Anda di halaman 1dari 18

Henti jantung

- Tidak ada aktivitas jantung  tidak ada nadi


- prinsip: CAB (circulation, airway, breathing)
- Diluar rs:
o Panggil bantuan
- Rs
o Pastikan keamanan diri dan korban
o Cek respon  Tidak ada respon  aktifkan codeblue/panggil bantuan
o Pastikan tidak ada nadi dan nafas
tidak ada nadi pasti tidak ada nafas
ada nafas ada nadi  posisi mantap
ada nadi tidak ada napas  berikan bantuan napas
tidak ada nadi dan napas  RJP
o Pasang alat jika ada dc shock
o Tentukan irama
- VT tanpa nadi dan VF  shock
o DC Shock/defibrilasi di Sternum dan apex
o Pastikan I clear your clear, everybody clear
o Defibrillator
 Monofasik 360 J: pasang ini aja daya maksimal
 Bifasik 200 J
o Setelah shock rjp lg 5 siklus 30:2 selama 2 menit
o Pasang infus
o Setelah 2 menit liat monitor
o Masih VT/VF  DC shock lg
o Masuk obat epinefrin 1 mg lalu nacl 20 cc supaya obat cepat ke jantung tiap 3-5
menit
o Pasang ETT / intubasi
o Liat monitor 5 menit lg
o Jika masih vt/vf shock lalu amiodarone 300 mg dalam d5% 20 cc sambal rjp second
dose 150 mg
o Evaluasi ETT
- Asistol dan PEA  RJP
o RJP 2 menit 30: 2 5 siklus
o Pasang IV line
o Masuk epinefrin 1 mg lalu nacl 20 cc bisa diulang 3-5 menit
o Sambal intubasi
o Setelah 2 menit  liat irama kalau masih jelek rjp lanjut sampe 5 menit baru boleh
masuk obat lg
- Irama kembali  ada qrs  nadi teraba  sirkulasi spontan  rjp stop
- RJP stop jika pasien sudah dinyatakan meninggal atau rosc
- RJP
o Kualitas: push hard and fast
o Kedalaman 5-6 cm
o Cepat: 100-120x menit
o Pastikan recoil sempurna
o Minimal interupsi  jgn bengong
o Jangan sampe ventilasi berlebihan nnti masuk ke lambung lalu regurgitasi lalu masuk
ke saluran napas
o Usahakan tukar posisi tiap 2 menit atau saat capek
- Intubasi
o Pastikan dipasang dengan benar
o Periksa epigastrium paru kanan kiri atas bawah apakah merata
o Fiksasi
o Bantuan napas tiap 6 detik atau 10x/min
- Rosc
o Teraba nadi
o Pastikan tekanan darah bagus
o Prinsip CAB  sirkulasi baik baru urus breathing
o Jika napas belum ada bantu
o Target saturasi >94%
- Reversible cause (5H5T)
o Hypovolemia
o Hipoksia
o Hydrogen ion (asidosis)
o Hipo/hyperkalemia
o Hipotermia
o Tension pneumothorax
o Tamponade cardiac
o Toksin
o Thrombosis, pulmonary
o Thrombosis coronary
- Perubahan algoritma henti jantung pasien curiga covid
o Kurangi paparan terhadap penolong
 Gunakan apd lengkap
 Batasi jumlah personel
 Pertimbangkan penggunaan alat rjp mekanik jika tinggi dan berat
badan sesuai
 Komunikasikan status covid kepada penolong yg baru datang
o Prioritaskan strategi oksigenasi dan ventilasi dengan risiko aerosolisasi rendah
 Gunakan penyaring hepa untuk seluruh ventilasi
 Intubasi menggunakan pipa endotrakeal dengan cuff
 Gunakan personel dengan kemungkinan terbesar sukses intubasi dalam
percobaan pertama
 Hentikan kompresi dada untuk intubasi
 Sebelum intubasi, gunakan bag-mask device atau T-piece pada neonatus
dengan penyaring hepa dan penyekat kedap udara
 Untuk dewasa, pertimbangkan oksigenasi pasif dengan nrm sebagai
alternative bag-mask device untuk durasi pendek
 Jika intubasi ditunda, pertimbangkan supraglottic airway
 Minimalisir diskoneksi sirkuit tertutup
 Hubungkan dengan ventilator yang memiliki filter jika memungkinkan
o Pertimbangkan kelayakan untuk resusitasi
 Tetapkan tujuan perawatan
 Sesuaikan panduan untuk membantu pengambilan keputusan, dengan
mempertimbangkan faktor resiko pasien terkait kemungkinan untuk bertahan
hidup

