Anda di halaman 1dari 21

HIGH QUALITY

CPR
dr. RONALD MELVIANNO, Sp.An

People should not die


before they are done living
SASARAN
1. Mampu mengetahui pentingnya resusitasi jantung paru (RJP)
2. Mampu mengetahui pentingnya RJP yang berkualitas tinggi
PENDAHULUAN
• Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa
negara, terjadi baik di luar maupun di dalam RS.
• Tahun 2016 dilaporkan kejadian cardiac arrest out-of-hospital
lebih dari 350.000 orang dengan 46,1% kejadian mendapatkan
RJP dari penolong, dan survival rate 12%. Sedangkan
kejadian in-of-hospital dengan insidensi 209.000, dengan
survival rate 24,8%.
• WHO 2014, 17,1 juta orang meninggal (29% dari jumlah
kematian total) karena penyakit jantung dan pembuluh darah.
dari 17,1 juta diperkirakan 7,2 juta kematian disebabkan oleh
penyakit jantung koroner. Pada tahun 2020 diperkirakan kasus
penyakit jantung koroner sudah mencapai > 82 juta kasus.
DEFINISI
• Resusitasi jantung paru (RJP) atau Cardiopulmonary
resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai
usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas atau henti
jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis.
• Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis,
dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh
darah, atau pernapasan, dan terjadinya penurunan atau
kehilangan kesadaran.
• Kematian biologis adalah dimana kerusakan otak tidak dapat
diperbaiki lagi termasuk fungsi pernapasan dan atau sirkulasi
pada henti napas (respiratory arrest) dan atau henti jantung
(cardiac arrest)
SEJARAH
• Proses resusitasi sudah mulai berkembang sejak tahun 1500 
menggunakan metode yang melibatkan perapian, dengan udara
panas ke mulut dan masuk ke tubuh.
• Tahun 1711  menggunakan metode fumigasi dengan asap
tembakau yang dimasukkan dalam kandung kemih hewan dan
dimasukkan kedalam rektum manusia.
• Tahun 1960-an  dokter Kouwenhouven, Jude, dan Knickerbocker
memperkenalkan ide pijat dada.
• Tahun 1973  selama perang Vietnam, Angkatan Darat Amerika
Serikat memperkenalkan kombinasi kompresi dan ventilasi.
Perkembangan RJP Berdasarkan
AHA (American Heart Association)

2005 - 2010

1. Bukan ABC lagi tapi CAB


Kompresi dada didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing
2. Tidak ada lagi look, listen dan feel
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai
3. Kompresi dada lebih dalam lagi
Sebelumnya 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada
4. Kompresi dada lebih cepat lagi
Sebelumnya sekitar 100x/menit, sekarang minimal 100x/menit
5. Hands only RJP
Pada penolong tidak terlatih berikan hands only RJP
6. Kenali henti jantung mendadak
RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak
7. Jangan berhenti menekan
setiap berhenti menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang mengakibatkan kematian
jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama
Perkembangan RJP Berdasarkan
AHA (American Heart Association)

2010 - 2015

1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggap darurat


Bila korban tidak ada reaksi, penolong meminta bantuan terdekat namun akan lebih praktis sambil
melanjutkan menilai pernapasan dan denyut nadi bersamaan sebelum benar-benar mengaktifkan sistem
tanggap darurat
2. Kompresi
Pada korban serangan jantung atau tidak, kompresi dada dan napas buatan dilakukan oleh penolong.
Urutan tindakan penyelamatan oleh penolong berdasarkan penyebab utama serangan
3. Kejut atau RJP terlebih dahulu
Jika tersedia AED gunakan sesegera mungkin. Namun jika AED belum tersedia, lakukan kompresi sampai
AED datang
4. Kecepatan kompresi dada : 100 – 120 x/menit
Penolong perlu melakukan kompresi dada pada kecepatan 100 -120 x/menit
5. Kedalaman kompresi dada
Penolong harus melakukan kompresi dada hingga kedalaman minimum 2 inchi (5 cm) untuk dewasa rata-
rata dan tetap menghindari kompresi dada yang berlebihan (lebih dari 2,4 inchi (6 cm))
6. Rekoil dada
Penting bagi penolong untuk bertumpu di atas dada diantara kompresi untuk mendukung rekoil penuh
dinding dada
Perkembangan RJP Berdasarkan
AHA (American Heart Association)

2010 - 2015

7. Meminimalkan gangguan dalam kompresi dada


Untuk orang dewasa yang mengalami serangan jantung dan menerima RJP tanpa saluran udara lanjutan, mungkin
perlu untuk melakukan RJP dengan fraksi kompresi dada setinggi mungkin, dengan target minimum 60%

8. Ventilasi tertunda
Untuk pasien di RS yang terpantau dengan ritme yang dapat dikejut, penting bagi sistem Emergency Medical
Service dengan CPR feedback untuk menunda ventilasi bertekanan positif dengan menggunakan strategi hingga 3
siklus dari 200 kompresi berkelanjutan dengan insuflasi oksigen pasif dan tambahan saluran udara

9. Vasopresor untuk resusitasi : Vasopresor


Perpaduan penggunaan vasopresin dan epinefrin tidak akan memberikan manfaat apapun sebagai pengganti
epinefrin dosis standar dalam serangan jantung

10. Vasopresor untuk Resusitasi : Epinefrin


Memberikan epinefrin segera jika tersedia mungkin perlu dilakukan setelah terjadinya serangan jantung akibat ritme
awal yang tidak dapat dikejut

11. EtCO2 untuk prediksi resusitasi yang gagal


Pada pasien yang diintubasi, kegagalan mencapai EtCO2 > 10 mmHg setelah menjalani RJP selama 20 menit
dapat dipertimbangkan sebagai satu komponen pendekatan multimodal untuk memutuskan waktu yang tepat
mengakhiri upaya resusitasi
Perkembangan RJP Berdasarkan AHA
(American Heart Association)

2005 – 2015

• Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian tindakan


penyelamatan hidup yang berfungsi meningkatkan
kesempatan bertahan hidup setelah mengalami henti jantung.
Meskipun pendekatan yang optimal untuk RJP dapat
bervariasi, tergantung pada penolong, korban, dan sumber
daya yang tersedia.
• Tehnik RJP terus diteliti dan dikembangkan guna
meningkatkan survival rate.
• American Heart Association (AHA) mengalami perkembangan
dan beberapa pembaharuan dari tahun 2005, 2010 dan 2015.
ALGORITMA RESUSITASI
JANTUNG PARU 2015 (AHA)
TEHNIK BARU
RESUSITASI
Metode baru resusitasi yang mengadopsi ART (Advanced
Training Resuscitation) ini fleksibel dan adaptif. Fleksibel yang
dimaksud disini adalah kita mengumpulkan data yang membantu
dalam memetakan pasien, apakah penyebabnya bisa dicegah
sehingga tidak terjadi henti jantung berdasarkan theory of
everything. Penilaian mulai dari penyebab pada sirkulasi,
respirasi, ventilasi, disritmia dan neurologi.
KETERLIBATAN
TEKNOLOGI
Teknologi memberikan kontribusi
dalam memberikan hasil yang
baik pada tatalaksana henti
jantung. Untuk mendapatkan
kompresi yang baik kita
memerlukan pelatihan yang
berkualitas serta ditunjang
dengan teknologi seperti end-
tidal CO2 (EtCO2) dan CPR
feedback yang membantu kita
memberikan arahan baik itu Layar Monitor CPR
kecepatan, kedalaman maupun
rekoil kompresi yang kita lakukan
serta gambaran elektrogram.
Nilai end-tidal CO2 merupakan salah satu faktor utama yang dapat kita
gunakan dalam menentukan ROSC.
Selama dilakukan kompresi, jika nilai EtCO2 < 12 mmHg maka prognosis
buruk, nilai EtCO2 > 25 mmHg menggambarkan keberhasilan shock pada
pasien VT.
ALGORITMA
HENTI JANTUNG
 Berdasarkan algoritma ini, lakukan kompresi berkualitas mulai
dari saat kita mengetahui adanya henti jantung paru hingga
ROSC. Kompresi yang berkualitas adalah :
• Kedalaman sekitar 2 inchi (5-6 cm)
• Kecepatan 90-120 x/menit
• Rekoil sempurna (bisa “the swipe of a credit card” pada
tiap kompresi)
• Minimal interupsi
 Oksigen diberikan dengan bag mask ventilation dengan tehnik
“two thumbs up”
 Defibrilasi dilakukan pada pasien dengan ritme yang
shockable (VT/VF)
ALGORITMA
HENTI JANTUNG
• Pada algoritma ini, dikenal dengan CPR island dengan
komponen : kompresi, ventilasi, pemberian vasopresor dan
monitoring
• Lakukan ventilasi 1 napas setelah 10 kompresi, saat
pemberian ventilasi, kompresi tetap dilakukan
• Pemasangan intubasi dan akses vaskuler yang dilakukan tidak
boleh mengganggu kompresi
• Kembalinya sirkulasi harus dideteksi dan dikonfirmasi secepat
mungkin untuk menghindari potential refibrillation dari
kompresi dan perfusi spontan yang simultan.
• Hindari hiperventilasi, hiperoksigenasi, kontrol temperatur dan
pertimbangkan PCI (percutaneous intervention)
Algoritma Henti Jantung
(Daniel davis. The Art of Improving Outcomes from Cardiopulmonary Arrest)
MANAJEMEN
POST-ARREST
• Tujuan utama tatalaksana post-arrest adalah mencegah
terjadinya re-arrest
• Lakukan observasi hemodinamik, EtCO2, SpO2
• Support perfusi seperti pemberian cairan, transfusi darah,
pemberian inodilator dan vasokontriksi
• Support respirasi seperti assist ventilasi dan pemberian
suplementasi oksigen
• Hindari hiperventilasi dan hiperoksigenasi
KESIMPULAN
• Tehnik RJP terus mengalami perkembangan dan mendapat
perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini telah
dikembangkan suatu strategi yang dapat diaplikasikan pada
semua institusi, dengan konten yang fleksibel, adaptif dan
pemanfaatan teknologi guna meningkatkan hasil yang lebih
baik. Hal yang mendasari tehnik tersebut adalah to prevent the
preventable, to resuscitate the resuscitable dan to organize the
futile
• RJP yang kita lakukan selama ini tidak adekuat. RJP yang
berkualitas jika kedalaman kompresi 2 inchi, kecepatan 90-120
x/mnt, rekoil yang sempurna serta minimal intrupsi. Disini
pemanfaatan teknologi sangat membantu, seperti penggunaan
CPR feedback dan end-tidal CO2
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai