Anda di halaman 1dari 31

i

TUTOR HEMATOLOGI I

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH

MADE MINARTI WITARINI DEWI


NIM : 1671142001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena saya

dapat menyelesaikan Tutor Hematologi I dengan judul Pemeriksaan Laju Endap

Darah dengan baik. Tidak lupa saya menyampaikan terima kasih kepada dr. Ni

Kadek Mulyantari,Sp.PK (K) sebagai pembimbing yang banyak memberikan

bimbingan selama proses pembuatan tutor ini. Terima kasih juga kepada semua

pihak yang telah membantu. Saya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak

kekurangan dari segi penyusunan materi dan bahasa, oleh karena itu saya

mengharapkan masukan untuk dapat menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan

ini bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Denpasar, 30 Agustus 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

TUTOR HEMATOLOGI I ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH ............................................... 3
2.1. Definisi ..................................................................................................... 3
2.2. Kegunaan dalam Klinik ............................................................................ 3
2.3 Prinsip ....................................................................................................... 4
2.4. Tahapan Laju Endap Darah ...................................................................... 5
2.5. Metode Pemeriksaan ................................................................................ 6
2.5.1 Metode Manual ....................................................................................... 6
2.5.2 Metode Otomatis................................................................................... 11
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi LED .......................................................... 17
2.7. Interpretasi Hasil Pemeriksaan ............................................................... 20
2.7 Sumber Kesalahan .................................................................................. 22
BAB III RINGKASAN ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pengendapan Eritrosit dalam Plasma ................................................. 4


Gambar 2.2. Rouleaux……...………………………..………………………….....5
Gambar 2.3. Metode Westergren ............................................................................ 7
Gambar 2.4. Metode Wintrobe ……………………………………………………9
Gambar 2.5. Skala pada Tabung Wintrobe ........................................................... 10
Gambar 2.6. Cara Memasukkan Darah pada Tabung Wintrobe….……………...10
Gambar 2.7. Caretium XC-A30 ESR Analyzer………..……………………………12
Gambar 2.8. Level Sampel Darah dalam Tabung ESR…………………………..13
Gambar2.9. Prinsip Pengukuran…………………………………………………15

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Metode Westergren dan Wintrobe……………………11

Tabel 2.2. Perbedaan Metode Westergren dan Caretium………………..………16

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

Laju endap darah (LED) disebut juga erythrocyte sedimentation rate

(ESR) atau sedimentation rate (sed rate) atau blood bezinking-snelheid der

erythrocyten (BBS) adalah kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit di dalam

tabung berisi darah yang telah diberi antikoagulan dalam waktu satu jam

(Hartono, 2012).

ESR adalah indikator non spesifik munculnya penyakit dan sering

digunakan untuk membantu diagnosis dan follow up berbagai penyakit inflamasi

(Vennapusa et al, 2011).

Peningkatan konsentrasi protein serum dalam tubuh akibat kerusakan

jaringan karena proses inflamasi biasanya ditandai dengan peningkatan

fibrinogen, haptoglobin, immunoglobulin (Ig) dan C-Reactive Protein (CRP) serta

penurunan albumin. Perubahan terjadi pada infeksi akut, selama fase akut pada

infeksi kronis, pada keganasan, dan pada kerusakan jaringan akut (misalnya pada

infark miokard akut) dengan trauma fisik. Pengukuran respon fase akut ini

merupakan indikator yang sangat berguna sebagai marker untuk peradangan atau

kerusakan jaringan serta monitoring terapi. Pemeriksaan yang sering dilakukan

yaitu CRP dan LED. Pemeriksaan CRP merupakan tes yang lebih sensitif, karena

pada saat terjadi kerusakan jaringan, kadar CRP serum biasanya meningkat paling

awal. Kadar CRP akan cepat menurun apabila proses kerusakan jaringan teratasi.

Pada penyakit akut, LED mempunyai respon yang lebih lambat dan kurang

sensitif dibandingkan CRP. Walaupun tes ini memiliki keterbatasan dibandingkan


2

penanda inflamasi yang lebih spesifik, namun LED masih banyak digunakan

sebagai pemeriksaan skrining dan monitoring untuk penyakit infeksi, otoimun,

keganasan dan penyakit lain (Osei-Bimpong and Burthem, 2011).

Metode pemeriksaan LED ditemukan oleh Dr. R Fahreus dan Dr. A

Westergren pada tahun 1921 yang akhirnya digunakan secara luas untuk

melakukan tes skrining pada penyakit akut dan penyakit kronis (Jou et al, 2011).

Menurut International Council for Standardization in Haematology (ICSH) dan

National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) metode referensi

untuk pemeriksaan LED adalah metode Westergren (Plebani and Piva, 2002).

Ada beberapa metode pemeriksaan LED yang saat ini digunakan di klinik, baik

secara manual maupun otomatis. Metode manual yang banyak digunakan seperti

Westergren dan Wintrobe. Pemeriksaaan LED dengan cara otomatis juga banyak

digunakan misalnya dengan alat Alifax Roller 20 LC, VES-Matic system dan

Caretium XC- A30. Dalam tutor ini akan dibahas mengenai metode manual

Westergren dan Wintrobe serta metode otomatis dengan menggunakan alat

Caretium XC-A30 ESR Analyzer.


BAB II

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH

2.1. Definisi

Laju endap darah (LED) adalah kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit di

dalam tabung berisi darah yang telah diberi antikoagulan dalam waktu satu jam.

LED juga dapat diartikan sebagai kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma

pada interval waktu tertentu (Hoffbrand and Moss, 2011).

2.2. Kegunaan dalam Klinik

LED digunakan sebagai penanda non spesifik perjalanan penyakit.

Dikatakan non spesifik karena LED dapat meningkat pada penyakit-penyakit atau

keadaan patologis apa saja dimana terdapat reaksi inflamasi, degenerasi jaringan,

nekrosis. Peningkatan nilai LED menunjukkan suatu proses inflamasi dalam tubuh

seseorang, baik inflamasi akut maupun kronis, atau adanya kerusakan jaringan.

Peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses inflamasi yang

meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan

suatu kondisi perbaikan. Kegunaan LED dapat membantu mengetahui diagnosa

penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan membedakan diagnosa penyakit

(Fisbach and Dunning III, 2015).

Peningkatan LED biasanya berhubungan dengan peradangan sistemik,

penyakit keganasan dan kehamilan. Pemeriksaan LED baik untuk melakukan

diagnosa dan monitoring artritis temporal, polimyalgia rematik dan penyakit

Hodgkin. Nilai LED yang sangat tinggi (>100 mm/jam) memiliki 90%

kemungkinan terjadinya penyakit yang berat termasuk infeksi, collagen vascular

3
4

disease atau keganasan (kemungkinan terjadi pada myeloma multipel).

Peningkatan LED dapat juga dijumpai pada tumor terutama bila terjadi nekrosis

atau reaksi jaringan yang meluas, tuberkulosis, infeksi kronik, demam rematik,

artritis, nefritis, trombosis koroner (Hoffbrand and Moss, 2011).

2.3 Prinsip

Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah pengendapan, yaitu proses

pengendapan partikel padat (eritrosit) ke dasar tabung dalam suatu cairan darah

(plasma). Darah yang telah dicampur dengan antikoagulan dimasukkan dalam

tabung tertentu, pada suhu ruang 18 - 25°C, tabung diletakkan pada posisi vertikal

(tegak lurus) pada raknya, maka eritrosit akan mengendap ke dasar tabung secara

perlahan-lahan dan terpisah dari plasma (Clark and Hippel, 2012).

Kecepatan pengendapan eritrosit diukur dalam tinggi kolom plasma dalam

satuan mm dalam waktu yang tertentu (jam). Satuan LED adalah mm/jam (Jou et

al, 2011).

Gambar 2.1. Pengendapan Eritrosit dalam Plasma (Clark and Hipple, 2012 )
5

2.4. Tahapan Laju Endap Darah

Eritrosit normal mempunyai berat yang kecil dan mengendap perlahan.

Pengendapan eritrosit yang cepat disebabkan oleh perubahan eritrosit yang

menyebabkan terjadinya proses agregasi sehingga terbentuk rouleux (Clark and

Hipple, 2012).

Menurut Vajpayee et al. (2011) proses pengendapan eritrosit tidak terjadi

sekaligus, tetapi terjadi dalam 3 tahap yaitu :

1. Fase pembentukan rouleaux

Tahap awal adalah fase pembentukan rouleaux dimana sel-sel eritrosit

tersusun bertumpuk-tumpuk yang berlangsung dalam waktu 10 menit pertama.

Rouleaux adalah eritrosit yang tersusun menyerupai susunan uang koin,

dimana bentuk ini disebabkan karena bentuk eritrosit yang unik yaitu berbentuk

diskoid. Terjadinya perubahan permukaan eritrosit dari bentuk diskoid menjadi

datar menyebabkan permukaan eritrosit menjadi luas sehingga terjadi kontak dan

perlekatan eritrosit satu sama lain dan kemudian membentuk rouleaux.

Gambar 2.2. Rouleaux (Osei-Bimpong and Burthem, 2011)


6

2. Fase sedimentasi cepat

Tahap kedua adalah fase pengendapan rouleaux eritrosit dengan kecepatan

konstan yang berlangsung selama 40 menit. Disebut juga fase pengendapan

maksimal. Karena telah terjadi agregasi dan pembentukan rouleaux, partikel-

partikel eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih kecil sehingga

lebih cepat pula pengendapannya.

3. Fase sedimentasi lambat

Tahap ketiga adalah fase pengendapan eritrosit dengan kecepatan

melambat disertai proses pemadatan eritrosit. Terjadi pada 10 menit terakhir.

Pengendapan eritrosit ini disebut sebagai laju endap darah. Pembacaan

hasil pemeriksaan laju endap darah adalah 1 jam setelah tabung yang telah berisi

sampel darah dan antikoagulan diletakkan tegak lurus pada raknya. Hasil

pembacaan dinyatakan dalam satuan mm/jam.

2.5. Metode Pemeriksaan

2.5.1. Metode Manual

Pemeriksaan LED secara manual membutuhkan sampel darah yang diberi

antikoagulan, yang ditempatkan di dalam tabung dengan ukuran tertentu,

kemudian didiamkan pada posisi tegak lurus selama satu jam. Setelah satu jam,

dibaca jarak antara meniskus bagian plasma (skala nol) dengan batas atas endapan

eritrosit diukur dalam satuan milimeter (mm), lalu dilaporkan sebagai laju endap

darah dalam mm/jam (Hartono, 2012).


7

Ada 2 metode pemeriksaan secara manual, yaitu :

1. Metode Westergren

2. Metode Wintrobe

2.5.1.1 Metode Westergren

Metode Westergren merupakan metode rujukan yang sering digunakan di

klinik. Menurut Jou et al. (2011), alat yang disiapkan adalah :

1. Tabung Westergren

Tabung Westergren memiliki spesifikasi berupa tabung tidak berwarna,

bagian dalam sirkuler, memiliki skala 0 – 200 mm dengan interval 1 mm, angka

200 terletak dibawah, diameter internal 2,55 mm, panjang tabung 300 mm.

Sebaiknya disposable, terbuat dari kaca atau plastik.

2. Rak Westergren

Rak harus berdiri tegak lurus dan terletak horizontal, hindari sinar

matahari langsung dan getaran, diletakkan pada suhu 18 - 25°C.

3. Pencatat waktu ( Timer )

Gambar 2.3. Metode Westergren (Praktikum Hematologi FK Unair 2009 )


8

Bahan :

1. Darah ditampung pada tabung yang mengandung antikoagulan EDTA (K2 atau

K3). Kemudian diencerkan dengan natrium sitrat menggunakan perbandingan 4

volume darah (EDTA) : 1 volume larutan sitrat.

2. Dapat pula menggunakan darah EDTA kemudian diencerkan dengan larutan

natrium klorida (NaCl) 0,85% menggunakan perbandingan 4 volume darah : 1

volume NaCl 0,85%.

Penggunaan EDTA cair akan mempengaruhi kadar hemoglobin, eritrosit,

leukosit, trombosit dan hematokrit. Cara kerja garam EDTA dengan mengikat ion

kalsium dan menghambat agregasi trombosit. Kelebihan EDTA akan

menyebabkan eritrosit mengkerut sehingga nilai hematokrit menjadi rendah palsu,

LED lambat. Tabung untuk penampung darah EDTA bertutup ungu (Jury et al,

2011).

Larutan natrium sitrat 0,109 M dipakai sebagai antikoagulan dan

pengencer darah pada pemeriksaan laju endap darah. Natrium Sitrat

(Na3C6H5O7.2H2O) 32,08 g dilarutkan dalam air suling sampai 1000 ml. Larutan

ini disaring, dimasukkan ke dalam penampung steril dan disimpan pada suhu 2 –

8°C. Biasanya tahan untuk beberapa bulan. Jangan dipakai apabila terjadi

kekeruhan. Kerja natrium sitrat sebagai antikoagulan adalah dengan proses

pengikatan ion kalsium (Vajpayee et al, 2011).

Cara pemeriksaan :

1. Darah dengan antikoagulan dicampur rata, diencerkan, kemudian dihisap

dengan tabung Westergren sampai tanda 0.


9

2. Dengan jari telunjuk menekan ujung tabung, letakkan tabung pada rak

Westergren dalam posisi vertikal ( tegak lurus ).

3. Baca hasil tinggi plasma dalam tabung 1 ( satu ) jam kemudian.

Nilai normal :

 Laki – laki : 0 - 15 mm/jam

 Perempuan : 0 - 20 mm/jam

 Newborn : 0 - 2 mm/jam

 Anak-anak : 0 - 10 mm/jam

International Commitee for Standardization in Hematology ( ICSH )

merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergren dalam pemeriksaan

LED, hal ini dikarenakan panjang pipet Westergren bisa dua kali panjang pipet

Wintrobe sehingga hasil LED yang sangat tinggi masih terdeteksi (Clark and

Hipple, 2012).

2.5.1.2 Metode Wintrobe

Alat (Clark and Ripple, 2012) :

1. Rak Wintrobe dan Tabung Wintrobe ( Skala 0 – 100 mm )

Gambar 2.4. Metode Wintrobe (Clark and Hipple, 2012 )


10

Gambar 2.5. Skala pada Tabung Wintrobe


(Praktikum Hematologi FK Unair 2009 )

Bahan : Darah vena dengan antikoagulan EDTA

Cara pemeriksaan :

1. Masukkan darah dengan antikoagulan EDTA (tanpa pengenceran) ke dalam

tabung Wintrobe menggunakan pipet untuk tabung Wintrobe, isi pelan-pelan

mulai dasar tabung sampai tanda 0 pada bagian atas tabung Wintrobe.

2. Letakkan tabung tersebut pada rak tabung Wintrobe dengan posisi vertikal.

3. Pembacaan hasil dilakukan setelah 1 ( satu ) jam.

Gambar 2.6. Cara Memasukkan Darah pada Tabung Wintrobe


(Praktikum Hematologi FK Unair 2009 )
11

Nilai normal :

 Laki – laki : 0 – 10 mm/jam

 Perempuan : 0 – 20 mm/jam

Perbandingan antara metode Westergren dan Wintrobe dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2.1. Perbandingan Metode Westergren dan Wintrobe

NO KETERANGAN WESTERGREN WINTROBE

1 Tabung 300 x 2,5 mm 120 x 2,5 mm

2 Skala tabung 0 – 200 mm 1 – 10 cm

3 Volume darah 2 ml 1 ml

Prinsip Darah diencerkan dengan Darah EDTA tanpa


4 perbandingan : diencerkan
4 darah : 1 NaCl 0,85%
4 darah : 1 Natrium sitrat 3,8%

5 Nilai normal ♂ : 0 – 15 mm/jam ♂ : 0 – 10 mm/jam


♀ : 0 – 20 mm/jam ♀ : 0 – 20 mm/jam

Isi tabung Westergren dengan Masukkan darah ke dalam


6 Teknik larutan darah sampai tanda 0 tabung sampai batas atas
Letakkan tegak lurus pada rak Letakkan tegak lurus pada
( suhu kamar ) rak ( suhu kamar )
Baca hasil tepat 1 jam Baca hasil tepat 1 jam

2.5.2 Metode Otomatis

2.5.2.1 Caretium XC-A30 ESR Analyzer

Caretium XC-A30 ESR analyzer adalah alat analisis laju endap darah

dengan menggunakan metode Westergren sebagai metode referensinya. Alat ini

menggunakan dua metode pengukuran yang dapat dipilih yaitu :


12

1. 30 menit  mengacu pada Westergren (hasil) 1 jam

2. 60 menit  mengacu pada Westergren (hasil) 2 jam

Gambar 2.7. Caretium XC-A30 ESR Analyzer


( Caretium XC-A30ESR Analyzer User’s Manual )

Secara garis besar, Caretium XC-A30 ESR Analyzer terdiri dari:

1. Komponen utama termasuk soket untuk 30 tabung

2. Analisis sistem

3. Display

4. Komponen pengoperasian

5. Printer Internal

6. Tabung-tabung ESR

Prinsip Pemeriksaan : Sensor Infrared

Hasil : Dinyatakan dalam satuan mm/jam.

Persyaratan Sampel :
13

1. Sampel darah yang dipakai adalah whole blood dengan antikoagulan EDTA.

2. Sampel darah tidak boleh lisis.

3. Volume darah yang dipakai adalah 1,28 ml.

4. Darah whole blood dapat langsung ditambahkan ke dalam tabung ESR yang

telah berisi 0.32 ml antikoagulan.

5. Tinggi darah yang dianjurkan adalah 55 mm (sesuai dengan volume 1,6 ml 

0,32 ml antikoagulan + 1,28 ml whole blood).

Gambar 2.8. Level sampel darah dalam tabung ESR


( Caretium XC-A30ESR Analyzer User’s Manual )

Kapasitas : 30 lubang tabung ESR yang dapat di monitor secara bersamaan

Tabung : Menggunakan tabung ESR berisi 0,32 ml antikoagulan

Persiapan Sampel :

1. Sampel darah whole blood sebanyak 1,28 ml dimasukkan ke dalam tabung ESR

yang sudah berisi 0,32 ml antikoagulan.


14

2. Tabung yang berisi sampel darah dan antikoagulan harus dicampur baik dengan

cara membolak-balik tabung secara vertikal sebanyak 5 (lima) kali.

Catatan : sewaktu membolak-balik tabung, jangan sampai terbentuk gelembung

udara.

3. Tabung yang sudah berisi sampel darah yang telah tercampur baik dengan

antikoagulan segera dimasukkan ke dalam holder.

4. Pengukuran LED tidak boleh lebih dari 2 jam setelah sampel darah ditampung

bila disimpan dalam suhu kamar.

Prinsip Pengukuran :

Area pergerakan dari infrared optical coupler (TX-RX) ditunjukkan oleh C, L

adalah posisi bawah dan H merupakan posisi atas. Selama pergerakan infrared

optical coupler dari L ke H, apabila sinar infrared tidak mencapai receiver, berarti

sinar terhalang oleh sel darah merah densitas tinggi.

Apabila cahaya infrared dapat melewati tabung ESR dan mencapai receiver,

receiver akan mengirimkan sinyal ke komputer untuk menghitung jarak ke bagian

bawah.

L1 : tinggi darah dalam tabung ESR pada menit ke 0 (nol)

L2 : tinggi darah dalam tabung ESR pada menit ke 30

L3 : tinggi darah dalam tabung ESR pada menit ke 60

K : tinggi darah dalam tabung ESR ketika optical coupler bergerak ke bawah

(telah ditentukan oleh sistem dan diatur oleh komputer).

Setiap penambahan 1.6 ml anti-coagulated whole blood, tinggi darah dalam

tabung ESR berubah mengikuti perbedaan karakteristik fisik setiap tabung ESR.
15

Untuk mengkompensasi perbedaan ini, instrumen akan menghitung tinggi awal

darah pada range tertentu dan persentase sedimentasi.

Gambar 2.9. Prinsip Pengukuran


( Caretium XC-A30ESR Analyzer User’s Manual )

Keunggulan :

1. Memiliki kapasitas 30 sampel

2. Thermostated pada suhu 18°C

3. Sampel yang diperlukan 1,28 ml darah whole blood yang telah bercampur

dengan antikoagulan EDTA

4. Terhubung dengan LIS


16

Perbedaan antara metode Westergren dan Caretium dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 2.2 Perbedaan Metode Westergren dan Caretium

NO KETERANGAN WESTERGREN CARETIUM

1 Antikoagulan Natrium sitrat atau EDTA EDTA ( lebih stabil )

2 Suhu Suhu kamar 18°C

3 Lama test 1 jam 30 menit

4 Throughput Pemeriksaan terbatas Pemeriksaan 60 sampel

per jam

5 Lama sampel 4 jam 24 jam ( 2 – 8 °C )

6 Volume sampel 2 ml 1,28 ml

7 Hasil Harus tepat waktu mencatat Automatic, terprinter


dan melihat hasilnya

L : 0 – 15 mm/jam < 20 mm/jam


8 Nilai normal
P : 0 – 20 mm/jam
17

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi LED

Hasil pemeriksaan laju endap darah dipengaruhi 3 (tiga) faktor yaitu faktor

eritrosit, faktor plasma, dan faktor teknik pemeriksaan yang saling punya

keterkaitan satu dengan lainnya (Koepke et al, 2000).

1. Faktor jumlah dan morfologi sel darah merah ( eritrosit )

a. Pembentukan rouleaux

b. Bentuk sel darah merah

Bentuk eritrosit abnormal seperti sferosit dan sel sabit akan

mengakibatkan penurunan LED. Sel sferis dan sel eritrosit seperti bulan

sabit akan mempersulit pembentukan rouleaux, sehingga LED akan

menurun. Penurunan LED juga dapat disebabkan oleh permukaan sel yang

relatif lebih luas dibanding berat sel. LED akan meningkat bila berat

eritrosit bertambah, tetapi akan menurun bila permukaan eritrosit lebih

luas, dan sel-sel kecil akan mengendap lebih lambat daripada sel yang

menggumpal (Anonim, 2015).

c. Aglutinasi sel darah merah

Aglutinasi yang terjadi akibat perubahan permukaan sel darah merah dapat

menyebabkan LED meningkat.

d. Ukuran sel darah merah

Makrosit lebih cepat mengendap sehingga LED meningkat. Sebaliknya

ukuran eritrosit mikrositer akan menyebabkan LED menurun (Nayak et al,

2017).
18

e. Jumlah sel darah merah

Pada anemia (jumlah eritrosit yang rendah) akan mempercepat

pengendapan eritrosit sehingga LED meningkat. Namun, tidak semua anemia

disertai dengan LED yang cepat. Pada anemia sel sabit, sferositosis,

poikilositosis, sukar terjadi rouleaux sehingga LED lambat. Polisitemia akan

mengakibatkan penurunan LED.

2. Faktor komposisi plasma

Kecepatan pengendapan eritrosit ditentukan oleh interaksi antara dua gaya

fisik yang berlawanan, yaitu tekanan ke bawah akibat gaya gravitasi bumi dan

tekanan ke atas akibat perpindahan plasma. Gaya gravitasi pada keadaan

normal nilainya relatif kecil karena pengendapan eritrosit diimbangi oleh reaksi

gaya ke atas plasma.

Kecepatan LED juga dipengaruhi oleh muatan zeta potential. Zeta

potential adalah muatan negatif pada permukaan eritrosit sehingga terjadi gaya

saling tolak menolak antar sel-sel eritrosit. Pembentukan rouleaux atau agregat

dapat dipercepat oleh adanya peningkatan kadar makromolekul dalam plasma.

Kecepatan pembentukan rouleaux ditentukan oleh muatan negatif zeta

potential pada permukaan eritrosit. Makin berkurang muatan negatif zeta

potential, maka eritrosit akan makin mudah teragregasi, pembentukan rouleaux

akan makin cepat, dan nilai LED akan makin tinggi (Hartono, 2012).

Protein-protein fase akut dalam plasma darah dapat mempengaruhi

muatan negatif zeta potential sehingga muatan negatifnya akan berkurang,

antara lain fibrinogen, C-reactive protein (CRP), makroglobulin E2, protein


19

amiloid A serum, haptoglobulin, seruloplasmin, dan antritripsin E1 (Osei-

Bimpong and Burthem, 2011).

Pada penyakit infeksi, kadar globulin dan fibrinogen akan meningkat

sehingga LED meningkat. Peningkatan kadar globulin dan fibrinogen dapat

mengurangi gaya saling tolak-menolak antar sel darah merah sehingga lebih

mudah membentuk rouleaux berakibat LED meningkat (Nayak et al, 2017).

Albumin dapat meningkatkan viskositas plasma dan dapat menetralkan

gaya tarik ke bawah sehingga LED lebih rendah. Viskositas plasma yang

meningkat akan menurunkan LED (Anonim, 2015).

3. Faktor teknik pemeriksaan

Faktor teknik yang dapat mempengaruhi kecepatan LED antara lain suhu

tempat pemeriksaan di atas 25°C, ketepatan waktu pemeriksaan dan

pembacaan LED, kemiringan tabung, getaran, dan pengenceran sampel darah

akan meningkatkan LED (Anonim, 2015).

LED meningkat dapat terjadi karena tabung diletakkan miring sehingga

mempercepat proses pengendapan dan dapat menyebabkan kesalahan

(pembentukan rouleaux belum sempurna ). Posisi tabung pemeriksaan yang

dimiringkan setiap 30 akan menyebabkan darah mengendap lebih cepat sehingga

dapat meningkatkan nilai LED sebanyak 30% (Vajpayee et al, 2011).

LED menurun dapat disebabkan karena diameter tabung lebih kecil, darah

tidak segera diperiksa (lebih dari 2 jam), antikoagulan yang digunakan berlebihan

sehingga terjadi degenerasi sel darah merah dan mengkerut, sebagian darah beku,
20

darah disimpan sehingga bentuknya lebih sferis dan lebih sulit membentuk

rouleaux.

Perbandingan antara antikoagulan dan darah yang tidak tepat akan

menyebabkan terjadi defibrinasi atau partikel clotting sehingga menyebabkan

LED lambat. Bila darah yang diperiksa sudah membeku, sebagian hasil

pemeriksaan LED akan lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai

dalam pembekuan. Pemeriksaan LED harus dikerjakan dalam waktu 2 ( dua ) jam

setelah pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan

berbentuk sferik sehingga sukar membentuk rouleaux akibatnya hasil

pemeriksaan LED menjadi lebih lambat (Vajpayee et al, 2011).

Pemeriksaan LED sebaiknya dikerjakan paling lambat 2 (dua) jam sesudah

pengambilan darah. Apabila dikerjakan lebih dari 2 (dua) jam akan mempercepat

perkembangbiakan bakteri. Hal ini menyebabkan eritrosit mudah lisis, sehingga

jumlah eritrosit akan menurun. Dengan demikian laju endap darah akan

meningkat. Selain itu adanya bakteri juga menyebabkan eritrosit menjadi mudah

membentuk rouleaux yang mengakibatkan laju endap darah menjadi lebih cepat.

Pada suhu rendah, viskositas plasma akan meningkat dan LED menurun.

Peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan viskositas sehingga LED

meningkat (Osei-Bimpong and Burthem, 2011).

2.7. Interpretasi Hasil Pemeriksaan (Greer et al, 2012)

a. LED meningkat

Dapat ditemukan pada keadaan :

- Makrositosis
21

- Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin

- Nekrosis

- Radang

- Keganasan

- Multiple Myeloma

- Leukemia

- Wanita hamil

- Usia lanjut.

- Jenis kelamin

Wanita memiliki laju endap darah yang relatif lebih cepat daripada pria.

b. LED menurun

Dapat ditemukan pada keadaan berikut :

- Polisitemia

- Hipofibrinogenemia

- Anemia sel sabit

- Mikrositosis

- Poikilositosis

- Peningkatan kadar albumin


22

2.7 Sumber Kesalahan

Menurut Clark and Hipple. (2012), ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan LED, yaitu:

1. Kesalahan yang meliputi faktor pre, analitik dan post analitik.

2. Antikoagulan berlebihan akan menyebabkan hasil LED rendah palsu.

3. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus sudah dilakukan dalam 2 jam

pertama karena jika lebih lama, eritrosit akan mengkerut sehingga

menghambat terjadinya rouleax.

4. Darah tidak boleh lisis atau membeku.

5. Jangan ada gelembung udara.

6. Nilai normal pada umumnya berlaku pada suhu 18 - 25°C.

7. Pada pemeriksaan, tabung harus diletakkan dalam posisi vertikal.

8. Darah harus terisi pada tabung sampai batas angka 0 pada saat awal

pemeriksaan.

9. Penurunan LED terjadi pada kelainan hematologi yang menghambat

terjadinya rouleaux.

10. Hasil LED akan meningkat palsu pada pasien yang mengalami anemia.
23

BAB III

RINGKASAN

Laju endap darah (LED) disebut juga erythrocyte sedimentation rate

(ESR) atau sedimentation rate (sed rate) adalah kecepatan pengendapan sel-sel

eritrosit di dalam tabung berisi darah yang telah diberi antikoagulan dalam waktu

satu jam. LED adalah indikator non spesifik munculnya penyakit dan sering

digunakan untuk membantu diagnosis dan follow up berbagai penyakit inflamasi.

Metode pemeriksaan LED ditemukan oleh Dr. R. Fahreus dan Dr. A.

Westergren pada tahun 1921 yang akhirnya digunakan secara luas untuk

melakukan tes skrining pada penyakit akut dan penyakit kronis.

Menurut International Council for Standardization in Haematology (ICSH)

dan National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) metode

referensi untuk pemeriksaan LED adalah metode Westergren.

Pemeriksaan LED secara manual ada 2 metode yaitu metode Westergren

dan metode Wintrobe. Pemeriksaan LED otomatis saat ini sudah mulai

dikembangkan tetapi tetap mengacu pada metode Westergren.

Hasil pemeriksaan laju endap darah dipengaruhi 3 (tiga) faktor yaitu faktor

eritrosit, faktor plasma, dan faktor teknik pemeriksaan yang saling punya

keterkaitan satu dengan lainnya. Beberapa penyakit dapat mempengaruhi nilai

LED. LED meningkat dapat ditemukan pada makrositosis eritrosit,peningkatan

kadar fibrinogen dan globulin, radang, keganasan, penyakit myeloma multiple,


24

dan Leukemia. LED menurun dapat terjadi pada keadaan polisitemia, anemia sel

sabit, mikrositosis, dan peningkatan kadar albumin.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan LED

misalnya antikoagulan yang berlebihan, temperature, dan teknik pemeriksaan.


25

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. A Classic, Gold Standard: The Westergren Method for ESR
Measurement. Netherland : RR Mechatronic.

Anonim. 2015. Caretium XC-A30 ESR Analyzer User’s Manual. Jakarta: PT.
Setia Anugerah Medika.

Anonim. 2009. Praktikum Hematologi FK Unair. Surabaya.

Clark, K.S., Hippel, T.G. 2012. Routine and Point-of-care Testing in Hematology:
Manual and Semiautomated Methods. In : Rodak, B.F., Fritsma, G.A.,
Keohane, E.M., Editors. Hematology :Clinical Principles and Application.
4 th. Ed. Missouri: Elsevier Saunders. p. 172-187

Fisbach, F.T., Dunning III, M.B., 2015. A Manual of Laboratory and Diagnostic
Test. Ninth Edition. Philadelphia : Wolters Kluwer Health | Lippincott
Williams & Wilkins. p. 88-108.

Greer, J.P., Arber, D.A., Glader, B., List, A.F., Means, R.T., Paraskevas, F.,
Rodgers, G.M. 2012. Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th. Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins. p.
34-36.

Hartono, A.M. 2012. “Uji Validitas Pemeriksaan Laju Endap Darah Metode
Modifikasi Westergren dengan Sudut Kemiringan 450 terhadap Metode
Rujukan ICSH 1993” (tesis). Bandung: Universitas Maranatha.

Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H. 2011. Essential Hematology. 6th. Edition. West
Sussex: John Wiley & Sons Ltd. p. 392-396.

Jou J.M., Lewis S.M., Briggs, C., Lee, S-H., Salle, B.D.L., McFadden, S. 2011.
ICSH Review Of The Measurement Of The Erythocyte Sedimentation
Rate. Int. Jnl. Lab. Hem, 33: 125-132.

Jury, C., Nagai, Y., Tatsumi, N. 2011. Collection and Handling of Blood. In:
Bain, J.B., Bates, I., Laffan, M.A., Lewis S.M., editors. Dacie and Lewis
Practical Haematology. Eleventh Edition. UK : Elsevier. p.1-7.

Koepke, J.A., Bull, B.S., Simson, E., Assendelft, O.W. 2000. Reference and
Selected Procedure for the Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Test;
Approved Standard. Fourth. Edition. USA.Vol. 20. Number 27: 1-24.
26

Nayak, R., Rai, S., Gupta, A. 2017. Essentials in Hematology And Clinical
Pathology. Second. Edition. India: Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd. p. 374-378.

Osei-Bimpong, A., Burthem, J. 2011. Supplementary Techniques Including Blood


Parasite Diagnosis. In: Bain, J.B., Bates, I., Laffan, M.A., Lewis S.M.,
editors. Dacie and Lewis Practical Haematology. Eleventh Edition. UK :
Elsevier. p.101-105

Plebani, M., Piva E. 2002. Erythrocyte Sedimentation Rate Use of Fresh Blood
for Quality Control. Am. J. Clin.Pathol., 117:621-626.

Vajpayee. N., Graham, S.S., Bern, S. 2011. Basic Examination of Blood and Bone
Marrow. In: McPherson, R.A., Pincus, M.R., editors. Henry’s Clinical
Diagnosis and Management By Laboratory Methods. Twenty Second.
Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders. p. 519-521.

Vennapusa, B., Cruz, L.D.L., Shah, H., Michalski, V., Qian-Yun, Z. 2011.
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Measured by the Streck ESR-Auto
Plus Is Higher Than With the Sediplast Westergren Method A Validation
Study. Am. J. Clin. Pathol., 135:386-390.

Anda mungkin juga menyukai