ROSC
- Tujuan:
o Optimalisasi fungsi kardiopulmoner dan organ vital
o Persiapan transportasi pasien ke tempat perawatan dengan fasilitas lebih baik
o Identifikasi faktor pencetus dan mencegah terjadinya henti jantung kembali
- Komponen yang harus dievaluasi
o Ventilasi dan oksigenasi
 Pertahankan saturasi >94%
 Pertimbangkan penggunaan alat bantu napas lanjut/intubasi dan
capnography  target end tidal co2 (ETCO2) 35-40 mmHg
 Ventilasi mekanik: volume tidal 6-8 ml/kgbb, RR: minimal 10x/min
 Jika sadar penuh  intubasi tidak perlu
 Jangan hiperventilasi
o Hemodinamik & Kardiovaskular
 Apakah masih hipotensi/syok?
 Sistol <90%  cairan, inotropic/vasopressor sesuai indikasi
 Cairan: Nacl 0,9% / RL 2-4 cc/kgbb dalam 10 menit
 Epinefrin drip: 0,1-0,5 mikrogram/kgbb/min
 Dopamine drip: 5-10 mikrogram/kgbb/min
 Norepinefrin drip: 0,1-0,5 mikrogram/kgbb/min
 Rawat intensif jantung
 Cek ekg, troponin
 Reversible cause (5H5T)
 Hypovolemia
 Hipoksia
 Hydrogen ion (asidosis)
 Hipo/hyperkalemia
 Hipotermia
 Tension pneumothorax
 Tamponade cardiac
 Toksin
 Thrombosis, pulmonary
 Thrombosis coronary
 Cek: PF, saturasi, rontgen thorax, AGD, suhu, ekg 12 lead (SKA,
aritmia), elektrolit, echo (jika perlu)
 Tatalaksana myocardial stunning
 Nilai status volume pasien: fluid challenge 2-4 cc/kgbb
 Dobutamine 5-10 mikrogram/kgbb/min
 Intra aortic ballon pump jika perlu
 Jika ska  angiography koroner
o Neurologis
 Jika henti jantung 3-5 menit  hipoksia otak  kerusakan otak
 Apakah masih bisa mengikuti perintah? Tidak  gangguan perfusi otak
 mulai targeted temperature management
Jika tidak ada gangguan perfusi otak  pindahkan ke ruangan intensif
lanjutan
 Targeted temperature management
 Suhu 32-36 selama 24 ham selanjutnya naik 0,25C/jam hingga
normotermia
 Bisa dengan nacl dingin, selimut dingin atau ice pack di lipatan tubuh
 Harus dilakukan di ICU
 Komplikasi: aritmia, infeksi, gangguan metabolic
 Perawatan intensif lanjutan
 Pengelolaan kejang
 Penggunaan obat- obatan neuroprotector jika perlu
 Terapi emboli paru
 Pemberian sedasi
 Intervensi perawatan kritis lain: pengendalian gula darah, steroid,
hemofiltrasi
 Prognositifikasi: klinis, penunjang (Ct scan, eeg)
o Metabolic
HIPOTENSI, SYOK DAN EDEMA PARU AKUT
- Hipotensi  sistol <100
- Syok  kumpulan gejala akibat gangguan selular, karena pasokan O2 tidak bisa memenuhi
kebutuhan metabolic seluler
- Patofisiologi hipotensi/syok mencangkup triad kardiovaskular  dasar diagnosis gangguan
hemodinamik
o Irama jantung (rate): bradikardi, takikardia
o Volume: primer, sekunder
o Miokardium (pompa): volume loss, SVR (vasodilatasi, redistribusi)
- Tekanan darah: cardiac output x total peripheral resistance
- Cardiac ouput: stroke volume x heart rate
- Stroke volume: preload, contractility, afterload
- Syok  kompensasi, dekompensasi (syok yang dtg ke igd)  syok ireversibel
- Klinis syok
o Kardiovaskuler: sistol <90, sinus takikardia >100
o Respirasi: RR <7/>29
o Ginjal: urine <0,5 cc/kg/jam
o Asidosis metabolic, hiperlaktatemia
o SSP: gelisah
o Liver: fungsi meningkat (SGOT,SGPT)
o Hipotermia
o Gangguan elektrolit
o Gangguan pembekuan darah
o Multi organ failure
o Kematian
- Terapi syok
o Sesuai penyebab
o Ventilasi dan oksigenasi
o Sirkulasi: sesuai dengan triad kardiovaskular
Volume: cairan atau darah
Obat-obatan: norepinefrin, epinefrin, dopamine, dobutamine, atropine
Alat: kardioversi, alat pacu jantung, transkutan, pungsi pericardium, wsd
- HR <50/>150 masuk algoritma takikardi/bradikardi tidak stabil
- Bila tidak  masuk fluid challenge 2-4 cc/kgbb dalam 10 menit (nacl 0,9%/RL) respon 
diulang cairan hingga target MAP >65
- Bila tidak respon  masalah pompa
- Masalah pompa
o TD <70 mmhg dengan tanda syok  norepinefrin 0,1-0,5 mikrogram/kgbb/min IV
o 70-100 mmhg dengan tanda syok  dopamine 2-20 mikrogram/kgbb/min IV
o 70-100 mmhg tanpa tanda syok  dobutamine 2-20 mikrogram /kgbb/min IV
- Edema paru: cairan di interstisial paru yag selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik
- Terbagi menjadi
o Kardiogenik (tersering)
o Non kardiogenik
- Patofisiologi
o Gangguan antara beban pengisian (preload) dan beban pengosongan karena
gagalnya kompensasi kardiovaskular
o Terjadi penumpukan darah di luar jantung sisi kiri/vascular paru (bendungan
vascular)
o Terjadi extravasasi ke jaringan interstisial dan alveoli (edema paru)
- Edema paru kardiak non kardiak
Kardiak Non kardiak
Riwayat penyakit: Riwayat penyakit: penyakit dasar di luar
Penyakit jantung akut/kronik dekompensasi jantung
akut
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik:
Akral dingin Akral hangat
S3 Gallop Gallop (-)
Distensi vena jugularis Distensi vena jugularis (-)
Ronkhi basah, wheezing Ronkhi kering, wheezing
Tes laboratorium: Tes laboratorium:
EKG: LVH, Iskemia/infark EKG: biasanya normal
Ro thorax: kardiomegali, distribusi edema Ro: kardiomegali (-), distribusi edema
perihilar, enzim jantung mungkin meningkat perifer, enzim jantung biasanya normal

- Tindakan mengatasi edema paru


o Tindakan lini pertama
 Posisi duduk (lebih menguntungkan)
 Oksigenasi : NRM 15L/min
 Oksimetri (monitor), EKG, IV line
 Lab, AGD, ro thorax bila memungkinkan
 Obat obatan lini pertama
 Nitrat: sublingual
ISDN 5 mg / nitrogliserin 400-500 mcg (hati2 hipotensi, severe
bradi/takikardi, riw. Pemberian sildenafil <24 jam / tadalafil <48 jam),
bisa diulang 3x
 Furosemide: 0,5-1 mg/kgbb IV (hati2 hipotensi), bisa diulang 2x, bolus
cepat
 Morfin sulfat: 2-4 mg IV (awas hipotensi dan henti napas, siapkan
resusitasi kit dan naloxone)  1cc 10 mg diencerkan dalam d5%
hingga 10 cc bolus lambat, bisa diulang 2x
 Bila pertu boleh diberikan VTP (ventilasi tekanan positif)
o Tindakan lini kedua
 Bila tindakan lini pertama tidak berhasil
 Bila TD normal/tinggi
 Nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dosis max 200 mcg/menit
Uptitrasi hingga gejala berkurang/hilang, hipotensi, sampai dosis
maksimum
 Bila tekanan darah turun
 Dopamine 2-20 mcg/kgbb/min IV
 Dobutamine 2-20 mcg/kgbb/min IV
o Tindakan lini ketiga
 Bila tindakan 2 tidak berhasil
 Monitor dan tindakan invasive
 Arterial line, CVP atau swan ganz
 IABP, PCI atau bedah pintas coroner

Takikardia

- Aritmia dengan HR>100


- Gejala gangguan hemodinamik muncul jika HR >150
- Takikardi kompleks QRS sempit (QRS <0,12 detik)
o Teratur: sinus takikardi, PSVT, Atrial flutter, atrial takikardi, junctional takikardi
o Tidak teratur: atrial fibrilasi, multifocal atrial takikardi
- Takikardi kompleks QRS lebar (QRS >0,12 detik)
o Teratur: ventrikel takikardi monomorfik, SVT aberans
o Tidak teratur: atrial fibrilasi aberan, ventrikel takikardi polimorfik
- Tindakan dan terapi obat
o Hemodinamik stabil  lanjut terapi obat
 QRS sempit regular : biasanya masalah pada supraventrikuler, obat yg
dipakai bekerja di AV node ex: maneuver vagal, adenosin, verapamil,
diltiazem
 QRS sempit ireguler
 Rate control: digoxin, diltiazem, verapamil
 Rhythm control: amiodaron
 QRS lebar regular: broad spectrum antiaritmia  amiodaron
Dapat dicoba adenosin untuk diagnostic (membedakan
VT dengan SVT Aberans
 CCB non dihydropyridine pada AF boleh diberikan
jika tidak ada gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri
 Maneuver vagal  pijat sinus karotis
 Indikasi: takikardi ekstrim QRS sempit regular
 Kontraindikasi:
a) Riw. Infark miokard
b) Riw. Cardiac arrest
c) Riw. TIA atau stroke dalam 3 bulan terakhir
d) Riwayat VF dan VT
e) Adanya bruit pada arteri carotis
 Cara melakukan:
1. Pasien terpasang monitor EKG
2. Posisi terlentar dengan kepala ekstensi dan berpaling kea rah
kontralateral sisi yang akan dipijat
3. Cari titik di salah satu arteri karotis kiri atau kanan di leher
setinggi mungkin
4. Pijat arteri karotis dengan gerakan sirkular selama 5-10 detik,
pantau monitor
5. Bila tindakan tidak berhasil bisa dicoba ulang di sisi sebelahnya
o Hemodinamik tidak stabil -> kardioversi
 Kardioversi: Memberikan kejut listrik tepat pada gelombang R
 Syok listrik sinkron dengan kompleks QRS
 Harus ada akses vena dan sedasi jika pasien sadar
 Dosis
1. Besar energi yang diberikan sebagai dosis inisial kardioversi
terantung pada bentuk irama EKG
2. Dosis inisial energi kecil, ditingkatkan bertahap bila tidak
berhasil
3. Defibrillator bifasik
a. QRS sempit teratur, dosis inisial 50-100 J
b. QRS sempit tidak teratur, dosis inisial 120-200 J
c. QRS lebar teratur, dosis inisial 100 J
4. Defibrillator monofasik
a. QRS lebar teratur, dosis inisial 100 J
b. QRS sempit tidak teratur, dosis inisial 200 J
 Jika paska kardioversi irama tidak berubah
 QRS sempit: tingkatkan dosis
 QRS lebar: cek nadi, jika masih teraba nadi (bukan VT pulseless) 
tingkatkan dosis
- Algoritma takikardi
o Tidak berlaku jika irama sinus takikardi
o HR >= 150x/min
 Jaga patensi jalan napas , bantu napas jika diperlukan
Terapi oksigen jika hipoksemia
Identifikasi irama, monitor tekanan darah dan saturasi oksigen
 Apakah takikardi menyebabkan: (5 tanda tidak stabil)
 Hipotensi (sistol <90 mmhg)
 Penurunan kesadaran
 Tanda-tanda syok (akral dingin, urin tidak keluar)
 Nyeri dada iskemik (nyeri dada seperti diinjak disertai mual, muntah,
keringat dingin, nyeri menjalar ke lengan dan bahu kiri)
 Gagal jantung akut (ortopnu)
 YA (ada tanda tidak stabil): synchronized cardioversion
> Pertimbangkan sedasi, bila tidak ada, cardioversi tetap dilakukan
> Jika QRS sempit regular, pertimbangkan adenosine bila tidak ada
kardioversi
 Tidak ada tanda tidak stabil
 QRS Lebar >=0,12 detik?
TIDAK
> Akses IV dan EKG 12 sadapan jika tersedia
> Maneuver vagal
> Adenosin (jika QRS teratur)
> Beta blocker atau calcium channel blocker
> Pertimbangkan konsultasi ahli
YA
Bila masih stabil
> Akses IV dan EKG 12 sadapan jika tersedia
> Pertimbangkan adenosin. Hanya jika QRS lebar regular monomorfik
> Bila tidak membaik, pertimbangkan infus obat antiaritmia
> Pertimbangkan konsultasi ahli
- Dosis adenosine
o Pemberian harus cepat dan efisien (waktu paruh cepat)
o Tidak boleh ambil sisa adenosin yang terbuka karena waktu paruh cepat
o Dosis harus bertahap:
 Insial 6 mg bolus cepat kemudian di flash dengan nacl 0,9% 20 cc
tangan diangkat
 Stabil dan masih qrs sempit dan lebar teratur bisa lanjut adenosine
dosis ke 2 dan 3 dosis 12 mg bila perlu
o Cara
 Siapkan triway, Nacl 0,9% 20 cc sebagai flash
 Setelah ready, baru ambil obat
- CCB: Verapamil dan diltiazem -> harus konsul SpJp
- Betablocker metoprolol, atenolol, esmolol dan labetolol -> harus konsul SpJp
- Anti aritmia:
o Amiodaron IV )pada vena besar) -> harus konsul SpJp
 Dosis inisial 150 mg IV 10 menit
 Diulang bila terjadi VT kembali
 Dialnjutkan dosis rumatan: 1 mg/menit 6 jam pertama lanjut 0,5
mg/mnt pada 18 jam berikutnya

EKG
- Rekaman potensial listrik yang timbul akibat aktivitas kontraksi otot jantung
- Ukuran milivolt
- Gelombang P: aktivitas atrium kanan dan kiri
- Segmen PR: garis antara p dan qrs
- QRS: depolarisasi ventrikel kanan dn kiri
- Segmen ST: garis antara qrs dan T
- Gel. T: repolarisasi kanan dan kiri
- Gel. U: asal blm jelas
- Penyebab gangguan irama jantung (aritmia)
o Gangguan otomatisasi
 Percepatan atau perlambatan dari area otomatisasi, yaitu:
 Nodus sinus
 Nodus atrioventrikuler
 Miokardium
 Denyut jantung abnormal (depolarisasi) mungkin timbul melalui
mekanisme ini dari atrium, AV Junction atau ventrikel
o Gangguan konduksi
1) Konduksi terlalu cepat  Wolf-Parkinson-White Syndrome
2) Konduksi terlalu lambat  AV block
o Kombinasi gangguan otomatisasi dan konduksi
- Paper speed: 25 mm/sec
- 1 kotak kecil 0,04 sec
- 5 kotak kecil  1 kotak sedang  0,2 detik
- 5 kotak sedang  1 kotak besar  1 detik
- Menghitung laju jantung: 300 bagi jumlah kotak sedang (jika regular)
o Jika ireguler R-R dalam 6 kotak besar nanti jumlah R dikali 10 = HR
- Membaca irama EKG
o QRS kompleks  tidak  asistol atau VF
ya  cepat/lambat  takikardi >100, bradi <60
 QRS lebar (>0,12 sec)/sempit
QRS lebar (ventricular)  konsul
QRS sempit (supraventricular)
 QRS regular/irregular?
 gelombang P  normal/abnormal
 ada hubungan antara gel. P dan QRS kompleks
1 P diikuti 1 QRS
Jarak tepa tantara gelombang P dan QRS kompleks
- Ventrikel fibrilasi (VF)
o Kompleks QRS tidak dapat ditentukan
o Gelombang pada garis dasar terjadi antara 150-500x/menit
o Irama tidak dapat ditentukan: pola naik (pundak) dan turun (palung) yang tajam
o Amplitudo: diukur dari puncak ke palung: biasa dignakan secara subjektif untuk:
 VF Halus: jarak puncak ke palung 2-4 mm
 VF Sedang: jarak puncak ke palung 4-9 mm
 VF Kasar: jarak puncak ke palung 10-14 mm
 VF sangat kasar: jarak puncak ke palung >15 mm
- Pulseless electrical activity
o Nadi tidak teraba namun pada monitor EKG masih terdapat QRS kompleks
o Idioventricular rhythm  irama dari ventrikel
o Aktivitas listrik tidak mampu membuat otot jantung berkontraksi
o Irama: menunjukkan aktivitas listrik/depolarisasi ventrikel (tapi bukan VF atau VT
tanpa denyut)
o Dapat berupa irama dengan QRS sempit (<0,12 sec) atau lebat (>0,12 sec), cepat
>100x/min atau lambat <60x/min
- Asistol
o Irama: tidak dapat ditetapkan; terkadang terlihat adanya gelombang P, tetapi
berdasarkan definisinya gelombang R harus tidak tampak
o Kompleks QRS: tidak terlihat defleksi yang konsisten dengan suatu kompleks QRS
- Takikardia
o Takikardia supraventrikel
 Sinus takikardi
 Kecepatan >100x/min
 Irama: sinus (di lead II positf, di lead AVR negative)
 PR Interval: biasanya <0,20 detik
 Kompleks QRS: bisa sempit atau lebar
 Atrial fibrilasi
 Kecepatan respon ventrikel: cepat, normal atau lambat
 Irama: tidak teratur
 Gelombang P
 Hanya ada gelombang fibrilasi atrium yang kacau
 Membuat garis dasar (baseline) yang berubah-ubah
 Atrial flutter
 Kecepatan
 Kecepatan atrium 220-350x/min
 Respon ventrikel jarang >150-180x/min, karena dibatasi oleh
konduksi nodus AV
 Irama
 Teratur (tidak seperti AF)
 Irama ventrikel seringkali regular
 Menetapkan rasio terhadap irama atrium, misalnya 2-1 atau 4-
1
 Gelombang P
 Gelombang flutter dalam pola “gigi gergaji” yang klasik
 PR Interval: Tidak dapat diukur
 Komplek QRS: <0,10-0,12 sec
 Supraventricular takikardia
 Kecepatan: seringkali 250x/min
 Irama: regular
 Gelombang P: jarang terlihat, karena kecepatan yang cepat
menyebabkan gelombang P “ tersembunyi” dalam kompleks QRS
 Kompleks QRS: sempit (<0,12 sec)
o Takikardi ventrikel
1) Ventricular takikardi monomorfik
 Kecepatan ventrikel: <100x/min
 Irama: regular
 Gelombang P: jarang telrihat
 Kompleks QRS: lebar dan aneh, kompleks >0,12 detik, dengan
gelombang T yang besar dan memiliki polaritas yang berlawanan
dengan QRS
 PR Interval: tidak ada
2) Ventricular takikardi polimorfik
 Kecepatan: >100x/min
 Irama: hanya irama ventrikel
 Gelombang P: jarang terlihat, VT merupakan suatu bentuk disosiasi AV
 PR interval: tidak ada
 Kompleks QRS: bervariasi dan tidak konsisten
3) Torsade de pointes (suatu subtiper VT polimorfik yang unik)
 Kecepatan atrium  tidak dapat ditentukan
 Kecepatan ventrikel: 150-250x/min
 Irama: hanya irama ventrikel regular
 Gelombang p: tidak ada
 Kompleks QRS  menunjukkan pola kumparan nodus yang klasik
- Bradikardi

o Sinus bradikardi
 Kecepatan: <60x/min
 Irama: sinus regular, gelombang P regular diikuti komplek QRS regular
 Interval PR: regular <0,20 detik
 Gelombang P: ukuran dan bentuk normal
 Kompleks QRS: sempit <0,10 sec
o AV Block derajat 1
 Kecepatan: <60x/min
 Irama: sinus, regular kedua atrium dan ventrikel
 Interval PR: memanjang >0,20 detik (5 kotak) tetapi tetap (tidak
bervariasi)
 Gel. P: ukuran dan bentuk normal: setiap gel. P diikuti kompleks QRS
 Kompleks QRS: sempit <0,10 sec
o AV Block derajat 2 tipe 1 (Mobitz Wenckebach)
 Perpanjangan interval PR yang progresif hingga satu gelombang P
tidak diikuti oleh kompleks QRS (dropped beat)
 Irama: komoleks atrium regular dan kompleks ventrikel tidak regular
dalam hal waktu
 Interval PR: memanjang progresif dari siklus ke siklus, kemudian satu
gelombang P tidak diikuti oleh kompleks QRS
 Gel. P: ukuran dan bentuk tetap normal, sekali sekali tidak diikuti oleh
kompleks QRS
 Kompleks QRS: paling sering <0,10 detik. Sebuah QRS hilang secara
berkala
o AV Block derajat 2 tipe 2 (infranodus, Mobitz II)
 Kecepatan atrium: biasanya 60-100x/min
 Kecepatan ventrikel: lebih lambat daripada atrium
 Irama: atrium regular, ventrikel tidak regular
 Interval PR: menajang konstan dan tetap
 Gel. P: ukuran dan bentuk tetap normal. Beberapa gelombang P tidak
diikuti oleh kompleks QRS
 Kompleks QRS: sempit (<0,10 detik)
o AV Block derajat 3 dan disosiasi atrioventricular
 Kecepatan atrium: biasanya 60-100x/min: impuls benar-benar terpisah
dari kecepatan ventrikel yang lebih lambat
 Kecepatan ventrikel
 Kecepatan ventrikel < atrium = blok AV derajat 3
 Kecepatan ventrikel > atrium = disosiasi av
 Irama: irama atrium dan irama ventrikel regular tetapi independent
 Interval PR: tidak ada hubungan antara gelombang P dan komoleks
QRS
 Gelombang P: ukuran dan bentuk normal
 Kompleks QRS:
 Sempit <0,10 detik  hambatan diatas nodus AV
 Lebar (>0,12 detik)  hambatan dibawah nodus AV

Bradikardia

- HR <60, HR < 50x/min akan menimbulkan gejala klinis


- Keluhan biasanya pusing dan sering pingsan
- HR < 50 
1. pertahankan pantensi jalan napas, bantu napas jika perlu
2. terapi oksigen (jika hipoksemia)
3. identifikasi irama, monitor tekanan darah dan SpO2
4. pasang IV Line
5. EKG 12 lead, jangan menunda terapi
Apakah bradikardia menyebabkan
 Hipotensi (sistol <90)
 Penurunan kesadaran (ajak bicara)
 Tanda - tanda syok
 Nyeri dada iskemik
 Gagal jantung akut
Tidak  monitor dan observasi, dan konsultasi
Ya: Atropine, jika tidak efektif:
 Pacu jantung transkutan atau
 Dopamine infus atau
 Epinefrin infus
(pada high degree av block, pemberian atropine kurang efektif)
Konsultasi ahli dan pertimbangkan pacu jantung transvena
- dosis obat
 atropine o,5 mg bolus intravena dapat diulang 3-5 menit, dosis max 3 mg
 dopamine IV: 2-20 mcg/kgbb/min
 epinefrin IV: 2-10 mcg.min
- Gangguan hemodinamik umumnya diakibatkan oleh AV block derajat tinggi
- Pemberian atropine tidak menunda pemasangan external pacing
- Jika pacing tidak tersedia:
 Pertimbangkan pemberian medikamentosa  pemberian dopamine atau epinefrin
hingga dosis maksimal
 Rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas memadai

Sindrom coroner akut


- Definisi: sekumpulan keluhan dan tanda klinik yang sesuai dengan iskemia miokardium akut
- Dapat berupa: unstable angina, NSTEMI, STEMI dan kematian jantung mendadak
- Penyebab:
o Thrombosis coroner
o Robekan plak (fissure plaque)
o Spasme arteri coroner
- NSTEMI dan STEMI  peningkatan enzim jantung
- ST Depresi dan T inversi berarti sumbatan tidak total
- NSTEMI  Trombus kaya platelet “thrombus putih”  biasanya tidak oklusif
- STEMI  thrombus platelet-fibrin  komponen sebaran fibrin-sel darah merah rentan
terhadap fibrinolysis, yang sebagian besar oklusif
- Keluhan nyeri dada pada SKA
o Anamnesis singkat, terarah dengan metode O,P,Q,R,S,T (onset, provocation, quality,
radiation, scale, time)
o Factor resiko PJK: merokok, hipertensi, DM, dyslipidemia, riw. Keluarga dengan PJK
premature
o Waspadai gejala angina ekuivalen (atipikal) pada subpopulasi tertentu seperti pasien
dengan diabetes melitus, geriatri, wanita
- Diagnosis (2 dari 3 kriteria)
o Nyeri dada khas (nyeri dada seperti diinjak atau tertimpa benda berat yang menjalar
hingga ke lengan kiri, leher, epigastrium, punggung yang disertai mual, muntah,
keringat dingin, pandangan melayang, berdebar-debar, sesak napas dan pingsan)
o Perubahan EKG
o Perubahan enzim jantung (troponin T/I)
- Nyeri dada yang dapat menyebabkan kematian di IGD, SKA, diseksi aorta, acute pulmonary
embolism, pneumothorax)
- Diseksi aorta: nyeri dada seperti dirobek
- Emboli paru: riwayat tirah baring lama, riw operasi tulang belakang atau ortopedi, riw.
Imobilisasi lama/traveling
- Acute pneumothorax: riw. Trauma dada, riw. Peny. Paru kronis (TB Paru)
- Ekg new LBBB  curiga SKA
- Algoritma (harus sinus rhythm, sinus takikardi)

- Pasien nyeri dada  sebelum di rs boleh pasang oksigen dan nitrat.morfin


- Masuk IGD:
o Cek ttv dan SpO2, pasang monitor
o Pasang EKG
o Pasang IV line
o Anamnesis dan PF singkat dan terarah (nyeri dada khas, differential diagnosis)
o Lengkapi ceklist fibrinolysis, cari kontraindikasi
o Periksa enzim jantung, elektrolit dan koagulasi
o CXR (<30 detik)
o Tatalaksana segera
1. M: morfin sulfat (jika nitrat tidak membaik), dapat diberikan 2x
Kontraindikasi: hipotensi, depresi napas
Harus siap resusitasi kit & naloxone
1 ampul morfin 1cc 10 mg diencerkan dengan d5% sampai 10 cc, bolus lambat
Jika morfin tidak membaik boleh diberikan
 ISDN drip start 1 mg/jam max 10 mg/jam, dapat diuptitrasi sesuai klinis
dan dipertahankan sampai gejala berkurang/hilang, efek samping muncul
(hipotensi), sampai pada dosis maksimum
1 ampul 10 mg diencerkan dengan d5% hingga 50 cc dititrasi sesuai
kebutuhan
 Nitrogliserin drip start 10 mcg/min max 200 mcg/min, dapat diuptitrasi
sesuai klinis dan dipertahankan sampai gejala berkurang/hilang, efek
samping muncul (hipotensi), sampai pada dosis maksimum
1 ampul 10 mg diencerkan dengan d5% hingga 50 cc dititrasi sesuai
kebutuhan
2. O: oksigen 2 liter/menit, JIKA o2 <90%, berikan 4 liter/menit
3. N: nitrat sublingual/ ISDN 5 mg dapat diulang 3x, nitrogliserin sublingual 400-500
mcg sublingual
Kontraindikasi: hipotensi <90, severe taki/bradi (>150/<50), pemberian sildenafil
dalam 24 jam atau taldalafil dalam 48 jam)
4. A: aspirin 160-325 mg
o Kaji ekg 12 sadapan

o STEMI: ST elevasi pada 2 sadapan yang berhubungan atau LBBB Baru


 Mulai tatalaksana tambahan sesuai indikasi
Jangan tunda reperfusi
 Reperfusi
> Indikasi reperfusi  Onset < 12 jam
> Pemberian fibrinolysis
> Kontraindikasi
KONTRAINDIKASI ABSOLUT KONTRAINDIKASI RELATIF
Perdarahan intracranial kapanpun TD tidak terkontrol
Stroke iskemik <3 bulan dan > jam Sistol >180 mmgh diastole >110
Tumor intracranial
Adanya kelainan struktur vascular serebral Riw. SNH >3 bulan, demensia
(AVM)
Diseksi aorta Trauma atau RJP lama >10 menit atau operasi
besar <3 bulan
Perdarahan internal aktif atau gangguan sistem Acute internal bleeding kecuali menstruasi
pembekuan darah dalam 2-4 minggu
Cedera kepala tertutup atau cedera wajah dalam Penusukan pembuluh darah yang sulit dilakukan
3 bulan terakhir penekanan
Hamil
Ulkus peptikum
Sedang menggunakan antikoagulan dengan INR
tinggi

> Door to needle (fibrinolisi) < 30 menit


Waktu dia masuk ke RS hingga waktu masuknya fibrinolysis
> Door to balloon <90 menit
> Pemilihan strategi terapi reperfusi
Terapi fibrinolysis lebih dipilih jika: Terapi invasive (PCI) lebih dipilih jika:
Presentasi awal (<= 3 jam dari onset) Presentasi >3 jam dari onset
Terapi invasive bukan pilihan (tidak ada akses Tersedia ahli PCI
ke fasilitas PCI atau akses vascular sulit) atau  Door to ballon time <90 menit
akan menimbulkan penundaan:  Door to ballon time dikurang door to
 Door to balloon >90 menit needle time < 1 jam
 Door to ballon time dikurang door to
needle time > 1 jam
Tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis Kontraindikasi fibrinolysis, termasuk resiko
perdarahan dan perdarahan intraserebral
STEMI resiko tinggi (CHF Killip >= 3)
 Bila tidak ada terapi PCI kembali ke terapi fibrinolysis bila onset <12 jam
 Terapi fibrinolysis
1. Streptokinase (non spesifik-fibrin)
Dosis: 1,5 juta IU (+ D5%/ NaCl 0,9% 50-100 cc dalam 30-60 menit)
2. rTPA (recombinant tissue plasminogen activator) (fibrin spesifik)
dosis: bolus 15 mg IV, 0,75 mg/kgBB/30 menit kemudia 0,5 mg/kgbb/60
menit (dosis total tidak lebih dari 100 menit)
 Letak:
> II, III, aVF: inferior
> V1, V2: anterior
> V3, V4: Septal
> I, aVL, V5, V6: lateral
o ST depresi atau T inversi sangat mungkin terdapat iskemia bila klinis nyeri dada khas
ACS  NSTEMI  resiko tinggi  cek troponin
 Peningkatan troponin atau pasien beresiko tinggi. pertimbangkan strategi
invasive dini jika:
> Nyeri dada iskemik yang refrakter
> Deviasi segmen ST yang rekuren/persisten
> Takikardi ventrikel (VT)
> Hemodinamik tidak stabil
> Terdapat tanda gagal jantung
Mulai tatalaksana tambahan (nitrogliserin, heparin) sesuai indikasi
 Stratifikasi resiko pada sindrom coroner akut tanpa ST elevasi
Kriteria resiko sangat tinggi
 Hemodinamik yang tidak stabul atau syok kardiogenik
 Nyeri dada yang sedang terjadi atau berulang yang refrakter terhadap obat
 Aritmia yang mengancam nyawa atau henti jantung
 Komplikasi mekanik infark miokardium
 Gagal jantung akut
 Perubahan ST-T berulang, terutama bila elevasi segmen ST intermiten
Kriteria resiko tinggi
 Peningkatan atau penurunan troponin jantung sesuai dengan infark miokardium
 Perubahan dinamik ST atau gelombang T (simtomatik atau asimtomatik)
 Skore GRACE >140
Kriteria resiko sedang
 Diabetes mellitus
 Insufisiensi ginjal (eGFR <60)
 LVEF <40% atau gagal jantung kongestif
 Angina dini paska infark
 Riwayat PCI sebelumnya
 Riwayat CABG sebelumnya
 Skore GRACE >109 dan <140
Kriteria resiko rendah
 Kriteria yang tidak disebutkan diatas
 Pemilihan strategi dan waktu terapi berdasarkan stratifikasi resiko ACS
NSTEMI
> Sangat tinggi  transfer segera ke RS dengan fasilitas IKP  invasive
segera <2 jam
> Tinggi  transfer pada hari yang sama  invasive fini < 24 jam
> Sedang  transfer  invasive <72 jam
> Rendah  transfer opsional  pemeriksaan invasive jika indikasi /
invasive <72 jam

o Normal atau terdapat perubahan ST segmen dan gelombang T non diagnostic 


resiko ACS rendah – intermediate  pertimbangkan perawatan di unit chest pain
atau tempat perawatan yang sesuai untuk monitoring dan tatalaksana lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai