PROPOSAL TESIS
Oleh :
PROPOSAL TESIS
Oleh :
Pembimbing I :
Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II :
dr. Rr. Sinta Irina, SpAn, KNA
iii
3.4 Pemilihan Subjek Penelitian ……………………………………………. 21
3.4.1 Kriteria Inklusi ………………………………………………….. 21
3.4.2 Kriteria Ekslusi …………………………………………………. 21
3.4.3 Kriteria Drop Out ……………………………………………….. 21
3.5 Variabel Penelitian ……………………………………………………… 21
3.6 Definisi Operasional ……………………………………………………. 21
3.7 Bahan dan Cara Kerja …………………………………………………… 22
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ………………………………………. 22
3.7.2 Cara Kerja ………………………………………………………. 23
3.8 Rencana Manajemen dan Analisis Data ………………………………… 23
3.9 Masalah Etika …………………………………………………………… 24
3.10 Alur Penelitian ………………………………………………………….. 25
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR SINGKATAN
vii
TLR : Toll-like receptors
TNF : Tumour necrosis factor
VO2 : Kebutuhan oksigen
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Korelasi antara kadar laktat dan sepsis, ditemukan nilai rata-rata laktat yang
secara signifikan lebih tinggi di antara pasien sepsis dibandingkan kelompok
kontrol (3,13 ± 2,86 vs 2,16 ± 1,86, p = 0,03). Morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan sepsis sangat tinggi dengan sedikitnya 1 dari 4 kasus berujung kematian.
Peningkatan kadar laktat dari 2,1 menjadi 8 mmol/L menurunkan kelangsungan
hidup dari 90 % menjadi 10 %. Nilai laktat 0-2,4; 2,5-3,9; dan 4 mmol/L dikaitkan
dengan persentase kematian 4,9 %, 9 %, dan 28,4 %.13
Target ScvO2 ≥ 70% disarankan tercapai selama resusitasi dimana ScvO2
kurang dari 70 % merupakan prediksi mortalitas yang tinggi.14
ScvO2 rendah yang terjadi pada 25-30 % pasien dengan syok septik,
dikaitkan dengan outcome yang buruk.15
Pemantauan nilai ScvO2 ini telah banyak digunakan sebagai parameter
target resusitasi dan nilai ScvO2 < 70% akan meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas. Pasien yang dilakukan resusitasi berdasarkan ScvO2 dapat menurunkan
angka kematian secara signifikan sebesar 16,5 % dibandingkan dengan pasien yang
menggunakan parameter CVP (central venous pressure), MAP (mean arterial
pressure), dan produksi urin.9
ScvO2 menggambar keseimbangan antara konsumsi oksigen dan
pengiriman oksigen (DO2), sehingga ScvO2 yang rendah merupakan sinyal penting
pada pasien yang secara hemodinamik tidak stabil. Resusitasi dengan memberikan
cairan, transfusi, dan dobutamin pada pasien sepsis ketika ScvO2 < 70 %, dikaitkan
dengan penurunan angka kematian hingga 46,5 %.16
PvaCO2 gap adalah indeks metabolik yang dapat digunakan untuk menilai
kecukupan perfusi jaringan untuk mendukung metabolisme tubuh. PvaCO2 gap > 6
mmHg menunjukkan bahwa perfusi jaringan tidak cukup untuk menghilangkan
CO2 yang dihasilkan oleh jaringan. Sebagai catatan, tingkat PvaCO2 abnormal yang
persisten dapat dikaitkan dengan outcome yang buruk pada pasien sepsis.17
Gangguan perfusi jaringan dikaitkan dengan peningkatan kematian pada
pasien syok septik. PvaCO2 gap telah diusulkan sebagai marker alternatif
hipoperfusi jaringan dan telah digunakan untuk memandu penanganan syok.
PvaCO2 gap bisa menjadi alat untuk mendeteksi ketidakcukupan resusitasi selama
syok septik. PvaCO2 gap lebih besar pada pasien yang mengalami komplikasi paska
4
operasi daripada pada mereka yang tidak (7,8 ± 2 vs 5,6 ± 2 mmHg). Pasien dengan
PvaCO2 gap > 6 mmHg memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien dengan PvaCO2 gap < 6 mmHg.18
Meskipun laktat dan saturasi oksigen vena (SvO2) umumnya digunakan
sebagai biomarker awal untuk menilai perfusi jaringan dan oksigenasi seluler,
kegunaannya memiliki keterbatasan. PvaCO2 gap semakin diakui sebagai marker
yang andal untuk mengevaluasi perfusi jaringan pada pasien sepsis. PvaCO2 gap
yang meningkat telah dilaporkan didapati pada pasien dengan sepsis. Pada pasien
sepsis, terdapat bukti bahwa PvaCO2 gap > 6 mmHg, bahkan setelah normalisasi
laktat, berhubungan dengan outcome yang buruk. PvaCO2 gap yang tinggi adalah
terkait dengan tingkat laktat yang tinggi, curah jantung yang lebih rendah dan
saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) yang rendah, dan secara signifikan
berkorelasi dengan kematian.19
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara nilai laktat, ScvO2, dan PvaCO2 gap pada pasien
sepsis.
6
7
Sepsis adalah kondisi umum dengan morbiditas dan kematian yang tinggi.
Patogenesis sepsis sangat kompleks. Banyak bakteri dan produk patogen lainnya
dapat menginduksi produksi TNF (tumour necrosis factor), respons inang terhadap
infeksi memainkan peran penting dalam patogenesis. Antiinflamasi jalur diaktifkan
dan dapat menurunkan respons selama sepsis. Ada banyak mediator lain terlibat,
termasuk prostanoid, platelet activating factor, dan DAMPS (damage-associated
molecular patterns). Aktivasi endotel meningkatkan ekspresi sejumlah adhesin
leukosit, dengan peningkatan jumlah leukosit bertransmigrasi ke dalam jaringan.
Permeabilitas endotel meningkat, di paru-paru menyebabkan edema paru
interstisial dan di usus meningkatkan translokasi bakteri, berpotensi memperburuk
kaskade inflamasi.22
20 kali/menit. Selain itu hipoperfusi global juga dapat dinilai dari ScvO2 < 70 %,
kadar laktat dalam darah > 4 mmol/L dan PvaCO2 > 6 mmHg. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa pada sepsis terjadi hipoperfusi jaringan oleh sepsis dimulai dari
interaksi kompleks antara penyebab infeksi dengan sistem imun, respons inflamasi
dan koagulasi, sehingga menimbulkan manifestasi berupa disfungsi endotel
pembuluh darah yang mengakibatkan vasodilatasi dan kebocoran kapiler.
Terjadinya vasodilatasi dan kebocoran kapiler akan menyebabkan aliran darah ke
jaringan berkurang, yang dapat diperberat oleh adanya depresi otot jantung. Hal lain
yang dapat terjadi adalah disfungsi mikrovaskular, sehingga terjadi gangguan
ambilan oksigen di jaringan.9
Sepsis adalah masalah utama yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh
dunia setiap tahun, membunuh satu dari empat, dan seringkali lebih. Sepsis adalah
sindrom klinis yang dihasilkan dari disregulasi respon inflamasi terhadap infeksi
dengan dua atau lebih dari kelainan berikut, suhu > 38,3 °C atau < 36° C, denyut
jantung > 90 kali/menit, frekuensi pernapasan > 20 kali/menit atau tekanan parsial
karbon dioksida arteri (PaCO2) < 32 mmHg, dan sel darah putih > 12.000 sel/mm3,
< 4000 sel/mm3, atau > 10 % bentuk immature, disertai infeksi yang terbukti secara
kultur. Syok septik terjadi jika ada sepsis berat ditambah satu atau kedua hal berikut,
tekanan darah rata-rata sistemik adalah < 60 mmHg, atau < 80 mmHg jika pasien
memiliki baseline hipertensi.18
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang mengakibatkan
dari respon tubuh terhadap infeksi. Pada tahun 1991, sepsis pertama kali
didefinisikan sebagai SIRS (systemic inflammatory response syndrome) dengan
infeksi yang dicurigai atau dikonfirmasi dengan 2 atau lebih dari kriteria berikut,
suhu di bawah 36 °C atau di atas 38 °C; denyut jantung lebih dari 90 kali/menit;
laju pernapasan di atas 20 kali/menit, atau tekanan parsial karbon dioksida arteri
kurang dari 32 mmHg; dan jumlah sel darah putih kurang dari 4 × 109/L atau lebih
besar dari 12 × 109/L, atau lebih dari 10 % bentuk immature. Sepsis berat
didefinisikan sebagai progresi sepsis disertai disfungsi organ, hipoperfusi jaringan,
atau hipotensi. Syok septik digambarkan sebagai hipotensi dan disfungsi organ
yang menetap setelah diberikan resusitasi cairan, memerlukan obat vasoaktif, dan
dengan 2 atau lebih kriteria SIRS. Pada tahun 2001, definisi diperbarui dengan
11
variabel klinis dan laboratorium. Pada tahun 2004, sepsis didefinisikan sebagai
adanya minimal 2 kriteria SIRS ditambah infeksi; sepsis berat sebagai sepsis
dengan disfungsi organ (dengan serum laktat serum > 2 mmol/L); dan syok septik
sebagai hipotensi yang resisten terhadap resusitasi cairan dan membutuhkan
vasopresor, atau kadar asam laktat minimal 4 mmol/L. Pada tahun 2016, definisi
baru sebagai berikut, sepsis adalah kondisi yang mengancam jiwa disebabkan oleh
respon host terhadap infeksi, yang mengakibatkan disfungsi organ; dan syok septik
adalah pasien sepsis dengan hipotensi yang resisten terhadap resusitasi cairan dan
membutuhkan terapi vasopresor dengan hipoperfusi jaringan (laktat > 2 mmol/L).
Klasifikasi sepsis berat dihilangkan. Selain itu, SOFA (sequential organ failure
assessment) atau versi cepatnya (qSOFA) untuk mendefinisikan sepsis
digunakan.23
(GCS < 15). Skor qSOFA 2 atau lebih dengan suspek atau infeksi yang dikonfirmasi
telah diusulkan untuk dapat mendiagnosis sepsis lebih dini dan mudah dalam
praktek klinis.23
qSOFA menggunakan tiga variabel untuk memprediksi kematian dan lama
tinggal di ICU pada pasien sepsis, yaitu GCS < 15, laju pernapasan 22 kali/menit,
dan tekanan darah sistolik 100 mmHg. Ketika didapatkan dua dari tiga variabel,
pasien dianggap qSOFA positif.22
Gambar 2.3 Kriteria Klinis Identifikasi Pasien dengan Sepsis dan Syok Septik24
tinggi menunjukkan keadaan di mana perfusi jaringan adekuat dan laktat meningkat
baik sebagai konsekuensi dari peristiwa hipoksia yang teratasi (clearance laktat
lambat) atau karena produksi non anaerob (stimulasi adrenergik atau proses
inflamasi). Di sisi lain, peningkatan PvaCO2 gap dengan laktat normal
menunjukkan gangguan perfusi jaringan yang belum mengarah ke jaringan
hipoksia.15
PvaCO2 gap dapat menunjukkan kecukupan aliran darah mikrovaskular
pada fase awal resusitasi pada pasien sepsis. Mean arterial pressure lebih rendah
pada pasien dengan PvaCO2 gap tinggi, dan laktat lebih tinggi, menunjukkan
hipoperfusi global. Kematian yang lebih tinggi dicatat pada kelompok pasien
dengan PvaCO2 gap tinggi. PvaCO2 gap yang meningkat dapat menunjukkan
prognosis yang buruk dan tidak respon terhadap terapi atau dapat mengindikasikan
disfungsi mikrosirkulasi.30
PvaCO2 gap adalah selisih CO2 vena dan CO2 arteri, yang telah digunakan
untuk sebagai indikator kecukupan aliran darah vena untuk menghilangkan CO2
yang dihasilkan oleh jaringan perifer. PvaCO2 gap yang tinggi menunjukkan
gangguan curah jantung dan hipoperfusi jaringan. PvaCO2 gap yang tinggi (> 6
mmHg) terkait dengan outcome yang buruk pada pasien syok septik. Pasien syok
18
septik dengan PvaCO2 gap yang lebih tinggi memiliki clearance laktat yang buruk,
skor SOFA yang lebih tinggi, dan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan nilai PvaCO2 gap normal (< 6 mmHg). PvaCO2 gap yang tinggi
dalam 24 jam pertama setelah pasien masuk ICU terkait dengan kematian yang
tinggi.31
Tidak seperti laktat, PvaCO2 gap memberikan penilaian secara real-time,
dan, tidak seperti ScvO2, PvaCO2 gap lebih bersifat informatif. Dengan kombinasi
variabel-variabel ini terbentuk pendekatan terstruktur tiga tingkat untuk
mengidentifikasi gangguan makro dan mikrosirkulasi.12
qSOFA ≥ 2
Sepsis
Laktat
PvaCO2 gap
n = 2 (Zα + Zβ) Sd 2
x1 – x2
2
n = 2 (1,96 + 0,842) 15,9
13,4
n = 2 (3,3)2 = 2 x 10,89 = 21,78 pasien ~ ± 10%
~ 24 pasien
20
21
Alat ukur : Pengambilan sampling pada vena jugularis interna salah satu sisi
kanan atau kiri, penempatan ke dalam vaccum tube lalu dilakukan pemeriksaan ko-
oksimetri dikirim ke sejawat Patologi Klinik.
Hasil ukur : Hiperlaktatemia (laktat > 2 mmol/L) dan normal (laktat ≤ 2
mmol/L).
Skala ukur : Hasil pengukuran berupa skala ordinal.
3. ScvO2
Definisi : Keseimbangan antara konsumsi oksigen dan pengiriman oksigen.
Alat ukur : Pengambilan sampling pada vena jugularis interna salah satu sisi
kanan atau kiri, penempatan ke dalam vaccum tube lalu dilakukan pemeriksaan ko-
oksimetri dikirim ke sejawat Patologi Klinik.
Hasil ukur : Low ScvO2 (ScvO2 < 70 %) dan normal (ScvO2 ≥ 70 %).
Skala ukur : Hasil pengukuran berupa skala ordinal.
4. PvaCO2 gap
Definisi : Perbedaan antara tekanan parsial CO2 pada vena (PvCO2) dan
tekanan parsial CO2 pada arteri (PaCO2).
Alat ukur : Pengambilan sampling pada arteri karotis dan vena jugularis
interna salah satu sisi kanan atau kiri, penempatan ke dalam 2 buah vaccum tube
yang berbeda lalu dilakukan pemeriksaan ko-oksimetri dikirim ke sejawat Patologi
Klinik.
Hasil ukur : High PvaCO2 gap (PvaCO2 gap > 6 mmHg) dan normal (PvaCO2
gap ≤ 6 mmHg).
Skala ukur : Hasil pengukuran berupa skala ordinal.
disajikan dalam nilai median (nilai minimum sampai dengan nilai maksimum). Data
kategorik ditampilkan dalam jumlah (persentase).
3. Uji normalitas yang digunakan dengan jumlah sampel kurang dari 50 yaitu uji
Shapiro-wilk. Nilai p uji normalitas dikatakan normal jika nilai p besar dari 0,05.
Uji hipotesis yang digunakan untuk membandingkan nilai laktat, ScvO2, dan
PvaCO2 gap pada pasien sepsis yaitu uji korelasi Pearson jika data berdistribusi
normal atau uji alternatif Spearman jika data tidak berdistribusi normal.
4. Interval kepercayaan 95% dengan nilai p < 0,05 dianggap bermakna signifikan
secara statistik.
Populasi
Sampel
Pencatatan data pasien,
identitas, tanda-tanda vital
seperti TD, RR, GCS, SpO2
Analisis data
26
DAFTAR PUSTAKA
18. Helmy TA, El-Reweny EM, Ghazy FG. Prognostic Value of Venous to
Arterial Carbon Dioxide Difference during Early Resuscitation in Critically
Ill Patients with Septic Shock. Indian Journal of Critical Care Medicine.
2017 Sep; 21: 589-593.
19. Ltaief Z, Schneider AG, Liaudet L. Pathophysiology and Clinical
Implications of the Veno‑Arterial PCO2 Gap. Critical Care. 2021 Aug 31;
25(318): 1-9.
20. Jarczak D, Kluge S, Nierhaus A. Sepsis, Pathophysiology and Therapeutic
Concepts. Journal Frontiers in Medicine. 2021 May 14; 8: 1-22.
21. Sauer CM, Gómez J, Botella MR, Ziehr DR, Oldham WM, Gavidia G.
Understanding Critically Ill Sepsis Patients with Normal Serum Lactate
Levels: Results from U.S. and European ICU Cohorts. Scientific Reports.
2021 Oct 8; 11(20076): 1-8.
22. Evans T. Diagnosis and Management of Sepsis. Clinical Medicine. 2018;
18(2): 146-149.
23. Dugar S, Choudhary C, Duggal A. Sepsis and Septic Shock: Guideline-
Based Management. 2020 Jan; 87(1): 53-64.
24. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D,
Bauer M. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and
Septic Shock (Sepsis-3). Clinical Review and Education. 2017 Feb 23;
315(8): 801-810.
25. Sitthikool K, Boyd JH, Russell JA, Walley KR. Value of Combined Lactate
and Central Venous Oxygen Saturation Measurement in Patients with
Sepsis: A Retrospective Cohort Study. Diagnostic Approaches and
Forecasting in the Intensive Care. 2022 Jan 19; 4: 59-68.
26. Bisarya R, Shaath D, Pirzad A, Satterwhite L, He J, Simpson SQ. Serum
Lactate Poorly Predicts Central Venous Oxygen Saturation in Critically Ill
Patients: A Retrospective Cohort Study. Journal of Intensive Care. 2019 Sep
5; 7(47): 1-8.
27. Hernandez G, Bellomo R, Bakker J. The Ten Pitfalls of Lactate Clearance
in Sepsis. Intensive Care Medicine. 2018 May 12; 45: 82-85.
29
28. Bakker J. Lactate is the Target for Early Resuscitation in Sepsis. Rev Bras
Ter Intensiva. 2017 Jan 5; 29(2): 124-127.
29. Teboul JL, Monnet X, De-Backer D. Should We Abandon Measuring SvO2
or ScvO2 in Patients with Sepsis? Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine. 2019: 231-238.
30. Bitar ZI, Maadarani OS, El-Shably AM, Elshabasy RD, Zaalouk TM. The
Forgotten Hemodynamic (PCO2 Gap) in Severe Sepsis. Hindawi Critical
Care Research and Practice. 2020 Jan 7: 1-5.
31. Yuan S, He H, Long Y. Interpretation of Venous-to-Arterial Carbon Dioxide
Difference in the Resuscitation of Septic Shock Patients. Journal of Thoracic
Disease. 2019 Feb 25; 11(11): 1538-1543.
30
Lampiran 1
CURRICULUM VITAE
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN
“Hubungan Antara Nilai Laktat, ScvO2, dan PvaCO2 Gap pada Pasien Sepsis
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”
Penelitian ini menggunakan sampel darah. Dimana sampel darah akan diambil oleh
saya sendiri di salah satu sisi leher kanan atau kiri, yaitu daerah arteri karotis dan
vena jugularis interna menggunakan panduan alat USG sebanyak ± 3 ml serta
dengan persiapan alat dan obat-obatan gawat darurat. Efek samping dapat terjadi
bengkak pada bekas tempat pengambilan darah hingga kematian, mengingat
kondisi penyakit pasien yang belum stabil.
Hasil dari penelitian ini tidak ditunjukkan ke masyarakat umum dan dijaga
kerahasiaannya. Penelitian ini tidak memperberat penyakit pasien dan biaya
penelitian ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada bapak dan ibu.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak
dan ibu bersedia ikut serta dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam
penelitian yang telah disiapkan.
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak dan ibu yang telah berpartisipasi di dalam
penelitian ini. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang
32
jelas, maka bapak dan ibu dapat menghubungi saya, dr. Muhammad Arif Siregar,
PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU, telp: 081262402654.
Terima kasih.
Medan,
Hormat saya,
Lampiran 3
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, telah membaca dan mendengarkan
penjelasan dan keterangan dari peneliti serta memahami tujuan dan manfaat dari
penelitian ini, maka saya :
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki / perempuan
Umur :
Alamat :
Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan untuk diikut sertakannya sebagai salah
satu subjek penelitian yang berjudul :
“Hubungan Antara Nilai Laktat, ScvO2, dan PvaCO2 Gap pada Pasien Sepsis
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”
Terhadap : diri saya sendiri / istri / suami / anak / ayah / ibu / ………………… saya
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki / perempuan
Umur :
Alamat :
Nomor RM :
Surat persetujuan ini saya buat dengan kesadaran saya sendiri dan tanpa paksaan
dari pihak manapun.
Medan,
Peneliti, Yang menyatakan,
Lampiran 4
ANGGARAN PENELITIAN