dan Perawatan stoma
(Mengidentifikasi dan Edukasi :
mengelola selang  Jelaskan pasien/keluarga tujuan dan prosedur pemasangan alat
endotracheal atau jalan napas
tracheostomi) Kolaborasi:
 Kolaborasi untuk intubasi ulang jika terbentuk muqois flug
yang tidak dapat dilakukan penghisapan
Airway
Breathing
Observasi
Cont……  Periksa Indikator Ventilasi Mekanik (setting:TV,RR,PEEP,FIo2 dan
alarm limit)
SIKI  Monitor efek ventilator terhadap oksigenisasi dan ventilasi (Suara
( Standar Intervensi napas,,X Ray,AGD,Saturasi,ETCo2)
Keperawatan Indonesia )
 Monitor kriteria perlunya penyapihan

2.Manajemen Ventilasi
 Monitor efek samping ventilator
Mekanik
 Monitor adanya tanda2 peningkatan pernapasan :peningkatan
( Mengidentifikasi dan HR,RR,TD,diaphoresis,perubahan status mental)
mengelola pemberian
bantuan napas buatan  Monitor adanya tanda-tanda peningkatan konsumsi oksigen:
melalui alat yang di demam, menggigil,kejang dan nyeri)
insersikan ke dalam
trachea)  Monitor gangguan mokusa oral,nasal,tracheal dan laring
Airway Terapeutik
Breathing  Head Position 45-60@Lakukan perawatan
mulut(Oral Hygiene)
Cont…..
 Fisioterapi dada dan lakukan pengisapan lendir
sesuai kebutuhan
 Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai
SIKI protocol
 Siapkan bag-valve mask disamping tempat tidur
( Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia )  Dokumentasikan respon pasien terhadap ventilator
 Kolaborasi mode dan setting ventilator
Cont….
 Kolaborasi pemberian obat pelumpuh otot,sedasi
dan analgesic sesuai kebutuhan)
Kolaborasi
 Kolaborasi tatalaksana ventilasi melanik
Circulation

c
1. Pasien pasca-henti jantung sering mengalami ketidakstabilan
hemodinamik : hipotensi, indeks kardiak rendah, dan aritmia
2. Terapi awal bertujuan menjaga perfusi serebral dan koroner , serta
perfusi ke organ vital lainnya
3. Target utama manajemen hemodinamik adalah mencegah dan
tatalaksana hipotensi. AHA merekomendasikan target tekanan darah
sistolik ≥90 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg.
4. Pemberian cairan intravena dan obat- obatan vasoaktif diperlukan
untuk mengatasi hipotensi
5. Jika kebutuhan volume cairan sudah tercukupi namun tekanan darah
atau MAP belum mencapai target, diperlukan obat- obatan vasoaktif
(vasopressor atau inotropik) seperti epinefrin, norepinefrin, fenilefrin,
dopamin, dobutamin, atau milrinon sesuai indikasi
6. Diperlukan pemantauan Hemodinamik yang kontinyu, terutama
pada pasien hemodinamik tidak stabil untuk mendeteksi disfungsi
miokardium
Circulation Observasi
 Monitor frekwensi dan irama jantung
1. Stabilisasi Hemodinamik
 Monitor tekanan darah,tekanan vena
sentral,arteri pulmonal dan tekanan baji
SIKI arteri pulmonal

( Standar Intervensi Keperawatan  Monitor Cardiac output/index


Indonesia )  Monitor bentuk gelombang
1.1 Pemantauan Hemodinamik Invasif hemodinamik
( Mengumpulkan dan menganalisis  Monitor perfusi perifer
data parameter tekanan, aliran,dan  Monitor tanda-tanda infeksi dan
oksigenisasi darah melalui perangkat
perdarahan pada lokasi insersi
yang di insersikan melalui kateter
arteri,arteri pulmonal atau vena  Monitor adanya tanda-tanda komplikasi
sentral untuk menilai fungsi dan akibat pemasangan alat
respon kardivaskuler ) (Pneumothorak,kinking,emboli udara)
Terapeutik
 Dampingi pasien saat pemasangan dan pencabutan kateter
insersi
 Lakukan tes allen untuk melihat kolateral ulnaris
 Pastikan alat terpasang dan terangkai dengan tepat
Circulation  Konfirmasi ketepatan selang dengan X ray
 Posisikan tranducer untuk melakukan kalibrasi:levelling dan
zeroing
 Pasikan balon deflasi Setelah pengukuran tekanan baji
pulmonal
 Ganti selang dan cairan infus setiap 24-72 jam sesuai SOP
 Atur interval waktu pemantauan sesuai kondisi
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
 Anjurkan untuk membatasi aktifitas
SWAN GANZ
KATETER
GELOMBANG HEMODINAMIK
Tindakan
Circulation Observasi:
1. Monitor status hidrasi(Frek
Cont…… nadi,kekuatan,acral,pengisian
SIKI kapiler,kelembaban mukosa,turgor kulit)
( Standar Intervensi 2. Monitor berat badan Setelah dialisi
Keperawatan Indonesia ) 3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Monitor status hemodinamik
1.2 Manajemen Cairan
Terapeutik
( Mengidentifikasi dan
 Catat intake dan output,hitung balance cairan
mengelola keseimbangan
harian
cairan dan mencegah
komplikasi akibat  Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
ketidakseimbangan cairan  Berikan cairan intravena,jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik,jika perlu
2.Tatalaksana Penyebab Reversibel

 Setelah ROSC, tim resusitasi harus melakukan evaluasi dan tatalaksana


penyebab reversibel henti jantung,
 Kemungkinan penyebab cardiac arrest meliputi 5H dan 5T (hipovolemia,
hipoksia, hidrogen [asidosis], hipo/hiperkalemia, hipotermia, tension
pneumotoraks, tamponade jantung, toksin, trombosis pulmoner, dan
trombosis koroner.
 Sindrom koroner akut adalah penyebab sering henti jantung pada
pasien OHCA tanpa penyebab ekstrakardiak
 EKG 12 sadapan harus segera dilakukan setelah ROSC untuk
menentukan ada tidaknya elevasi segmen ST akut.
Cont………. Tindakan
Circulation Observasi :

2. Tatalaksana Penyebab  Identifikasi pemeriksaan laboratorium yang


reversibe diperlukan
 Monitor hasil laboratorium yang diperlukan
 Periksa kesesuaian hasil laboratorium dengan
lSIKI penampilan klinis pasien

( Standar Intervensi Keperawatan Terapeutik :


Indonesia )  Ambil sampel darah atau lainnya sesuai
2.1 Pemantauan Hasil protocol
Laboratorium
 Interpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium
( Mengumpulkan dan
menganalisis data-data hasil Kolaborasi
laboratorium) Kolaborasi dengan dokter jika hasil laboratorium
jika hasil laboratorium memerlukan intervensi
segera
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab
Cont…. ketidakseimbangan elektrolit
Cont……  Monitor kadar elektrolit serum
 Monitor adanya mual,muntah dan diare
lSIKI
 Monitor adanya kehilangan cairan
( Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia )  Monitor tanda dan gejala
hipokalemia/hiperkalemia,hyponatremia,hypernatre
mia,Hipo/hiperkalsemia,hipo/hypermagnesemia
Terapeutik
2.2 Pemantauan elektrolit
 Atur interval waktu pemantuan sesuai kondisi pasien
(Mengumpulkan dan menganalisis
data terkait regulasi keseimbangan  Dokumentasikan hasil pemantaun
elektrolit)
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantaun,jika perlu
Penyebab henti jantung dan tatalaksana spesifik
Penyebab Tatalaksana

Sindrom koroner akut Re-vaskularisasi koroner: percutaneous coronary intervention (PCI)/fibrinolitik

Hipoksia Tatalaksana penyebab, ventilasi mekanik jika perlu

Emboli paru Antikoagulan, pertimbangkan fibrinolitik dan trombektomi

Gangguan elektrolit Hipokalemia: suplementasi kalium


Hiperkalemia: kalsium klorida/kalsium glukonas, natrium bikarbonat, nebulisasi albuterol,
sodium polystyrene sulfonate, atau diuretik Hipomagnesemia: suplementasi
magnesium
Asidosis: tatalaksana penyebab, pertimbangkan bikarbonat pada asidosis metabolik berat Hipoglikemia:
dextrose intravena

Tamponade jantung Perikardiosintesis

Pneumotoraks Torakostomi jarum diikuti pemasangan chest tube

Anafilaksis Epinefrin

Toksin Antidotum spesifik

Hipovolemia/anemia Cairan kristaloid isotonik, transfusi darah

Hipotermia berat Penghangatan

Stroke Re-vaskularisasi untuk stroke iskemik sesuai onset, pertimbangkan dekompresi untuk stroke
perdarahan
Disability (Optimalisasi Pemulihan Neurologis)
D
Tatalaksana pemulihan Neurologis :
1.Pengontrolan suhu
2.Pengontrolan terhadap kejang
3.Pengontrolan terhadap Glucosa/Kadar
gula darah
4.Pengaturan pemberian obat sedasi
5.Pengaturan terafi lain
1. Pengontrolan Suhu
 Targeted temperature management (TTM) digunakan untuk
tindakan induksi hipotermia untuk mencapai target suhu tertentu
 TTM dianjurkan pada yang tetap koma setelah ROSC untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi neurologis
 induksi hipotermia dengan target suhu 32℃ hingga 36℃ dan
dipertahankan minimal 24 jam, kemudian suhu dinaikkan
bertahap (0,25oC/jam) hingga normotermia. Berbagai metode
dapat digunakan untuk induksi dan mempertahankan TTM :
1. surface cooling (misalnya ice packs dan cooling blankets
2. Cairan infus kristaloid dingin
Observasi
Disability
 Monitor Suhu sentral dan perifer
1. Pengontrolan Suhu  Monitor adanya menggigil
 Monitor Intake dan Output
SIKI  Monitor asam basa dan elektrolit
( Standar Intervensi  Monitor status pernapasan
Keperawatan Indonesia )
 Monitor faktor koagulasi
 Monitor status hemodinamik
Manajemen Induksi
Hipotermia Terapeutik:
 Lakukan pendinginan eksternal/internal

(Mempertahankan suhu  Kolaborasi pemberian obat untuk


tubuh antara 32℃ - 36℃ ) mengendalikan menggigil
2. Pengontrolan Kejang

 Kejang sering dijumpai pasca-henti jantung, terjadi pada 1/3


pasien koma setelah ROSC.
 Mioklonus paling sering meliputi 18-25% pasien dan sisanya
dapat kejang fokal, tonik-klonikumum, atau campuran.
 Status epileptikus nonkonvulsif dapat menyebabkan pasien
tidak pulih dari koma dan dapat menyebabkan cedera otak
sekunder.
 EEG dianjurkan untuk diagnosis kejang, bisa diulang atau
kontinu pada pasien koma setelah ROSC.
 Obat Antikonvulsan untuk status epileptikus pada umumnya
dapat diberikan pada kasus kejang pasca-henti jantung
Observasi
Cont....  Monitor terjadinya kejang berulang dan karakteristik
dan lamanya
2. Kontrol Kejang
 Monitor Status Neurologis
 Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
SIKI  Catat durasi kejang
( Standar Intervensi  Pertahankan patensi jalan napas
Keperawatan Indonesia )  Reorientasikan Setelah periode kejang
Manajemen Kejang  Dampingi selama periode kejang dan
dokumentasikan

( Mengidentifikasi dan  Dokumentasikan periode terjadinya kejang


mengelola kontraksi otot Kolaborasi
dan Gerakan yang tidak Kolaborasi pemberian antikonvulsan
terkendali )
3.Pengontrolan Glukosa

Hiperglikemia berhubungan dengan


keluaran neurologis buruk pasien pasca-
henti jantung.
 Dibandingkan dengan normotermia,
induksi hipotermia berhubungan dengan
hiperglikemia.
Kadar glukosa darah perlu dipertahankan
≤180 mg/dL dan cegah hipoglikemia.
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab
Cont…. hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
3. Kontrol Glukosa insulin meningkat
 Monitor kadar glukosa darah,jika perlu
 Monitor tanda dan gejala
SIKI hiperglicemia:Poliuria,polidipsi,polifagia,kelemah
an,malaise,pandangan kabur,sakit kepala
( Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia )  Konsultasikan jika ada gejala
Terapeutik
Manajemen Hiperglikemia:  Berikan Asupan cairan oral
( Mengidentifikasi dan  Kolaborasi pemberian cairan IV
mengelola kadar glukosa Kolaborasi
darah diatas normal )
 Kolaborasi pemberian insulin,cairan dan kalium
jika perlu
4. Pengaturan Sedasi

Pasien pasca-henti jantung umumnya


memerlukan ventilasi mekanik, sehingga tidak
nyaman dan menimbulkan nyeri.
Obat sedasi atau analgetik perlu diberikan
berkala atau kontinu pada kondisi ini.
Sedasi juga dapat mencegah menggigil selama
induksi hipotermia.
 Obat sedasi umumnya dapat menyebabkan
hipotensi, sehingga status kardiovaskular pasien
perlu diperhatikan.
Observasi
Cont….  Identifikasi riwayat dan indikasi penggunaan
sedasi
4. Pengontrolan Sedasi  Periksa adanya alergi dari sedasi
 Monitot tingkat kesadaran,tanda tanda
vital,saturasi oksigen,irama jantung dan efek
samping obat
 Berikan informed consent pemberian sedasi
SIKI Terapeutik
( Standar Intervensi  Sediakan peralatan resusitasi
Keperawatan Indonesia )
 Berikan obat sesuai protocol
Kolaborasi
Manajemen Sedasi  Kolaborasi penentuan jenis dan metode
( Mengidentifikasi dan pemberian sedasi
mengelola pemberian
obat sedasi )
5. Terapi Lain

Obat-obatan neuroprotektif seperti koenzim Q10,


tiopental, glukokortikoid, nimodipin, lidoflazin, dan
diazepam belum terbukti bermanfaat pada kasus
pasca-henti jantung
Kesimpulan

 Pasien pasca-henti jantung mengalami proses patofisiologi kompleks


dan kritis yang disebut PCAS, terdiri dari cedera otak, disfungsi
miokardium, respons iskemik/reperfusi sistemik, dan penyebab henti
jantung yang menetap.
 Tatalaksana pasca-henti jantung kompleks dan membutuhkan
pendekatan multidisiplin.
 Prinsip tatalaksana meliputi airway dan breathing (kontrol oksigenasi dan
ventilasi), circulation (stabilisasi hemodinamik dan tatalaksana
penyebab reversibel), dan disability (optimalisasi pemulihan neurologis
dengan kontrol suhu, kejang, glukosa, dan sedasi).
 Prognosis ditentukan paling cepat ≥72 jam setelah rewarming pada TTM
dan < 72 jam pasca-henti jantung pada pasien tanpa TTM.
 Peran perawat Critical care sangat berperan dalam tatalaksana
perawatan pasien paska ROSC
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai