Algoritma ALS
Pada 25% kasus serangan jantung diluar maupun didalam RS, irama pertama
yang terekam adalah VF/VT. Pada pasien serangan jantung dengan irama asistol
maupun PEA, VF/VT juga dapat terjadi pada beberapa tahap saat resusitasi.
Penanganan shockable rhythms (VF/ VT)
1. Konfirmasi serangan jantung periksa tanda kehidupan atau bila terlatih periksa
3. Lakukan kompresi dada tanpa jeda/interupsi sambil memasang pad monitor atau
defibrilasi satu dibawah klavikula kanan dan lainnya pada posisi V6 pada garis
midaksilaris.
6. Segera kembali melakukan kompresi dada; secara simultan, kemudian pilih energi yang
tepat pada defibrilator (150-200 J bifasik untuk kejut pertama dan 150-360 J bifasik
7. Saat defibrilator sedang mengisi, ingatkan semua penolong untuk berdiri menjauh, dan
melepas semua alat oksigenasi. Pastikan hanya orang yang melakukan kompresi saja
8. Saat defibrilator terisi, minta penolong yang melakukan kompresi bebas gangguan, lalu
berikan kejut.
9. Tanpa menilai irama ataupun merasakan denyut, segera lakukan kembali CPR dengan
10. Lanjutkan CPR selama 2 menit; pemimpin tim menyiapkan tim untuk jeda berikutnya
pada CPR.
12. Jika VF/VT, ulangi langkah 6-11 dan lakukan kejut kedua.
13. Jika VF/VT menetap, ulangi langkah 6-8 dan lakukan dan lakukan kejut ketiga. Segera
lakukan kembali kompresi dada dan berikan adrenaline 1 mg IV dan amiodarone 300
14. Lakukan CPR 2 menit periksa irama/denyut lakukan defibrilasi bila terdapat VF/VT
yang menetap.
15. Berikan adrenaline 1 mg IV setelah kejut lanjutan (kira-kira setiap 3-5 menit).
Jika didapatkan aktivitas elektrik yang seirama dengan cardiac output selama
spontaneous circulation/ROSC) :
Jika tidak didapatkan tanda ROCS, lanjutkan CPR dan pindah ke algoritme non-
shockable.
dan tidak boleh melebihi beberapa detik (idealnya kurang dari 5 detik).
Jika irama teratur terlihat selama 2 menit CPR, jangan menghentikan kompresi dada
untuk meraba denyut kecuali jika pasien menunjukkan tanda kehidupan (seperti
adanya ROSC.
Jika ragu akan adanya denyut pada irama yang teratur, kembali lakukan CPR. Jika
Precordial Thump
biasanya hanya berhasil bila dilakukan dalam beberapa detik pertama onset irama
shockable
Precordial thump harus dilakukan segera setelah cardiac arrest dipastikan dan hanya
berikan benturan/pukulan pada setengah sternum bagian bawah dari ketinggian kira-
kira 20 cm
tarik kembali kepalan sesegera mungkin untuk menciptakan stimulus yang menyerupai
impuls.
Non-shockable rhytms (PEA dan asistole)
yang dapat dipalpasi sementara terdapat aktivitas elektris jantung yang tampaknya
miokardial namun terlalu lemah untuk menghasilkan denyut atau tekanan darah yang
dapat teraba kadang disebut sebagai pseudo-PEA. PEA dapat disebabkan oleh
kondisi reversible yang dapat diatasi jika diidentifikasi dan dikoreksi. Kelangsungan
hidup serangan jantung asistol atau PEA tidak memungkinkan, kecuali jika penyebab
Lakukan CPR 30 : 2
Lanjutkan CPR 30 : 2 sampai jalan nafas aman, lalu lanjutkan kompresi dada tanpa
yang teridentifikasi
Jika masih belum ada denyut dan tidak ada perubahan pada ECG
Lanjutkan CPR
Mulai CPR 30 : 2
Lanjut CPR 30 : 2 sampai jalan nafas aman, lalu lanjutkan kompresi dada tanpa
yang teridentifikasi
Kapanpun diagnosis asistol dibuat, periksa ECG untuk melihat adanya gelombang
P karena pasien dapat berespon terhadap pemacuan jantung bila ada ventricular
standstill dengan gelombang P kontinu. Upaya memacu true asistol tidak bernilai.
Atropin
reseptor muscarinik. Atropin memblok efek nervus vagus pada nodus sinoatrial (SA) dan
node.
asistol dan PEA lambat (< 60 min-1) Beberapa studi gagal menunjukkan manfaat
atropine dalam cardiac arrest, sehingga penggunaan atropine untuk asistol dan PEA
Selama CPR
mengenali dan menangani penyebab reversible (4H dan 4T), serta sambil
harus dicari selama terjadi cardiac arrest. Untuk memudahkan mengingat, maka dibagi
menjadi 4H 4T :
Hipoxia
Hipovolemi
Hipotermia
Tension pneumothorax
Tamponade
Toxic substances
untuk mendeteksi penyebab reversible potensial. Walaupun belum ada studi yang
menunjukkan penggunaan pencitraan ini memperbaiki hasil, tidak diragukan lagi peran
ultrasound dalam memberikan informasi yang membantu penyebab cardiac arrest yang
reversible (tamponade jantung, emboli paru, iskemi (gerak dinding regional yang
terlatih tersedia, maka dapat digunakan sebagai alat untuk melacak dan menangani
jeda kompresi dada untuk menilai irama memungkinkan operator untuk mendapatkan
Cairan intravena
infus cairan jika diduga hipovolemia. Pada tahap awal resusitasi tidak ada keuntungan
yang jelas untuk menggunakan koloid : gunakan 0,9% sodium klorida atau Hartmans
solution. Hindari dextrose; karena akan di redistribusi keluar dari intravascular secara
setelah serangan jantung. Pastikan selalu dalam kondisi normovolemia, namun bila
tidak terjadi hipovolemia, infuse cairan yang berlebih dapat membahayakan selama
CPR. Gunakan cairan intravena untuk mendorong obat yang diinjeksi di perifer menuju
ke sirkulasi sentral.
Kompresi open-chest
disebabkan oleh trauma, pada waktu sesaat setelah operasi cardio-thoracic atau pada
saat dada atau abdomen terbuka, contoh selama operasi akibat trauma.
Tanda kehidupan
Jika tanda kehidupan (seperti usaha bernafas yang regular, batuk, gerakan yang
bertujuan, mata membuka) muncul selama CPR, atau hasil baca monitor pasien
(seperti, peningkatan tiba-tiba pada ETCO2 atau tekanan darah pada kanula arteri)
sesuai dengan ROSC, hentikan CPR dan periksa monitor secara cermat. Bedakan
dengan respirasi agonal (gasping), yang merupakan hal yang sering pada beberapa
detik setelah cardiac arrest atau selama CPR yang berkualitas. Jika muncul irama
jantung yang teratur, periksa denyut. Jika denyut dapat diraba, lanjutkan perawatan
post-resusitasi, penanganan peri-arrest aritmia atau keduanya. Jika denyut tidak teraba,
lanjutkan CPR.
Nilai jalan nafas. Gunakan head tilt dan chin lift, atau jaw thrust untuk membuka
jalan nafas. Jalan nafas tambahan yang sederhana (jalan nafas orofaringeal atau
nasofaringeal) seringkali membantu, dan kadang penting dalam menjaga jalan nafas
yang terbuka.
Ventilasi
Sediakan ventilasi buatan sesegera mungkin pada pasien yang tidak dapat atau
tidak cukup melakukan ventilasi spontan. Ventilasi udara ekspirasi (pertolongan nafas)
efektif namun konsentrasi oksigen ekspirasi seorang penolong hanya 16-17%, sehingga
mesti diganti dengan ventilasi kaya oksigen sesegera mungkin. Pocket resuscitation
tambahan. Gunakan teknik dua tangan untuk meminimalkan celah pada wajah pasien.
mask, tracheal tube, atau supraglottic airway device (SAD). Teknik dua orang untuk
ventilasi bag-mask lebih baik. Berikan setiap nafas selama sekitar 1 detik dan berikan
voume yang sama dengan pergerakan dada yang normal; memberikan volume yang
cukup, meminimalisasikan resiko inflasi lambung, dan menyediakan waktu yang cukup
untuk kompresi dada. Selama CPR dengan jalan nafas yang tidak terlindungi, berikan
dua ventilasi setelah setiap 30 kompresi dada. Jika tracheal tube atau SAD telah
dimasukkan, berikan ventilasi paru dengan rasio 10 nafas per menit dan lanjutkan
Tracheal tube umumnya telah dianggap sebagai metode yang optimal dalam
menangani jalan nafas pada cardiac arrest. Namun ada bukti bahwa tanpa pelatihan
dan pengalaman yang cukup, insidensi komplikasi, seperti intubasi esophageal (6-17%
pada beberapa studi yang melibatkan paramedis) meningkat. Upaya intubasi trakea
yang berkepanjangan dapat merugikan; penghentian kompresi dada selama ini akan
mengganggu perfusi koroner dan otak. Beberapa perangkat jalan nafas alternative
telah dipertimbangkan untuk penanganan jalan nafas selama CPR. ada studi yang
laryngeal classic / classic laryngeal mask airway (cLMA), laryngeal tube (LT) dan i-gel,
namun tidak satupun dari penelitian ini telah didukung secara memadai untuk
Sebagian besar penelitian mempelajari tentang tingkat kesuksesan insersi dan ventilasi.
SAD lebih mudah dimasukkan dibanding tracheal tube dan tidak seperti intubasi trakea,
SAD dapat dimasukkan tanpa mengganggu kompresi dada. Tidak ada data yang
saluran napas selama cardiac arrest. Teknik terbaik tergantung pada keadaan yang
tepat dari cardiac arrest dan kompetensi dari penolong. Combitube, jarang digunakan
menggunakan LMA lebih efisien dan lebih mudah bila dibandingkan dengan bag-mask.
Jika kebocoran gas berlebih, kompresi dada harus diinterupsi untuk memungkinkan
ventilasi. Walaupun LMA tidak melindungi jalan nafas sebaik trachela tube, aspirasi
o Size 2: 10 sampai 20 kg
o Size 4: Dewasa
o Periksa tube LMA untuk memastikan bebas dari sumbatan atau benda asing
o Kempiskan balon LMA untuk memastikan tekanan negatif dalam balon LMA.
Size 1: 4 ml
Size 1.5: 7 ml
Size 2: 10 ml
Size 2.5: 14 ml
Size 3: 20 ml
Size 4: 30 ml
Size 5: 40 ml
Peringatan penting:
Insersi
Langkah 1.
Pegang tube LMA seperti memegang pena sedekat mungkin dengan ujung mask LMA.
Tempatkan ujung LMA berlawanan dengan permukaan dalam gigi atas pasien.
Langkah 2
Tekan ujung mask LMA keatas melawan palatum durum, agar tidak terlipat.
Gunakan jari telunjuk, untuk menekan kearah atas, sambil memasukkan mask ke dalam
faring untuk memastikan ujung LMA tidak terlipat, dan hindari lidah.
Langkah 3
Tekan mask LMA ke dalam dinding posterior faring menggunakan jari telunjuk.
Langkah 4
Tekan secara lembut kebawah dengan tangan yang lain untuk memastikan LMA
Langkah 6
Jangan sentuh tube LMA selama masih dikembangakan, kecuali berada dalam posisi
Langkah 7
Ventilasi pasien sambil maemastikan bunyi nafas terdengar sama pada semua
Insersi bite-block atau gulungan has untuk mencegah oklusi tube akibat gigitan pasien.
Sekarang LMA dapat diamankan dengan teknik yang sama digunakan untuk
mengamankan ETT.
i-gel
cuff i-gel terbuat dari gel elastomer thermoplastic dan tidak membutuhkan inflasi;
stem/batang dari i-gel menggabungkan biteblock dan tube drainase esofageal yang
kecil. Biasanya digunakan untuk menjaga jalan nafas selama anastesi. Kemudahan
insersi i-gel dan tekanan kebocoran yang rendah membuatnya secara teoritis sangat
menarik sebagai perangkat resusitasi jalan napas bagi mereka yang berpengalaman
dalam intubasi trakea. Penggunaan gel i-selama serangan jantung telah dilaporkan
namun masih perlu data yang lebih tentang penggunaannya dalam keadaan seperti ini.
Laryngeal Tube
Versi disposable dari laryngeal tube (LT_D) sudah tersedia dan telah digunakan selama
resusitasi pada serangan jantung yang terjadi diluar rumah sakit. LT tidak terlalu sering
digunakan di Inggris.
Intubasi Trachea
Pro dan kontra intubasi trakea telah dibahas dalam bab pra-rumah sakit. Seperti
pada intubasi trakea pra-rumah sakit, intubasi di rumah sakit harus dilakukan hanya oleh
petugas yang terlatih yang mampu melakukan prosedur dengan kemampuan yang
sangat tinggi. Upaya intubasi tidak boleh mengganggu kompresi dada lebih dari 10
detik; jika intubasi tidak tercapai, gunakan ventilasi bag-mask. Setelah intubasi,
bidang paru bilateral di aksila (bunyi nafas harus sama dan didengar dengan jelas) dan
diatas epigastrium (bunyi nafas tidak boleh didengar didaerah ini). Tanda klinis dari
penempatan tabung yang benar (kondensasi tabung, pengembangan dada, suara nafas
pada auskultasi paru, dan tidak terdengarnya bunyi gas yang masuk ke perut) tidak
ekhalasi karbon dioksida (CO2) atau perangkat deteksi esofagus dapat mengurangi
risiko intubasi esofagus yang belum diakui tetapi kinerja perangkat yang tersedia
bervariasi. Selain itu, tidak ada teknik konfirmasi sekunder yang akan membedakan
antara tabung ditempatkan dalam bronkus utama dan satu ditempatkan dengan benar
memastikan ekspansi yang sama dari kedua paru-paru dan suara napas yang masing-
Tidak ada data yang cukup untuk mengidentifikasi metode yang optimal untuk
memastikan penempatan tabung selama serangan jantung, dan semua perangkat harus
dipertimbangkan sebagai tambahan untuk teknik konfirmasi lainnya. Tidak ada data
awal.
dioksida dari paru. Bertahannya ekhalasi CO2 setelah ventilasi ke enam menunjukkan
penempatan tabung trakea dalam trakea atau bronkus utama. Selama serangan
jantung aliran darah paru mungkin sangat rendah sehingga ekhalasi CO2 tidak cukup,
trakea. Ketika ekhalasi CO2 terdeteksi selama serangan jantung dapat diandalkan
untuk menunjukkan bahwa tabung dalam trakea atau bronkus utama. Berbagai
dalam dan diluar rumah sakit rumah sakit. Detektor End-tidal CO2 yang mencakup
auskultasi dan inspeksi langsung untuk mengkonfirmasi posisi tabung trakea pada
pasien serangan jantung. Bentuk gelombang kapnografi adalah cara yang paling sensitif
dan spesifik untuk mengkonfirmasi dan terus memonitor posisi tabung trakea pada
pasien serangan jantung dan sebagai tambahan dalam penilaian klinis (auskultasi dan
inspeksi dari tabung trakea melewati pita suara). Bentuk gelombang kapnografi tidak
dapat membedakan antara penempatan tabung trakea dan bronkial sehingga perlu
auskultasi yang hati-hati. Monitor portabel yang ada membuat konfirmasi awal
capnographic dan pemantauan terus menerus dari posisi layak tabung trakea di hampir
semua pengaturan di mana intubasi dilakukan, termasuk diluar rumah sakit, bagian
gawat darurat, dan di lokasi rumah sakit. Dengan tidak adanya suatu gelombang
capnograph mungkin lebih baik menggunakan perangkat saluran napas supraglotik bila
Cricothyroidotomy
Jika tidak memungkinkan untuk ventilasi pada pasien apnoe dengan bag-mask,
atau untuk melewati tabung trakea atau perangkat saluran napas alternatif, pemberian
oksigen melalui kanula atau bedah krikotiroidotomi dapat menyelamatkan jiwa. Bedah
krikotiroidotomi menyediakan jalan napas definitif yang dapat digunakan untuk ventilasi
pendek.
BANTUAN SIRKULASI
Akeses intravascular
Kanulasi vena perifer lebih cepat, mudah dan aman. Setiap pemberian obat dari
vena perifer harus diikuti dengan pemberian cairan sekurangnya 20 mL. Pemasangan
akses vena sentral sebaiknya dilakukan hanya oleh orang yang sudah terlatih dan
kompeten dan proses pemasangan harus dilakukan dengan interupsi minimal pada
kompresi dada.
Jalur intraosseus
digunakan pada anak-anak karena sulitnya mendapatkan akses intravena, namun teknik
ini telah diaangap sebagai jalur yang aman dan efektif untuk pemberian obat dan cairan
bagi orang dewasa juga. Daerah yang dapat diakses diantaranya daerah tibia dan
humerus. Pemberian obat-obat resusitasi melalui jalur ini akan mencapai konsentrasi
Jalur trakea
Obat-obat resusitasi juga dapat diberikan melalui pipa trakea, namun konsentrasi
plasma obat yang diberikan melalui jalur ini sangat bervariasi dan secara umum
dianggap lebih rendah daripada pemberian melalui jalur intravena dan intraosseus,
pertukaran gas. Karena akses IO yang lebih mudah dan kurang efisiennya pemberian
obat via jalur trakea, maka teknik ini tidak lagi direkomendasikan.
RKP Mekanis
RKP manual standar dapat membuat perfusi koroner dan serebral paling baik
sebesar 30%. Beberapa teknik dan peralatan RKP dapat meningkatkan hemodinamik
atau angka kelangsungan hidup jangka pendek bila digunakan oleh petugas terlatih
bergantung pada edukasi dan pelatihan semua petugas. Meskipun kompresi dada
manual kadang dilakukan dengan buruk, namun tidak ada alat yang secara konsisten
ITD adalah sebuah katup yang membatasi jumlah udara yang masuk ke paru-paru
saat dada mengembang (di antara 2 kompresi dada). Hal ini menurunkan tekanan
intratoraks dan meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Sebuah metaanalisa terbaru
menunjukkan bahwa dengan penggunaan ITD ini kembalinya sirkulasi spontan dan
kelangsungan hidup jangka pendek meningkat tapi dalam hal kelangsungan hidup
hingga keluar rumah sakit atau keutuhan status neurologis tidak meningkat secara
signifikan bila digunakan pada kasus henti jantung di luar rumah sakit. Karena tidak ada
data yang menunjukkan bahwa ITD dapat meningkatkan kelangsungan hidup hingga
keluar rumah sakit, maka penggunaannya secara rutin dalam penanganan serangan
LUCAS adalah alat kompresi sternum yang digerakkan oleh gas dan dihubungkan
dengan suction cup untuk dekompresi aktif. Meskipun percobaan pada binatang
kelangsungan hidup jangka pendek, namun belum ada penelitian pada manusia yang
LDB adalah alat kompresi dada melingkar yang terdiri dari constricting band (yang
(Autopulse) dan LUCAS. Hasil penelitian ini sangat dinanti. Di rumah sakit, alat mekanis
telah digunakan secara efektif dalam membantu pasien yang menjalani Intervensi
Koroner Primer (IKP) dan CT Scan dan juga saat resusitasi yang lama (misalnya
hipotermia, keracunan, thrombolisis untuk emboli paru, transpor yang lama) dimana
kelelahan penolong dapat mengganggu efektivitas kompresi dada. Peran alat mekanis
Perubahan Pedoman
Defibrilasi
Pentingnya kompresi dada dengan interupsi yang minimal selama intervensi ALS
sangat ditekankan: kompresi dada dapat berhenti sejenak hanya untuk memungkinkan
defibrilasi diluar lingkup rumah sakit, akibat adanya cardiac arrest yang tidak disaksikan
Kini, kompresi dada tetap dilanjutkan selama pengisian defibrillator ini akan
Penggunaan lebih dari tiga quick successive (stacked) shocks kini direkomendasikan
kateterisasi jantung atau pada periode post-operative sesaat setelah operasi jantung.
Obat
Pemberian obat melalui tube tracheal kini tidak direkomendasikan lagi jika jalur intra
vena (IV) tidak didapatkan maka obat diberikan melalui jalur intraosseus (IO).
kompresi dada telah berulang setelah third shock/kejutan ketiga, selanjutnya diberikan
tiap 3-5 menit (selama peralihan siklus CPR). Pada pedoman 2005, adrenalin diberikan
sesaat sebelum third shock/kejutan ketiga. Perubahan waktu pemberian adrenalin ini
untuk memisahkan waktu pemberian obat dari defibrilasi. Diharapkan agar hal ini
Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk pemakaian rutin pada asistol atau pulseless
Intubasi trakeal dini tidak terlalu ditekankan lagi, kecuali dilakukan oleh individu yang
pemasangan tube trakeal, kualitas CPR serta pemberian indikasi awal return of
Ultrasound
Perawatan Post-Resusitasi
Bahaya potensial yang diakibatkan oleh hiperoksemia setelah tercapai ROSC kini telah
diketahui : setelah tercapai ROSC dan saturasi oksigen darah arteri (SaO2) dapat
dimonitor dengan baik (melalui pulse oximetry dan/atau analisa gas darah), oksigen
Penggunaan intervensi koroner perkutanues primer pada pasien yang sesuai, namun
dalam keadaan koma, pasien dengan ROSC yang terjaga setelah serangan jantung,
Revisi dalam rekomendasi kontrol glukosa : pada orang dewasa dengan ROSC yang
terjaga setelah serangan jantung, kadar glukosa darah >10 mmol l-1 harus diatasi
Hipotermia terapeutik kini digunakan untuk pasien komatosa setelah serangan jantung
dengan ritme non-shockable maupun ritme shockable. Tingkat evidensi lebih rendah
Diketahui bahwa banyak prediktor hasil yang jelek pada penderita koma cardiac
arrest/serangan jantung tidak dapat dipercaya, utamanya jika pasien telah ditangani